Oleh:
DIAN OCTI ASTRINI NIM: 130 500 042
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA 2016
Oleh:
DIAN OCTI ASTRINI NIM: 130 500 042
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA 2016
n Metode Air Dingin. Air Panas, Alkohol Benzena Dan NaOH 1%
Nama : Dian Octi Astrini
NIM : 130 500 042
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Teknologi Pertanian
Lulus Ujian Pada Tanggal: Pembimbing, Ir. Sumiati HK NIP. 19590612 198903 2 004 Penguji I, Ir. Yusdiansyah, MP NIP. 19591216 198903 1 002 Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Eva Nurmarini, S. Hut., MP. NIP. 197508081999032002
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Hamka, S.TP.,MP. SC NIP. 19760408 200812 1 002
Penguji II,
Abdul Rasyid Zarta, S. Hut, MP NIP. 19750827 199903 1 003
Alkohol Benzena Dan NaOH 1% (di bawah bimbingan SUMIATI HK).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum maksimalnya pemanfaatan pada pelepah aren. Sehingga penelitian ini berupaya untuk mengoptimalkan data sifat kimia pelepah aren untuk pemanfaatan yang tepat guna.
Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelarutan zat ekstraktif yang terlarut dalam air dingin, air panas, alkohol benzena dan NaOH 1%. Dalam persiapan contoh uji, bagian yang diambil dari pelepah aren berupa batang yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung. Selanjutnya pelepah chips dibuat menjadi serbuk dengan ukuran mesh 50. Kemudian dilakukan penelitian tentang kelarutan zat ekstraktifnya dalam air dingin, air panas, alkohol benzena dan NaOH 1 %.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kelarutan zat ekstraktif pada pelepah aren sehingga dapat mempertimbangkan sebagai industri pulp dan kertas industri kimia lainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif pada NaOH 1% adalah 13.09%, Alkohol Benzena 7.86%, air panas 6.54% dan air dingin 3,55%.
Samarinda. Merupakan anak ke 1 (pertama) dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan Triyono dan Ibunda tercinta Sriyani.
Tahun 1999 memulai pendidikan TK Tunas Harapan Bangsa Samarinda Kalimantan Timur dan lulus tahun 2000. Tahun 2000 memulai pendidikan formal pada SD Negeri 009 Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 20 Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2009, selanjutnya melanjutkan ke SMA Negeri 6 Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2013 dan pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan perguruan tinggi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Pada tanggal 07 Maret 2016 sampai 03 Mei 2016 mengikuti program Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perhutani Unit I KPH Kedu Selatan Jawa Tengah Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, penulis mengadakan penelitian dengan judul penelitian " Analisa Kandungan Zat Ekstraktif Pada Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr) Dengan Metode Air Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena Dan NaOH 1%.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Sifat dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dilaksanakan dari bulan 12 Desember 2015 23 Febuari 2016, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan sebutan Ahli Madya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dosen Pembimbing, yaitu ibu Ir. Sumiati HK
2. Kepala Laboratorium Sifat dan Analisis Produk, bapak Ir. Wartomo, MP 3. Dosen Penguji, yaitu Bapak Ir. Yusdiansyah, MP dan bapak Abdul Rasyid
Zarta S.Hut, MP
4. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, yaitu ibu Eva Nurmarini, S. Hut.,MP
5. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Yaitu Bapak Hamka, S. TP. M, Sc
6. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, yaitu Bapak Ir. H. Hasanudin, MP
7. Para Staff pengajar, administrasi dan PLP di Program Studi Teknologi Hasil Hutan.
8. For my special, Ayahanda Triyono dan Ibunda Sriyani salam hormatku, atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan moril, maupun materiil serta doa-doanmu selama ini dan menjadi inspirasi dan semangat dalam hidupku untuk meraih tekat dan mimpi -mimpiku. Dan untuk adik ku Ilham Pandu Agggoro dan Indra Pandu Widayat yang selalu membuaku semangat dalam menjalani kuliah ini, terimakasih juga untu dukungan dan bantuannya yang telah diberikan selama ini.
9. Agnes Novesia Nola, Asmi Diah, dan Nur Hariantih serta rekan-rekan angkatan 2013 tanpa terkecuali yang telah banyak mendukung dan memberikan semangat.
10. Untuk Uply yang selalu memberi semangat Terima kasih atas semangat dan dukungannya.
Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Penulis Dian Octi Astrinii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
I. PENDAHULUAN ... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Pengertian Zat Ekstraktif 4
B. Zat Ekstraktif Pada Tumbuhan Non Kayu 5
C. Pengaruh Zat Ekstrakti 5
D. Kegunaan Zat Ekstraktif 7
E. Cara Mengekstraksi Zat Ekstraktif 8
10
III. METODE PENELITIAN ... 13
A. Waktu dan Tempat Penelitian 13
B. Alat dan Bahan 13
C. Prosedur Pe nelitian 15
D. Perhitungan Persentase Zat Ekstraktif 20
E. Pengolahan Data Zat 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
A. Hasil Penelitian 21
B. Pembahasan 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 26
DAFTAR TABEL
No Tubuh Utama Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 13
2. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren Berdasarkan Letak Pada Batang
3. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Pelepah Aren yang
Dalam Air Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena, dan NaoH 1%... 22
Lampiran
4. Nilai Rata-rata Moisture Factor Pelepah Aren Berdasarkan Letak P
5. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren
Dengan Menggunakan Metode Air Dingin ... 39 6. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Kayu Tulip Afrika Dengan
Menggunakan Metode Air Panas ... 39 7. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Kayu Tulip Afrika Dengan
Menggunakan Metode 39
8. Nilai Rata-rata Kelarutan Zat Ekstraktif Kayu Tulip Afrika Dengan
Menggunakan Metode NaOH 1%... 40
DAFTAR GAMBAR
No Tubuh Utama Halaman 1. Pohon Aren (Arenga Pinnata Merr).. ... 13 2. Pengambilan Contoh Uji Pada Bagian Pelepah Ar 16 3. Proses Pembuatan Contoh Uji Dari Potongan Pelepah Aren Kemudian
diolah menjadi serbuk 17
4. Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pelepah Aren
Terlarut Dalam Air Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena dan NaOH 1%
Berdasarkan Letak Pada Batang 24
5. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pelepah Aren
M 28
Lampiran
6. Pemotongan Pelepah Aren 43
7. . 43
8. Proses Pembuatan Chips 44
9. Proses Pembuatan Serpiha 44
10. Pengayakan Menggunakan Mesh 50 45
11. Proses Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam Air Dingin,
Air Panas, Alkohol Benzena untuk 45
12. Proses Kelarutan dalam Air Dingin Selama 48 Jam 46 13. Penambahan Air Aquadest Panas Pada Sampel Uji Kelarutan Dalam Air
46 14. Proses Penyimpanan Sampel Uji Kelarutan dalam Air Panas Dan
NaOH 1% Dalam Water Bath 47
15. Sampel Uji Untuk K elarutan Dlam Alkohol Benzena yang Dibungkus,
47 16. Proses Destilisasi Sampel Dalam Kertas Saring Dengan Larutan
Alkohol .... 48
18. Proses Penyaringan Sampel Uji Kelarutan Dalam
Air Dingin, Air Panas, NaOH 1% dan Alkohol Benzena 49 19. Proses Pengovenan Untuk Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam
Air Dingin, Air Panas, NaOH 1% dan Alkohol Benzena ... 49 20. Pengkondisian Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam
Air Dingin, Air Panas, NaOH 1% dan Alkohol Benzena 50 21. Proses Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam
Air Dingin, Air Panas, NaOH 1% dan Alkhol Benzena
BAB I PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan potensi hutan paling besar di benua asia dan di dunia. Luas seluruh hutan di Indonesia adalah 133.300.543,98 ha. Ini mencakup kawasan suaka alam, hutan lindung dan hutan produksi di masing-masing provinsi di Indonesia (Anonim, 2010).
