• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Pengembangan Karir dalam jabatan Struktural Eselon IV di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Kendala-kendala yang Dihadapi Pengembangan Karir dalam Jabatan Struktural Eselon IV di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

4.3.2. Analisis Pelaksanaan Pengembangan Karir dalam jabatan Struktural Eselon IV di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan uraian data di muka dijelaskan bahwa program pengembangan karir bagi Kepala Seksi di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (Diklatpim III dan Diklatpim IV) dan melalui mutasi jabatan. Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan IV dan III yang telah dilakukan maka Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur memilih Kepala Seksi yang memenuhi persayaratan yang telah ditetapkan untuk mengikuti pengembangan karir. Hal ini dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur guna efisiensi dan efektivitas pendidikan dan pelatihan kepemimpinan.

Melalui pendidikan dan pelatihan kepemimpinan maka diharapkan Kepala Seksi akan memiliki wacana yang lebih luas mengenai kemampuan dalam memimpin bawahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Flippo (2001:5) bahwa pendidikan adalah berhubungan dengan penngkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan secara keseluruhan sedangkan pelatihan adalah suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seseorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.

Dengan demikian, dengan adanya diklatpim yang dikuti oleh Kepala Seksi maka diharapkan Kepala Seksi tersebut akan mengalami peningkatan pengetahuan dan keahlian di bidang kepemimpinan. Hal

ini karena tujuan dari adanya diklat adalah untuk menutup kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan spesifikasi pekerjaan dan juga untuk merubah perilaku kerja pegawai agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan (Handoko, 1994:16)

Sementara itu, berkaitan dengan mutasi jabatan maka bentuk mutasi jabatan yang diterapkan adalah melalui program promosi jabatan. Hal ini ditunjukkan dari fakta yang ada bahwa pada dasarnya setiap Kepala Seksi yang saat ini berposisi sebagai Kepala Seksi adalah staf yang dipromosikan jabatannya dari staf menjadi Kepala Seksi. Dengan demikian terlihat bahwa sebelum menduduki Kepala Seksi maka para Kepala Seksi tersebut melalui suatu program promosi jabatan. Dengan adanya promosi jabatan ini maka para Kepala Seksi telah melalui serangkaian program pengembangan karir untuk mencapai karir yang lebih tinggi. Pengalaman promosi jabatan ini akan menjadi pengalaman bagi para Kepala Seksi untuk mengikuti pengembangan karir ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu Kepala Bidang.

Dengan adanya program mutasi baik dalam bentuk promosi maupun transfer tugas dan transfer lokasi dalam Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur maka sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Sub bagian Tata Usaha bahwa mutasi jabatan akan memperkaya wawasan dan mengasah kemampuan Kepala Seksi untuk menjadi pemimpin yang

handal. Menurut Hasibuan (2000:101), mutasi adalah satu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertical (promosi/demosi) dalam suatu organisasi. Prinsip mutasi adalah memutasikan pegawai kepada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai agar semangat dan produktivitas karyawan meningkat, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan. Dengan adanya mutasi, diharapkan dapat memberikan uraian pekerjaan, sifat pekerjaan, dan alat-alat kerja yang cocok bagi pegawai bersangkutan, sehingga dapat bekerja secara efisien dan efektif pada jabatan tersebut.

Berkaitan dengan program promosi yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur maka hal ini didukung oleh pendapat Siswanto (2005:262) bahwa melalui promosi maka diharapkan akan meningkatkan moral kerja, karena dengan adanya promosi maka akan menjadi salah satu faktor dominan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat, kegairahan kerja dan moral kerja. Selain itu, promosi juga akan mendukiung terciptanya iklim organisasi yang menggairahkan pada diri tenaga kerja dalam suatu perusahaan, merupakan harapan salah satu harapan dari setiap individu yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu promosi merupakan alternatif yang dipilih bagi tenaga kerja yang telah memenuhi kiteria yang telah ditetapkan, serta pedoman-pedoman yang berlaku sehingga harmonisasi antar tenaga kerja dapat terwujud.

