• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

Oleh

VARU NISA ARIE

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain. Ketatnya pemberian remisi bagi koruptor sebagaimana diatur di PP Nomor 99 Tahun 2012, saat ini justru akan di revisi oleh pemerintah dengan di terbitkan surat edaran menteri No. PAS-HM.01-02-42 Tahun 2011 yang mengetatkan pemberian remisi bagi narapidana korupsi, Permasalahan dalam skripsi ini yang pertama bagaimanakah pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi, dan yang kedua apa sajakah faktor penghambat dalam pemberian remisi bagi narapidana korupsi.

Metode penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Metode pengambilan sempel yang digunakan adalah pihak Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Bandar Lampung dan beberapa responden, Kepala Kanwil Hukum dan Ham Lampung, Pengacara/Advokat, Dosen Bagian Hukum Pidana. Universitas Lampung.

(2)

Varu Nisa Arie pemasyarakatan, dengan adanya ketentuan menteri itu bertentangan dengan sistem pemasyarakatan, kecuali kalau dilakukan perbaikan dengan undang-undang sistem sistem pemasyarakat.

Kesimpulan dan saran dalam skripsi adalah yang dapat di berikan oleh penulis adalah Pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam pemberian remisi bagi narapidana korupsi harus memenuhi syarat-syarat yang ada di Pasal 34 yang telah diuraikan di atas. Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tetap terdapat koordinasi dan kerjasama anatara penegak hukum yang dilakukan dalam rapat atau sidang pusat TPP Ditjen pemasyarakatan. Semua narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai hak yang sama dan pemberian remisi telah diatur di Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang sistem pemasyarakatan. Saran dalam skripsi adalah Kalaupun ada pengetatakan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana khusus (extraordinary) seperti korupsi, terorisme, narkotika, pelanggaran ham berat, harus selektif lagi pelaksanaanya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 harus di rubah atau di revisi kembali dengan peraturan yang ada agar tidak terjadi kesenjangan atau polemik di dalam pelaksannannya.

(3)

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

Oleh

Varu Nisa Arie

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 03

September 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara dari pasangan Bapak Hariyanto Amir S.E dan Ibu

Mariatini Akbar.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah Taman Kanak-kanak

(TK) di TK PG. Bunga Mayang pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SD PG.

Bunga Mayang pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP

UTAMA 3 Bandar Lampung pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA) di

SMAN 10 Bandar Lampung pada tahun 2012.

Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung dan pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di Marga Jaya Indah Kecamatan Pagardewa, Kabupaten

(7)

MOTO

“Semakin Kita Bersyukur, Semakin Deras Tuhan Mengalirkan Anugrahnya”

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah” (Thomas Alva Edison)

“Setiap Pemenang penuh dengan Bekas-bekas Luka,

Hidup Berarti Perjuangan, Selalu Ada Rintangan dan Saingan-saingan, Setiap Sukses Harus Diperjuangkan”

(8)

! " ! # $

%

(9)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbilalamin

. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Lampung dengan judul :

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK

PIDANA KORUPSI

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya kendala,

hambatan dan kesulitan-kesulitan. Namun dengan adanya keterlibatan berbagai

pihak yang telah menyumbangkan bantuan, bimbingan, dan petunjuk serta saran

maupun kritik bagi penulisan skripsi ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1.

Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan dan kemudahan disaat

penulis mendapatkan kesulitan, terima kasih atas nikmat-Mu yang tak

terhingga.

2.

Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

(10)

3.

Bapak Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., selaku pembimbing 1 yang banyak

memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

4.

Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang banyak

memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

5.

Ibu Firganefi, S.H., M.H., sebagai Pembahas I atas segala kritik dan saran

dalam penulisan skripsi ini .

6.

Bapak Damanhuri, S.H., M.H., sebagai Pembahas II atas segala kritik dan

saran dalam penulisan skripsi ini.

7.

Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

8.

Hariyanto Amir, S.E., adalah ayah terbaikku yang mengajariku kebaikan dari

kecil hingga dewasa, selalu menyayangiku dan mencintaiku, memberiku

motivasi dan membentuk kepribadianku, terima kasih atas jerih payah dan

usaha yang tak kenal lelah sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini dan

Ibuku Mariatini Akbar yang selalu menjadi alasanku untuk sukses.

Terimakasih selalu mendoakanku agar aku sukses dan menggapai cita-cita ku.

Terima kasih Ayah, Ibu, semoga kelak aku bisa sukses, membalas kebaikan

dan membahagiakan kalian.

9.

Kakak-adekku, kakak reza, kakak intan, adek muthi, aku sangat menyayangi

kalian. Kalian akan selalu menjadi kakak dan adikku yang tidak akan pernah

(11)

10.

Terima kasih untuk kakak reza yang selalu member semangat dan kasih

sayangnya dalam membuat dan mengerjakan skripsi ini sehinnga berjalan

baik, makasih buat perhatian dan bimbingannya selama ini telah

mengajarkanku betapa pentingnya waktu dan kebersamaan. Semoga kakak

bisa hidup bahagia dan cepat menikah dan punya anak, amin

11.

Terima kasih kepada kakak intan yang selalu memberi saran dan kritik atau

masukan dalam skripsi ini dan membantu dalam mengerjakan skripsi ini

makasih buat waktunya yang udah membantu aku dalam skripsi ini. Dan

makasih buat kasih sayangnya aku sayang kanjeng.

