• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Perdarahan Post Partum di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Perdarahan Post Partum di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua Tahun 2012"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP PERDARAHAN POST PARTUM DI KLINIK BERSALIN TANJUNG DAN KLINIK BERSALIN KURNIA

DELITUA TAHUN 2012

115102029

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2012

(2)
(3)

Judul : Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan Post Partum di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua tahun 2012 Nama : Putri Ayu Yessy Ariescha

Jurusan : Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun : 2012

ABSTRAK

Latar Belakang : Angka kematian ibu di Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat tertinggi. Dan berdasarkan penelitian penyebab terbesar terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Protocol evidance based terbaru oleh WHO adalah tentang palaksanaan Iniasiasi Menyusu Dini (IMD). Melalui emutan pada puting susu ibu, maka akan merangsang produksi hormon oksitosin yang akan membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan uterus.

Tujuan Penelitian : Untuk mengatahui ada atau tidak ada pengaruh pelaksanaan IMD terhadap jumlah perdarahan post partum.

Metodologi penelitian : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperiment dengan rancangan penelitian Two Group Post Test intervensi dan kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 orang kelompok intervensi yaitu ibu bersalin di klinik Tanjung dan 23 orang kelompok kontrol yaitu ibu bersalin di Klinik Kurnia. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling.

Hasil :Berdasarkan data demografi, mayoritas responden pada kelompok intervensi berumur 15-30 tahun yaitu sebanyak 20 orang (87%), berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 13 orang (56,5%), sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 17 orang (73,9 %). Pada kelompok kontrol diperoleh mayoritas responden berumur 15-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang (91,3%), berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebnyak 14 orang (60,9%), sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 16 orang (69,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah perdarahan responden yang dilakukan IMD adalah 302,70 cc dengan SD 32,64. Dan jumlah perdarahan yang tidak IMD adalah 340,04 cc dengan SD 28,35. Nilai P = 0,000.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa ada pengaruh Inisiasi Menyusu Dini dengan perdarahan Post Partum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan khususnya bidan dalam pelayanan persalinan agar melakukan IMD dengan benar untuk mengurangi jumlah perdarahan post partum yang masih menjadi pemicu terbesar kematian ibu pada masa nifas atau 24 jam pertama post partum.

(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul pengaruh Inisiasi Menyususi Dini terhadap perdarahan post partum di

klinik bersalin Tanjung DAN Klinik Bersalin Kurnia Delitua Tahun 2012.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah masih jauh dari sempurna baik

dari isi maupun susunan bahasa, akan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak

akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Oleh karena itu peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di

masa datang. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S,Kep.Ns,M.Kep. selaku Ketua Program Studi D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Farida Linda Sari Siregar, S.Kep. Ns.,M.Kep. selaku dosen pembimbing

dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi Program Studi D IV Bidan

Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Pemilik Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua yang

telah memberikan izin kepada penelitian di klinik tersebut, serta membantu

(5)

6. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi ibunda Hj.Hariati,M.Pd dan

ayahanda Zulchaidir yang selalu memberi doa dan kasih sayang serta

dukungan baik moral maupun materi kepada peneliti sampai selesainya

penulisan karya Tulis Ilmiah ini.

7. Teman- teman D-IV Bidan Pendidik USU yang telah memberikan dukungan,

serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Dan semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang telah

diberikan, semoga mendapat anugrah dari Allah SWT, Amin.

Medan, Juni 2012

Peneliti,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 4

C. Tujuan penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 4

D. Manfaat penelitian ... 5

1. Bagi pelayanan ... 5

2. Bagi institusi ... 5

3. Bagi penelitian selanjutnya ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi menyusu Dini (IMD) ... 7

1. Defenisi ... 7

2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini ... 10

3. Tahapan Inisiasi Menyusu Dini ... 18

4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini ... 19

5. Peran bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini ... 20

6. Penghambat Inisiasi menyusu Dini ... 22

(7)

1. Definisi ... 24

2. Klasifikasi perdarahan post partum ... 25

3. Gejala klinis ... 25

4. Diagnosis ... 26

5. Komplikasi perdarahan post partum ... 29

6. Penanganan perdarahan post partum ... 29

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ... 41

B. Hipotesis ... 41

C. Defenisi Operasiosional ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43

B. Populasi dan Sampel ... 44

C. Tempat Penelitian ... 44

D. Waktu Penelitian ... 45

E. Etika Penelitian ... 45

F. Alat Pengumpulan Data ... 46

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 46

H. Analisis Data ... 47

BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil ... 49

B. Pembahasan ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... viii

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka konsep pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan

post partum ... 41

Skema 2 : Keragka desain penelitian quai eksperimen yang bersifat two group post

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Defenisi operasional ... 42

Tabel 5.1 : Distribusi responden berdasarkan karakteristik data demografi ibu post

partum pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di klinik bersalin Tanjung

dan klinik bersalin Kurnia Delitua ... 50

Tabel 5.2 : Distribusi responden berdasarkan jumlah perdarahan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol di klinik bersalin Tanjung dan klinik bersalin

Kurnia Delitua ... 51

Tabel 5.3 : Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan post partum pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik

Bersalin Delitua ... 53

Tabel 5.4 : Distribusi rata-rata jumlah perdarahan yang dilakukan IMD dan yang

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar persetujuan menjasi responden

Lampiran 2 : Lembar Observasi

Lampiran 3 : Protap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

Lampiran 4 : Master tabel hasil penelitian

Lampiran 5 : Tabel hasil statistik penelitian

Lampiran 6 : Surat balasan dari Klinik Tanjung Delitua

Lampiran 7 : Surat balasan dari Klinik Kurnia Delitua

Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup

(11)

Judul : Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan Post Partum di Klinik Bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua tahun 2012 Nama : Putri Ayu Yessy Ariescha

Jurusan : Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun : 2012

ABSTRAK

Latar Belakang : Angka kematian ibu di Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat tertinggi. Dan berdasarkan penelitian penyebab terbesar terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Protocol evidance based terbaru oleh WHO adalah tentang palaksanaan Iniasiasi Menyusu Dini (IMD). Melalui emutan pada puting susu ibu, maka akan merangsang produksi hormon oksitosin yang akan membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan uterus.