Sumber daya alam dapat diartikan sebagai unsur-unsur lingkungan baik fisik maupun hayati yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatan kesejahterannya. Salah satu sumber daya alam adalah hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat mempengaruhi siklus kehidupan makhluk hidup, sehingga keberadannya harus tetap dipertahankan. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui serta dapat memberikan beraneka ragam manfaat bagi kehidupan manusia. Untuk menjaga kelestarian hutan perlu diketahui mengenai karakteristik lahan serta mengetahui karasteristik tanaman yang ada didalamnya yaitu pohon yang akan dirubah menjadi sebuah potongan kayu yang mempunyai banyak manfaat diantaranya memperbaiki ekologi yang telah ada. Anonim (1977).
Pada umumnya hampir semua jenis tumbuhan baik kayu maupun non kayu mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Selama ini manfaat zat ekstraktif dalam kayu dapat digunakan sesuai dengan pegunaan kayu itu sendiri, misalnya zat ekstraktif dapat mempengaruhi proses perekatan kayu lapis, papan serat, papan partikel dan pembuatan pulp dan kertas baik tumbuhan berkayu atau non kayu. Oleh karena itu penelitian akan kimia tumbuhan non kayu juga menjadi penting dalam rangka perencanaan pemanfaatan tumbuhan non kayu dimasa depan.
Pohon aren (Arenga pinnata Merr) merupakan tumbuhan non kayu dimana pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr) ini adalah merupakan pohon yang menghasilkan bahan-bahan industri sudah sejak lama kita kenal. Hampir semua dari bagian fisik pohon ini dapat dimanfaatkan, misalnya: akar untuk obat tradisional dan peralatan, batang untuk peralatan rumah tangga, air nira untuk bahan pembuatan gula merah dan lain-lain.
Pelepah sebagai salah satu hasil hutan yang belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat. Padahal sebagian oleh masyarakat batang aren ini dapat digunakan sebagai bahan baku bangunan dan rumah tangga. Informasi khusus kimia batang aren belum banyak diketahui (Sunanto, 1993).
Tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh -sungguh oleh berbagai pihak. Padahal permintaan produk - produk yang dihasilkan tanaman ini, baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri terus meningkat. Batang aren sebagai salah satu bahan yang diperoleh dari tumbuhan aren dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan peralatan. Informasi mengenai sifat fisis dan kimia batang aren belum banyak diketahui (Sunanto, 1993).
Dalam penelitian berupaya untuk mengoptimalkan data-data tentang sifat kimia pelepah aren (Arenga pinnata Merr) dalam pemanfaatan yang tepat guna dimasa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar jumlah kelarutan zat ekstraktif yang terkandung pada pelepah aren (Arenga pinnata Merr) berdasarkan letak pada batang dengan menggunakan metode air dingin, air panas, alkohol benzena dan NaOH 1%.
Diharapkan dari hasil penelitian ini untuk memberikan informasi tentang kelarutan zat ekstraktif pada pelepah aren (Arenga pinnata Merr) kepada
masyarakat luas agar dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan hasil yang didapatkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Zat Ekstraktif
Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa, dan lignin,
komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif tersebut tidak semuanya bisa larut dalam pelarut kimia, hal ini disebabkan karena adanya stuktur lain dalam zat ekstraktif tersebut mineral atau getah yang mempunyai derajat kondensasi yang tinggi . Zat ekstraktif yang umumnya mempunyai gugus alkohol dan berikatan dangan lignin, kadang dapat diektrsaksi dengan pelarut netral .
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8 % dari berat kayu kering. Termasuk didalamnya minyak-minyakan, resin,lilin, lemak, tannin, gula pati dan zat warna. Zat ekstraktif ini merupakan bagian stuktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Dalam arti yang sempit, zat ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisis kayu (Fengel
dan Wegener,1995).
Sudrajat (1979) menyatakan bahwa pada bagian pangkal pohon zat
ekstraktif banyak diendapkan dan juga disebabkan banyaknya tilosis-tilosis. Kadar ekstraktif suatu pohon mengalami penurunan dari pangkal menuju ujung pohon (Panshin dan De Zeeuw, 1980).
Brown (1952), menerangkan zat ekstraktif terdiri dari bahan-bahan
organik non polimer yang dapat dipisahkan melalui pelarut yang netral seperti ater, benzena, alkohol, aseton, air dan uap air.
Menurut Sanderman dan Puth (1965). Ekstraktif dapat juga
mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan, dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat -sifat pengeringan.
Menurut Rusliana (1985), kandungan zat ekstraktif dari suatu jenis kayu dengan umur yang lebih tua memperlihatkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu yang berumur lebih muda.