Selanjutnya, promosi juga akan meningkatkan produktivitas kerja. Dengan menduduki jabatan/pekerjaan yang lebih tinggi daripada jabatan/pekerjaan sebelumnya, diharapkan pegawai mampu meningkatkan produktivitas kerja.

Promosi ke setiap jenjang karir yang lebih tinggi memang bukan hak Kepala Seksi, melainkan merupakan penghargaan sekaligus penugasan dari instansi kepada Kepala Seksi yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, promosi Kepala Seksi menuju Kepala Bidang akan dapat dilaksanakan apabila: (a) tersedia formasi, (b) memenuhi persyaratan berdasarkan hasil assessment sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PP no. 100 Tahun 2000 Jo UU no. 13 Tahun 2002.

Di instansi Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sebagai instansi pemerintah maka, peranan dari tim Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kenaikan Pangkat) di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur atas persetujuan Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sangat penting, karena tim Baperjakat akan menyeleksi para Kepala Seksi yang kemudian diusulkan untuk proses pengembangan karir Kepala Seksi kepada Gubernur Jawa Timur. Baperjakat yang berkoordinasi dengan Kepala Dinas akan melakukan penilaian kepada Kepala Seksi yang cocok untuk mengembangkan karir.

Dalam menentukan pegawai yang memenuhi syarat atau tidak maka ditemukan bahwa ada kesenjangan sehingga bagi pegawai yang

telah memenuhi syarat maka ada yang belum bisa mengikuti program pengembangan karir. Sedangkan ada pegawai yang belum memenuhi syarat, tetapi telah bisa mengikuti pengembangan karir. Hal ini karena dalam pengambilan keputusan terhadap Kepala Seksi yang telah memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat kadang dipengaruhi oleh sistem penentuan keputusan tersebut. Beberapa sistem penentuan keputusan tersebut diantaranya adalah sistem patronit sistem karir, dan sistem merit.

a. Sistem Patronit (patronage system)

Sistem ini di Indonesia dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikirannya dalam rangka melakukan kegiatan administrasi kepegawaian berdasarkan kawan. Dalam sistem ini kurang memperhatikan keahlian dan keterampilan seorang pegawai. Dengan demikian seorang pegawai menduduki suatu jabatan pertimbangannya karena yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili, dan ada juga yang karena daerah asal yang sama. Sistem kawan ini ada yang atas dasar perjuangan politik, karena berasal dari satu aliran politik, ideologi, dan keyakinan maka seseorang pegawai yang mulanya tidak mempunyai keahlian dan ketrampilan bisa menduduki jabatan dan tugas tertentu dalam birokrasi pemerintahan.

Jika sistem patronit diterapkan dalam pengambilan keputusan bagi Kepala Seksi untuk mengkuti sistem pengembangan karir

maka hal ini akan berpengaruh pada Kepala Seksi-Kepala Seksi dan pegawai negeri sipil lain untuk mengikuti program pengembangan karir. Di mana pada akhirnya posisi dan jabatan dalam sebuah instansi akan hanya diisi oleh orang-orang tertentu saja yang telah terlibat dalam suatu sistem hubungan patronit. b. Sistem Merita (merit system)

Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang pegawai dalam usaha mengangkat atau mendudukkan pada jabatan tertentu. Sistem ini lebih bersifat objektif, karena dasar pertimbangan kecakapan yang dinilai secara obyektif dari pegawai yang bersangkutan. Karena dasar pertimbangan seperti ini yang berlandaskan jasa kecakapan, maka seringkali sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian obyektif tersebut, pada umumnya ukuran yang digunakan ialah ijazah pendidikan. Itulah sebabnya mengapa ijazah merupakan persyaratan bagi setiap orang yang ingin menjadi pegawai jika diinginkan sistem jasa atau sistem merita ini dilaksanakan.

c. Sistem Karir (career system)

Sistem karir merupakan suatu sistem yang mengatur pergerakan/perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain di dalam organisasi/instansi. Dengan demikian, sistem karir ialah suatu sistem yang menjamin setiap pegawai mencapai kemajuan

yang maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahliannya selama mereka bekerja sebagai pegawai.