Tujuan Penelitian : Untuk mengatahui ada atau tidak ada pengaruh pelaksanaan IMD terhadap jumlah perdarahan post partum.

Metodologi penelitian : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperiment dengan rancangan penelitian Two Group Post Test intervensi dan kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 orang kelompok intervensi yaitu ibu bersalin di klinik Tanjung dan 23 orang kelompok kontrol yaitu ibu bersalin di Klinik Kurnia. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling.

Hasil :Berdasarkan data demografi, mayoritas responden pada kelompok intervensi berumur 15-30 tahun yaitu sebanyak 20 orang (87%), berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 13 orang (56,5%), sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 17 orang (73,9 %). Pada kelompok kontrol diperoleh mayoritas responden berumur 15-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang (91,3%), berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebnyak 14 orang (60,9%), sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 16 orang (69,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah perdarahan responden yang dilakukan IMD adalah 302,70 cc dengan SD 32,64. Dan jumlah perdarahan yang tidak IMD adalah 340,04 cc dengan SD 28,35. Nilai P = 0,000.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa ada pengaruh Inisiasi Menyusu Dini dengan perdarahan Post Partum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan khususnya bidan dalam pelayanan persalinan agar melakukan IMD dengan benar untuk mengurangi jumlah perdarahan post partum yang masih menjadi pemicu terbesar kematian ibu pada masa nifas atau 24 jam pertama post partum.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mortalitas dan mordibitas pada wanita hamil dan bersalin adalah

masalah besar bagi negara-negara berkembang. Di negara miskin sekitar 20 –

40 % kematian wanita usia subur disebabkab hal yang berkaitan dengan

kehamilan. Menurut data statistik yang dikeluarkan WHO sebagai badan PBB

yang menangani masalah bidang kesehatan,tercatat angka kematian ibu dalam

kehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515.000 jiwa setiap tahun.(WHO

2008)

Angka kematian ibu (AKI) Indonesia masih tinggi di ASEAN. Pada

tahun 2003 Angka kematian ibu di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran

hidup, tahun 2004 yaitu 240 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262

per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran

hidup, dan pada tahun 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Target

Millenium Development Goals (MDG) angka kematian ibu di Indonesia tahun

2015 harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup.Tingginya angka

kematian ibu ini disebabkan oleh berbagai penyebab yang kompleks yaitu

sosial, ekonomi, budaya, tingkat pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan dan

(13)

Gambaran mengenai Angka Kematian Ibu (AKI) di provinsi Sumatera

Utara dalam enam tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan, dari

360 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2002, menjadi 345 per 100.000

kelahiran hidup tahun 2003, 330 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2004, 320

per 100.000 kelahiran hidup tahun 2005, 315 per 100.000 kelahiran hidup

tahun 2006, 275 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007.(Dinkes Provsu,2008)

Kejadian kematian ibu maternal paling banyak adalah pada waktu

bersalin sebesar 50,09% , kemudian disusul pada waktu nifas sebesar 30,58 % ,

dan pada waktu hamil sebesar 19,33 %. Dan penyebab langsung kematian ibu

di Indonesia adalah perdarahan 45.2 %, eklamsi 12,9 % , komplikasi aborsi

11,1% , sepsis post partum 9,6 % , persalinan lama 6,5 % , anemia 1,6 %, dan

penyebab kematian tidak langsung sebesar 14,1 %. ( WHO,2008)

Berdasarkan penelitian, diperoleh informasi bahwa angka kematian ibu

di Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat yang tinggi.

Salah satu penyebab perdarahannya adalah atonia uteri 60%, plasenta rest 24

%, retensio plasenta 17 %, laserasi jalan lahir 5%, dan kelainan darah 0,8%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan

terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian nifas terjadi dalam 24 jam

pertama (Maryunani,2009)

. Protocol evidence based yang baru, telah diperbarui oleh WHO dan

UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan

bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah

lahir selama paling sedikit satu jam, bayi dibiarkan untuk melakukan Inisiasi

(14)

(World Breastfeeding Week) bahwa menyusu pada 1 jam pertama

menyelamatkan lebih dari 1 juta bayi. (Ambarwati,2008)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam istilah asing Early Initiation adalah

memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya

dalam 1 jam pertama kelahirannnya ( Roesly,2007). Melalui sentuhan, emutan

dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormone

oksitoksin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di

perut ibu akan membantu masaage uterus untuk merangsang kontraksi

uterus.Oksitoksin akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu

pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum.

Oksitoksin juga akan merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi

lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai

bayinya.

Berdasarakan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Pengaruh penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap

jumlah perdarahan post partum di Klinik Tanjung dan Klinik Kurnia Delitua

Deli Serdang. Hasil survey yang peneliti lakukan di klinik bersalin Tanjung,

klinik Tanjung adalah klinik bidan praktik swasta yang menerapkan Asuhan

Persalinan Normal (APN) yang menjadi acuan pertolongan persalinan dan

menerapkan teknik Insiasi Menyusu Dini (IMD) sehingga memudahkan

peneliti dalam pengambilan sampel pada ibu bersalin normal dengan IMD yang

akan dijadikan sampel untuk kelompok intervensi. Dan Klinik Bersalin Kurnia

dalah klinik bersalin yang belum menerapkan Asuhan Persalinan Normal yang

mengacu pada penatalaksanaan IMD, sehingga klinik ini dijadikan sebagai

(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dirumuskan permasalahan

yaitu : “Adakah pengaruh pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap

jumlah perdarahan post partum di Klinik bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin

Kurnia Delitua Tahun 2012 “

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pelaksanaan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap perdarahan post partum di klinik

bersalin Tanjung dan Klinik Bersalin Kurnia Delitua tahun 2012.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi jumlah perdarahan post partum setelah dilakukan

Inisiasi Meyusui Dini (IMD) di Klinik Bersalin Tanjung

b. Mengidentifikasi jumlah perdarahan pada ibu post partum yang tidak

dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Klinik bersalin Kurnia

c. Membandingkan jumlah perdarahan pada ibu post partum yang dilakukan

IMD dan yang tidak dilakukan IMD.

d. Memperoleh informasi ada atau tidak ada pengaruh pelaksanaan IMD

terhadap jumlah perdarahan post partum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pasien dan setiap

petugas kesehatan khususnya bidan yang terlibat dalam pemberian asuhan

kebidanan pada persalinan dengan melakukan Inisiasi Menyususi Dini.