12.

Terima kasih kepada adekku muthi yang sudah menemani dan membantu aku

dalam penelitian skripsi ini, dan makasih buat semua waktu yang di berikan

sudah mau mendengarkan semua cerita dan curhatku.

13.

Terimakasih kepada, Intan Zahara Arie, S.P., atas bantuannya selama

penulisan skripsi ini, yang sudah memberikan banyak masukan. Terimakasih

sudah menjadi pembimbing yang hebat dalam pembuatan skripsi ini.

14.

Sahabat dan teman seperjuangan dari awal menjadi mahasiswa sampai

sekarang. Terima kasih atas segala kebersamaanya selama di Fakultas Hukum

Unila yang selalu memberikan cerita yang menyenangkan dan moment tak

terlupakan: Ulin, Rika, Redo, Ica, Tia, Yasinta, dan Tiara, Ari, Arman, Ragiel,

Dwika, Oca, Senang, Ogy, Rama, Rahmat, Yuni, Shela, Yose, Shely, Ayu,

Wiwi, Riky, Dela, Destha, Teta, yang selalu menjadi partnerku dalam segala

hal serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan

(12)

15.

Terimakasih kepada keluarga KKN Tulang Bawang Barat Indah, Dwi, Agam,

Camus, Vindy, yang sudah memberikan banyak kenangan indah selama

mengabdi di Desa Marga Jaya Indah. Aku akan selalu merindukan masa-masa

indah yang pernah kita lewati bersama.

16.

Terimakasih kepada sahabat yang selalu bersama dari tahun-ketahun dan

selalu memberikan motivasi : Sherly, Niar, Ellsa, Leni, Any, Kartika, Laras,

Ida, Tia, Ica, Redo, Yasinta, Tiara, Dwika.

17.

Almamater tercinta yang telah memberikan wawasan dan pengetahuan yang

luas kepadaku.

18.

Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna banyak terdapat

kekurangan dalam penulisan skripsi ini, karena itu sangat diperlukan adanya kritik

dan saran dari berbagai pihak yang dapat membangun dan dapat bermanfaat bagi

kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kita selalu

dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Febuari 2016

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... .... …... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... . ….. 11

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... .. ….. 12

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... …... 13

E. Sistematika Penulisan ... . …... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana korupsi…... ... …... 19

B. Ciri-ciri korupsi ... ….. 20

C. Bentuk-bentuk Korupsi………21

D. faktor penghambat penegakan hukum ... ….. 22

E. Pelaksanaan Pemberian Remisi dalam Sistem Pemasyarakatan,, ... …... 24

F. Pengaturan Remisi Korupsi PP No. 99 Tahun 2012………....26

III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ... …... 29

B. Jenis dan Sumber Data ... ….. 30

C. Penentuan Narasumber ... ….. 31

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... ….. 32

E. Analisis Data ... …... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana korupsi………….34

(14)

B. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi Bagi

Narapidana Korupsi...49

V. PENUTUP

A. Kesimpulan……….56

B. Saran………58

DAFTAR PUSTAKA

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya

dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses

perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.

Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,

yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari

perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor

tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan

salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber

daya alamnya. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan

dapat membawa negara ke jurang kehancuran.1

Keadaan yang demikian, suka atau tidak suka akan menggoyahkan demokrasi

sebagai sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melumpuhkan

nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum serta semakin jauh dari tujuan

tercapainya masyarakat yang sejahterah. Dengan melihat latar belakang timbulnya

korupsi, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya aktivitas korupsi di

beberapa negara disebabkan terjadinya perubahan politik yang sistematik. Tetapi

(16)

2

ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia

bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang

miskin. Karena salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya

manusianya.Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau

intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara

negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah

merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang

mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara

Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan

Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara

yang miskin. Karena salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber

daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau

intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara

negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah

merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang

mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.2

Mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat

besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan

pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota

2

(17)

3

legislatif dengan dalih studi banding, uang pesangon dan lain sebagainya di luar

batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian

terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan

rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap

kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas

‘’Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.

Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai

pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu

mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah

negara yang maju.

Menurunnya kualitas pelayanan publik, penyimpangan anggaran seperti korupsi

dan penyalahgunaan peruntukkan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan

terhadap kualitas pelayanan publik. Pemberian suap biasannya diambil dari bagian

dana proyek, sehingga anggaran riil yang digunakan untuk proyek menjadi berada

dibawah angka semestinya.3

Banyak strategi yang ditawarkan untuk menganggulangi korupsi, mulai dari

contoh-contoh masyrakat atau lembaga yang bersih. Akan tetapi perlu dimulai

dari masalah-masalah actual yang di sebabkan oleh korupsi, meninjau

akibat-akibat yang ditimbulkan, mengkaji apa yang akan terjadi akibat-akibat korupsi dan pada

akhirnya mendesain program-progam yang akan merefleksikan keadan yang

diingkan ke depan. 4

3

Sudarto, tindak pidana korupsi diindonesia,Fakultas hukum universitas diponegoro,semarang,1976,hlm.20.

4

(18)

4

Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol

sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada

dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang

demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu

yang tetap dan diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat

menjalankan fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan

perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Hukum bertugas untuk mengatur

masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah

untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan

orang dalam masyarakat.

Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum

institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan

tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa

Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini.

Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum

terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini. Suara

keras atas pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk

dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti

korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil

manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi

(19)

5

korupsi, begitulah tepatnya. Perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan

melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).5

Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa penjajahan colonial

belanda bentuk-bentuk kejahatan korupsi masih sangat sederhana, seperti terlihat

dari perumusan pasal-pasal KUHP, misalnya suap atau memaksa seseorang

memberikan sesuatu oleh pejabat/pegawai negri sipil. Keadaan ini kemudian

berubah mengikuti perkembangan zaman, sehingga salah satu isu menjatuhkan

orde lama juga adalah merajarelanya korupsi ke seluruh lapisan masyarakat.

Korupsi secara harifah berarti busuk, bejat, dapat disogok, atau suka di suap.6

Pemberantasan korupsi pada masa berlakunya UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.

20 tahun 2001 tentang prmberantasan tindak pidana korupsi. Tanggal 21 mei 1998

presiden Suharto mengundurkan diri sebagai presiden, sejak saat itu reformasi

bergulir ke segala bidang, khususnya di bidang hukum terjadi reformasi

besar-besaran, seperti dibentuknya UU korupsi yang baru, amandemen UUD 1945,

kemandirian Mahkamah Agung, pembentukan Mahkamah Konstitusi, dibentuk

UU money laundering, dan masih banyak perubahan di bidang hukum lainnya.7

Penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi dinyatakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia

sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke

tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara

maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta

5

Ibid,hlm.10 6

Darwan prinst,pemberantasan tindak pidana korupsi,PT.citra aditya bakti,2002.hlm.7 7

(20)

6

lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya

tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja

terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa

dan bernegara pada umumnya. Untuk mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah

Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi

tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan

perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara

yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan Nepotisme : Undang-Undang Nomor

28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,

supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di

sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 3). Korupsi merupakan

permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat

ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan

oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan

dan pengembangan model-model korupsi.

Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela

ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang

(21)

7

kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.

Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor

atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik

hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi

mean stream yang sedang terjadi. Pembangunan di bidang hukum salah satunya

adalah bagaimana memperbaiki system pemidanan dan system pemasyarakatan

yang berlaku di Indonesia, karena seorang narapidana yang pada masalalunya

telah melakukan suatu kesalahan dan di jatuhi hukuman tetaplah tidak di anggap

selamanya sebagai orang yang bersalah.

Pertanggung jawaban dalam hukum pidana, sebab azas dalam

pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah: tidak dipidana jika tidak ada

kesalahan. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum tak

tertulis yang juga di Indonesia berlaku. Hukum pidana fiscal tidak memakai

kesalahan. Di sana orang telah melanggar ketentuan, dia diberi pidana denda atau

rampas.8

Berbagai upaya telah di lakukan dalam usaha memberantas tindak pidana korupsi,

baik yang bersifat preventif maupun represif. Bahkan peraturan

perundang-undangan korupsi sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan, sejak di

berlakunya peraturan penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 tentang

pemberantasan korupsi.9

8

Moeljatno, asas-asas hukum pidana, PT Rineka cipta,Yogyakarta, thn 1983,hlm. 153 9

(22)

8

Banyak faktor yang dapat memepengaruhi seseorang sehingga cendrung

melakukan perbuatan yang melanggar hukum, yang berakibat penjatuhan sanksi

pidana atau pengurungan masa bagi dirinya. Bagi Negara kesatuan republik

Indonesia yang berdasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945.

Pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar sebagai upaya penjeran

saja, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan integrasi social

narapidana yang nantinya akan kembali ke masyarakat.10

Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang

narapidana atau warga binaan pemasyarakatan seperti yang di atur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun

1999 Tentang Remisi. Pengajuan remisi yang menjadi tanggung jawab Kepala

Lembaga Pemasyarakatan di lakukan melalui peruses pembinaan kepada

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan melalui proses penilaian

kepada seorang narapidana selama ia menjalani program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan tanpa membedakan apakah dia seorang koruptor atau terpidana

lainnya.

Adapun pemberian remisi kejahatan korupsi sudah diatur didalam PP No. 99

Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun

1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

10

(23)

9

Ketentuan ada di dalam Pasal 34 A yang berbunyi sebagai brikut :11

Pasal 34 A :

(1) Pemberian remisi bagi narapidana yang di pidana melakukan tindak pidana terorisme,narkotika,dan prekursor narkotika,psitripika,korupsi,kejahatan terhadap keamanan negara,kejahatan hak asasi manusia yang berat,serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana di maksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

a. Bersedia berkerjasama dengan penegak ukum untuk memebantu membongkar perkara tindak pidana yang di lakukannya

b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang di pidana karena melakukan tindak pidana korupsi dan

c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang di selenggarakan oleh LAPAS dan/atau badan nasional penangulangan terorisme, serta menyatakan ikrar. 1) Kesetian kepada negara kesatuan republik indonesia secara tertulis bagi

narapidana warga negara indonesia, atau

2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara terulus bagi narapidan warga negara asing, yang di pidana karena melakukan tindak pidana terorisme.

Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme

(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika, pisikotropika sebagaimana dimaksud ayat 1 hanya berlaku narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun

(3) Kesedian untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus dinyatakan secra tertulis dan ditetapkan oleh instasi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pemberian remisi yang tercantum didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1995, narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang intinya mentaati

peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian remisi bagi

narapidana di Lembaga Pemasyrakatan diatur di dalam beberapa peraturan

Perundang-undangan antara lain Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Keputusan Presiden RI 7 No. 174 Tahun 1999 tentang remisi.

11

(24)

10

Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-undang No. 12 Tahun 1995

tentang pemasyarakatan bahwa salah satu hak narapidana adalah mendapatkan

pengurangan masa pidana (remisi). Dengan pemberian remisi narapidana tidak

sepenuhnya menjalani masa hukuman pidananya. Hal tersebut merupakan hadiah

yang diberikan pemerintah kepada narapidana. Dalam memperoleh remisi

narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang intinya mentaati peraturan

yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan infomasi yang di dapat oleh

penulis, Bapak weli selaku petugas bidang kasi registrasi lapas raja basa

mengatakan LP Raja basa telah memberikan remisi kepada dua narapidana kasus

tindak pidana korupsi dari lapas Bandar lampung antara lain kasusnya12

1. Subagyo dengan putusan pidana selama 3 tahun 6 bulan denda 50 juta

subsider 3 bulan, dengan mendapat remisi : RK.14 (remisi khusus) = 15 hari

dan RU.14 (remisi umum) = 1 bulan.

2. H. Afandi Abdul Rohim dengan putusan pidana selama 2 tahun 6 bulan denda

50 juta subsider 3 bulan, dengan mendapat remisi : RK.14 (remisi khusus) =

15 hari dan RU.14 (remisi umum) = 1 bulan.

Pemberian remisi menjadikan narapidana berusaha tetap menjaga perlakuannya

yang baik agar kembali memperoleh remisi selama dalam lembaga

pemasyarakatan. Dengan di terbitkannya Surat Edaran Mentri No.

PAS-HM.01-02-42 Tahun 2011 yang mengetatkan pemberian remisi terhadap narapidana

korupsi, hal tersebut substansinya bertentangan dengan Pasal 14 ayat 1 huruf i

Undang-undang No. 12 Tahun 1995. Permasalahan ini menjadi polemik hukum di

dalam pelaksanaannya.

12

(25)

11

Ketatnya pemberian remisi untuk koruptor, sebagaimana diatur dalam PP

99/2012, saat ini justru akan direvisi oleh pemerintah. Data Kemenkumham tahun

2013 menyebutkan, terdapat 1.476 narapidana korupsi yang berada di lembaga

pemasyarakatan. Dengan mengacu pada aturan remisi yang berlaku saat ini,

narapidana korupsi yang tidak berstatus sebagai justice collaborator akan sulit

mendapatkan remisi. Sayangnya, syarat sebagai justice collaborator justru

berupaya dikaji ulang oleh pemerintah karena dianggap menghambat seorang

koruptor mendapatkan remisi. Kondisi ini kemudian menimbulkan pro dan kontra,

sekaligus pertanyaan besar soal komitmen pemerintahan Jokowi dalam

pemberantasan korupsi.

Apakah surat edaran menteri tersebut dapat mengabaikan atau mengalahkan

kedudukan undang-undang. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik

untuk mengambil judul: Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk

mengkaji lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pemberian

Remis Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Studia di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung)”

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang menjadi

permasalahan di atas adalah?

a. Bagaimanakah Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Korupsi?

b. Apakah Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi Bagi

(26)

12

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada ruang lingkup hukum pidana yang di batasi pada kajian

mengenai pelaksanaan PP No 99 tahun 2012 dalam hal pemberian remisi bagi

narapidana tindak pidana korupsi (Studi Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Bandar

Lampung). Ruang lingkup lokasi penelitian adalah di Kota Bandar Lampung dan

waktu penelitian di laksanakan pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunan Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan PP No. 99 tahun 2012 dalam hal

pemberian remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga

pemasyarakatan kelas 1 Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi

Bagi Narapidana Korupsidi lembaga pemasyarakatan Bandar Lampung.

2. Kegunaan penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu

pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana, dalam rangka

memberikan penjelasan mengenai PP No. 99 Tahun 2012 dalam hal pemberian

remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga pemasyarakatan di Bandar

(27)

13

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana

pada Fakultas Hukum Universitas Lampung mengenai PP No. 99 Tahun 2012

dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga

pemasyarakatan kelas 1 di Bandar Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiranatau

kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi

terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti.13

Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai

pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi

yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik,

tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika

anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.

Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang

dibuat oleh pemerintah, menjadi meaningless, apabila tidak dibarengi dengan

kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.

Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor

atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik

13

(28)

14

hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi

meanstream yang sedang terjadi.14

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,

supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di

sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 3). Tujuan dibentuknya Komisi

Pemberantasan Korupsi menurut Pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna

dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan

tugas dan wewenang KPK menurut Pasal 6 adalah:15

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara

Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang

narapidana atau warga binaan pemasyarakatan seperti yang di atur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara

14

Soedarso,boesono, Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia.UI press, .2010. Jakarta hlm.8

15

(29)

15

Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun

1999 Tentang Remisi.

Pengajuan remisi yang menjadi tanggung jawab Kepala Lembaga Pemasyarakatan

di lakukan melalui peruses pembinaan kepada narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan dilakukan melalui proses penilaian kepada seorang narapidana

selama ia menjalani program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan tanpa

membedakan apakah dia seorang koruptor atau terpidana lainnya. Adapun

pemberian remisi tindak pidana korupsi sudah diatur didalam PP No. 99 Tahun

2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999

tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

Ketentuan ada didalam Pasal 34 A yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 34 A16

(1) Pemberian remisi bagi narapidana yang di pidana melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika ,psitripika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat,serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana di maksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

a. Bersedia berkerjasama dengan penegak ukum untuk memebantu membongkar perkara tindak pidana yang di lakukannya

b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang di pidana karena melakukan tindak pidana korupsi dan

c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang di selenggarakan oleh LAPAS dan/atau badan nasional penangulangan terorisme, serta menyatakan ikrar. 1) Kesetian kepada negara kesatuan republik indonesia secara tertulis bagi

narapidana warga negara indonesia, atau

2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara terulus bagi narapidan warga negara asing, yang di pidana karena melakukan tindak pidana terorisme.

16

(30)

16

Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme

(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika, pisikotropika sebagaimana dimaksud ayat 1 hanya berlaku narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun

(3) Kesedian untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus dinyatakan secra tertulis dan ditetapkan oleh instasi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau

menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang

Berkaitan dengan istilah itu.

a) Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan rancangan atau

keputusan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau

wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang

diharapkan.17

b) PP No. 99 Tahun 2012 yakni peraturan pemerintah republic Indonesia tentang

perubahan kedua atas PP nomor 32 tahun 1999 tentang tata cara pelaksanaan

hak warga binaan pemasyarakatan dalam hal ini pemberian remisi,

asimilasi,dan pembebasan bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorime,

narkotika, psikotropika, korupsi dan kejahatan Ham berat.

c) Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapid ana

dan anak pidana yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.18

17

Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. 2006.hlm 27

18

(31)

17

d) Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena

melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk

menjalani hukuman.19

e) Tindak Pidana adalah suatu perbuatan atau tindakan yang diancam dengan

pidana dengan Undang, bertentangan dengan hukum (Onrechtmatig)

dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu

bertanggung jawab.20

f) Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau

perusahaan dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.21

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka

sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuuan yang memuat latar belakng masalah,

permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis

dan konseptual, serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang pengertian tindak pidana korupsi, ciri-ciri korupsi,

faktor-fakor yang mempengaruhi penegakan hukum, pengertian PP No. 99 Tahun

2012.

19

Chazawi, Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T Alumni. Bandung. 2008 hlm.7

20

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, BPK Gunung Mulya, 1982.hlm.205

21

(32)

18

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur

pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa analisis data.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini pembahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan

dalam skripsi ini, akan dijelaskan Pemberian Remisi Bagi narapidana korupsi

yang ada di lembaga pemasyarkatan bandar lampung dan kendalanya dalam

pemberian remisi bagi narapidana korupsi yang ada di lembaga pemasyarkatan

bandar lampung.

V. PENUTUP

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Menurut Fockema Andreae, kata “korupsi” berasal dari bahasa latin yaitu

“corruptio atau corruptus”. Namun kata “corruptio” itu berasal pula dari kata asal

“corrumpere”, yaitu suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa

latin ini kemudian turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption,

Prancis yaitu corruption, Belanda yaitu corruptie.

Dari bahasa Belanda inilah yang kemudian turun ke bahasa Indonesia, sehingga

menjadi korupsi. UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang

yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan

tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Black’s

Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian Korupsi, Korupsi

merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan

keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain,

yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam

memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang

berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain. Dari

(34)

20

Pengertian Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada negara.22

B. Ciri-Ciri Korupsi

Berbicara mengenai Ciri-ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri

korupsi, sebagai berikut:23

1. Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang

membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.

2. Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang

melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.

3. Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.

Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.

4. Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.

5. Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki

kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

6. Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada

badan publik atau pada masyarakat umum.

7. Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif

dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.

8. Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan

kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

22 Hamzah,Andi 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

(35)

21

C. Bentuk-Bentuk Korupsi

Adapun bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan di lingkungan instansi

pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama

dengan pihak ketiga antara lain sebagai berikut:24

1. Transaksi luar negri ilegal, dan penyelundupan.

2. Menggelapkan dan manipulasi barang milik lembaga, BUMN/BUMD,

swastanisasi anggaran pemerintah.

3. Penerimaan pegawai berdasarkan jual beli barang.

4. Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

5. Menngunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan

menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi,

menggelapkan pajak, jual beli besaran pajak yang harus dikenali, dan

menyalahgunakan keuangan.

6. Menipu dan mengecoh, memberi kesan, yang salah mencurangi dan

memperdaya serta memeras.

7. Mengabaikan keadilan, member kesaksian palsu menahan secara tidak sah

dan menjebak.

8. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

9. Mencari-cari kesalahn orang yang tidak salah

10. Jual beli tuntutan hukuman, vonis, dan surat keputusan.

(36)

22

D. Faktor Penghambat Pengekan Hukum

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,

namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Soerjono

Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi upaya pengegakan hukum, yaitu:

1. Faktor Perundang-Undangan (Subtansi hukum)

Praktek penyelenggaran penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini di karenakan konsepsi

keadilan merupakan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan

kepastian hukum merupakan prosedur yang telah di tentukan secara normatif.

Kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang

dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tidak bertentangan dengan hukum.

2. Faktor Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan yang

diciptakan oleh sistem hukum. Lembaga-lembaga tersebut memiliki

undang-undang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa

komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk mengharapkan

(37)

23

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi

sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan. Fasilitas pendukung mencakup

perangkat lunak dan perangkat keras.

4. Faktor Masyarakat

Setiap warga masyarakat atau kelompok pasti mempunyai kesadaran hukum,

yakni kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau rendah. Sebagaimana diketahui

kesadaran hukum merupakan suatu proses yang mencakup pengetahuan hukum,

sikap hukum dan perilaku hukum. Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan

masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan. Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap

suatu peraturan tinggi, maka peraturan tersebut memang berfungsi.

5. Faktor Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan

hidup. Variasi kebudayaan yang banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi

tertentu terhadap penegakan hukum. Variasi-variasi kebudayaan sangat sulit untuk

diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan

kondisi setempat.25

25 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. PT.Citra Bakti,

(38)

24

E. Pelaksanaan Pemberian Remisi dalam Sistem Pemasyarakatan

Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka

mewujudkan tujuan system pemasyarakatan. Maka pengertian Remisi adalah

pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi

syarat. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 174

Tahun 1999 tidak memberikan pengertian remisi, hanya dikatakan bahwa:

“Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan

pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan

baik selama menjalani pidana”

Pemberian remisi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden RI Nomor

174 Tahun 1999 tentang Remisi tidak ditafsirkan sebagai “kemudahan” dalam

kebijakan menjalani pidana sehingga mengurangi arti pemidanaan namun

pemberian remisi tersebut adalah dalam upaya mengurangi dampak negatif dari

subkultur tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana dan akibat pidana

perampasan kemerdekaan.

Kemudian sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Keputusan Presiden No. 174

Tahun 1999, pada Pasal 2 disebutkan bahwa remisi ada 4 macam ,yaitu:

a. Remisi umum; yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.

b. Remisi khusus; yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut

narapidana dan anak pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika sesuatu

agama mempunyai lebih dari satu kali hari besar keagamaan dalam setahun,

(39)

25

c. Remisi tambahan; berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia RI Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang remisi tambahan

bagi Narapidana dan Anak pidana yang berbuat jasa kepada Negara.

d. Remisi dasawarsa; berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia RI Nomor M.01-HN.02.01 Tahun 2005 tentang penetapan

penguragan masa hukuman secara khusus 60 (enam puluh) tahun

Kemerdekaan RI.

Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menyebutkan, remisi merupakan hak

bagi setiap narapidana. Namun, syarat dan ketentuan pemberian remisi tetap harus

mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini regulasi yang

mengatur pemberian remisi untuk koruptor antara lain adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 berkaitan dengan Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.26

Berbeda dengan aturan lainnya, PP No 99/2012 lebih memperketat pemberian

remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi, terorisme, narkoba,

kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat,

serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Jika terhadap perkara pidana

biasa hanya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa

pidana, khusus remisi untuk terpidana korupsi syaratnya diperketat.

Terpidana harus penuhi syarat antara lain bersedia bekerja sama dengan penegak

hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya

(justice collaborator), dan telah membayar lunas denda serta uang pengganti

26 Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

(40)

26

sesuai putusan pengadilan. Ketatnya pemberian remisi untuk koruptor,

sebagaimana diatur dalam PP 99/2012, saat ini justru akan direvisi oleh

pemerintah. Data Kemenkumham tahun 2013 menyebutkan, terdapat 1.476

narapidana korupsi yang berada di lembaga pemasyarakatan.

Dengan mengacu pada aturan remisi yang berlaku saat ini, narapidana korupsi

yang tidak berstatus sebagai justice collaborator akan sulit mendapatkan remisi.

Sayangnya, syarat sebagai justice collaborator justru berupaya dikaji ulang oleh

pemerintah karena dianggap menghambat seorang koruptor mendapatkan remisi.

Kondisi ini kemudian menimbulkan pro dan kontra, sekaligus pertanyaan besar

soal komitmen pemerintahan orde Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

F. Pengaturan Remisi Korupsi PP No. 99 Tahun 2012

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun

1999 Tentang Remisi. Pengajuan remisi yang menjadi tanggung jawab Kepala

Lembaga Pemasyarakatan di lakukan melalui peruses pembinaan kepada

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan melalui proses penilaian

kepada seorang narapidana selama ia menjalani program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan tanpa mmbedakan apakah dia seorang koruptor atau terpidana

lainnya.

Adapun pemberian remisi kejahatan korupsi sudah diatur didalam PP No. 99

Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun

(41)

27

Ketentuan ada didalam Pasal 34 A yang berbunyi sebagai brikut :27

Pasal 34 A :

(1) Pemberian remisi bagi narapidana yang di pidana melakukan tindak pidana terorisme,narkotika,dan prekursor narkotika,psitripika,korupsi,kejahatan terhadap keamanan negara,kejahatan hak asasi manusia yang berat,serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana di maksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

a. Bersedia berkerjasama dengan penegak ukum untuk memebantu membongkar perkara tindak pidana yang di lakukannya

b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang di pidana karena melakukan tindak pidana korupsi dan

c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang di selenggarakan oleh LAPAS dan/atau badan nasional penangulangan terorisme, serta menyatakan ikrar. 1) Kesetian kepada negara kesatuan republik indonesia secara tertulis bagi

narapidana warga negara Indonesia, atau

2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara terulus bagi narapidan warga negara asing, yang di pidana karena melakukan tindak pidana terorisme.

Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme

(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika, pisikotropika sebagaimana dimaksud ayat 1 hanya berlaku narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun

(3) Kesedian untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus dinyatakan secra tertulis dan ditetapkan oleh instasi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pemberian remisi yang tercantum didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1995, narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan yang intinya mentaati

peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian remisi bagi

narapidana di Lembaga Permasyrakatan diatur di dalam beberapa peraturan

Perundang-undangan antara lain Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Keputusan Presiden RI 7 No. 174 Tahun 1999 tentang remisi.

(42)

28

Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-undang No. 12 Tahun 1995

tentang pemasyarakatan bahwa salah satu hak narapidana adalah mendapatkan

pengurangan masa pidana (remisi).

Dengan pemberian remisi narapidana tidak sepenuhnya menjalani masa hukuman

pidananya. Hal tersebut merupakan hadiah yang diberikan pemerintah kepada

narapidana. Dalam memperoleh remisi narapidana harus memenuhi beberapa

persyaratan yang intinya mentaati peraturan yang ada di Lembaga

Pemasyarakatan. Dengan adanya pemberian remisi menjadikan narapidana

berusaha tetap menjaga perlakuannya yang baik agar kembali memperoleh remisi

selama dalam lembaga pemasyarakatan. Dengan di terbitkannya Surat Edaran

Mentri No. PAS-HM.01-02-42 Tahun 2011 yang mengetatkan pemberian remisi

terhadap narapidana korups, hal tersebut substansinya bertentngan dengan Pasal

14 ayat 1 huruf i Undang-undang No. 12 Tahun 1995. Permasalahan ini menjadi

polemik hukum di dalam pelaksanaannya. Apakah surat edaran mentri tersebut

(43)

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat

bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan

dibahas berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara

kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian.28

Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya

jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa

kemungkinanya itu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan

penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk

melaksanakan suatu prosedur. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam

melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

A. Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris:

1. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan

pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

28

(44)

30

2. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam

kenyataan baik berupa penilaian perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan erat

hubungannya dengan penulisan penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber, yaitu data

primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Secara

langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan dan

wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang

berhubungan langsung dengan masalah penullisan skripsi ini.29

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatu

rmaupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan

masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder

dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera.30 Data

sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

a) Bahan hukum primer, antara lain:

1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia

29

Amirudin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.30 30

(45)

31

4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012.

5) PP No. 99 Tahun 2012

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan

pendapat para pakar hukum.

c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup

bahan member petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder, seperti kamus, bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan

seminar, sumber dari internet, hasil-hasil penelitian para sarjana

berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi

ini.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan

dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan. Pada penelitian

ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Rajabasa : 1 Orang

2. Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang

3. Pengacara/Advokat : 1 Orang

4. Dosen Bagian Pidana pada Fakultas Hukum

Universitas Lampung : 1 Orang

5. Kepala Kanwil Hukum dan Ham Lampung : 1 Orang

(46)

32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana

ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka

mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Prosedur Pengumpulan Data

a Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang bersumber dari

dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas,

yang berhubungan dengan informasi yang dikehendaki oleh peneliti.

Data atau informasi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder.

Pengumpulan data sekunder adalah terlebih menerima sumber pustaka,

buku-buku, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang berkaitan

dengan permasalahan.

a. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan

data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang

dibutuhkan. Studi lapangan dilaksanakan dengan wawancara (interview),

yaitu mengajukan tanya jawab kepada narasumber penelitian dengan

menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi kepustakaan

dan studi lapangan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut :

a. Seleksi Data. Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui

kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan

(47)

33

b. Klasifikasi Data. Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang

telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar

diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

c. Sistematisasi Data. Penempatan data yang saling berhubungan dan

merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan

sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya

adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan

mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan

menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,

sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan

dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan

umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan

metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum,

(48)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa :

1. Pelaksanaan PP No 99 Tahun 2012 dalam pemberian remisi bagi narapidana

korupsi harus memenuhi syarat-syarat yang ada di Pasal 34 karena dalam

kenyataan syarat-syarat perubahan peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun

2012 tetap terdapat koordinasi dan kerjasama antara penegak hukum yang

dilakukan dalam rapat atau sidang pusat TPP Ditjen pemasyarakatan. Ada

beberapa tindak pidana luar biasa maka diberikan suatu pengetatan khusunya

korupsi, bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu

membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya, membayar denda,

uang pengganti,berkelakuan baik tetapi jaksa tetap mengawasi dalam hal

pemberian remisi apabila terdakwa telah memenuhi syarat-syarat yang telah

di atur dalam PP No 99 Tahun 2012. Apabila warga binaan narapidana

korupsi mengikuti program pembinaan dengan baik telah memenuhi syarat

subtantif dan administratif sesuai peraturan yang berlaku dapat di berikan

remisi.

2. Faktor penghambat dalam pemberan remsisi bagi narapidana korupsi adalah

faktor perundang-undangan, faktor penegak hukum, faktor sarana dan

(49)

57

menjadi penghambat dalam hal pemberian remisi bagi narapidana korupsi.