Jika pengambilan keputusan dalam seleksi persyaratan pengembangan karir dan identifikasi program pengembangan karir ditetapkan dengan menggunakan sistem karir maka hal ini akan memotivasi pegawai untuk tumbuh dan berkembang dan memotivasi pegawai agar berprestasi pada tingkat yang optimal. Hal ini karena pelaksanaan sistem karir ini tidak bisa dipisahkan dari sistem merita atau prestasi kerja. dengan demikian suatu sistem dalam administrasi kepegawaian yang baik ialah jika terdapat perpaduan antara sistem merita dan sistem karier.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa di Dinas Sosial dalam menentukan keputusan bagi pegawai yang akan mengikuti pengembangan karir masih menggunakan sistem patronit sebagaimana disebutkan pada hasil penelitian yang menyebutkan bahwa penentuan keputusan masih didasarkan pada selera atasan dan kedekatan antara atasan dan bawahan.

4.3.3. Analisis atas Kendala Pengembangan Karir dalam Jabatan

Struktural Eselon IV di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan karir di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur meliputi kendala yang berasal dari organisasi dan yang berasal dari diri individu pegawai sendiri. Hal ini karena

pada dasarnya pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning) dan manajemen karir (career

management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah

organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan karir/manajemen karir.

Perencanaan karir (career planning) adalah suatu proses yang dilalui oleh individu untuk mengidentifikasi dan mengambil langkah- langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen karir (career management) adalah proses yang dilakukan oleh organisasi untuk memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang-orang yang kompeten untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan di masa yang akan datang. (Simamora, 2004:412). Dengan demikian, jika masalah perencanaan karir berkaitan dengan bagaimana individu merencanakan karirnya maka manajemen karir berkaitan dengan bagaimana Dinas Sosial secara terbuka dan transaparan menerapkan program-program pengembangan karir

pegawai sejak pegawai tersebut direkrut sampai menduduki jabatan tertentu.

Beberapa kendala yang berasal dari organisasi yang ditemukan pada pengembangan karir Kepala Seksi di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur di antaranya adalah:

a. Tidak ada pola karir yang jelas

Dalam sebuah kelembagaan, pola karir atau jalur karir perlu disampaikan secara jelas dan tegas, sehingga para pegawasi memahami bagaimana pola karir yang akan dilalu mereka. Soecipto (2007:24) menjelaskan bahwa dalam hal ini pengembangan karir berkaitan dengan penyusunan jalur karir (career path) yang merupakan urutan posisi (jabatan) yang mungkin diduduki oleh seorang pegawai mulai dari tingkatan terendah hingga tingkatan tertinggi dalam struktur organisasi. Dalam hal ini ada dua jalur karir yang bisa dilalui oleh seorang pegawai yaitu jalur karir tradisional dan jalur karir inovatif. Jalur karir tradisional adalah jalur karir yang urutannya merupakan kombinasi dari pergerakan vertical ke atas (promosi atau kenaikan jabatan ke tingkatan yang lebih tinggi) dan

horizontal (transfer atau perpindahan ke jabatan yang memiliki

tingkat yang sama). Jalur karir inovatif adalah jalur karir yang urutannya merupakan kombinasi pergerakan vertical ke atas,

vertical ke bawah (demosi atau penurunan jabatan ke tingkat yang

Ketidakjelasan pola karir yang ditemui di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur ditunjukkan dari adanya Kepala Seksi yang masih menunggu pengangkatan padahal telah mengikuti pendidikan pelatihan kepemimpinan. Di sisi lain, ada Kepala Seksi yang belum memenuhi syarat jabatan untuk menduduki jabatan setingkat lebih tinggi, diantaranya belum mengikuti pendidikan dan pelatihan kepemimpinan ternyata telah dapat menduduki jabatan. Selanjutnya, pendidikan dan pelatihan kepemimpinan akan diberikan setelah Kepala Seksi tersebut duduk sebagai Kepala Bidang. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen karir dalam Dinas Sosial masih harus dievaluasi guna mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dan bisa diambil solusinya.