Manfaat tersebut dapat meliputi manfaat bagi pelayanan, manfaat bagi bidang

(16)

1. Manfaat bagi pelayanan

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan bahan

pertimbangan bagi bidan yang melakukan pertolongan persalinan normal

agar melakukan penatalaksanaan inisiasi menyusu dini untuk menurunkan

perdarahan post partum yang merupakan penyebab tertinggi Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia bahkan di dunia.

2. Bagi Institusi

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi,

pengembangan ilmu dan referensi perpustakaan, sehingga dapat

dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa.

b. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi tentang IMD

untuk mengurangi perdarahan post partum bagi staf akademik dan

mahasiswa kebidanan dalam rangka pengembangan proses belajar

mengajar.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan pengaruh IMD terhadap perdarahan post partum.

4. Bagi masyarakat atau pasien

Hasil penelitan ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat

ataupun pasien tentang pelaksanaan IMD pada saat proses persalinan untuk

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

1. Defenisi

Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam istilah asing Early Initiation adalah

memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya

dalam I jam pertama. Inisiasi Menyusu Dini disebut sebagai tahap keempat

persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai 1 jam setelah persalinan,

meletakkan bayi baru lahir dengan menengkurapkan bayi yang sudah

dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan dan tidak dibungkus di dada

ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit

dini dengan ibunya, menemukan putting susu dan mendapatkan asupan

kolostrum sebelum ASI keluar. Bayi memulai dengan menyentuh dan

memijat payudara. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas

payudara ibu, akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan

dimulainya pengeluaran air susu ibu serta menimbulkan perasaan kasih

sayang pada bayi. Dilanjutkan dengan penciuman, emutan dan jilatan lidah

bayi pada puting susu, akhirnya bayi akan meraih payudara dan

meminumnya.(Roesli,2008)

Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini disebut merangkak

mencari parudara (The Breast Crawl) yang merupakan perilaku alami dalam

(18)

Inisiasi dini sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, tetapi

pelaksanaannya belum tepat. Ada 4 kesalahan dalam pelaksanaan selama ini,

pertama, bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakan di dada

ibu akibatnya tidak terjadi kontak kulit. Kedua, bayi bukan menyusu

melainkan disusui, berbeda antara menyusu sendiri dengan di susui. Ketiga,

memaksakan bayi untuk menyusu sebelum dia siap untuk disusukan

.Keempat bayi dipisahkan dari ibunya untuk di bawa ke ruang pemulihan

untuk tindakan lanjutan. Pada 1-2 jam pertama bayi lebih responsif dan

sangat awas bahkan mudah melekat pada payudara (allert). Pada praktiknya,

bayi baru lahir langsung dipisahkan dengan ibunya, sehingga setelah dia siap

untuk menyusu, ibu tidak dapat meresponnya. Pelaksanaan yang kurang tepat

ini menyebabkan keberhasilan menyusu tidak optimal.

Meskipun banyak peneliti dan penulis menyatakan hal ini merupakan

perilaku bayi yang normal, kita baru mengetahui sekarang bahwa pentingnya

pemberian kesempatan menyusu dini memberikan pengalaman pada ibu dan

bayi. Untuk pertama kali para peneliti menemukan pengaruh waktu pertama

kali menyusu terhadap kematian bayi baru lahir dan kemampuan menyusu.

(WBW,2007)

Pada tahun 1978, Sose dkk dari CIBA Foundation mendapatkan hasil

penelitian yang menunjukan hubungan antara saat kontak pertama ibu-bayi

terhadap lama menyusu. Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini dan

terjadi kontak kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama di susui,

selanjutnya penelitian yang sama dilakukan oleh Fika dan Syafiq tahun 2003

yang diterbitkan melalui Journal Kedokteran Trisakti menunjukan bahwa bayi

(19)

ASI eksklusif. Pada tahun 1990 dr. Lennard Righard seorang dokter anak dari

Departement of Pediatric Lund University Universitas Hospital Swedia dan

bidan Margareta Alade, melakukan penelitian tehadap 72 pasang ibu-bayi

yang dilahirkan dengan proses normal dan tindakan . Ketika lahir memiliki

kemampuan untuk merangkak mendekati payudara ibunya dan menghisap

putting. Dalam I jam pertama bayi langsung di tengkurapkan di atas perut dan

dada ibu, umumnya berhasil menemukan payudara dan menghisapnya dalam

waktu 50 menit setelah lahir tanpa bantuan dari siapapun sedangkan bayi

yang langsung dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang , diukur dan

dibersihkan, hasilnya 50% bayi tidak dapat menyusu sendiri. Berbeda dengan

bayi yang dilahirkan dengan tindakan dan langsung dipisahkan dari ibunya

maka tidak ada satu pun yang dapat menyusu sendiri. Selanjutnya

sekelompok Scientist dari Inggris pimpinan Dr. Karen Edemond yang

tergabung dalam Departement for International Development melakukan

penelitian di Ghana terhadap 10.946 bayi yang lahir antara Juli 2003 sampai

Juni 2004 yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics Maret 2006 menyatakan

bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dalam 1 jam pertama dengan

dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu, dapat mencegah 22% kematian bayi

dibawah usia 28 hari, sedangkan jika mulai menyusu saat bayi berusia di atas

2 jam dan di bawah 24 jam pertama, tinggal 16% kematian bayi di bawah 28

hari dapat di cegah (Roesli, 2008).

