Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.
V. PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa : 1. Pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam pemberian remisi bagi narapidana
korupsi harus memenuhi syarat-syarat yang ada di Pasal 34 karena dalam kenyataan syarat-syarat perubahan peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tetap terdapat koordinasi dan kerjasama antara penegak hukum yang dilakukan dalam rapat atau sidang pusat TPP Ditjen pemasyarakatan. Ada beberapa tindak pidana luar biasa maka diberikan suatu pengetatan khusunya korupsi, bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, membayar denda, uang pengganti,berkelakuan baik tetapi jaksa tetap mengawasi dalam hal pemberian remisi apabila terdakwa telah memenuhi syarat-syarat yang telah di atur dalam PP No 99 Tahun 2012. Apabila warga binaan narapidana korupsi mengikuti program pembinaan dengan baik telah memenuhi syarat subtantif dan administratif sesuai peraturan yang berlaku dapat di berikan remisi.
2. Faktor penghambat dalam pemberan remsisi bagi narapidana korupsi adalah faktor perundang-undangan, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor kebudayaan faktor-faktor itulah yang
57 menjadi penghambat dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi. Faktor dalam perundang-undalah adalah apabila terdakwa tidak bisa membayar denda, uang penghambat dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi. Faktor dalam perundang-undalah adalah apabila terdakwa tidak bisa membayar denda, uang pengganti sudah otomatis terdakwa tidak bisa mendapatkan remisi, dari faktor penegak hukumnya perbedaan pendapat di kalangan penegak hukum umumnya penegak hukum lembaga pemasyarakatan yang menghendaki agar pelaku tindak pidana korupsi di hulum seberat-beratnya, dari faktor sarana dan fasilitas ialah apabila narapidana yang lain tidak bisa mendapatkan remisi bisa menimbulkan kecemburuan sosial di antara yang lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya kericuhan dan dengan semakin banyaknya narapidana yang ada di lapas, dan kurangnya sarana dan fasilitas yang tidak mendukung mengawatirkan bisa terjadi keributan dengan narapidana lainnya yang ada di lembaga pemasyarakatan. faktor masyarakat ialah yang ingin agar tindak pelaku kejahatan korupsi di hukum seberat- beratnya, dan faktor kebudayaan ialah kurangnya budaya narapidana dalam menjaga perilaku narapidana yang ada di lapas yang sering terjadi keributan atau kericuhan terhadap narapidana lain. Dengan di keluarkan surat Edaran Menteri No. pas.01-02-42 Tahun 2012 yang mengetatkan pemeberian remisi bagi narapidana korupsi dan pemberian remisi kejahatan korupsi telah diatur dalam PP No 99 Tahun 2012 tentang perubahan syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Hal ini menjadi polemik dalam pelaksanaan nya adanya perbedaan pendapat antara penegak hukum.
58
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan diatas, maka saran-saran yang dapat penulis berikan untuk pelaksanaan PP Nomor 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi adalah sebagai berikut:
1. Pemberian remisi merupakan hak bagi semua narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan sebab remisi itu pantas diberikan kepada siapa saja baik narapidana tindak pidana umum dan narapidana tindak pidana khusus dan apapun kejahatannya karena semua sama di mata hukum. Semua narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan mempunyai hak yang sama hanya saja pemberian remisi dalam hal ini pemerintah harus selektif untuk pemberiannyadan telah diatur di Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang sistem pemasyarakatan.
2. Seharusnya kalaupun ada pengetatakan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana khusus (extraordinary) seperti korupsi, terorisme, narkotika, pelanggaran ham berat, harus selektif lagi pelaksanaanya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 harus di rubah atau di revisi kembali dengan peraturan yang ada agar tidak terjadi kesenjangan atau polemik di dalam pelaksannannya.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Andrisman, Tri. 2010. Tindak pidana khusus di luar KUHP,Universitas lampung,Bandar lampung.
Amirudin,2004.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Abdulkadir Muhammad,2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti,
Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah, 2008.Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. Chazawi, Adami,2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T
Alumni. Bandung. (Buku I)
---, 2005.Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.(Buku II)
Denny Indrayana, 2008. Hukum di Sarang Koruptor, Kompas, Jakarta Darwan prinst, 2010, pemberantasan tindak pidana korupsi, PT citra aditya. E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi,1982. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta, BPK Gunung Mulya,
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,Sinar Grafika, Jakarta Hamzah, Andi.1997. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.
---. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta.
---. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
---.1986. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hartanti, Evi, 2006.Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.
Klitgaard.Robert.2002.Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah. Bandung, Yayasan Obor Indonesia.
---,1998.membasmi korupsi, yayasan obor Indonesia(YOI),Jakarta
Kadri husin,2012.sistem peradilan pidana.Bandarlampung:Universitas Lampung. Moeljatno,1983, asas-asas hukum pidana, PT Rineka Cipta, Yogyakarta.
Romli Atmasasmita,1979,sistem pemasyarakatan di Indonesia, Binacipta, Bandung
Sudarto, 1976, tindak pidana korupsi di Indonesia, fakultas hukum universitas diponegoro,Semarang.
Syaiful ahmad dinar, 2008, strategi pencegah & penegkan tindak pidana korupsi, PT Refika Aditam,Bandung.
Syarif fadillah,2009, tindak pidana korupsi,PT Refika Aditam,Bandung.
Sodearso,2010.boesono.Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia, Jakarta, UI press
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986
Universitas Lampung. 2010. Format PenulisanKaryaIlmiahUniversitas Lampung. Universitas Lampung: Bandar Lampung.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia PP No. 99 Tahun 2012 Dalam Hal Pemberian Remisi Bagi Narapidana