• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap Besi dan Baja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap Besi dan Baja"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KOROSI ZAT EKSTRAKTIF KAYU MAHONI

(Swietenia macrophylla King) TERHADAP BESI DAN BAJA

NOVI HANDAYANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macropylla King) terhadap Besi dan Baja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Novi Handayani

(4)

ABSTRAK

NOVI HANDAYANI. Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap Besi dan Baja. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu mahoni (Swietenia macrophylla King), menguji sifat korosi zat ekstraktif tersebut terhadap besi dan baja, dan menganalisis komponen kimia dari fraksi teraktif yang mengakibatkan korosi. Ekstrak aseton difraksinasi dengan metode solvent-solvent extraction dan memperoleh 3 fraksi, yaitu fraksi n-heksana, fraksi etil eter, dan fraksi residu. Serbuk asli, serbuk bebas ekstraktif, dan ekstrak diuji sifat korosinya secara laboratorium. Korosi yang terjadi pada besi dan baja terlihat dari nilai kehilangan beratnya. Pengujian korosi menggunakan serbuk asli menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk bebas ekstraktif. Ekstrak etil eter memberikan nilai kehilangan berat tertinggi dalam pengujian laboratorium. Hasil identifikasi komponen kimia menunjukkan bahwa didalam fraksi etil eter terdapat empat senyawa dominan yaitu pirokatekol, phloroglucinol dihidrat, 4-propilkatekol, dan etanol 1-(2-butoxyethoxy).

Kata kunci: analisis kimia, ekstraktif, kehilangan berat logam, korosi, Swietenia macrophylla King

ABSTRACT

NOVI HANDAYANI. Corrosion Properties of Mahagony extractive (Swietenia macrophylla King) on Iron and Steel. Supervised by WASRIN SYAFII.

The objective of this research was to determine extractive content in mahagony (Swietenia macrophylla King), to test its corrosion against iron and steel, and analyze chemical components from the active fractions resulted in corrosion. The acetone extract was fractionated using solvent-solvent extraction method and its have 3 fractions are n-hexane fraction, ethyl ether fraction, and residue fraction. Original sawdust, free extractives sawdust, and extract tested corrosion properties in laboratory. Corrosion testing using the original sawdust show higher value than free extractive sawdust. Ethyl ether extract gave the highest value of weight loss in laboratory. The results show that the identification of chemical components in the ethyl ether fraction contained four dominant compounds that are pyrocatechol, phloroglucinol dyhidrate, 4-propylcatechol, dan ethanol 1 - (2-butoxyethoxy).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

SIFAT KOROSI ZAT EKSTRAKTIF KAYU MAHONI

(Swietenia macrophylla King) TERHADAP BESI DAN BAJA

NOVI HANDAYANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla

King) terhadap Besi dan Baja Nama : Novi Handayani

NIM : E24100045

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2014 ialah Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap Besi dan Baja.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Wasrin Syafii MAgr selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Alm Bapak Budiono, Ibu Eti Suhaeti, Adik Nike Dwi Astuti dan Farras Fibo Nanci Zakaria, serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Supriatin dan Gunawan selaku teknisi di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (KHH), teknisi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan teknisi di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Teknologi Hasil Hutan (THH) 47 khususnya divisi KHH 47, teman-teman Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) 47, sahabat khususnya penghuni Kost Panineungan 2, dan semua pihak yang telah membantu dalam pelaksaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Persiapan Bahan Baku 3

Pengujian Sifat Korosi Lapang 3

Proses Ekstraksi dan Fraksinasi 4

Penentuan Kadar Zat Ekstraktif 4

Pengujian Sifat Korosi Laboratorium 5

Perhitungan Kehilangan Berat Paku 5

Analisis Komponen Kimia 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kadar Zat Ekstraktif 6

Kehilangan Berat Logam 7

Analisis Komponen Kimia 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kadar ekstraktif kayu teras mahoni 6

2 Kehilangan berat logam pada pengujian lapang 7

3 Kadar air disk pengujian lapang 8

4 Komponen senyawa kimia dominan dalam fraksi etil eter 10

DAFTAR GAMBAR

1 Pola penempatan paku pada disk 3

2 Kehilangan berat logam secara laboratorium menggunakan serbuk selama 4 jam ( ), 8 jam ( ), dan 12 jam ( ) 9 3 Kehilangan berat pada paku di pengujian laboratorium menggunakan

ekstrak pada paku besi ( ) dan baja ( ) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi daun mahoni 15

