• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELARUTAN ZAT EKSTRAKTIF PADA KAYU KELAPA (Cocos nucifera) DENGAN METODE NaOH 1% DAN AIR PANAS. Oleh: JULIANA BAWEQ NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELARUTAN ZAT EKSTRAKTIF PADA KAYU KELAPA (Cocos nucifera) DENGAN METODE NaOH 1% DAN AIR PANAS. Oleh: JULIANA BAWEQ NIM:"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

JULIANA BAWEQ

NIM: 100 500 056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(2)

Oleh:

JULIANA BAWEQ

NIM. 100 500 056

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

(3)

(Cocos nucifera) DENGAN METODE NaOH 1% DAN AIR PANAS

Oleh:

JULIANA BAWEQ

NIM: 100 500 056

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Sebutan Ahli Madya

Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(4)

Judul Karya Ilmiah

: Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa

(Cocos nucifera) Dengan Metode NaOH 1%

dan Air Panas

Nama

: Juliana Baweq

NIM

: 100 500 056

Program Studi

: Teknologi Hasil Hutan

Jurusan

: Teknologi Pertanian

Lulus Ujian Pada Tanggal:

Lulus Ujian Pada Tanggal:

Pembimbing,

Ir. Iskandar, MP

NIP. 19591119 198710 1 001

Penguji I,

Firna Novari, S. Hut, MP

NIP. 19710717 199702 2 001

Menyetujui,

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan,

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. Syafii, MP

NIP. 19680610 199512 1 001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian,

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP

NIP. 19700830 199703 1 001

Penguji II,

Ir. Wartomo, MP

(5)

Juliana Baweq lahir pada tanggal 13 Juli 1991 di Desa Datah Bilang Kecamatan Long Hubung Kabupaten Kutai Barat. Merupakan anak ke 3 (ketiga) dari 4 (empat) bersaudara dari pasangan Ayahanda Lahang Alung dan Ibunda Lampang Palan.

Memulai pendidikan formal pada tahun 1998 di SD Negeri 002 Datah Bilang Kecamatan Long Hubung dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri 20 Sendaw ar Kecamatan Long Hubung dan lulus tahun 2007, kemudian melanjutkan lagi ke SMA Negeri 8 Sendawar Datah Bilang Kecamatan Long Hubung dan memperoleh ijazah tahun 2010 serta langsung melanjutkan Pendidikan Tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, dengan mengambil Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

Pada tanggal 13 Maret 2013 sampai 13 Mei 2013 mengikuti program Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. ITCI HUTANI MANUNGGAL Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, penulis mengadakan penelitian dengan judul penelitian "Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) Dengan Metode NaOH 1% dan Air Panas dibawah bimbingan Bapak Ir. Iskandar, MP.

(6)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Sifat dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli tahun 2013, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan sebutan Ahli Madya.

Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan, serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dosen Pembimbing, yaitu Bapak Ir. Iskandar, MP. 2. Dosen Penguji 1, yaitu Ibu Firna Novari, S.Hut, MP.

3. Dosen Penguji 2 sekaligus Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, yaitu Bapak Ir. Wartomo. MP.

4. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, yaitu Bapak Ir. Syafii, MP.

5. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, yaitu Bapak Heriad Daud Salusu S.Hut, MP. 6. Para Staff pengajar, administrasi dan PLP di Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 7. Seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan baik secara moril, materil maupun doa, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Penulis

(7)

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Pengertian Zat Ekstraktif ... 3

B. Penyebaran Zat Ekstraktif Dalam Struktur Kayu ... 3

C. Penggolongan Zat Ekstraktif ... 4

D. Kegunaan Zat Ekstraktif ... 5

E. Pengaruh Zat Ekstraktif ... 5

F. Pengaruh Mengekstraksi Zat Ekstraktif... 6

G. Risalah Kayu Kelapa ... 7

III. METODE PENELITIAN ... 9

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 9

C. Prosedur Penelitian ... 12

D. Pengolahan Data ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Hasil ... 15

B. Pembahasan ... 15

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

A. Kesimpulan ... 20

B. Saran... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(8)

No Tubuh Utama Halaman

1. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pada Kayu Kelapa

(Cocos nucifera) ... 16

Lampiran

2. Perhitungan Rata-Rata Moisture Factor Pada Kayu Kelapa

(Cocos nucifera) ... 25 3. Hasil Perhitungan Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa

(Cocos nucifera) yang Larut Dalam NaOH 1%... 25 4. Hasil Perhitungan Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa

(9)

No Tubuh Utama Halaman

1. Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera ) yang Terlarut Dalam NaOH 1% dan Air Panas Berdasarkan Letak Pada

Batang ... 17

2. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) 19 Lampiran 3. Pohon Kelapa yang Diteliti ... 27