Hal ini menunjukan bahwa menunda permulaan menyusu dan kontak

kulit dapat menyebabkan kesukaran dalam menyusu dan meningkatkan

kematian bayi. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya adalah awal

(20)

jam pertama setelah bayi lahir merupakan kesempatan emas sebagai penentu

berhasilnya bayi untuk menyusu pada ibunya, berhasilnya ibu untuk

menyusu secara optimal dan mengurangi angka kematian bayi.

2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

a. Meningkatkan refleks menyusu bayi secara optimal

Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks

yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks menghisap (Sucking refleks),

refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Gerakan menghisap

berkaitan dengan syaraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12. Gerakan menelan

berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan tersebut salah satu upaya

terpenting bagi individu untuk mempertahankan hidupnya. Pada masa

gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup sempurna, sehingga bayi dapat

menerima makanan secara oral, namun melakukan gerakan tersebut tidak

berlangsung lama. Setelah usia gestasi 32-43 minggu, mampu untuk

melakukan dalam waktu yang lama. Segera setelah lahir, bayi belum

menunjukan kesiapan untuk menyusu. Refleks menghisap bayi timbul

setelah 20-30 menit setelah lahir. Tanda-tanda kesiapan bayi untuk menyusu

yaitu mengeluarkan suara kecil, menguap, meregang, adanya pergerakan

mulut. Selanjutnya menggerakan tangan ke mulut, timbul refleks rooting,

menggerakan kepala dan menangis sebagai isyarat menyusu dini. Dengan

indra peraba, penghirup, penglihatan, pendengaran, refleks bayi baru lahir

bisa menemukan dan menyentuh payudara tanpa bantuan. Hal ini dapat

(21)

Menurut hasil penelitian Dr. Lenard bayi baru lahir setelah dikeringkan

tanpa dibersihkan terlebih dahulu, diletakan di dekat putting susu ibunya

segera setelah lahir, memiliki respon menyusu lebih baik. Apabila dilakukan

tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks

menyusu akan hilang 50%, apalagi setelah dilahirkan dilakukan tindakan dan

dipisahkan, maka refleks menyusu akan hilang 100% (Roesli, 2008). Bayi

yang tidak segera diberi kesempatan untuk menyusu refleksnya akan

berkurang dengan cepat dan akan muncul kembali dalam kadar secukupnya

dalam 40 jam kemudian. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah

terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara

optimal.

b. Perkembangan indra (sensory inputs)

Bayi baru lahir mempunyai kemampuan indra yang luar biasa, terdiri dari

penciuman terhadap bau khas ibunya setelah melahirkan, penglihatan;

karena bayi baru mengenal pola hitam putih, bayi akan mengenali putting

dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya adalah indra

pengecap: meskipun bayi hanya mentolelir rasa manis pada periode segera

setelah lahir, bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada

jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat lahir suka menjilati jarinya

sendiri. Indra pendengaran bayi sudah berkembang sejak dalam kandungan,

dan suara ibunya adalah suara yang paling dikenalinya. Terakhir, indra

perasa dengan sentuhan; sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibunya

adalah sensasi pertama yang memberi kehangatan dan rangsangan

lainnya.Perkembangan indra ini diatur oleh central component yaitu otak

(22)

lingkungannya dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya.

Kemampuan ini memungkinkan bayi secara dini dapat mencari dan

menemukan putting susu ibu, jika dibiarkan terlalu lama bayi akan

kehilangan kemampuan ini.

c. Menurunkan kejadian hipotermi, hipoglikemi, dan asfiksia

Luas permukaan tubuh bayi ± 3 kali luas permukaan tubuh orang dewasa.

Lapisan insulasi jaringan lemak di bawah kulit tipis, kecepatan kehilangan

panas pada tubuh bayi baru lahir ± 4 kali pada orang dewasa. Pada ruang

bersalin dengan suhu 20-25° celcius, suhu kulit tubuh bayi akan turun 0,3°

celcius, suhu tubuh bagian dalam turun 0,1° celcius / menit. Selama periode

dini setelah bayi lahir, biasanya berakibat kehilangan panas komulatif 2-3°

celcius. Kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi, konduksi, radiasi dan

evavorasi.(Ladewig,et al.2006)

Menurut penelitian Dr. Niels Bergman, kulit ibu berfungsi sebagai

incubator, karena kulit ibu merupakan thermoregulator bagi bayi. Suhu kulit

ibu 1° celcius lebih tinggi dari ibu yang tidak bersalin. Apabila pada saat lahir

bayi mengalami hipothermi, dengan terjadi skin to skin contact secara

otomatis suhu kulit ibu akan meningkat 2° celcius. Sebaliknya apabila bayi

mengalami hipethermi, suhu kulit ibu akan turun 1° celcius (Roesli, 2008). Ini

berarti, dengan IMD resiko hipothermi pada bayi baru lahir yang dapat

menimbulkan kematian dapat dikurangi.

Bayi baru lahir sebaiknya tidak dibersihkan, cukup hanya dikeringkan

saja, karena akan menghilangkan vernik caseosa. yaitu lapisan lemak hasil

produksi kelenjar sebum berfungsi sebagai pelindung. Lapisan ini akan

(23)

sabun yang mengandung heksaklorofen akan mengakibatkan adanya

vaskuolisasi di susunan saraf pusat bayi yang ditandai dengan adanya kejang

pada bayi. Dengan inisiasi menyusu dini, ibu dan bayi menjadi lebih tenang.