Faktor dalam perundang-undalah adalah apabila terdakwa tidak bisa

membayar denda, uang penghambat dalam hal pemberian remisi bagi

narapidana korupsi. Faktor dalam perundang-undalah adalah apabila

terdakwa tidak bisa membayar denda, uang pengganti sudah otomatis

terdakwa tidak bisa mendapatkan remisi, dari faktor penegak hukumnya

perbedaan pendapat di kalangan penegak hukum umumnya penegak hukum

lembaga pemasyarakatan yang menghendaki agar pelaku tindak pidana

korupsi di hulum seberat-beratnya, dari faktor sarana dan fasilitas ialah

apabila narapidana yang lain tidak bisa mendapatkan remisi bisa

menimbulkan kecemburuan sosial di antara yang lainnya yang bisa

menyebabkan terjadinya kericuhan dan dengan semakin banyaknya

narapidana yang ada di lapas, dan kurangnya sarana dan fasilitas yang tidak

mendukung mengawatirkan bisa terjadi keributan dengan narapidana lainnya

yang ada di lembaga pemasyarakatan. faktor masyarakat ialah yang ingin agar

tindak pelaku kejahatan korupsi di hukum seberat- beratnya, dan faktor

kebudayaan ialah kurangnya budaya narapidana dalam menjaga perilaku

narapidana yang ada di lapas yang sering terjadi keributan atau kericuhan

terhadap narapidana lain. Dengan di keluarkan surat Edaran Menteri No.

pas.01-02-42 Tahun 2012 yang mengetatkan pemeberian remisi bagi

narapidana korupsi dan pemberian remisi kejahatan korupsi telah diatur

dalam PP No 99 Tahun 2012 tentang perubahan syarat dan tata cara

pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Hal ini menjadi polemik

(50)

58

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan diatas, maka saran-saran yang

dapat penulis berikan untuk pelaksanaan PP Nomor 99 Tahun 2012 dalam hal

pemberian remisi bagi narapidana korupsi adalah sebagai berikut:

1. Pemberian remisi merupakan hak bagi semua narapidana yang ada di

lembaga pemasyarakatan sebab remisi itu pantas diberikan kepada siapa saja

baik narapidana tindak pidana umum dan narapidana tindak pidana khusus

dan apapun kejahatannya karena semua sama di mata hukum. Semua

narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan mempunyai hak yang sama

hanya saja pemberian remisi dalam hal ini pemerintah harus selektif untuk

pemberiannyadan telah diatur di Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang sistem pemasyarakatan.

2. Seharusnya kalaupun ada pengetatakan pemberian remisi bagi narapidana

tindak pidana khusus (extraordinary) seperti korupsi, terorisme, narkotika,

pelanggaran ham berat, harus selektif lagi pelaksanaanya dan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 harus di rubah atau di revisi kembali dengan

peraturan yang ada agar tidak terjadi kesenjangan atau polemik di dalam

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Andrisman, Tri. 2010. Tindak pidana khusus di luar KUHP,Universitas lampung,Bandar lampung.

Amirudin,2004.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Abdulkadir Muhammad,2004. Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti,

Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah, 2008.Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung.

Chazawi, Adami,2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T Alumni. Bandung. (Buku I)

---, 2005.Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.(Buku II)

Denny Indrayana, 2008. Hukum di Sarang Koruptor, Kompas, Jakarta

Darwan prinst, 2010, pemberantasan tindak pidana korupsi, PT citra aditya.

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi,1982. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, BPK Gunung Mulya,

Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,Sinar Grafika, Jakarta

Hamzah, Andi.1997. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

---. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta.

---. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

(52)

Hartanti, Evi, 2006.Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.

Klitgaard.Robert.2002.Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah. Bandung, Yayasan Obor Indonesia.

---,1998.membasmi korupsi, yayasan obor Indonesia(YOI),Jakarta

Kadri husin,2012.sistem peradilan pidana.Bandarlampung:Universitas Lampung.

Moeljatno,1983, asas-asas hukum pidana, PT Rineka Cipta, Yogyakarta.

Romli Atmasasmita,1979,sistem pemasyarakatan di Indonesia, Binacipta, Bandung

Sudarto, 1976, tindak pidana korupsi di Indonesia, fakultas hukum universitas diponegoro,Semarang.

Syaiful ahmad dinar, 2008, strategi pencegah & penegkan tindak pidana korupsi, PT Refika Aditam,Bandung.

Syarif fadillah,2009, tindak pidana korupsi,PT Refika Aditam,Bandung.

Sodearso,2010.boesono.Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korups

Referensi

Dokumen terkait

31 Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi Pidana Mati,Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

(2) Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan terhadap narapidana sebagai pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa adalah: a) Faktor

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, efektivitas remisi sebagai motivasi dalam mengubah perilaku narapidana tindak

Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

(1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan

Hasil pembahasan berupa deskripsi tentang pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Hambatan

Dalam kesempatan yang sama, dapat dipertanyakan pula mengenai pelaksanaan pemberian pengurangan masa pidana (remisi) bagi narapidana tindak pidana narkotika di Lapas

No.174 Tahun 1999, bahwa jenis remisi ada 3 (tiga), yaitu remisi umum, remisi khusus dan remisi tambahan.Remisi Umum adalah remisi yang diberikan kepada setiap narapidana pada