4. Pohon Kelapa yang Sudah Ditebang... 27

5. Lempengan Ukuran 5 cm... 28

6. Pembuatan Chip... 28

7. Pembuatan Chip Menjadi Serbuk Rautan ... 29

8. Pengayakan Menggunakan Mesh 50 ... 29

9. Penyimpanan Sampel Uji Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas Dalam Waterbath ... 30

10. Penyaringan Sampel Uji Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas ... 30

11. Pengovenan Uji Sampel MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas ... 31

12. Pengkondisian Sampel Uji MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas ... 31

13. Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas Untuk Mengetahui Berat Kering Tanah ... 32

(10)

BAB I PENDAHULUAN

Hutan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang perlu dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat, yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara menyeluruh dengan memperhitungkan kepentingan generasi yang akan datang dan kelestarian lingkungan. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berpotensi sangat besar bagi kehidupan masyarakat.

Kayu merupakan sumber daya hutan yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Kayu dapat digunakan sebagai bahan bangunan (balok, papan, reng, dan sebagainya), bantalan kereta api, jembatan dan lain-lain. Bahkan dengan kemajuan teknologi kayu dapat lebih dimanfaatkan lagi, misalnya untuk pembuatan kayu lapis, papan blok, papan partikel, papan serat dan kertas. Anonim (1977).

Umumnya hampir semua jenis tumbuhan mengandung selulosa yang bersama-sama dengan hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu yang sangat diperlukan guna untuk mengetahui pemanfaatannya. Adanya zat ekstraktif dalam kayu dapat mempengaruhi proses perekatan pada industri kayulapis, papan serat, papan partikel dan pembuatan pulp dan kertas baik tumbuhan berkayu dan non kayu. Zat ekstraktif dapat mempengaruhi keawetan kayu itu sendiri.

Tanaman kelapa dikenal sebagai pohon yang mempunyai banyak kegunaan, mulai dari akar sampai pada ujungnya (daun), dari produk non-kuliner maupun kuliner/makanan, dan juga produk industri sampai produk obat-obatan. Bagi banyak negara di dunia, tanaman ini disebut sebagai "Pohon Kehidupan".

(11)

Pohon kelapa yang sudah ditebang akan menjadi limbah yang merugikan karena akan menjadi sarang bagi perkembangbiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) yang termasuk hama utama kelapa disekitarnya. (Arancon, 1997).

Untuk memenuhi maksud seperti tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian dengan judul Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) Dengan Metode NaOH 1% dan Air Panas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kelarutan zat ekstraktif yang terkandung pada kayu kelapa (Cocos nucifera) pada batang pangkal, tengah dan ujung dengan metode NaOH 1% dan Air Panas.

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kandungan zat ekstraktif kayu kelapa sebagai salah satu acuan untuk pengelolaan dan pemanfaatan kayu kelapa untuk bahan baku pulp dan kertas.

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Zat Ekstraktif

Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin, komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif tersebut tidak semuanya bisa larut dalam pelarut kimia, hal ini disebabkan karena adanya struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang dapat diekstraksi dengan pelarut netral.

Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula pati dan zat warna. Zat ekstraktif ini merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Dalam arti yang sempit, zat ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisis kayu Fengel dan Wegener, (1995).

Zat ekstraktif mengandung senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil dan hidrofil dalam jumlah yang besar. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dengan berat molekul rendah Sjostrom, (1995).

(13)

B. Penyebaran Zat Ekstraktif dalam Struktur Kayu

Zat Ekstraktif bukan merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Sjostrom (1995) berpendapat bahwa zat ekstraktif tidak tersebar secara merata dalam batang dan dinding sel serat. Ekstraktif terdapat pada tempat tertentu, sebagai contoh asam dalam tumbuhan resin banyak terdapat dalam saluran resin dalam kulit kayu, sedangkan lemak dan lilin banyak terdapat dalam sel parenkim jari-jari baik pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Umumnya kayu daun lebar mempunyai kandungan zat ekstraktif yang lebih banyak dibandingkan dengan kayu daun jarum.

Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat ekstraktif berpusat pada resin kanal dan sel parenkim jari-jari. Pada lamela tengah juga terdapat zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan interseluler dan dinding sel trakeid serta serat libriform.

Zat ekstraktif dalam kayu dapat berupa karbohidrat, gula, pektin, zat warna dan asam-asam tertentu yang berasosiasi dan mudah larut dalam air dingin. Zat yang terlarut dalam air panas antara lain lemak, zat warna, tanin, damar dan flobatannin. Selanjutnya yang terlarut dalam NaOH terdiri dari senyawa karbohidrat dan lignin Achmadi, (1990).