Hal ini akan membantu pernapasan dan bunyi jantung lebih stabil. Inisiasi

menyusu dini membuat bayi menjadi tenang dan frekwensi menangis kurang

sehingga mengurangi pemakaian energy. Penelitian membuktikan bahwa bayi

yang melakukan IMD memiliki tingkat gula darah yang lebih baik daripada

bayi baru lahir yang dipisahkan dari ibunya (www. mediasehat.com, 2008)

d. Meningkatkan kekebalan tubuh bayi

Bayi akan mendapatkan kolostrum (Liquid Gold) untuk minuman pertama

yang merupakan hadiah kehidupan (The gift of live). Meskipun volumenya

sedikit, tetapi sangat baik untuk bayi baru lahir. Kolostrum mengandung

banyak zat kekebalan aktif, antibody dan banyak protein protective. Zat

kekebalan yang diterima bayi pertama kali akan melawan banyak infeksi. Hal

ini akan membantu bayi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan akan membuat lapisan yang

melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan usus

bayi dan mengefektifkan fungsinya. Menyususi dini yang efisisen berkorelasi

dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi didalam

kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum unutk

mempermudah perjalanan mekonium.(Bobak,2005)

Kolostrum kaya akan vitamin A yang akan membantu menjaga kesehatan

mata dan mencegah infeksi. Melalui jilatan bayi pada saat mulai menyusu,

(24)

Bakteri ini akan membuat koloni di usus dan kulit bayi sehingga dapat

menyaingi bakteri yang ganas dari lingkungan sekitar.

e. Meningkatkan pengeluaran hormone oksitoksin

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi

lahir,diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volemue intra uterine

yang sangat besar. Selama 1 sampai 2 jam pertama pasca partum intensitas

kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Ibu yang berencana

menyususkan bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera

setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan

oksitoksin.(Bobak,2006)

Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan

merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan

kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan

massage uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan

menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta

dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan

merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, euphoria,

meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Oksitosin

merangsang pengaliran ASI dari payudara.

f. Memfasilitasi bounding attachment

Bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua dan

bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan

mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan cara

mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama akan

(25)

berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan halus

ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta membelai

dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan membangkitkan respon

berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk mengadakan kontak mata

dan mengarah ke payudara disertai gerakan mencari dan menjilat putting susu

selanjutnya menghisap payudara. Kontak pertama ini harus berlangsung pada

jam pertama setelah kelahirannya (Nelson, 2007).

Bayi baru lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari-hari

selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan dan kontak mata

antara ibu dan bayi. Janin dalam kandungan akan merasakan suasana yang

aman, nyaman, merasa dilindungi, merasa dicintai dan disayangi. Bagi bayi,

kelahiran merupakan suatu trauma. Bayi harus pindah dari pelukan rahim

yang hangat ke suatu ruangan tanpa batas gerak yang menakutkan serta jauh

dari detak jantung ibu yang menenangkan. Bayi yang diberikan ASI dini akan

sering berada dalam dekapan ibu yang hangat pada saat menyusu sehingga

akan sering merasakan lagi keadaan yang menenangkan, menyenangkan,

dicintai dan dilindungi seperti waktu dalam rahim. Bayi seperti ini akan

tumbuh dalam suasana aman atau secure attachment. Perasaan terlindung dan

disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi yang baik dan

membentuk kepribadian yang percaya diri serta akan mudah bersosialisasi

dengan lingkungannya.Ibu dan bapak akan merasa bahagia bertemu dengan

bayi untuk pertama kalinya dimana mereka akan bersatu dalam satu rasa yaitu

cinta. Hal ini sangat baik dilakukan pada 1-2 jam pertama, karena pada saat

itu bayi dalam keadaan allert, setelah 2-3 jam bayi akan tidur lebih lama.

(26)

Inisiasi menyusu dini dalam menit pertama sampai satu jam pertama

kehidupannya, dimulai dengan skin to skin contac, akan membantu ibu dan

bayi menerima menyusu secara optimal (WBW, 2007). Menunda permulaan

menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran menyusu (Roesli,

2008).Inisiasi menyusu dini akan meningkatakan peluang ibu untuk

memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusu secara eksklusif. Hal ini

dibuktikan dengan beberapa penelitian, diantaranya penelitian yang dilakukan

Sose dkk (1978) yang menyatakan bahwa menyusu dini disertai kontak kulit

akan meningkatkan dua kali keberhasilan pemberian ASI. Penelitian terkini

pada tahun 2003 yang dilakuka oleh Fikawati & Syafiq dari FK Trisakti

tentang dampak kontak dini ibu-bayi terhadap lamanya menyusu. Hasil yang

didapatkan pemberian ASI dini akan meningkatkan 2-8 kali lebih besar

kemungkinan memberikan ASI eksklusif (Roesli, 2008).

h. Mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs)

1) Membantu mengurangi kemiskinan

Mulai menyusu dini dalam satu jam pertama akan meningkatkan ASI

eksklusif dan lama menyusu sehingga akan memenuhi kebutuhan

sampai usia 2 tahun, akan mengurangi pembiayaan untuk membeli

susu formula sehingga akan mengurangi angka kemiskinan.

2) Membantu mengurangi kelaparan

Inisiasi menyusu dini yang dilanjutkan dengan pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan diteruskan dengan menyusu hingga 2 tahun

akan mencegah terjadinya malnutrisi . bagi anak usia 2 tahun,

sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu memenuhi kebutuhan kalori

(27)

memenuhi kebutuhan kalori 70% untuk bayi usia 6-8 bulan, 55%

untuk bayi usia 9-11 bulan, dan 40% untuk bayi usia 12-23 bulan.

Keadaan ini akan secara bermakna memenuhi kebutuhan makanan

bayi sampai usia 2 tahun. Dengan kata lain, pemberian ASI membantu

mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang

terhenti yang umum terjadi pada usia ini.

3) Mengurangi angka kematian anak

Saat ini sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama

kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini akan mengurangi 22% kematian

bayi dibawah usia 28 hari. Pemberian ASI eksklusif akan mengurangi

13% kematian bayi dan memberikan makanan pendamping ASI

(makanan keluarga) akan menurunkan 6% kematian anak. Dengan

denilian kematian balita yang dapat dicegah melalui inisiasi dini,

pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI sebesar 41%

(Roesli, 2008).