B. Kelarutan Zat Ekstraktif Pada Tumbuhan Non Kayu Higuchi (1985) dalam Silaban (2013) Zat ekstraktif merupakan
komponen non-struktural pada kayu dan kulit tanaman terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel. Dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol atau eter maka dapat dilakukan ekstraksi. Jumlah dan jenis zat ekstraktif terdapat tanaman tergantung pada letaknya dan jenis tanaman tumbuhan non kayu yakni pohon aren (Arenga pinnata Merr).
C. Pengaruh Zat Ekstraktif
Anonim (1976), menyatakan bahwa ekstraktif memiliki pengaruh yang
besar dalam menurunkan higroskopis dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu.
Tsoumis (1976), mengatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh
bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif pada beberapa spesies bersifat racun dan bahkan dapat menyebabkan kayu tahan terhadap kerusakan oleh mikroba dan serangga dimana keawetan
kayu dipengaruhi oleh daya racun dan kadar zat ekstraktifnya (Achmadi, 1990). Ada dua bentuk pengaruh dari zat ekstraktif yaitu:
1. Pengaruh Positif
Menurut Simatupang (1988), keawetan kayu terhadap serangan seranggga dahulu disangka disebabkan oleh kekerasan kayu dan sekarang telah terbukti bahwa keawetan kayu demikian disebabkan zat ekstaktif kayu. Untuk beberapa jenis kayu telah dapat diketahui senyawa-senyawa yang mengakibatkan keawetan kayu tersebut Syafii (1996), menegaskan bahwa yang berperan terhadap sifat keawetan kayu bukan berat jenis melainkan zat ekstraktif.
Selanjutnya Dumanauw (1990), menerangkan bahwa zat ekstraktif pada kayu dapat mempengaruhi keawetan kayu, bau dan rasa suatu jenis kayu juga dapat digunakan untuk mengenal suatu jenis kayu dan dapat digunakan sebagai bahan industri.
Sedangkan Sjostorm (1995), bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu untuk mempertahankan fungsi biologis pohon yang bermacam-macam. Lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin dan senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga.
2. Pengaruh Negatif
Menurut Anonim (1976), keberadaan zat ekstraktif resin pada industri kertas dapat mengganggu penetrasi bahan kimia dalam serpih, menyebabkan bintik-bintik hitam pada kertas dan menyumbat lubang kasa kawat mesin kertas serta senyawa-senyawa fenol menyebabkan warna hitam pada tempat pemakuan. Asam-asam gallik dan ellagik menyebabkan warna
hitam kebiru-biruan pada pisau-pisau gergaji. Senyawa lemak dam minyak mengurangi permeabilitas dan higroskopis kayu sehingga mempersulit pengawetan walaupun sifat kembang susut mengecil. Tanin dan glukosa menyebabkan kesukaran dalam perekatan. Senyawa -senyawa fenol meyebabkan dermatitis pada para pekerja kayu.
Haygreen dan Bowyer (1996), menyebutkan bahwa zat ekstraktif
dapat mengganggu penetrasi larutan pemasak dan dapat menyebabkan timbulnya bintik-bintik hitam pada kertas.
Selanjutnya Haygreen dan Bowyer (1996), menjelaskan bahwa kandungan silika berpengaruh terhadap sifat pengolahan kayu utuh karena kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat menumpulkan alat-alat pertukangan.
D. Kegunaan Zat Ekstraktif
Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu
untuk mempertahankan fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merup akan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid-terponoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga. Ekstraktif tidak hanya penting untuk tak sonomi dan biokimia pohon-pohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia orgnaik dan mereka memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan kertas.
E. Cara Mengekstraksi Zat Ekstraktif
Menurut Browning (1967), larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstrakitf yang letaknya jauh di dalam batang. Hal ini disebabkan larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu,
sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang tedapat dalam jaringan kayu akan mudah dilarutkan. NaOH juga mampu melarutkan sebagian besar hemiselulosa khususnya rantai cabangnya baik dari pentosa, heksosa maupun asam organik.
Soenardi (1976), menerangkan bahwa air digolongkan dalam pelarut
netral, sebab kayu yang direndam ada air dingin pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak akan bereaksi, hanya zat warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul rendah akan terlarut. Waktu yang efektif untuk melarutkan adalah 48 jam. Besarnya kelarutan kayu dalam air dipengaruhi oleh proses difusi bahan pelarut dalam kayu, besarnya partikel dan persentase zat ekstraktif.
Komponen yang terlarut dalam air dingin adalah tanin, gum, karbohidrat dan pigmen sedangkan yang terlarut dalam air panas sama dengan yang terlarut dalam dingin ditambah dengan komponen pati dan komponen yang terlarut dalam alkohol benzena adalah lemak, resin dan minyak (Anonim, 1995).
Ekstraksi pelarut dapat dilakukan dengan pelarut yang berbeda seperti eter, aseton, benzena, etanol, atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin dan senyawa berwarna merupakan senyawa-senyawa yang paling penting yang dapat diekstraksi dengan pelarut. Komponen utama dari bagian kayu yang dapat larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik (Fengel dan Wegener 1995).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kapasitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut tersebut. Prinsip kelarutan adalah "like dissolve like", yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan
senyawa non-polar dan pelarut organik akan melarutkan senyawa organik
(Khopkar 1990 dalam Yunita 2004).
Alkohol merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa seperti tanin, lemak, lilin, zat pektik dan senyawa lainnya. Alkohol merupakan pelarut umum yang digunakan untuk ekstraksi (Batubara, 2006).
F. Risalah Bahan Baku Pelepah Aren 1. Gambaran Umum
Menurut (Widyawanti, 2012), pohon aren termasuk dalam family Arecaceae (Palmae) dan termasuk tumbuhan berbuji tertutup (Angiospermae) karena biji buangnya terbungkus oleh daging buah.
Akar pohon aren berbentuk serabut, menyebar dan cukup dlam dapat mencapai >5 m sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi, terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 29 % (Sunanto, 1993).
Aren merupakan model corner (pohon monokotil dengan pembuangan lateral, karena posisi apikalnya tumbuh terus dengan batang yang tidak bercabang). Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kokoh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut bewarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, ijuk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelah daun yang menyelubungi batang. Daunnya majemuk menyirip ganjul, seperti daun kelapa, panjaang hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelimbang, hingga 7x145 cm, bewarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya.
Daun tanaman aren pada tanaman bibit (sampai umur 3 tahun), bentuk daunnya belum menyirip (berbentuk kipas). Sedangkan daun tanaman aren yang sudah dewasa dan tua bersisip ganjil.