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat merupakan penghasil kayu bagi penduduk sekitarnya. Kayu yang berasal dari hutan rakyat antara lain kayu nangka (Artocarpus heterophyllus), kayu mahoni (Swietenia spp.), kayu akasia (Acacia spp.), kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu jati (Tectona grandis), dan lain-lain (Soendjoto et al. 2008). Suprapto (2010) menyatakan bahwa produksi kayu yang cukup tinggi dari hutan rakyat dapat dijadikan sumber bahan bangunan, bahan perabotan rumahtangga, dan sumber kayu bakar bagi penduduk. Kekurangan kayu yang berasal dari hutan rakyat yaitu memiliki kelas kuat sedang hingga rendah dan berdiameter kecil. Sadiyo dan Wulandari (2012) menyatakan bahwa keterbatasan kekuatan maupun ukuran kayu khususnya untuk bahan bangunan memerlukan suatu sambungan pada batang-batang kayu untuk bisa mencapai bentang struktur yang dikehendaki. Alat sambung yang digunakan berupa logam seperti paku, sekrup, dan engsel. Schofield (2010) menyatakan bahwa kontak logam dengan kayu dapat mengakibatkan korosi sehingga alat yang menempel pada kayu menjadi rusak.

Kayu memiliki zat ekstraktif sehingga dapat menyebabkan terjadinya korosi. Korosi merupakan penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan (Gauvent et al. 2006). Menurut Unger et al. (2001), faktor yang dapat menimbulkan korosi antara lain yaitu air, asam, basa, garam, gas, dan metal. Selain itu, Kamiski et al. (2005) menyatakan bahwa korosi elektrokimia pada baja yang terkontak dengan kayu basah sangat tergantung dengan jenis kayu yang digunakan (terkait dengan pH, konten tanin dan lain-lain) serta temperatur sekitar. Schofield (2010) menyatakan bahwa kayu dapat menyebabkan korosi pada metal karena asam. Asam dalam kayu yang semakin tinggi dapat meningkatkan derajat keasaman dan menyebabkan korosi. Zat ekstraktif merupakan salah satu penyumbang asam dalam kayu. Sjostrom (1995) menyatakan bahwa ekstraktif dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan memiliki bobot molekul yang rendah. Ekstraktif terbagi menjadi tiga kelompok yaitu terpenoid dan steroid, lemak dan lilin, serta senyawa aromatik (fenolat). Kandungan asam yang terkandung dalam ekstraktif tersebut yang dapat menimbulkan terjadinya korosi. Pengujian sifat korosi kayu yang masih mengandung ekstraktif terhadap sekrup logam melalui metode lapang (Djarwanto 2011), metode laboratorium (Djarwanto 2013), dan metode jamp spot (Djarwanto 2010) mendapatkan hasil positif (terjadi korosi). Selain itu, korosi yang terjadi pada kayu dapat juga mengurangi masa pakai kayu karena memicu terjadinya pelapukan pada kayu. Djarwanto dan Suprapti (2008) menyatakan bahwa korosi logam pada sekrup dalam kayu berpengaruh terhadap pelapukan empat kayu yang berasal dari Sukabumi.

(12)

2

topeng karena dapat meningkatkan nilai ekonomi dan nilai tambah. Menurut Cornelius et al. (2004), kayu mahoni dapat digunakan sebagai bahan dasar furnitur, flooring, pintu, rangka jendela, dan vener dekoratif. Stabilitas dimensi yang baik, awet, mudah dikerjakan, dan unsur dekoratif dari kayu mahoni membuat permintaan kayu mahoni semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa kayu mahoni banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan maupun bahan perabotan rumahtangga lainnya. Penggunaan kayu di masyarakat dapat meningkatkan potensi kontak dengan logam.

Mahoni tergolong dalam famili Meliaceae. Salah satu kandungan ekstraktif yang terkandung dalam famili Meliaceae adalah limonoid (Mondal et al. 2011). Menurut NCBI (2008), limonoid memiliki tingkat oksidasi yang tinggi. Oksidasi yang tinggi dari limonoid dapat berpotensi korosi. Informasi mengenai kayu mahoni khususnya zat ekstraktif yang dapat berpengaruh korosi pada logam masih sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat korosi zat ekstraktif kayu mahoni terhadap logam berbentuk paku besi, dan baja.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu teras Mahoni, menguji sifat korosi zat ekstraktif dari kayu teras Mahoni, dan menganalisis komponen kimia dari fraksi teraktif yang mengakibatkan korosi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang sifat korosi yang dapat ditimbulkan pada bahan bangunan maupun peralatan rumahtangga lainnya yang menggunakan kayu Mahoni.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2014. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Herbarium Bogoriense Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, dan Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.

Bahan

(13)

3

Empulur

Contoh uji bagian dalam (teras dekat empulur) Contoh uji bagian tengah (teras tengah)

Contoh uji bagian luar (teras dekat gubal) Alat

Alat yang digunakan antara lain golok, palu, moisture meter, willey mill,

mesh screen ukuran 40-60 mesh, toples, kertas saring, tisu, spatula, rotary vacuum evaporator, cawan petri, funnel separator, timbangan analitik, peralatan gelas laboratorium lainnya, oven, shaker, desikator dan kromatografi gas-spektofotometri massa (GC-MS).