3. Tahapan Inisiasi Meyusui Dini

Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan diatas perut ibu

dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya

satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding

behavior) sebelum ia berhasil menyusu.

a. Dalam 30 menit pertama stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga

(28)

terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang ini merupakan

penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan

luar kandungan.

b. Antara 30-40 menit bayi mengeluarkan suara, gerakan mulutnya

seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium

dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama

dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini

akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu

ibu.

c. Setelah menyadari ada makanan disekitarnya, maka bayi akan mulai

mengeluarkan air liurnya.

d. Bayi mulai bergerak kearah payudara ibu. Areola sebagai sasaran

dengan kaki menekan perut ibu. Bayi menjilati kulit ibu, menghentak

– hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri serta

menyentuh dan meremas daerah putting susu dan sekitarnya dengan

tangan.

e. Setelah itu bayi menemukan putting susu ibu, dan bayi pun mulai

menjilat, mengulum putting dan membuka lebar mulutnya setelah itu

bayi mulaim menghisap dengan baik.

4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini

a. Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang

penatalaksanaan inisiasi menyusu dini sebelum persalinan.Inisiasi

(29)

percaya diri yang tinggi, dan membutuhkan dukungan yang kuat dari

penolong, sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila

saat inisiasi menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya.

b. Obat-obatan kimiawi untuk mengurangi rasa nyeri sebaiknya di

hindari, diganti dengan cara non-kimiawi misalnya pijat, aromaterapi,

gerakan atau hypnobirthing.

c. Berikan suasana yang layak, nyaman dan penuh dukungan pada ibu

saat proses persalinan. Ibu yang menentukan posisi melahirkan,

karena dia yang akan menjalaninya

d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi (kecuali

kedua lengannya) tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan

kulit bayi. Lengan bayi tidak perlu dikeringkan karena air ketuban

yang menempel di lengan bayi mempunyai bau yang menyerupai

ASI. Ini akan menjadi petunjuk bagi bayi untuk menemukan putting

susu ibunya.

e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin

contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap

perlu, beri si bayi topi. Posisi kontak kulit ini dipertahankan

minimum 1 jam atau setelah menyusu awal selesai.

f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. ibu dapat merangsang bayi

dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting

ibunya.

g. Dukung dan bantu ibu serta keluarga untuk mengenali tanda-tanda

atau perilaku bayi sebelum menyusu (pre-feeding behavior) yang

(30)

5. Peran bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini

a. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)

1) Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang

penatalaksanaan inisiasi menyusu dini

2) Mengkaji kebersihan diri klien. Bila perlu anjurkan klien

untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.

3) Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan inisiasi

menyusu dini yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan

kering serta sebuah topi bayi.

4) Menganjurkan agar klien mendapat dukungan dan

pendamping selama proses persalinan dari suami atau

keluarga.

5) Membantu meningkatakan rasa percaya diri klien.

Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk

persalinan

6) Memfasilitasi klien mengurangi rasa nyeri persalinan dengan

mobilisasi dan relaksasi.

b. Proses persalinan (pelaksanaan)

1) Membuka baju klien di bagian perut dan dada. Menyimpan

kain pernel yang lembut dan kering diatas perut ibu

2) Setelah bayi lahir, simpan bayi di atas perut ibu.

3) Bayi dikeringkan dari kepala hinga kaki dengan kain lembut

dan kering (kecuali kedua lengannya, karena bau ketuban

(31)

menemukan payudara ibu) sambil melakukan penilaian awal

BBL.

4) Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan talipusat.

5) Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada

ibu tanpa dibatasi alas.

6) Selimuti ibu dan bayi, kalau perlu pakaikan topi di kepala

bayi

7) Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada

punggung bayi.

8) Membantu menunjukkan pada ibu perilaku pre-feeding (

Pre-feeding behavior) yang positif : istirahat dalam keadan siaga,

memasukan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan

air liur, bergerak kearah payudara dengan kaki menekan perut

ibu, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakan kepala, menoleh ke

kanan dan ke kiri, menyentuh putting susu dengan tangannya,

menemukan putting susu, menghisap dan mulai minum ASI.

9) Membiarkan bayi menyusu awal sampai si bayi selesai

menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya.

Bidan melanjutkan asuhan persalinan.

10)Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan

berhenti menelan dan melepaskan puting susu ibu. Bayi dan

ibu akanmerasa mengantuk. Bayi kemudian dibungkus

dengan kain bersih lalu lakukan penimbangan dan pengukuran

bayi, memberikan suntikan K1, dan mengoleskan salep

(32)

11)Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk

menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi

selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi dingin

saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan

kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali

(JNPK-KR,2008)

6. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini

a. Bayi kedinginan – tidak benar. Bayi berada dalam suhu yang aman

jika melakukan kontak kulit dengan ibunya, karena suhu payudara

ibu akan meningkat 0,5°C dalam 2 menit jika bayi diletakan di dada

ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bregman (2005), suhu

dada ibu yang melahirkan 1°C lebih tingi dari ibnu yang tidak

melahirkan. Jika bayi kedinginan suhu dada ibu akan naik 2°C ,

sebaliknya bila bayi kepanasan suhu dada ibu akan turun 1°C.

b. Setelah melahirkan ibu terlalu lelah untuk menyusu – tidak benar. Ibu

jarang merasakan terlalu lelah untuk memeluk bayinya, karena

pengeluaran hormone oksitosin saat terjadi kontak kulit sera saat bayi

menyusu akan membantu menenangkan ibu setelah melahirkan.

c. Tenaga kesehatan kurang tersedia – tidak masalah. Pada saat bayi di

dada ibu, libatkan ayah dan keluarga untuk menjaga bayi sambil

memberikan dukungan pada ibu, bayi akan menemukan sendiri

payudara ibu dan penolong persalinan dapat melanjutkan asuhannya.

d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk – tidak masalah. Dengan

bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruangan pemulihan sambil

(33)

e. Ibu harus dijahit – tidak masalah. Kegiatan mencari payudara terjadi

di area payudara, sementara yang dijahit bagian bawah tubuh ibu.