2. Pelepah Aren
Pelepah aren padat, berambut, dan bewarna hitam (MC Currach,
1970 dan Keng, 1969). Secara morfologi tanaman atau pohon aren ham pir
mirip dengan pohon kelapa (Cocos nucifera), perbedaanya adalah tanaman kelapa batang bawahnya bersih (pel epah daun dan tapasnya mudah diambil), sedangkan pelepah aren berbalut ijuk yang warnanya hitam dan sangat kuat. Perakaran pohon aren menyebar dan cukup dalam, sehingga ini dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah erosi terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20 % (Djajasupena, 1994 dan
Sunanto, 1993).
Pelepah aren tidak mempunyai lapisan cambium, sehingga tidak dapat tumbuh semakin besar lagi (Sunanto, 1993). Selanjutnya Soeseno
(2000) menambahkan bahwa pohon aren (Arenga pinnata Merr) memang bisa
tinggi besar. Garis tengah batangnya mencapai 65 cm, sedang tingginya 15 m. Jika ditambahkan dengan tajuk daun yang sudah tua dan turun produknya nira, biasanya ditebang untuk diremajakan dengan tanaman muda yang lebih produktif.
3. Manfaat Aren
Menurut (Sunanto,1993 ) manfaat pohon aren adalah sebagai berikut:
1. Buahnya (disebut belubuk atau kolang-kaling) dapat di buat manisan yang lezat, air nira (untuk bahan pembuatan gula meran), pati atau tepung
dalam batang dapat diolah menjadi sagu (untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan atau minuman.
2. Ijuk di buat sapu keset kaki, atap dan kuas cat, dapat digunakan juga sebagai atap rumah.
3. Tulang daunnya dibuat sapu lidi dan senik (tempat meletakkan kuali atau periuk).
4. Hampir semua bagian fisik pohon ini dapat dimanfaatkan ,misalnya :akar (untuk obat tradisional dan peralatan), batang (untuk berbagai macam peralatan dan bangunan), daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas rokokyang disebut dengan kawung).
5. Air nira untuk pembuatan gula merah atau cuka, pati, tepung dalam batang untuk bahanpembuatan berbagai macam makanan dan minuman.
4. Klasifikasi
Diviso : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyedonae Bangsa : Spadictilorae Suku : Palmae (Areceae)
Marga : Arenga
Jenis (Nama Botani): Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Nama umum atau nama dagang: Aren
5. Fungsi Lanskap
Tanaman pohon aren bisa dijumpai mulai dari pantai barat India,sampai kesebelah selatan Cina dan kepulauan Guam (Lutony, 1993). Di Indonesia, tanaman aren banyak terdapat dan tersebar di seluruh wilayah
nusantara, khusunya di daerah daerah perbukitan yang lembab. Gambar tanaman aren berikut dapat dilihat pada gambar berikut:
BAB III
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sekitar 3 bulan, mulai dari tanggal 12 Desember 2015 - 23 Febuari 2016. Dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
No Kegiatan Bulan ke
I II III
1 Pengambilan Bahan Baku Pelepah Aren 2 Persiapan Sampel
Ekstraks
3 Pengolahan data 4 Penulisan Laporan
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sifat Kayu dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
B. Alat dan Bahan 3. Alat
Alat yang digunakan selama penelitian ini antara lain: a. Gergaji dan parang
b. Meteran c. Blender
d. Ayakan ukuran 50 mesh e. Batang Pengaduk f. Benang
g. Pipe h. Aluminium voil i. Timbangan elektrik j. Gelas ukur k. Gelas piala l. Kertas saring m. Cawan saring n. Water bath o. Desikator p. Labu Erlenmeyer q. Oven r. Hot plate s. Corong t. Kantong plastic u. Alat tulis menulis v. Kamera digital
4. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Serbuk pelepah aren
b. Air dingin atau air aquades c. Air aquades panas
d. Alkohol benzene e. NaOH 1 %
C. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Contoh Uji
Bahan baku penelitian berupa Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr) yang diambil pada pohon aren yang berdasarkan letak pada batang yaitu mulai dari bagian pangkal, tengah dan ujung di setiap bagian.
Pohon aren untuk penelitian diambil dilingkungan kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pohon aren yang berumur kira-kira 10 tahun dengan diameter batang 40 cm dan ketinggian 10 m. Setelah pelepah aren di potong tiga bagian selanjutnya masing-masing bagian di buat chip. Kemudian dibuat splinter dan selanjutnya di buat serbuk dan diayak mengg unakan mesh 50. Untuk lebih jelasnya mengenai pembuatan sampel ini, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Pengambilan Contoh Uji Pada Bagian Pelepah Aren Arenga pinnata Merr)
2. Pembuatan Serbuk
Bagian pangkal, tengah dan ujung yang telah berbentuk chip dipisahkan sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing, kemudian dilakukan proses penggilingan serpihan dengan menggunakan mesin mixer (blender) hingga menghasilkan serbuk yang halus. Penggilingan tidak
Pangkal Tengah Ujung Tengah Ujung Pangkal Tengah
sekaligus karena kapasitas mesin mixer (blender) yang terbatas. Serbuk tersebut dipisah dan ditimbang sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing. Dengan menggunakan mesh 50 mesh dilakukan untuk mendapatkan serbuk yang halus.
Gambar 3. Proses Pembuatan Contoh Uji dari Potongan Pelepah Aren
Kemudian di Olah Menjadi Serbuk
3. Pengeringan
Sebelum dilakukan analisis kimia, serbuk dikering udarakan terlebih dahulu selama satu minggu, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik sesuai dengan bagiannya masing-masing. Sampel yang akan diekstraksi tidak boleh dikering tanurkan karena dapat merusak zat ekstraktif yang akan dianalisa.
Bagian potongan
pangkal, tengah, ujung.
Bentuk splinter.
Serbuk mesh 50.
4. Analisa Moisture Factor TAPPI T 264 sebagai berikut:
1. Cawan yang sudah kering ditimbang, kemudian diisi dengan serbuk sebanyak 2 gram dan masukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 0 C.