Prosedur

Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku untuk analisis kimia mengacu pada TAPPI T-257 om 85. Kayu teras mahoni dipotong-potong menjadi potongan kecil dan dikeringudarakan hingga mencapai kadar air ± 15%. Potongan kecil kayu tersebut digiling menggunakan willey mill dan disaring menggunakan mesh screen

berukuran 40-60 mesh. Serbuk tersaring diukur kadar airnya dengan mengambil sampel sebanyak 2 g lalu dioven pada suhu 103±2 ˚C hingga beratnya konstan.

Persiapan bahan lain seperti paku besi dan baja mengacu pada prosedur yang telah dilakukan oleh Djarwanto (2010) dengan beberapa modifikasi. Paku yang digunakan harus dibersihkan dari segala kotoran yang menempel. Pembilasan menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1) dilakukan pada paku tersebut dan dibiarkan kering. Paku yang telah kering dimasukkan kedalam oven selama 15-20 menit, kemudian dimasukkan ke dalam desikator. Paku tersebut dapat digunakan untuk pengujian tetapi perlu ditimbang berat awal paku (M1) terlebih dahulu.

Pengujian Sifat Korosi Lapang

Kayu mahoni yang digunakan untuk pengujian lapang berbentuk disk

dengan ketebalan ±10 cm. Pengujian lapang dilakukan dengan membenamkan paku ke dalam disk kayu mahoni selama 1 bulan. Penempatan paku ke dalam disk

dilakukan pada posisi yang berbeda, yaitu teras dekat empulur, teras tengah, dan teras dekat gubal (Gambar 1). Pada akhir pengujian, paku dicabut dari kayu, dan dibersihkan dari segala kotoran menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1). Paku dikeringkan dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir paku (M2) (Djarwanto 2010).

(14)

4

Proses Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi serbuk kayu teras mahoni menggunakan metode maserasi. Serbuk sebanyak ± 2000 g kering udara yang telah diketahui kadar airnya diekstraksi dengan pelarut aseton dalam toples besar yang ditutup rapat dan gelap. Pencampuran antara pelarut aseton dan serbuk dilakukan secara bertahap agar seluruh serbuk dapat terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3. Waktu perendaman dilakukan selama 24 jam yang disertai dengan beberapa kali pengadukan menggunakan spatula. Larutan ekstrak lalu disaring menggunakan kertas saring, dan ampasnya diekstraksi kembali dengan pelarut aseton beberapa kali hingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih. Proses ekstraksi ini menggunakan acuan Agoes (2007) dengan modifikasi serbuk dan pelarut.

Larutan ekstrak aseton yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 50-60 oC dengan tekanan 400 mmHg hingga mencapai ekstrak pekat sebanyak 1000 mL. Ekstrak pekat sebanyak 10 mL diambil dan dikeringkan hingga konstan untuk mendapatkan nilai kadar ekstrak aseton. Ekstrak aseton yang kering lalu diencerkan dan dimasukkan kembali kedalam larutan ekstrak sisa agar volumenya tetap 1000 mL. Larutan ekstrak tersebut lalu dipekatkan kembali hingga mencapai ekstrak pekat sebanyak 100 mL. Pemekatan larutan ekstrak ini menggunakan acuan Harborne (1987) dengan modifikasi suhu.

Fraksinasi ekstrak pekat dilakukan secara berturut-turut dengan n-heksana dan etil eter. Ekstrak pekat sebanyak 100 mL dimasukkan kedalam funnel separator, kemudian ditambahkan pelarut n-heksana sebanyak 75 mL dan air destilata sebanyak 20 mL. Campuran tersebut dikocok dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan antara fraksi terlarut n-heksana dan residu. Fraksinasi dengan pelarut heksana dilakukan berulang-ulang hingga mendapatkan fraksi terlarut n-heksana berwarna bening. Residu fraksinasi pelarut n-n-heksana lalu ditambahkan dengan pelarut etil eter sebanyak 75 mL. Campuran dikocok dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan antara fraksi terlarut etil eter dan residu. Proses fraksinasi etil eter akan dilakukan secara menerus hingga didapat fraksi terlarut etil eter berwarna bening. Metode fraksinasi ini menggunakan acuan dari Houghton dan Raman (1998) dengan modifikasi pelarut.

Penentuan Kadar Zat Ekstraktif

Larutan ekstrak aseton, larutan fraksi terlarut n-heksana dan etil eter, serta residu akhir diambil sebanyak 10 mL lalu ditaruh dalam cawan petri dan dimasukkan kedalam oven pada suhu ± 40-60 °C hingga diperoleh berat konstannya. Perhitungan kadar zat ekstraktif yang diperoleh dari masing-masing larutan menggunakan rumus berikut:

(15)