C. Penggolongan Zat Ekstraktif

Menurut Sjostrom (1995), zat ekstraktif kayu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu senyawa aliphatik (terutama lemak dan lilin), terpen dan terpenoid serta senyawa phenolik. Resin parenkim banyak mengandung komponen aliphatik dan oleoresin terutama disusun dari terpenoid.

(14)

Menurut Simatupang (1988), bahan ekstraktif kayu dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya, misalnya senyawa hidrokarbon, karbohidrat, terpenoida, tannin, lemak dan lain-lain.

D. Kegunaan Zat Ekstraktif

Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu untuk mempertahankan fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga. Ekstraktif tidak hanya penting untuk taksonomi dan biokimia pohon-pohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia organik dan mereka memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan kertas.

E. Pengaruh Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif mempunyai arti penting dalam kayu, karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, rasa dan toxity. Suatu jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan industri dan selain itu juga dapat menyulitkan dalam pengerjaan kerusakan pada alat Anonim, (1976).

Soenardi (1976), mengemukakan bahwa zat ekstraktif merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pengolahan kayu, seperti halnya kayu lapis, papan serat dan papan partikel, karena zat tersebut sering kali mengganggu proses perekatan.

Pengaruh zat ekstraktif dalam industri kertas adalah dengan adanya resin mengganggu penetrasi bahan kimia dalam serpih, menyebabkan bintik-bintik hitam pada kertas dan menyumbat lubang pada kasa kawat papan ditempat

(15)

pemakuan. Asam-asam gallik dan ellagik menyebabkan warna hitam kebiru-biruan pada pisau-pisau gergaji. Senyawa lemak dan minyak mengurangi permeabilitas dan higroskopisitas dari kayu sehingga mempersulit dalam pengawetan, tetapi sifat mengembang dan menyusut kayu menjadi kecil. Tannin dan glukosa dalam kayu menyebabkan kesukaran dalam perekatan. Selain itu senyawa phenol juga dapat menyebabkan kayu tahan terhadap serangan jamur perusak kayu, disamping itu zat ekstraktif yang bersifat fungisida menjadi faktor utama yang menentukan keawetan dalam kayu Anonim, (1976).

F. Cara Mengekstraksi Zat Ekstraktif

Menurut Browning (1967), larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstrakitf yang letaknya jauh di dalam batang. Hal ini disebabkan larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu, sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang tedapat dalam jaringan kayu akan mudah dilarutkan. NaOH juga mampu melarutkan sebagian besar hemiselulosa khususnya rantai cabangnya baik dari pentosa, heksosa maupun asam organik.

Soenardi (1976), menerangkan bahwa air digolongkan dalam pelarut netral, sebab kayu yang direndam ada air dingin pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak akan bereaksi, hanya zat warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul rendah akan terlarut. Waktu yang efektif untuk melarutkan adalah 48 jam. Besarnya kelarutan kayu dalam air dipengaruhi oleh proses difusi bahan pelarut dalam kayu, besarnya partikel dan persentase zat ekstraktif.

Komponen yang terlarut dalam air dingin adalah tanin, gum, karbhidrat dan pigmen sedangkan yang terlarut dalam air panas sama dengan yang terlarut

(16)

dalam dingin ditambah dengan komponen pati dan komponen yang terlarut dalam alkohol benzena adalah lemak, resin dan minyak (Anonim, 1995).

Ekstraksi pelarut dapat dilakukan dengan pelarut yang berbeda seperti eter, aseton, benzena, etanol, atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin dan senyawa berwarna merupakan senyawa-senyawa yang paling penting yang dapat diekstraksi dengan pelarut. Komponen utama dari bagian kayu yang dapat larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik (Fengel dan Wegener 1995).

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kapasitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut tersebut. Prinsip kelarutan adalah "like dissolve like", yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar dan pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Khopkar 1990 dalam Yunita 2004).

Alkohol merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa seperti tanin, lemak, lilin, zat pektik dan senyawa lainnya. Alkohol merupakan pelarut umum yang digunakan untuk ekstraksi (Batubara, 2006).

G. Risalah Kayu Kelapa (Cocos Nucifera) 1. Kayu Kelapa

Indonesia adalah negeri nyiur. Tak salah bahwa Ismail Marzuki menciptakan lagu Rayuan Pulau Kelapa yang merdu. Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa terluas di dunia, dengan luas areal mencapai 3,86 juta ha atau 31,2 persen dari total areal dunia sekitar 12 juta ha. Kelapa adalah salah satu harta milik kita yang amat besar manfaatnya. Tanaman kelapa juga merupakan komoditi sosial, tanaman ini dibudidayakan oleh jutaan petani pengebun dan mampu menopang kehidupan puluhan juta keluarganya.