2. Setelah 24 jam, cawan beserta serbuknya dimasukkkan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanurnya.
3. Untuk menghitung Moisture Factor digunakan rumus menurut Anonim
(1961) sebagai berikut:
Keterangan: MF = Moisture Factor
Bo = Berat Serbuk Kering Tanur (gr) Bb = Berat Serbuk Mula-mula (gr)
5. Analisa Zat Ekstraktif
Analisa zat ekstraktif dengan metode air dingin, digunakan standar TAPPI T 207 om-88 dengan prosedur sebagai berikut:
1. Serbuk ditimbang ± 2 gram sebanyak 3 kali untuk tiap bagian.
2. Serbuk dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml dan tambahkan air suling dingin atau aquades sebanyak 300 ml, kemudian ditutup dengan alumunium voil.
3. Gelas piala tadi dibiarkan selama 48 jam dengan suhu kamar dan diaduk terus dengan alat pengaduk.
4. Isi gelas piala dipindahkan ke dalam cawan saring yang telah dilapis kertas saring.
5. Cuci gelas piala yang telah digunakan dengan air aquades sebanyak 200 ml.
6. Melakukan pengulangan dengan metode yang sama.
7. Masukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 o C lalu dinginkan dalam desikator sel ama 15 menit kemudian ditimbang.
D. Analisa zat ekstraktif dengan metode air panas (TAPPI T 207 om-88):
1. Serbuk ditimbang ± 2 gram sebanyak 3 kali tiap bagian.
2. Serbuk dimasukkan ke dalam gelas piala 300 ml dan tambahkan 100 ml air suling panas, selanjutnya tutup dengan alumunium voil.
3. Selanjutnya gelas piala tersebut dimasukkan ke dalam water bath selama 3 jam sampai airnya mendidih.
4. Gelas piala tadi dikeluarkan dan diaduk perlahan-lahan.
5. Kemudian disaring dan dicuci dengan air aquades panas sampai beberapa kali hingga filtratnya jernih.
6. Melakukan pengulangan dengan metode yang sama.
7. Kertas saring dan serbuk dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 o C lalu dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
E. Analisa zat ekstraktif dengan kelarutan dalam NaOH 1 %, sesuai standar TAPPI T 212 om-88:
1. Serbuk ditimbang ± 2 gram sebanyak 3 kali untuk tiap bagian lalu dimasukkan ke dalam gelas piala.
2. Ditambahkan NaOH 1 % sebanyak 100 ml lalu diaduk hingga homogen. 3. Dimasukkan ke dalam water bath yang airnya telah mendidih dan biarkan
4. Isi gelas piala disaring ke dalam gelas filter yang bersih, kemudian bilas dengan air aquades panas sebanyak 100 ml dan asam asetat 10% sebanyak 25 ml, selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml asam asetat 10% dan terakhir bilas lagi dengan air aquades panas sampai bebas asam (diperiksa dengan menggunakan kertas lakmus).
5. Melakukan pengulangan dengan metode yang sama.
6. Kertas saring dan serbuk ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 o C selama 24 jam lalu dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
F. Analisa zat ekstraktif dengan kelarutan dalam alkohol benzena digunakan standar TAPPI T 204 om-88:
1. Serbuk ditimbang ± 2 gram sebanyak 3 kali untuk tiap bagian.
2. Serbuk dimasukkan ke dalam kertas saring yang sudah ditimbang beratnya kemudian dilipat dan ikat menggunakan benang.
3. Siapkan larutan alkohol benzena dengan perbandingan 1:2. 4. Melakukan destilasi selama 6 jam.
5. Setelah itu uapkan larutan alkohol benzena hingga alkohol dan ekstraktif terpisah.
6. Masukkan kertas saring dan serbuk yang telah didestilasi ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 o C selama 24 jam.
7. Melakukan pengulangan dengan metode yang sama.
8. Melakukan pendinginan sampel dalam desikator selama 15 menit kemudian melakukan penimbangan sampel untuk mengetahui berat kering tanurnya.
G. Perhitungan Data Zat Ekstraktif
Untuk mengetahui persentase kandungan zat ekstraktif maka digunakan rumus dari standar TAPPI T 212 om-88 sebagai berikut:
-Keterangan: A = Berat serbuk mula-mula x MF (gr). B = B erat serbuk setelah ekstraksi (gr).
H. Pengolahan Data
Untuk mengetahui nilai rata-rata kandungan zat ekstraktif pada pelepah aren dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Sudjana (1975), sebagai berikut:
Keterangan: = Hasil rata-rata (%).
= Jumlah zat ekstraktif yang larut (%). n = Banyaknya contoh uji.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Hasil penelitian tentang rata-rata kelarutan zat ekstraktif dari pelepah aren (Arenga pinnata Merr) berdasarkan letak pelepah pada batang yaitu pangkal, tengah dan ujung menggunakan empat metode metode air dingin, air panas, alkohol benzena, dan NaOH 1% dapat dilihat pada lampiran dan tabel berikut ini:
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr) Berdasarkan Letak Pelepah Aren.
No Letak Contoh Uji Pada batang
Pada Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Air Dingin Air Panas Alkohol Benzena NaOH 1 % 1 Pangkal 4.40 8.57 10.10 15.08 2 Tengah 3.63 5.57 7.22 11.87 3 Ujung 2.62 5.49 6.26 12.30 Total 10.66 19.64 23.60 39.27 Rata-rata (%) 3.55 6.54 7.86 13.09 B. Pembahasan
Dari hasil tabel 2, kelarutan zat ekstraktif pada pelepah batang aren (Arenga pinnata Merr) pada bagian pangkal, tengah, ujung dari empat metode yang dilakukan semuanya menunjukkan angka yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada histogram berikut ini:
Gambar 4. Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pada Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr) Yang Terlarut Dalam Air Dingin, Air Panas, Alkohol benzena dan NaoH 1% Berdasarkan Letak Pada Batang.
Dari gambar histogram diatas, terlihat adanya penurunan kelarutan zat ektraktif pangkal sampai ujung batang dari metode air dingin, air panas, alben dan juga ekstraktif kelarutan NaOH 1% nilainya tidak jauh berbeda.
Dapat diperoleh hasil perhitungan kelarutan zat ekstaktif dalam air dingin yaitu, pada bagian pangkal sebesar 4.40%, tengah 3.63%, dan ujung sebesar 2.62%. Kelarutan air dingin dipengaruhi oleh faktor letak ketinggian pada pelepah aren, semakin ke arah ujung maka kelarutan zat ekstraktif semakin kecil. Hal ini diduga menunjukkan letak ketinggian pada pelepah aren memberi nyata terhadap kandungan zat ekstraktif yang terlarut dalam air dingin. Uji lanjut
Arif Nuryawan, (2011) menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif yang terlarut
dalam air dingin pada bagian ujung berbeda nyata dengan zat ekstraktif pada bagian pangkal.