5 Pengujian Sifat Korosi Laboratorium

Pengujian korosi yang dilaksanakan di laboratorium dibagi menjadi dua yaitu pengujian menggunakan serbuk dan ekstrak. Serbuk yang digunakan dalam pengujian korosi yaitu serbuk asli (tanpa perlakuan) dan serbuk bebas ekstraktif (setelah ekstraksi aseton). Serbuk tersebut ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan kedalam botol uji. Air destilata sebanyak 30 mL ditambahkan kedalam botol uji dan dikocok hingga tercapai konsentrasi larutan jenuh. Paku dimasukkan kedalam botol uji dan ditutup rapat. Botol uji dimasukkan kedalam

shaker dengan kecepatan 80 rpm. Pengujian dilakukan dengan kombinasi antara suhu dan waktu uji. Suhu pengujian dilakukan pada suhu ruang dan 75 ˚C, sedangkan waktu uji dilakukan selama 4 jam, 8 jam, dan 12 jam. Pada akhir pengujian, paku dikeluarkan dan dibersihkan secara hati-hati serta dibilas menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1). Paku yang telah tiris akan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir paku (M2).

Pengujian ekstrak menggunakan ekstrak yang berasal dari proses fraksinasi, yaitu ekstrak n-heksana, ekstrak etil eter, dan residu. Pelarut aseton sebanyak 20 mL dimasukkan kedalam botol uji dan ditambahkan ekstrak sesuai dengan kadar masing-masing. Campuran tersebut lalu dikocok hingga homogen dan dimasukkan paku. Botol uji ditutup rapat lalu dimasukkan kedalam shaker pada suhu ruang dengan kecepatan 80 rpm selama 4 jam. Pada akhir pengujian, paku dikeluarkan untuk bersihkan secara hati-hati dan dibilas menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1). Paku tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat akhir paku (M2). Pengujian korosi terhadap serbuk dan ekstrak mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Krivlov (1986) dengan modifikasi suhu dan waktu. Perhitungan Kehilangan Berat Paku

Perhitungan kehilangan berat berdasarkan metode yang dilakukan oleh Djarwanto (2010). Kehilangan berat dari paku yang telah dilakukan pengujian dapat diketahui dengan melakukan perhitungan sebagai berikut :

Keterangan : KB = Kehilangan berat (%) M1 = Berat awal paku (g) M2 = Berat akhir paku (g) Analisis Komponen Kimia

Analisis komponen kimia fraksi teraktif korosi menggunakan alat GC-MS merek Agilent Technologies 6890N series. Larutan ekstrak sebanyak 6 µ L diambil dan dimasukkan kedalam inlet. Pengolahan data menggunakan software

GC-MS data analysis. Pemisahan senyawa dan analisis kuantitatif komponen dilakukan pada GC dengan kolom kapiler diameter 0.25 mm dan panjang 60 m

dengan suhu awal 70 ˚C, kenaikan suhu 15 ˚C/menit hingga suhu 290 ˚C dan

waktu akhir 20 menit. Identifikasi senyawa dilakukan dengan mencocokkan data pada spektrum massa dengan data yang ada dalam WILEY 9th library. Analisis komponen kimia mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Schauer et al.

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Zat Ekstraktif

Ekstraksi dengan pelarut aseton dan fraksinasi bertingkat dengan pelarut n-heksana dan etil eter menghasilkan kadar zat ekstraktif dari kayu teras mahoni yang bervariasi. Tabel 1 menunjukan kadar ekstraktif yang terkandung dalam kayu teras mahoni. Aseton memiliki tingkat kepolaran medium yang dapat melarutkan sebagian besar kandungan dalam suatu bahan (kayu) selama proses ekstraksi (Reichardt 1988). Kadar ekstrak aseton sebesar 3.78% diasumsikan mengandung seluruh ekstraktif dalam kayu mahoni. Jenis-jenis kandungan kimia yang dapat diekstrak oleh aseton antara lain alkaloid, aglikon, dan glikosida. Tabel 1 Kadar ekstraktif kayu teras mahoni

No Jenis ekstrak /

BKT (bobot fraksi terhadap bobot awal serbuk kayu mahoni)

3)

BKT (bobot fraksi terhadap bobot ekstrak aseton)

Ekstrak aseton lalu dipisahkan menjadi beberapa fraksi sesuai dengan tingkat kepolarannya. Metode fraksinasi yang digunakan merupakan metode

solvent-solvent extraction (Houghton dan Raman 1998). Reichardt (1988) menyatakan bahwa hal yang dibutuhkan dalam melakukan fraksinasi antara lain sistem pelarut harus mencukupi, selektivitas tinggi, tidak terjadi emulsi, dan dapat berpisah secara cepat. Jika faktor tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dapat terjadi ketidaksempurnaan dalam fraksinasi seperti ketidakpisahan fase. Perbedaan pelarut sangat dibutuhkan untuk memisahkan kelarutan tersebut. Menurut

Harborne (1987), kelarutan berdasarkan prinsip “like dissolve like” yaitu pelarut

polar akan melarutkan senyawa polar sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar.

(17)

7 mengindikasikan bahwa kandungan ekstrakstif berupa lilin, lemak, dan minyak yang terkandung dalam ekstrak aseton berjumlah kecil.