(17)

Tanaman kelapa (pohon) dapat mencapai 15 sampai 30 meter di daerah perkebunan. Pohon palem berumah satu, tidak berduri, tidak bercabang. Bagian paling atas dari batang di mahkotai dengan daun-daun berbentuk bunga mawar. Batang menyilinder, tegak, sering menekuk atau miring, abu-abu muda, menggundul dan mencincin nyata dengan lambang daun yang gugur. Daun berpelepah, tersusun spiral, menyirip, pinak daun melanset-memita, tersusun rapi pada satu bidang, dengan perbungaan ketiak.

Cocos nucifera merupakan tumbuhan asli dari daerah pantai Asia tropika dan Pasifik, tetapi daerah asal utamanya masih menjadi bahan pertimbangan. Fosil-fosil kelapa ditemukan di India dan Selandia Baru. Kemampuan buah yang bersabut tebal dan untuk berkecambah yang lambat dan tetap dapat hidup setelah terapung jauh dilaut memastikan penyebaran alami yang luas di Indo-Pasifik jauh sebelum domestikasi dimulai di Malaysia. Kelapa adalah tanaman daerah tropis yang lembab. Cukup mudah beradaptasi dengan perbedaan suhu dan persediaan air dan masih umum ditemui di daerah dekat batasan zona ekologinya. Kebutuhan sinar mataharinya tahunan diatas 2000 jam, minimal 120 jam perbulan. Pada umunya kelapa ditanam di daerah pada ketinggian dibawah 500 m, tapi dapat tumbuh subur pada ketinggian sampai 1000 m, walaupun suhu rendah akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil.

Kelas kuat kayu kelapa bervariasi dari kelas I sampai IV. Variasi kekuatan tersebut terjadi baik dari bagian pangkal sampai keujung batang maupun dari pinggir sampai kepusat batang. Semakin kebagian ujung dan bagian pusat batang kekuatannya semakin menurun. Kekuatan geser dan tarik tegak lurus serat sangat lemah yaitu sekitar 50-60% untuk kekuatan tarik tegak lurus serat dan sekitar 67-78% untuk kekuatan gesernya. Kayu kelapa mempunyai sifat

(18)

stabilitas dimensi yang sangat baik dari pada kayu konvensional. Susut dari basah ke kering udara hanya sekitar 1%. Keawetan alami kayu kelapa termasuk sangat rendah yaitu kelas awet IV-V. Bagian batang kelapa yang dapat dipakai untuk kayu konstruksi (kelas kuat I sampai dengan IV) adalah bagian pinggir dari pangkal sampai 3/4 panjang batang dan bagian dalam dari pangkal sampai setengah dalam batang, sisanya tidak dapat dipakai sebagai kayu konstruksi karena kekuatannya lebih lemah. (T R Mardikanto, 1988/1989).

(Raymoon Silaban. 2013). Zat ekstraktif larut dalam air panas yang terdapat dalam batang kayu kelapa berkisar antara 3.75% sampai 8.92% dengan nilai rataan 6.06%. Zat ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena pada batang kelapa berkisar antara 1.88% sampai 8.79% dengan nilai rataan 5.11%. Zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% pada batang kelapa mempunyai nilai tertinggi 33.61% dan terendah 18.76% dengan nilai rataan 21.04%.

Menurut (Ir. Sukamto I.T.N., M.Sc.) Klasifikasi Kayu Kelapa: Nama Umum

Indonesia : Kelapa, Nyiur, Kelapa (Snd), Rambi (JW) Inggris : Coconut

Melayu : Kelapa, Nyiur Vietnam : Dua

Thailand : Maphrao

Filipina : Niyoq, Lobi, Inniung, Ongot, Gira Cina : Ye zi

Jepang : Yashi no mi, Kokonatts Kingdom : Plantea (Tumbuhan)

(19)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu/Monokotil) Sub kelas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae (Suku pinang-pinangan) Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera Sinonim : Cocos nana griff Kategori : Tumbuhan pantai

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan Juni-Juli 2013 yang terdiri dari persiapan bahan, pelaksanaan penelitian, pengolahan data, dan pembuatan laporan karya ilmiah. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sifat Kayu dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat: a. Chain Saw b. Parang c. Meteran d. Pisau e. Blender f. Ayakan Mesh 50 g. Timbangan Elektrik h. Gelas ukur i. Gelas piala j. Labu erlenmeyer k. Batang kaca pengaduk l. Aluminium voil

m. Waterbath n. Pipet

o. Cawan saring p. Kertas saring

(21)

q. Oven r. Desikator s. Corong t. Arloji u. Kalkulator v. Alat tulis menulis w. Kamera digital 2. Bahan:

a. Lempengan atau cakram kayu kelapa (Cocos nucifera) dengan tebal 5 cm (serbuk kayu)

b. Aquades c. NaOH 1%

d. Asam Asetat (CH3 COOH) 10%

C. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Contoh Uji

Contoh uji yang digunakan adalah Kayu Kelapa yang berumur kira-kira 25 tahun dengan diameter 25 cm dan tingginya 10 m, dari pohon yang tumbuh disekitar Tenggarong Seberang (Separi 1).