Selain itu ada salah satu manfaat proses IMD yaitu dikeluarkannya

hormon yang mengurangi rasa nyeri, sehingga rasa nyeri akibat

tindakan penjahitan akan berkurang dan ibu merasa tenang dan

nyaman.

f. Suntikan vitamin K, tetes mata untuk mencegar penyakit gonore

harus segera diberikan setelah lahir – tidak benar. Menurut American

College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding

Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya

selama 1 jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan

bayi.

g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur –

tidak benar. Menunda memandikan bayi berarti menghindari

hilangnya panas badan bayi, selain itu kesempatan vernix meresap,

melunakan dan melindungi kulit bayi lebih besar.

h. Bayi kurang siaga – tidak benar. Pada 1-2 jam pertama bayi sangat

saiaga, setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama.

i. Kolostrum tidak keluar atau jumlahnya tidak memadai sehingga

diperlukan tambahan cairan lain – tidak benar. Kolostrum cukup

untuk makanan pertama bayi, karena bayi dilahirkan membawa

cairan dan glukosa yang dapat digunakan pada saat itu.

j. Kolostrum tidak baik bahkan berbahaya – tidak benar. Kolostrum

sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi,

(34)

pada bayi baru lahir serta membantu mematangkan dinding usus bayi

(Roesli, 2008)

B. Perdarahan Post Partum

1. Definisi

Perdarahan post partum yaitu perdarahan pervaginam >500ml, yang dapat

terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang disebut sebagai

perdarahan postpartum primer atau pada masa nifas setelah 24 jam yang

disebut dengan perdarahan post partum sekunder. (Lewellyns,2002).

Definisi perdarahan post partum yang lebih bermakna adalah kehilangan

berat badan 1% atau lebih karena 1 ml darah beratnya adalah 1 gr. Perdarahan

post partum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal.

Sekitar 8 % seuruh kelahiran mengalami komplikasi perdarahan postpartum.

(Bobak,2005)

2. Klasifikasi perdarahan post partum

Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,

atau perdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan

segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam

pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah

atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan

(35)

b. Perdarahan masa nifas ( perdarahan pos partumsekunder atau

perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan

pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan

pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. (Lange,2007)

3. Gejala Klinis

Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus

setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan

tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat

dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat

kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut

sedikit dalam waktu yang lama.

4. Diagnosis

Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta

belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah

plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat

diketahui dengan palpasi uterus. Fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus

lembek, kontraksi uterus tidak baik.Sisa plasenta yang tertinggal dalam

kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah

lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta,

sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi

kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan

rahum.Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan

(36)

Penilaian jumlah pendarahan pasca persalinan dapat dilihat dengan

mengkaji dan mencatat jumlah, tipe dan sisi perdarahan dengan menimbang

dan menghitung pembalut untuk memperkirakan kehilangan darah. Pembalut

yang basah keseluruhannya mengandung sekitar 100 ml darah. Satu gram

peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan

darah.(Bobak,2005)

Faktor – faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum

a. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan

pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini

dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas

35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan

dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk

terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih

besar.Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal

pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali

lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia

20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia

30-35tahun.

b. Perdarahan pasca persalinan dan gravida

Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk

(37)

perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk

golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada

multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga

kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.

c. Perdarahan pasca persalinan dan paritas

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian

maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai

angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang

rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan

yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil

dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan

dan nifas.

d. Perdarahan pasca persalinan dan Ante Natal Care

Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin

fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan

nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat

diturunkan.Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas

rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin

terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat

diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care

tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan

ditanggulangi dengan cepat.

(38)

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai

hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar

hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan

mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal

ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan

mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

5. Komplikasi perdarahan pasca persalinan

Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita

berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan

sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi

insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi,

anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan

fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan

ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan

fungsi laktasi.(Oxorn,2010)

6. Penanganan perdarahan pasca persalinan

Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah

hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi

infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan

sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi

terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah

(39)

sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan “antenatal care” yang baik.

Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum

sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit, diperiksa

kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin

tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan

untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.

Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam

batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita

anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan

post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen

perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan

solutio plasenta.Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah

sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting

untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin

diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat

pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg

ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah

bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas

segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri,

plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan.

Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu

bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada

persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang

timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu

(40)

Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi

perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir.

a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi

setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh,

melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh

darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

pendarahan.Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah

yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau

lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan

tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk

menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah

tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah.

Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua

buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan.Setelah partus, dengan

adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan

menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk

berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca

persalinan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan

pasca persalinan. Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan

disebabkan oleh atonia uteri.(Bobak,2005)

Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain :

1) Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungdi

(41)

2) Penatalaksanaan yang slah pada kala plasenta : kesalahan paling

sering adalah mencoba mempercepat kala tiga. Dorongan dan

pemijatan uterus menganggu mekanisme fisiologis pelepasan

plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta

yang mengakibatkan perdarahan.

3) Anasthesi inhalasi yang dalam merupakan factor yang sering

menjadi penyebab. Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan,

kegagalan kontraksi serta retraksi.atonia uteri dan perdarahan post

partum.

4) Kerja uterus yang tidak efektif selama dua kala persalinan yang

pertama kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraksi serta

retraksi miometrium yang jelek pada kala tiga.

5) Uterus yang mengalami distensi yang berlebihan akibat keadaan

seperti bayi yang besar, kehamilan kembar dan polihidramnion

cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.

6) Kelelahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lelah

cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu yang

keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.

7) Multiparitas : uterus yang telah melahirkan banyak anak

cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan

8) Mioma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu

kontraksi serta retraksi miometrium.

9) Melahirkan dengan tindakan, keadaan ini mencakup prosedur

operatif seperti forceps tengah dan versi ekstraksi.(Oxorn,2010)

(42)

a) Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10

IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul

Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan

prostaglandin.

b) Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang

diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan

kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong

dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan

diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan

diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus

uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta

jari-jari lain dibelakang uterus.Sekarang korpus uteri

terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan

melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya

terhadap tangan kiri.

c) Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24

jam kemudian.Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter

tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan dengan

usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan oleh

atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan

bahwa pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik

yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam

uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding

(43)

terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan

pada miometrium untuk berkontraksi.

d) Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya diatas tidak

dapat menhentikan pendarahan. Tindakan opertif yang

dilakukan adalah : Histerektomi, Ligasi arteri uterina, Ligasi

arteri hipogastrika. Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri

hipogastrika dilakukan untuk yang masih menginginkan anak.