Kehilangan Berat Logam

Pengujian lapang yang dilakukan selama satu bulan menyebabkan kehilangan berat logam dan menunjukkan telah terjadi korosi. Kontrol pengujian yang diletakkan sekitar disk kayu mahoni tidak menunjukkan kehilangan berat logam. Nilai kehilangan berat logam yang dibenamkan dalam disk kayu mahoni dipengaruhi oleh kandungan yang terdapat dalam kayu tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kayu mahoni dapat menimbulkan korosi. Korosi yang terjadi karena kayu yang lembab dan zat ekstraktif yang bersifat asam bereaksi dengan logam (Djarwanto 2011).

Tabel 2 menunjukkan bahwa kehilangan berat logam pada sampel luar ruangan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel dalam ruangan. Zelinka et al.

(2011) menyatakan bahwa faktor luar ruangan yang menyebabkan korosi adalah cuaca, khususnya intensitas hujan, panas, temperatur, relative humidity (RH), radiasi matahari dan kecepatan angin. BMKG (2012) menyatakan bahwa pH air hujan normal sebesar 5.6. Unger et al. (2001) menyatakan bahwa faktor yang dapat menimbulkan korosi antara lain air dan asam. Kandungan air yang lebih banyak karena terpaan air hujan, dan sifat asam yang berasal dari air hujan yang menyebabkan korosi lebih tinggi terjadi pada sampel di luar ruangan.

Tabel 2 Kehilangan berat logam pada pengujian lapang Penempatan paku

Kehilangan berat pada logam pengujian lapang luar ruangan terlihat semakin besar dari peralihan gubal menuju teras dekat empulur. Fengel dan Wegener (1985) menyatakan bahwa teras yang mendekati empulur memiliki kadar ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan teras yang berdekatan dengan gubal. Menurut Lukmandaru (2011), kayu teras bagian dalam dan tengah memberi nilai pH lebih rendah dibandingkan gubal. Keasaman kayu diakibatkan oleh ion-ion yang dilepaskan terutama dari asam-asam organik dalam bentuk bebas maupun terikat dari ekstraktif atau polisakarida nonselulosa, serta fenol-fenol sederhana maupun kompleks. Kandungan ekstraktif dalam kayu teras yang bersifat asam membuat terjadinya korosi sehingga nilai kehilangan berat dari logam besi maupun baja menjadi meningkat.

Pengujian lapang yang ditempatkan dalam ruangan menunjukkan nilai kehilangan berat yang menurun pada teras dekat empulur. Selain kandungan zat ekstraktif dalam kayu, penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air dalam disk

(18)

8

berpotensi menyebabkan korosi. Tabel 3 menunjukan nilai kadar air disk sebelum dilakukan pengujian lapang. Penurunan nilai kehilangan berat paku dari teras bagian dalam menuju teras dekat empulur pada sampel uji luar ruangan dipengaruhi oleh kadar ekstraktif dalam kayu dan kandungan air yang berasal dari air hujan. Salah satu penduga terjadinya hal tersebut yaitu kandungan air dalam

disk kayu, khususnya bagian dekat empulur. Kadar air yang terkandung dalam teras dekat empulur di dalam ruangan memiliki nilai paling kecil (31.9%) diantara kadar air teras bagian tengah maupun teras dekat gubal. Air merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya korosi. Kandungan air yang rendah dalam disk dapat mengurangi potensi terjadinya korosi karena salah satu faktor pendukungnya berkurang dan menghasilkan nilai kehilangan berat paku yang tidak besar.

Tabel 3 Kadar air disk pengujian lapang

Bagian teras Kadar air (%)

Luar ruangan Dalam ruangan

Dekat empulur 29.5 31.9

Tengah 28.8 35.4

Peralihan gubal 25.5 36.3

(19)

9

Gambar 2 Kehilangan berat logam secara laboratorium menggunakan serbuk selama 4 jam ( ), 8 jam ( ), dan 12 jam ( ).

Paku besi dan baja memiliki nilai persentase kehilangan berat paku yang berbeda. Djarwato (2010) melakukan pengujian korosi menggunakan paku besi dan menghasilkan korosi pada paku yang jelas. Kehilangan berat pada paku besi lebih besar menghasilkan nilai kehilangan berat dibandingkan dengan kehilangan berat pada paku baja. Paku besi memiliki unsur asli Fe sehingga seluruh kandungan Fe didalamnya dapat bereaksi dengan ekstraktif dari kayu. Penelitian yang dilakukan oleh Zelinka dan Stone (2011) membuktikan bahwa baja juga dapat terjadi korosi pada kayu. Paku baja mempunyai komponen dasar yaitu Fe tetapi terdapat komponen lainnya seperti C, Si, Mn, P, S, Cr, Ni, Cu, Ti, dan Co (Singh et al. 2011). Hal tersebut yang membuat paku baja kurang bereaksi maksimal dengan ekstraktif sehingga korosi yang terjadi sedikit. Korosi yang sedikit menyebabkan nilai kehilangan berat pada paku baja menjadi rendah.