Contoh uji diambil berdasarkan letak pada batang yaitu mulai dari bagian pangkal, tengah dan ujung, kemudian masing-masing dibuat bentuk lempengan atau cakram dengan tebal 5 cm pada tiap-tiap bagian, dari setiap lempengan tersebut dibuat Chip, dan dari Chip tersebut dibuat serbuk lalu diayak menggunakan mesh 50.

2. Analisa Kelembaban Moisture Factor, menggunakan standar TAPPI (Technical Association of Pulp and Paper Industry) T 264 om-88 dengan prosedur sebagai berikut:

(22)

a. Cawan yang sudah kering ditimbang, kemudian diisi dengan serbuk sebanyak 1 gram dan masukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 0 C.

b. Setelah 24 jam, cawan beserta serbuknya dimasukkkan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanurnya.

3. Analisa kelarutan zat ekstraktif dengan metode NaOH 1% dan Asam Asetat (CH3COOH) 10% menggunakan standar TAPPI T 212 om-88, dengan prosedur sebagai berikut:

a. Pembuatan larutan pereaksi

NaOH dalam bentuk padat seberat 1 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml dan ditambahkan aquades sampai tanda 100 ml, kemudian aduk hingga homogen. Sedangkan Asam Asetat 10 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml, lalu tambahkan aquades hingga mencapai 100 ml dan aduk hingga homogen.

b. Proses pemisahan

1) Serbuk sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam gelas piala dan tambahkan NaOH 1% sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur, di aduk secara berlahan-lahan, selanjutnya tutup dengan Aluminium voil.

2) Gelas piala dimasukkan kedalam waterbath yang airnya telah mendidih, dimana permukaan air pada waterbath harus diatas permukaan air di dalam gelas piala, dan dibiarkan selama 1 jam.

(23)

3) Setelah 1 jam, gelas piala dikeluarkan dan diaduk berlahan-lahan, seluruh isi gelas piala disaring, yang sebelumnya telah dipersiapkan corong yang telah dilapis kertas saring diatas labu erlenmeyer.

4) Kemudian disaring dan dibilas dengan 750 ml aquades panas. Lalu cuci lagi dengan 50 ml Asam Asetat (CH3COOH) 10% kemudian cuci lagi dengan aquades panas hingga filtratnya jernih.

5) Kertas saring, cawan saring dan serbuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 ± 2°C selama 24 jam. lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.

E. Pengolahan Data

1. Perhitungan Moisture Factor dapat dihitung dengan rumus menurut Anonim (1961) sebagai berikut:

MF = Bb Bkt

Dimana: MF = Moisture Factor

Bkt = Berat Serbuk Kering Tanur (gr) Bb = Berat Serbuk Mula-mula (gr)

2. Perhitungan kelarutan zat ekstraktif dapat dihitung dengan rumus menurut standar TAPPI T 212 0m-88 Anonim, (1961) sebagai berikut:

% Zat Ekstraktif = x 100% Dimana :

A = berat contoh uji mula-mula x MF sebelum diekstraksi (gr) B = berat contoh uji kering tanur setelah diekstraksi (gr).

3. Perhitungan kelarutan zat ekstraktif nilai rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Sudjana, (1975):

A-B A

(24)

n

x

x

=

Dimana : x = nilai rata-rata (%)

x

= jumlah zat ekstraktif yang larut (%) n = banyaknya contoh uji

Hasil dari perhitungan kelarutan zat ekstraktif ini masukkan ke dalam tabel yang merupakan hasil dari penelitian.

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kelarutan zat ekstraktif yang terdapat pada kayu kelapa dengan menggunakan metode NaOH 1% dan air panas. Hasil kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) secara lengkap disajikan dalam bentuk tabel 2 dan 3 pada lampiran.

Adapun nilai rata-rata kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) yang larut dalam NaOH 1% dan air panas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pada Kayu Kelapa (Cocos

nucifera)

No Letak Contoh Uji Pada batang

Kelarutan Zat Ekstraktif (%)

NaOH 1% Air Panas

1 Pangkal 20,4771 13,4718 2 Tengah 17,5728 11,0716 3 Ujung 16,9305 9, 7663 Total 54,9804 34,3097 Rata-rata (%) 18,3268 11,4366 B. Pembahasan

Dari hasil penelitian kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) dengan metode NaOH 1% dan air panas maka diperoleh hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% yaitu, pada bagian pangkal sebesar 20,4771%, tengah sebesar 17,5728%, dan ujung sebesar 16,9305%, serta rata-rata dari ketiga bagian batang tersebut adalah 18,3268%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya (Suwinarti. W 1993) yang berkisar antara 17,67-37,77%. Dan mendekati dimana zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% pada batang kelapa mempunyai nilai tertinggi

(26)

33,61% dan terendah 18,76% dengan nilai rataan 21,04% (Raymoon Silaban. 2013).