Kelarutan zat ekstraktif yang larut dalam air panas yaitu, pada bagian 4.40 8,57 10.10 15,08 3,63 5,57 7,22 11,87 2,62 5,49 6,26 12.30 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Air Dingin Air Panas Alkohol Benzena NaOH 1%
Keterangan: P= Pangkal T =Tengah U = Ujung
pangkal sebesar 8.57%, tengah 5.57%, dan ujung sebesar 5.49%. Hal ini diduga besarnya nilai kelarutan zat ekstraktif batang aren adalah disebabkan oleh tingginya kandungan pati dan karbohidrat yang terdapat dalam batang aren. Sesuai dengan pendapat Haryanto dan Philipus, (1992) dikatakan bahwa kandungan zat ekstraktif yang paling tinggi hal ini diduga pada pelepah aren adalah pati, gula, dan karbohidrat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya nilai kelarutan batang aren diduga karena komponen utama (karbohidat yakni pati) yang terdapat dalam batang aren mudah larut dalam air terlarut dalam jumlah besar dalam perendaman air.
Kelarutan zat ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena yaitu, pa da bagian pangkal sebesar 10.10%, tengah sebesar 7.22%, ujung sebesar 6.23%. Menurut Anonim (1985) secara longitudinal, distribusi kandungan zat ekstraktif larut dalam alkohol benzena cenderung tidak beraturan. Bahan non-tanin yang terdapat dalam pelepah aren yang utama adalah lemak dan lilin karena menurut
Sjöstrom (1998) lilin dan lemak merupakan konstituen utama yang terdapat
dalam sel-sel parenkim. Pada pelepah aren parenkim merupakan jaringan dasar yang lebih banyak terdapat pada bagian atas dan bagian dalam batang.
Sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam larutan NaOH 1% yaitu pada bagian pangkal sebesar 15,08%, tengah sebesar 11.87%, ujung sebesar 12,30%. Perbedaan antara bagian tengah dan bagian ujung tidak jauh berbeda. Menurut Siregar (2009) hal ini diduga karena NaOH 1% merupakan basa kuat yang mampu melepaskan ikatan antara ikatan pembuluh dan parenkimnya sehingga ikatan pembuluh tersebut dapat lepas dari parenkimnya tanpa putus.
Dengan kata lain pada bagian pangkal, tengah, ujung pada metode air air dingin, air panas, alkohol benzena pada batang kandungan zat ekstraktif lebih
tinggi dari bagian tengah dan menurun sampai ke ujung batang atau dapat pula dikatakan bahwa pangkal batang dan semakin ke ujung semakin berkurang. Hasil dari penelitian ini diperkuat oleh beberapa peneliti diantaranya Panshin
dan De Zeeuw (1980), dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa kadar
ekstraktif selalu mengalami penurunan dari pangkal menuju ujung pohon. Selanjutnya diperjelas Rusliana (1985), juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari suatu jenis kayu dengan umur yang lebih tua memperlihatkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu yang berumur kebih muda. Demikian pula Simatupang (1988), bahwa kayu dari cabang menunjukkan kadar bahan zat ekstraktif yang umumnya lebih rendah dari pada bagian ini kadar zat ekstraktifnya lebih tinggi.
Terjadinya penurunan ekstraktif kayu dari pangkal sampai ke ujung batang ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan sel pada bagian pangkal batang terbentuk lebih awal daripada bagian tengah dan ujung. Demikian pula dengan tumbuhan non kayu jenis palmae dari pangkal letak pelepah sampai ke ujung pelepah ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan sel pada bagian pangkal batang terbrntuk lebih awal daripada bagian ujung batang. Pendapat ini didukung oleh Sudrajat (1979), bahwa pada bagian pangkal pohon zat ekstraktif banyak diendapkan dan juga disebabkan banyak terdapat tilosis-tilosis. Demikian pula menurut pendapat dan penjelasan Prayitno (1991), yang menyatakan bahwa kayu pada bagian pangkal mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak. Selanjutnya mengenai kelarutan zat ekstraktif dari keempat metode yang digunakan yaitu kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin,air panas, alkohol benzene dan NaOH 1% dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Pelepah Aren
(Arenga pinnata Merr) Pada Berbagai Metode Ekstraksi Tata Letak.
Berdasarkan gambar histogram diatas, dapat diketahui bahwa nilai rataan kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin sebesar 3.55%, dalam air panas sebesar 6.54% alkohol benzena sebesar 7.86% dan NaOH 1% sebesar 13.09%.
Apabila ditinjau dari segi pelarut yang digunakan, nilai rataan kelarutan zat ekstrakif pada pelepah aren (Arenga pinnata Merr) yang menggunakan metode NaOH 1% ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzena. Hal ini diduga oleh larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh di dalam batang. Demikian pula menurut pendapat Browning (1967), yang menyatakan bahwa larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu, sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang terdapat dalam jaringan akan mudah dilarutkan.
3,55 6,54 7,86 13,09 0 2 4 6 8 10 12 14
Dari hasil kelarutan rata-rata zat ekstraktif yang diperoleh dari keempat metode tersebut, dapat dilihat bahwa kelarutan zat ekstraktif untuk metode NaoH 1% lebih besar dari pada metode air dingin, air panas, dan alkohol benzene. Hal ini disebabkan NaoH 1% mudah masuk ke dalam jaringan-jaringan batang pelepah aren yang menyebabkan terjadinya peristiwa pengembangan sel, sehingga zat ekstraktif yang terdapat didalamnya di larutkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sjostrom (1995), bahwa NaOH 1% dapat melarutkan lebih banyak zat ekstraktif dibandingkan air di ngin, air panas, alkohol benzena sehingga nilai kelarutannya tinggi.
Kemudian kelarutan zat ekstraktif pelepah pada batang aren yang menggunakan metode alkohol benzena menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan kelarutan dalam air panas dan air dingin tetapi lebih rendah kelarutannya bila dibandingkan dengan kelarutan dalam NaOH 1%. Hal ini diduga kemungkinan metode ini tidak dapat melarutkan zat-zat ekstraktif tertentu yang terdapat di dalam jaringan seperti yang dilarutkan oleh pelarut NaOH 1%. Pendapat ini didukung oleh Anonim (1995), bahwa komponen yang terlarut dalam alkohol benzena adalah lemak, resin dan minyak. Demikian pula
Batubara (2006), yang menyatakan bahwa alkohol merupakan pelarut yang
dapat melarutkan senyawa seperti tanin, lemak, lilin, zat pektik dan senyawa lainnya.