Pengujian serbuk menggunakan suhu 75 ˚C menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian menggunakan suhu ruangan. Sartika (2009) menyatakan bahwa suhu yang tinggi dapat mengoksidasi asam lemak dan mengeluarkan kandungan air yang terdapat dalam partikel. Serbuk yang terkena suhu panas akan mengeluarkan air dan kondisi pengujian semakin jenuh sehingga dapat menimbulkan korosi. Selain itu, kandungan ekstraktif seperti lemak akan keluar pada suhu lebih tinggi sehingga membuat aktivitas korosi semakin bertambah. Lama waktu pengujian juga berpengaruh dalam aktivitas terjadinya korosi. Zelinka et al. (2011) menyatakan bahwa semakin lama waktu uji maka korosi yang terjadi semakin besar. Penelitian yang dilakukan oleh Nawawi (2002) juga membuktikan bahwa semakin lama pengujian akan meningkatkan laju korosi pada suatu bahan.

Pengujian korosi menggunakan ekstrak menunjukan terjadi korosi. Kontrol menggunakan pelarut aseton tidak menyebabkan kehilangan berat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehilangan berat logam yang terjadi dikarenakan oleh

0.00

Besi Baja Besi Baja Besi Baja Besi Baja

(20)

10

ekstrak. Gambar 3 menunjukkan bahwa ekstrak etil eter memiliki nilai tertinggi dibandingkn ekstrak n-heksana, dan residu. Ekstrak etil eter tersebut menandakan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas korosi yang cukup tinggi sehingga terjadi kehilangan berat pada paku.

Gambar 3 Kehilangan berat pada paku di pengujian laboratorium menggunakan ekstrak pada paku besi ( ) dan baja ( ).

Analisis Komponen Kimia

Analisis komponen kimia dilakukan pada ekstrak etil eter yang memiliki aktivitas korosi tertinggi terhadap paku besi dan baja. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis 4 senyawa dominan yang terkandung oleh ekstrak etil eter. Konsentrasi senyawa dominan berkisar 2.32% hingga 16.85%.

Tabel 4 Komponen senyawa kimia dominan dalam fraksi etil eter

No Namasenyawa Konsentrasi relatif (%)

1 Pirokatekol 16.85

2 Ploroglucinol dihidrat 8.29

3 4-propilkatekol 4.17

4 Etanol, 1-(2-butoxyethoxy) 2.32

(21)

11 Senyawa etanol, 1-(2-butoxyethoxy tergolong kompenen alami dan ekstraktif (TGSC 2014). Menurut NCBI (2005), senyawa ini dapat memberikan ikatan hidrogen sebanyak satu buah dan menerima ikatan hidrogen sebanyak 2 buah. Pranoto (2013) menyatakan bahwa ikatan hidrogen yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat berinteraksi dengan unsur lain melalui atom elektronegatif. Berdasarkan Schofield (2010), kandungan Fe pada logam akan mengalami oksidasi pada saat terjadi kontak dengan kayu. Gas oksigen yang tersedia dalam kayu akan mengalami reduksi dan dapat berikatan dengan unsur lain seperti Fe didalam kayu. Hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya senyawa baru yaitu karat dan terjadi korosi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar ekstrak aseton, fraksi n-heksana, fraksi etil eter, dan residu yang berasal dari kayu teras mahoni memiliki nilai berturut-turut yaitu 3.78%, 0.75%, 1.65%, dan 1.38%. Pengujian lapang dalam ruangan menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih rendah dibandingkan dengan pengujian lapang di luar ruangan. Pengujian laboratorium menggunakan serbuk asli menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk bebas ekstraktif. Kandungan ekstraktif dalam serbuk merupakan salah satu faktor terjadinya korosi. Ekstrak fraksi n-heksana, ekstrak fraksi etil eter, dan residu yang diuji menghasilkan aktivitas korosi pada besi dan baja. Nilai kehilangan berat tertinggi terdapat pada ekstrak fraksi etil eter. Senyawa dominan yang berasal dari hasil analisis komponen kimia fraksi etil eter kayu teras yaitu pirokatekol, phloroglucinol dihidrat, 4-propilkatekol, dan etanol 1 -(2-butoxyethoxy) yang mengakibatkan aktivitas korosi pada besi dan baja semakin tinggi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis komponen kimia kayu yang terdapat dalam kayu teras mahoni setelah terjadinya korosi dan penelitian mengenai korosi pada bagian gubal kayu mahoni.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes G. 2007. Seri Farmasi Industri Teknologi Bahan Alam. Bandung(ID): ITB. [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2012. Informasi Kimia

Air Hujan.[Internet]. [diunduh 2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Klimatologi/Informasi_Kimia_Air_H ujan.bmkg.

(22)

12

Djarwanto, Suprapti S. 2008. Pengaruh pengkaratam logam terhadap pelapukan empat jenis kayu asal Sukabumi. JITHH 1(2):55-59.