Sedangkan kelarutan zat ekstraktif yang larut dalam air panas yaitu, pada bagian pangkal sebesar 13,4718%, tengah sebesar 11,0716%, dan ujung sebesar 9,7663%, serta rata-rata dari ketiga bagian batang tersebut adalah 11,4366%. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian sebelumnya (Suwinarti. W 1993) yang berkisar antara 3.185-8.47%, dimana zat ekstraktif yang larut dalam air panas pada batang kayu kelapa berkisar antara 3.75-8.92% dengan nilai rataan 6.06% (Raymoon Silaban 2013). Dalam proses ekstraksi dengan air panas, maka yang akan terlarut antara lain tanin, getah, gula, bahan pewarna dan pati (Fengel dan Wegener 1995, Anonim 1995). Batang kelapa bagian atas dan bagian dalam banyak mengandung gula dan pati sehingga proses ekstraksi tersebut membuat sebagian besar gula dan pati akan terlarut.

Melihat hasil dari tabel 1, Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) pada batang bagian pangkal, tengah dan ujung dari kedua metode yang dilakukan semuanya menunjukkan angka yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada histogram Gambar 1. Kelarutan Zat Ekstraktif pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) yang terlarut dalam NaOH 1% dan Air Panas berdasarkan letak pada batang.

Dari gambar histogram terlihat adanya penurunan kelarutan zat ekstraktif dari pangkal sampai ke ujung batang, baik dengan menggunakan metode NaOH 1% dan air panas dengan kata lain pada bagian pangkal batang kandungan zat ekstraktif lebih tinggi dari bagian tengah dan menurun sampai ke ujung batang atau dapat pula dikatakan bahwa pangkal batang dan semakin ke ujung semakin berkurang.

P

(27)

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000

Air Panas NaOH 1 %

Gambar 1. Kelarutan Zat Ekstraktif pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) yang terlarut dalam NaOH 1 % dan Air Panas berdasarkan letak pada batang. Hasil dari penelitian ini diperkuat oleh beberapa peneliti diantaranya Panshin dan De Zeeuw (1980), dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa kadar ekstraktif selalu mengalami penurunan dari pangkal menuju ujung pohon. Selanjutnya diperjelas Rusliana (1985), juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari suatu jenis kayu dengan umur yang lebih tua memperlihatkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu yang berumur lebih muda.

Terjadinya penurunan ekstraktif kayu dari pangkal sampai ke ujung batang ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan sel pada bagian pangkal batang terbentuk lebih awal daripada bagian tengah dan ujung batang atau dapat pula dikatakan bahwa zat ekstraktif pada bagian pangkal ini diduga ada kaitannya

[T d su in c b d T ch o b [T d su in c b d T ch o b

T

U

P

T

U

P

Keterangan: P = Pangkal T = Tengah U = Ujung [T d su in c b d T ch o b 13,4718 11,0716 9,7663 20,4771 17,5728 16,9305 K e la ruta n Za t E k s tr a k tif (%)

(28)

11,4366 18,3268 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Air Panas NaOH 1%

Metode Ekstraktsi

dengan terbentuknya kayu teras. Pendapat ini didukung oleh Sudrajat (1979), bahwa pada bagian pangkal pohon zat ekstraktif banyak diendapkan dan juga disebabkan banyak terdapat tilosis-tilosis. Demikian pula menurut pendapat dan penjelasan Prayitno (1991), yang menyatakan bahwa kayu pada bagian pangkal mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak.

Selanjutnya mengenai kelarutan zat ekstraktif dari ke dua metode yang digunakan yaitu kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% dan air panas dapat dilihat pada histogram berikut:

Gambar 2. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera)

Berdasarkan gambar histogram diatas, dapat diketahui bahwa nilai rataan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas sebesar 11,4366% dan NaOH 1% sebesar 18,3268%, apabila ditinjau dari segi pelarut yang digunakan, nilai rataan kelarutan zat ekstrakif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) yang menggunakan

K e la ru ta n Z a t E kst rakt if ( % )

(29)

metode NaOH 1% ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode kelarutan dalam air panas. Hal ini disebabkan karena larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh di dalam batang. Demikian pula menurut pendapat Browning (1967), yang menyatakan bahwa larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu, sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang terdapat dalam jaringan akan mudah dilarutkan.