Tindakan yang bersifat sementara untuk mengurangi

perdarahan menunggu tindakan operatif dapat dilakukan

metode Henkel yaitu dengan menjepit cabang arteri uterina

melalui vagina, kiri dan kanan atau kompresi aorta

abdominalis.

b. Laserasi jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan pasca persalinan. Pada perdarahan yang kontinyu,

walaupun kontraksi uterus pasca partum efisien, jalan lahir harus di

inspeksi. Perdarahan yang kontinyu akibat sebab minor sama

berbahayanya dengan kehilangan sejumlah darah secara tiba-tiba

walaupun perdarahan ini sering kali diacuhkan sampai syok

terjadi.(Bobak,2005)

1) Robekan vulva : Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang

(44)

yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul

perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.

2) Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan

perineum umumnya terjadi di garis tengah dan menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih

kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul

dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia

suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginal. Tingkat robekan perineum adalah : Tingkat1: hanya kulit

perineum dan mukosa vagina yang robek. Tingkat2: dinding

belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot

diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.Tingkat3:

robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang

dinding depan rektum.Pada persalinan yang sulit, dapat pula

terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri

serta hubungannya di garis tengah. Kejadianini melemahkan

diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya

prolapsus uteri.

3) Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum

jarang dijumpai. Kadang ditemukan setelah persalinan biasa,

tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,

terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada

dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

(45)

serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan cabang-cabang

arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak.

Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan

pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan

pengikatan arteri hipogastika.

4) Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga

serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah

melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan

perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila

terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah

lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan

perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.Apabila ada

robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam

ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik.

Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat mengalami

tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju.

Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks

atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat

dihindarkan dengan seksio secarea jika diketahui bahwa ada

distosia servikali Apabila sudah terjadi pelepasan serviks,

biasanya tidak dibutuhkan pengobatan, hanya jika ada perdarahan,

tempat perdarahan di lanjut. Jika bagian serviks yang terlepas

masih berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya

(46)

c. Retensio Plasenta

Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam

setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan

plasenta:Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau

serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi

yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction

ring.Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada

uterus.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi

dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari

plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian

uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks

kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama

yang melemahkan kontraksi uterus.(Bobak,2005)

Sebab – sebab terjadinya Retensio Plasenta adalah :

a) Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh

melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta

belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas

sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi plasenta

adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran

basal. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan

menembus desidua sampai ke miometrium.Plasenta akreta,

(47)

serosa.Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau

peritoneum dinding rahim.

b) Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum

keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan

atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran

konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi

keluarnya plasenta (plasenta inkarserata). Tanda-tanda lepasnya

plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa

bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih

panjang dan terjadi perdarahan secara

tiba-tiba.(Yulianingsih,2009)

Cara memastikan lepasnya plasenta adalah Kustner : Tangan

kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas

simfisis. Bila tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat

telah lepas.Strassman : Tangan kanan menegangkan tali pusat,

tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa getaran pada

tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.Ibu disuruh mengejan.

Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah

panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti

mengejan.Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi

lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang

dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan perasat Crede

dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual

(48)

d. Sisa Plasenta

Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan

penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas

(pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan post partum

yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan

kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus

menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus

harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.Sewaktu suatu

bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus

tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat

menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa

keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

e. Inversio Uteri

Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan

segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan.

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,

sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.

Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah

plasenta keluar.Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat

tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan

intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat

menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang

merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat

(49)

yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan

plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.

Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri

tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah

persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor

yang lnak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis

inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir

dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus

uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang

konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah

persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan

pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.Walaupun

inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan

penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan

tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi

(15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik

untuk keselamatan penderita.

f. Kelainan pembekuan darah

Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi

penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya

bervariasi mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi

trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi

oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis

(50)

bagi kehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor

pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier), trombopatia,

penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura

trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang

obstetri dan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan

(51)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antar variabel, baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti.

(Nursalam, 2008, hal. 55). Variabel independent dalam penelitian ini adalah

pengaruh Inisiasi Menyususi Dini dan variable dependent adalah perdarahan

post pasrtum. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

Secara skematis, kerangka konsep penelitian digambarkan sebagaiberikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesis alternatif (Ha) yaitu

ada pengaruh pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini terhadap perdarahan post

partum.

Inisiasi Menyususi Dini

(52)

B. Defenisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasinal dia atas perut ibu dan membiarkan

Observasi 1.Dilakukan

2. Tidak plasenta rest, dan retensio plasenta.

Gambar

Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan kepada pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan khususnya pada ikterus neonatorum, tidak hanya cukup mempunyai pengetahuan dan sikap baik,

Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rita (2008) tentang pengaruh waktu menyusu dini terhadap involusi uterus di

Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan, baik yang bekerja di dalam Puskesmas maupun yang berada di wilayah kerja Puskesmas, lebih menerapkan program inisiasi menyusu dini

Dalam menilai kinerja pada proses persalinan bidan desa, yang terkait dengan pelaksanaan IMD ada 7 langkah yang harus dipenuhi. Adapun langkahnya adalah setelah bayi lahir,

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pola

IMD menjadi begitu penting untuk dilakukan karena sejak 2008 dalam Asuhan Persalinan Normal (APN), IMD merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan oleh petugas

Dijelaskan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pengetahuan ibu post partum tentang pemberian inisiasi menyusu dini pada bayi baru lahir paling banyak dengan

ada di dalam diri ibu untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini pada bayi baru lahir, guna3. mencapai tujuan