Djarwanto. 2010. Sifat pengkaratan besi pada sebelas jenis kayu. JITHH 28(3):255-262.

________. 2011. Sifat pengkaratan lima jenis kayu yang disimpan di temat terbuka terhadap besi. JITHH 29(2):104-114.

________. 2013. Sifat pengkaratan lima jenis kayu asal Ciamis terhadap besi. J

Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions.

Gauvent M, Rocca E, Meausoone PJ, Brenot P. 2006. C orrosion of materials used as cutting tools of wood. Wear 261:1051-1055.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Padmawinata K dan Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: Phytochemical methods.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. London(UK): Chapman & Hall.

Kaminski J, Rudnicki J, Nouveau C, Savan A, Beer P. 2005. Resistance to electrochemical corrosion of CrxNy-and DLC-coated steel tools in the environment of wet wood. Surfcoat Technol 200:83-86.

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Yogyakarta(ID): Cakrawala Media. Krilov A. 1986. Corrosion and wear of sawblade steels. Wood Sci. Technol. 20:

361-368.

[LB] Landolt Bornstein. 2009. 1,3,5-benzenetriol, dyhydrate. [Internet]. [2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://lb.chemie.uni-hamburg.de/search/index.php? content=176/nO1emAjU0.

Lukmandaru G. 2011. Sifat kelarutan dalam air, keasaman, dan kapasitas penyangga pada kayu jati. Prosiding seminar nasional Masyarakat peneliti kayu indonesia (MAPEKI) XIV. 875-882.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Bogor(ID): Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.

Mondal S, Roy N, Laskar RA, Ismail SK, Basu S, Mandal D, Begum NA. 2011. Biogenic synthesis of Ag, Au and bimetallic Au/Ag alloy nanoparticles using aqueous extract of mahagony (Swietenia mahagoni JACQ.) leaves.

Colsurfb: Biointerface 82: 497-504.

Nawawi DS. 2002. The acidity of five tropical woods and its influence on metal corrosion. JTHH 15(2): 19-24.

(23)

13 _____________________________________________________. 2005. 4

-propylcatechol. [Internet]. [2014 Jul 7]. Tersedia pada: http://pubchem. ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=97638.

____________________________________________________.2008. Limonoid. [Internet]. [2014 Sept 2]. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/16462017.

Park A, Justiniano MJ, Frederiksen TS. 2005. Natural regeneration and enviromental relationships of tree species in logging gaps in a Bolivisn tropical forest. Foreco and Management 217: 147-157.

Pranoto YP. 2013. Ikatan Hidrogen. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 7]. Tersedia pada: http://prananto.lecture.ub.ac.id/files/2013/12/Ikatan-Hidrogen1.pdf . Reichardt C. 1988. Solvents and Solvent Effects in Organic Chemistry . 2nd Ed.

New York(US): Verlagsgesell S.Chaft.

[RSC] Royal Society of Chemistry. 2014. Phloroglucinol dihydrate. [Internet]. [2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://www. chemspider. com / Chemical-Structure.72441.html.

Sadiyo S, Wulandari EY.2012. Pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda balok kayu nangka (Artocarpus heterophyllus) dan rasamala (Altingia excelsa Noronha) dengan pelat baja.

J Perennial 8(1): 36-42.

Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)

terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains 13(1): 23-28. Schauer N, Steinhauser D, Strelkov S, Schomburg D, Allison G, Moritz T,

Lundgren K, Tunali UR, Forbes MG, et al. 2005. Hypothesis gc-ms libraries for the rapid identification of metabolites in complex biological samples. FEBS Letters 579:1332-1337.

Schofield MJ. 2010. Corrosion by wood. Liquid Corenv: 1323-1328.

Singh A, Sharma C, Lata S. 2011. Microbial corrosion due to Desulfovibrio desulfuricans. Anti-Cor Methods and Materials 58(6): 315-322.

Soendjoto MA, Suyanto, Hafiziannoor, Purnama A, Rafiqi A, Sjukran S. 2008. Keanekaragaman tanama pada hutan rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Biodiversitas 9(2):142-147.

Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar dan Penggunaan. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry Fundamental and Application. Ed ke-2.

Suprapto E. 2010. Hutan Rakyat : Aspek Produksi, Ekologi, dan Kelembagaan.

[Internet]. [diunduh 2014 Jun 3]. Tersedia pada : http://arupa.or.id/sources/ uploads / 2010 / 08 / Hutan - Rakyat – Aspek Produksi Ekologi dan -Kelembagaan.pdf.

[TGSC] The Goods Scents Company. 2014. 1-(2-butoxyethoxy)ethanol. [Internet]. [2014 Jun 24]. Tersedia pada: http://www.thegoodscentscompany.com/ data/rw1124831.html.

(24)

14

Zelinka SL, Derome D, Glass SV.2011. Combining hygrothermal and corrosion models to predict corrosion of metal fasteners embedded in wood.