Demikian pula dengan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas lebih tinggi dibandingkan kelarutan dalam air dingin tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan kelarutan dalam alkohol benzena dan NaOH 1%. Hal ini kemungkinan juga disebabkan oleh zat-zat yang terlarut oleh pelarut air panas tidak sebanyak dengan zat-zat yang terlarut oleh pelarut alkohol benzena dan
NaOH 1%. Hal ini diduga besarnya nilai kelarutan zat ekstraktif pelepah aren disebabkan tingginya kandungan pati dan karbohidrat yang terdapat dalam pelepah aren. Sesuai dengan pendapat Haryanto dan Philipus, (1992) dikatakan bahwa kandungan zat esktraktif yang paling tinggi pada batang aren adalah pati, gula, dan karbohidrat lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa tingginya nilai kelaruan pelepah aren diduga karena komponen utama yaitu karbohidrat (pati) yang terdapat dalam batang aren mudah larut dalam air terlarut dalam jumlah besar dalam perendaman air. Sedangkan met ode kelarutan dengan menggunakan pelarut air dingin lebih rendah persentase kelarutannya dibandingkan dengan kelarutan dalam air panas, alkohol benzena dan NaOH 1%. Hal ini disebabkan karena bahan ekstraktif yang terlarut dalam air dingin hanya sedikit dibanding dengan pelarut lainnya. Menurut Anonim (1995), bahwa komponen ekstraktif yang larut dalam air dingin adalah tanin, gum, karbohidrat dan pigmen. Sedangkan menurut pendapat Soenardi (1976), menerangkan bahwa air digolongkan dalam pelarut netral, serbuk yang direndam dalam air dingin pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak bereaksi, hanya zat warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul rendah yang akan terlarut. Diperjelas oleh
Fengel dan Wegener (1995), bahwa komponen utama dari bagian kayu yang
dapat larut dalam air terdiri dari atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik.
Mengingat kandungan zat ekstraktifnya yang cukup tinggi, maka apabila dijadikan sebagai bahan baku pulp dan kertas dapat mengganggu penetrasi bahan kimia dalam serpih, menyebabkan bintik-bintik hitam pada kertas dan dapat menyumbat lubang kasa pada kawat mesin kertas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata kelarutan zat ekstraktif pelepah aren (Arenga pinnata Merr) berkisar antara 3 13%.
2. Secara umum kandungan zat ekstraktif pada pelepah aren (Arenga pinnata Merr) semakin keujung semakin berkurang.
3. Kelarutan zat ekstrakif pada pelepah aren (Arenga pinnata Merr) tertinggi menggunakan metode NaOH 1 % kemudian berturut-turut diikuti metode alkohol benzena, metode air panas, dan metode air dingin.
B. Saran
1. Mengingat zat ekstraktif pelepah aren ini tinggi maka tidak direkomendasikan untuk bahan baku pulp dan kertas karena zat ekstraktif tinggi dapat menyebabkan bintik -bintik hitam pada kertas.
2. Karena zat ekstraktif tinggi maka sebaiknya digunakan untuk pembuatan bahan baku papan serat ataupun papan partikel.
3. Untuk menunjang data kelengkapan informasi tentang pelepah aren ini maka perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai sifat-sifat pelepah aren (Arenga pinnata Merr) lainnya seperti kandungan selulosa, hemiselulosa.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB.
Bogor.
Anonim.1997. Jenis-jenis Kayu Indonesia. Balai Pustaka 1980.
Anonim. 2010.Stuktur Masyarakat Indonesia. http//blog.binadarma.ac.id.
Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian
Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.
Arif Nuryawan. 2011 Sifat Fisik dan Kimia Ikata Pembuluh Pada Batang
Sawit.Universitas Sumatera Utara.
Batubara R. 2006. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam
(Cinnamomum prorrectum) Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Brown HP, Panshin AJ and Forsaith CC. 1952. Text Book Of Wood Technology. Vol. 2. Mc.Graw Hill. New York.
Djajasupena.1994.Menyiasati Lahan dan Iklim dalam Pengusahaan
Pertumbuhan Jenis-Jenis Tanaman Terpilih. Yayasan Prosea.Bogor.
Dumanauw JF. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Fengel D and Wegener G. 1995. Kayu. Kimia dan UltraStruktur, Reaksi-reaksi.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Haryanto P. dan Philipus P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta
Haygreen JG and Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu
Pengantar. Terjemahan: Hendrikusumo SA. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Higuchi.1985. Zat Ekstraktif Kayu. https://raymoon760.wordpress.com/2013/06/
19/zat-ekstraktif-kayu/ diakses pada tanggal 1 Mei 2016.
Keng, H. 1969. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore
University of Malaya Press.Kuala Lumpur.
Lutony, T.L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. P.T Penebar Swadaya, Jakarta. Mc Currach J.C. 1970. Palms of The World. Horticulutural Books, Inc Florida. Prayitno TA. 1991. Bentuk Batang dan Sifat Fisika Kayu Kelapa Sawit. Laporan
Rusliana LI. 1985. Kimia Kayu Yayasan Pembinaan Direktorat Jenderal
Pengusahaan Hutan.
Silaban.R. 2013.
https://raymoon760.wordpress.com/2013/06/19/zat-ekstraktif-kayu/ diakses pada tanggal 5 Juni 3016.
Simatupang MH. 1988. Bahan Ekstraktif Kayu, Kimianya dan Pengaruhnya
Pada Sifat-Sifat Kayu. Universitas Hamburg. Hamburg.
Siregar F.A. 2009. Metode Baru Dalam Pemisahan Ikatan pembuluh Pada
Limbah Batang Kelapa Sawit [skripsi]. Medan; Universitas Sumatera Utara.
Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soenardi. 1976. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yayasan Pembinaan Fakultas
Kehutanan. University Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudjana. 1975. Metode Statistika Tarsito. Bandung.
Sudrajat. 1979. Analisa Kimia Beberapa Kayu Indonesia. Bagian 111. Laporan
No. 39. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor.
Sunanto, H. 1993. Aren Budidaya dan Multiguna. Kanisius. Yogyakarta.