Dari hasil kelarutan rata-rata zat ekstraktif yang diperoleh dari kedua metode tersebut, dapat dilihat bahwa kelarutan zat ekstraktif untuk metode NaOH 1% lebih besar dari pada metode air panas. Hal ini disebabkan karena larutan NaOH 1% mudah masuk ke dalam jaringan-jaringan batang kelapa yang menyebabkan terjadinya peristiwa pengembangan sel, sehingga zat ekstraktif yang terdapat di dalamnya di larutkan.

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari kedua metode kelarutan zat ekstraktif kayu kelapa (Cocos nucifera) yang diteliti, nilai rata-rata kelarutannya mengalami penurunan dari pangkal batang sampai ke ujung batang, untuk kelarutan NaOH 1% pada batang bagian pangkal 20,4771%, tengah 17,5728%, dan ujung 16,9305%, kemudian untuk kelarutan air panas pada batang bagian pangkal 13,4718%, tengah 11,0716%, dan ujung 9,7663%.

2. Kelarutan zat ekstraktif kayu kelapa dengan menggunakan pelarut NaOH 1% yaitu 18,3268%, lebih tinggi dari pelarut air panas yaitu 11,4366%.

B. Saran

1. Penulis menyarankan, agar penelitian tentang kayu kelapa (Cocos nucifera) lebih diperluas lagi dengan menganalisis komponen kimia lainnya, sehingga dapat menginformasikan tentang data yang lengkap khususnya dalam pemanfaatan kayu kelapa (Cocos nucifera) sebagai bahan baku pulp dan kertas.

2. Jika memungkinkan, agar dilakukan penelitian tentang kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) dengan umur tanaman yang berbeda atau sudah tidak produktif.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, 1990. Kimia Kayu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.

Anonim, 1961. Technical Association of The Pulp and Paper (TAPPI), 360 Lexinton Avenue. New York.

Anonim, 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.

Anonim, 1977. Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Balai Pustaka 1980.

Anonim, 2013. Batang Kelapa hakimsmart. http://www.dephut.go.id. (19 Juli 2013).

Anonim, 1995. Annual Book of ASTM Standards. Volume 04. 10. Wood. Section 4. Philadelpia.

Arancon Jr., R.N. 1997. Asia-Pacific forestry sector outlook study: focus on coconut wood. Working Paper Series Asia-Pacific Forestry Towards 2010. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO-UN). Working Paper No: APSESOS/WP/23.

Batubara R, 2006. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum prorrectum) Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Universitas Mulawarman. Samarinda.

Browning.B.I, 1967. Chemistry Of Wood. Interseince Publisher. New York. Fengel. D dan Wegener. G, 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Ilmu Kayu.

Suatu pengantar (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Ir. Sukamto I.T.N., M.Sc. Kelapa Kopyor, Pembibitan, Budidaya. Cocos nucifera L.-prosea. www.proseanet.Com. (24 Juli 2013)

Panshin AJ and de Zeeuw C, 1980. Textbook of Wood Technology. McGraw HillBook Company. Inc. New York. Prayitno TA. 1991. Bentuk Batang dan Sifat Fisika Kayu Kelapa Sawit. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan. University Gadjah Mada. Yogyakarta.

Raymoon Silaban, Raymoon760.wordpress.com. (5 September 2013)

Rusliana LI, 1985. Kimia Kayu Yayasan Pembinaan Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan.

Simatupang, M.H, 1988. Bahan Ekstraktif Kayu, Kimianya dan Pengaruhnya Pada Sifat-sifat Kayu. Universitas Hamburg.

(32)

Sjostrom, 1995, Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Universitas Gadjah Mada. Universitas Press. Yogyakarta.

Soenardi, 1976. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sudjana, 1975. Metode Statistik Tarsito. Bandung.

Sudrajat, 1979. Analisa Kimia Beberapa Kayu Indonesia. Bagian 111. Laporan No. 39. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor.

T.R. Mardikanto, 1988/1989. THH FAHUTAN IPB. DIKTI, web.ipb.ac,id/.../index.php.

Suwinarti W, 1993. Analisis Kandungan Abu, Zat Ekstraktif dan Lignin pada Kayu (Cocos nucifera Linn) Berdasarkan Kerapatan dan Letak Kayu dalam Batang. Universitas Mulawarman. Samarinda.

Yunita FC, 2004. Ekstraksi Daging Biji Picung (Pangium edule) dan Uji Toksitas Terhadap Artemia salina Leach. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(33)
(34)

Lampiran 1.