Buildenv 46:2060-2068.

Zelinka SL, Stone DS. 2011. Corrosion of metal in wood: comparing the results of a rapid test method with long term exposure test across six wood treatments. Corsci. 53:1708-1714.

(25)

15

LAMPIRAN

(26)

16

Lampiran 2 Daftar nama senyawa dominan fraksi etil eter Pk

2 5.41 45.80 4-hydroxy-4-methyl-2-pentanone 74 3 5.50 0.33 1-Methoxy-2-propyl ester of acetic acid 43

11 8.19 0.34 o,o’-di(3-methylbut-2-enoyl) 1,5-Pentanediol 45

12 8.58 2.32 1-(2-butoxyethoxy)- ethanol 90

13 8.66 16.85 1,2-Benzenediol 93

14 8.87 2.85 1,2-Benzenediol 91

15 9.07 0.67 1,2-Benzenediol 90

16 9.56 0.47 4-methyl-1,2-Benzenediol 95

17 10.70 0.21 4-hydroxy-3-methoxy-benzaldehyde 70

18 10.93 0.38 2,1,3-Benzothiadiazole 50

19 11.54 0.61 2,4-BIS(1,1-Dimethylethyl)- Phenol 94 20 11.79 0.31

3,4-Homotropilidene-3-methyl-2,6-dicarbonitrile

78

21 12.10 8.29 1,3,5-Benenetriol,dyhydrate 95

22 12.31 4.17 1,2-dihydroxy-4-(1-propyl) benzene 72 23 12.47 3.18 1,7-dihydro-1-methyl- 6H-Purin-6-one 43

24 12.90 0.48 Phloroglucinol 83

25 13.69 0.20 Benzaldehyde, 3-4-dimethoxy-, methylmonoacetal

59 26 14.51 0.18 Hexadecanoic acid, methyl ester 97

27 14.72 0.46 n- Hexadecanoic acid 98

28 15.70 0.49 3-exo-7-exo-Dimethylbicyclo [3.3.1]nonan-2,9-dione

53 29 15.79 0.53 (1,4-phenylene)-5, 5-bis (penta-dien-1-al) 96

30 16.09 0.69 Octadecanoic acid 93

31 16.88 0.52 4-[3’,4’ –dimethoxyphenyl]-pyridine 52 32 17.45 4.50 1H- Indene, 2,3-dihydro-1, 1-dimethyl 60 33 17.58 0.39 2-Ethyl-3,4-

Dimethyl-5-Phenyl-1,2-Oxaborolane

62

34 17.87 1.54 Phenyl- Butanedioic acid 52

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm Bapak Budiono dan Ibu Eti Suhaeti yang lahir di Cirebon pada tanggal 15 November 1992. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 5 Cirebon dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah mengikuti kegiatan lapang seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Barat dan Gunung Kamojang pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi pada tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin Cimanggu pada tahun 2013. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan organisasi di kampus, diantaranya staf departemen informasi dan relasi publik (IRP) Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) tahun 2011-2012, staf departemen kekeluargaan IKC tahun 2012-2013, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman 2010-2013, anggota divisi internal Himpunan mahasiswa hasil hutan (Himasiltan) IPB tahun 2011-2012, dan anggota kelompok minat kimia hasil hutan Himasiltan IPB tahun 2012-2013.

Dalam menyelesaikan masa studi di IPB, penulis melaksanakan penelitian

dan menulis skripsi yang berjudul “Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni

Gambar

Tabel 2  Kehilangan berat logam pada pengujian lapang
Gambar 2 Kehilangan berat logam secara laboratorium menggunakan serbuk
Gambar 3 Kehilangan berat pada paku di pengujian laboratorium menggunakan

Referensi

Dokumen terkait

(Sebagai sasaran mutu 2014, ditetapkan pada

Analisa Kekuatan memanjang kapal Dari gambar rencana garis diatas dibuat model 3D dari lambung kapal untuk kemudian dilakukan analisa kekuatan memanjang kapal

Mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh Komitmen Organisasional, Stres

Sistem Operasi (SO) Suatu kumpulan program yang mengkoordinasikan semua aktivitas peralatan hardware komputer dan memperbolehkan pengguna untuk menjalankan aplikasi

Segi pengorganisasian, unit produksi banyak yang tidak memiliki kemandirian sehingga pengambilan keputusan dan kebijakan unit produksi masih di tangan kepala sekolah, sedangkan

pal para pengrajin tidak memperhatikan hu- bungan antara besar kapal, tenaga pendo- rong dan kecepatan kapal, sehingga sering terjadi benturan antara keinginan untuk membuat

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fortifikasi yoghurt dengan garam besi tidak berpengaruh terhadap total bakteri asam laktat pada semua perlakuan ketika yoghurt

1) Pengetahuan (C1), adanya peningkatan pada pengetahuan siswa terhadap materi yang disampaikan guru melalui model proyek respon kreatif. 2) Pemahaman (C2), melalui