Syafii W. 1996. Zat Ekstraktif dan Pengaruhnya Terhadap Keawetan Alami
Kayu. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Swinarti. 1993. Zat Ekstraktif Kayu. https://raymoon760.wordpress.com/2013/06/ 19/zat-ekstraktif-kayu/diakses 1 Mei 2016.
Tsoumis G. 1976. Kayu Sebagai Bahan Baku. Proyek Penterjemahan Literatur
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Yunita FC. 2004. Ekstraksi Daging Biji Picung (Pangium edule) dan Uji Toksitas
Terhadap Artemia salina Leach. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Tabel 4. Nilai Rataan Moisture Factor Pelepah Aren (Arenga pnnata Merr)
Berdasarkan Letak Pada Batang.
Bagian Batang U Bb (gr) Bo (gr) MF Rata-rata Pangkal 1 2,1355 1,8242 0,8542 0,8549 2 2,1202 1,8170 0,8569 3 2,1319 1,8204 0,8538 Tengah 1 2,1347 1,8313 0,8578 0,8526 2 2,1389 1,8363 0,8548 3 2,18812 1,8001 0,8459 Ujung 1 2,1881 1,8043 0,8245 0,8487 2 2,1635 1,8627 0,8609 3 2,1310 1,8373 0,8607 Keterangan U : Ulangan
Bb : Berat serbuk mula-mula (gr) Bo : Berat serbuk kering tanur (gr) MF : Moisture Factor (faktor kelembaban)
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren (Arenga pinnata
Merr) Dengan Menggunakan Metode Air Dingin.
Bagian Batang U Bb (gr) A (gr) B Ektraktif (%) Rata-rata Pangkal 1 2,3395 2,0000 1,9129 8,4950 4,4016 2 2,3395 2,0000 1,9143 8,3850 3 2,3395 2,0000 1,9187 8,8555 Tengah 1 2,3458 2,0000 1,9343 5,5450 3,6316 2 2,3458 2,0000 1,9203 5,5350 3 2,3458 2,0000 1,9273 5,6480 Ujung 1 2,3565 2,0000 1,9427 5,7850 2,6283 2 2,3565 2,0000 1,9547 5,5500 3 2,3565 2,0000 1,9437 5,1450
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren (Arenga pinnata
Merr) Dengan Menggunakan Metode Air Panas.
Bagian Batang U Bb (gr) A (gr) B Ektraktif (%) Rata-rata Pangkal 1 2,3395 2,0000 1,8301 8,4950 8,5798 2 2,3395 2,0000 1,8323 8,3850 3 2,3395 2,0000 1,8229 8,8555
Tengah 1 2,3458 2,0000 1,8891 5,5450 5,5760 2 2,3458 2,0000 1,8839 5,5350 3 2,3458 2,0000 1,8874 5,6480 Ujung 1 2,3565 2,0000 1,8893 5,7850 5,4933 2 2,3565 2,0000 1,8890 5,5500 3 2,3565 2,0000 1,8971 5,1450
Tabel 7. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren (Arenga pinnata
Merr) Dengan Menggunakan Metode Alkohol Benzena.
Bagian Batang U Bb (gr) A (gr) B Ektraktif (%) Rata-rata Pangkal 1 2,3395 2,0000 1,7962 10,1550 10,1083 2 2,3395 2,0000 1,7981 10,0950 3 2,3395 2,0000 1,7985 10,0750 Tengah 1 2,3458 2,0000 1,8509 7,4550 7,2283 2 2,3458 2,0000 1,8587 7,0650 3 2,3458 2,0000 1,8567 7,1650 Ujung 1 2,3565 2,0000 1,8755 6,2250 6,2683 2 2,3565 2,0000 1,8745 6,2750 3 2,3565 2,0000 1,8739 6,3050
Tabel 8. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif Pelepah Aren (Arenga pinnata
Merr) Dengan menggunakan Metode NaOH 1%.
Bagian Batang U Bb (gr) A (gr) B Ektraktif (%) Rata-rata Pangkal 1 2,3395 2,0000 1,6983 15,0850 15,3695 2 2,3395 2,0000 1,6813 15,4350 3 2,3395 2,0000 1,6829 15,5885 Tengah 1 2,3458 2,0000 1,7615 11,9250 11,8783 2 2,3458 2,0000 1,7641 11,7950 3 2,3458 2,0000 1,7629 11,9050 Ujung 1 2,3565 2,0000 1,7529 12,3350 12,1848 2 2,3565 2,0000 1,7547 12,2250 3 2,3565 2,0000 1,7538 12,3100
Gambar 6. Pemotongan Pelepah Aren
(Arenga pinataa Merr)
GambarBagian Pangkal, Tengah dan Ujung.
Gambar 7. Sampel Pelepah Aren (Arenga pinnata Merr)
Letak Pada Batang dari Bagian Pangkal, Tengah dan Ujung
Gambar 8. Proses Pembuatan Chips
Gambar 10. Pengayakan Menggunakan Mesh 50
Gambar 11. Proses Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan
Dalam Air Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena dan NaOH 1% untuk Mengetahui Berat Awal
Gambar 12. Proses Kelarutan dalam Air Dingin Selama 48 Jam
Gambar 13. Penambahan Air Aquadest Panas Pada Sampel Uji
Gambar 14. Proses Penyimpanan Sampel Uji Kelarutan Dalam Air
Panas dan NaOH 1% Dalam Water Bath
Gambar 15. Sampel Uji Untuk Kelarutan Dalam Alkohol Benzena
yang Dibungkus Dalam Kertas Saring yang Sudah Ditimbang Terlebih Dahulu
Gambar 16. Proses Destilasi Sampel Dalam Kertas Saring
Dengan Larutan Alkohol Benzena
Gambar 17. Penimbangan Sampel Pada Larutan Alkohol
Gambar 18. Proses Penyaringan Sampel Uji Kelarutan Dalam Air Dingin,
Air Panas, NaOH 1% dan Alkohol Benzena
Gambar 19. Proses Pengovenan Untuk Sampel Uji MF, Kelarutan
Dalam Air Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena dan NaOH 1%
Gambar 20. Pengkondisian Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam Air Dingin,
Air Panas, Alkohol Benzena dan NaOH 1%
Gambar 21. Proses Penimbangan Sampel Uji MF, Kelarutan Dalam Air
Dingin, Air Panas, Alkohol Benzena dan NaOH 1% Untuk Mengetahui Berat Kering Tanur