Tabel 2. Hasil Perhitungan rata-rata Moisture Factor pada pohon kelapa (Cocos nucifera) No Bagian Batang U Bb (gr) Bkt (gr) MF Rataan 1 Pangkal 1 1,2148 1,0529 0,8667 0,8674 2 1,2305 1,0683 0,8681 2 Tengah 1 1,2777 1,1072 0,8665 0,8661 2 1,2294 1,0642 0,8656 3 Ujung 1 1,2511 1,0874 0,8691 0,8709 2 1,2418 1,0838 0,8727 Keterangan : U = Ulangan Ke-n

Bb = Berat serbuk mula-mula (gr) Bkt = Berat serbuk kering tanur (gr) MF = Moisture Factor .

Tabel 3. Hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) yang larut dalam NaOH 1%

No Bagian Batang U Ao (gr) A (gr) B (gr) % Ekstrakti f % Rataan 1 Pangkal 1 1,0139 0,8781 0,6974 20,5786 20,4771 2 1,0213 0,8846 0,7048 20,3756 2 Tengah 1 1,0900 0,9455 0,7800 17,5039 17,5728 2 1,0110 0,8769 0,7222 17,6417 3 Ujung 1 1,0122 0,8815 0,7322 16,9370 16,9305 2 1,0120 0,8810 0,7319 16,9239 Keterangan : U = Ulangan Ke-n

Ao = Berat serbuk mula-mula (gr)

A = Berat serbuk mula-mula (gr) x MF (gr) B = Berat serbuk kering tanur (gr)

(35)

Lampiran 2.

Tabel 4. Hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos nucifera) yang larut dalam air panas

No Bagian Batang U Ao (gr) A (gr) B (gr) % Ekstraktif % Rataan 1 Pangkal 1 2,3724 2,0547 1,7798 13,3791 13,4718 2 2,3577 2,0421 1,7651 13,5645 2 Tengah 1 2,4033 2,0847 1,854 11,0664 11,0716 2 2,4021 2,0836 1,8528 11,0769 3 Ujung 1 2,3780 2,0711 1,87 9,7098 9,7663 2 2,3670 2,0615 1,859 9,8229 Keterangan : U = Ulangan Ke-n

Ao = Berat serbuk mula-mula (gr)

A = Berat serbuk mula-mula (gr) x MF (gr) B = Berat serbuk kering tanur (gr)

(36)

Lampiran 3.

Gambar 3. Pohon Kelapa yang diteliti

(37)

Lampiran 4.

Gambar 5. Lempengan ukuran 5 cm

(38)

Lampiran 5.

Gambar 7. Pembuatan Chips Menjadi Serbuk Rautan

(39)

Lampiran 6.

Gambar 9. Penyimpanan Sampel Uji Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas dalam Water Bath

(40)

Lampiran 7.

Gambar 11. Pengovenan Uji Sampel MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas.

Gambar 12. Pengkondisian Sampel Uji MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas.

(41)

Lampiran 8.

Gambar 13. Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan NaOH 1% dan Air Panas untuk mengetahui Berat Kering Tanur.

Gambar

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pada Kayu Kelapa (Cocos  nucifera)
Gambar 1. Kelarutan Zat Ekstraktif pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera) yang  terlarut dalam NaOH 1 % dan Air Panas berdasarkan letak pada batang
Tabel 3. Hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos  nucifera) yang larut dalam NaOH 1%
Tabel 4. Hasil perhitungan kelarutan zat ekstraktif pada kayu kelapa (Cocos  nucifera) yang larut dalam air panas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan air kelapa (Cocos nucifera) terhadap viabilitas kultur sel mononuklear darah tepi manusia.. Viabilitas kultur

“Pembuatan Papan Partikel Berbahan Dasar Sabut Kelapa ( Cocos nucifera L.) ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan seminar hasil di Program

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sabut kelapa kering ( Cocos nucifera ) dapat menjadi media pertumbuhan jamur tiram putih dan mengetahui jumlah sabut

(Brassica chinensis L. ) Terhadap Pemberian Air Kelapa Tua (Cocos nucifera L. ) dapat di simpulkan bahwa pemberian air kelapa memberikan pengaruh tidak nyata pada

(Brassica chinensis L. ) Terhadap Pemberian Air Kelapa Tua (Cocos nucifera L. ) dapat di simpulkan bahwa pemberian air kelapa memberikan pengaruh tidak nyata pada

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sabut kelapa kering ( Cocos nucifera ) dapat menjadi media pertumbuhan jamur tiram putih dan mengetahui jumlah sabut

Komposisi pembuatan briket arang dengan bahan baku tempurung kelapa tua (cocos nucifera) berdasarkan penelitian Darwis Rio Ariessandy pada tahun 2013 adalah sebagai berikut:

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa masker wajah peel off dari ekstrak sabut kelapa Cocos nucifera L dengan perbedaan formula konsentrasi zat aktif dan