Simamora (2004:413) menjelaskan bahwa manajemen karir merupakan proses berkelanjutan dalam penyiapan, penerapan, dan pemantauan rencana-rencana karir yang dilakukan oleh individu seiring dengan sistem karir organisasi. Dengan demikian, melalui penerapan manajemen karir yang jelas maka akan tercipta pola karir yang jelas bagi Kepala Seksi di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. b. Bersifat tertutup

Sifat tertutup ini didasarkan pada fakta bahwa program pengembangan karir di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dilakukan secara selektif dan didasarkan pada asas penugasan, sehingga hanya Kepala Seksi dengan prestasi kerja yang bagus dan kompetensi yang

tinggi, baik kompetensi jabatan maupun kompetensi bidang, yang bisa mengikuti program pengembangan karir. Di sisi lain, penilaian prestasi kerja yang dilakukan oleh atasan Kepala Seksi secara langsung juga memiliki kecenderungan kurang obyektif. Hal ini karena penilaian prestasi hanya dilakukan sekali dalam setahun, sehingga kadang hasilnya kurag mencerminkan prestasi kerja Kepala Seksi secara keseluruhan.

Kendala organisasi seperti pengembangan karir yang bersifat tertutup tersebut ditunjukkan dari kenyataan bahwa meskipun melakukan penilaian penilaian, tetapi penilaian ini kadang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. BAPERJAKAT dan Kepala Dinas hanya menilai pegawai secara subjektif tidak dengan cara yang objektif, atau bahkan hanya menilai kedekatan antara atasan dan bawahan. Oleh karena itu, diharapkan suatu mekanisme yang transparan dalam hal promosi dan kenaikan tingkat (grade) misalnya melalui sistem informasi manajemen SDM (HRMIS) yang efektif. c. Lebih didasarkan pada selera atasan

Kendala ini berhubungan dengan sifat subyektif yang melekat dalam diri individu. Selain itu, asas penugasan dan selektivitas yang melekat dalam prigram pembinaan karir juga menyebabkan adanya tidak transparansi pada pengembangan karir di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

d. Tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan

Pegawai negeri yang masuk di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.

e. Terbatasnya formasi

Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Yeni di muka bahwa Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sudah melakukan pengembangan karir untuk pegawai, tetapi dalam pengembangan karir ini masih terjadi kelebihan stok PNS yang telah memenuhi syarat jabatan untuk menduduki jabatan setingkat lebih tinggi. Dengan demikian, ketika ada Kepala Seksi yang telah memenuhi syarat maka harus tetap berada dalam daftar tunggu, bahkan ada Kepala Seksi yang sampai pensiun berada dalam daftar tunggu.

Sementara itu, kendala yang berasal dari diri individu di antaranya berupa:

a. Motivasi dalam diri Kepala Seksi

Kurangnya motivasi dalam diri Kepala Seksi dalam rangka melaksanakan pengembangan karis tersebut ditunjukkan dari adanya Kepala Seksi yang memiliki kesadaran untuk merencanakan karir yang ditunjukkan dari tidak adanya perencanaan karir dalam diri individu. Sehingga Kepala Seksi tersebut hanya mengikuti arus yang ada di Instansi, di mana jika ditugaskan untuk mengikuti program pelatihan maka akan ikut dalam pelatihan, tetapi jika tidak

disertakan maka Kepala Seksi tersebut juga tidak berkeinginan untuk mencari tahu mengapa tidak disertakan dalam pelatihan.

Sebagaimana dijelaskan oleh Simamora (2004:413) bahwa perencanaan karir merupakan proses untuk (1) menyadari diri sendiri terhadap peluang-peluang, kesempatan-kesempatan, kendala- kendala, pilihan-pilihan, dan konsekuensi-konsekuensi, (2) mengidentifikasi tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karir, (3) penyusunan program kerja, pendidikan, dan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat pengembangan guna menyediakan arah, waktu, dan urutan langkah-langkah yang diambil untuk meraih tujuan karir.

b. Usia

Dalam program pengembangan karir maka tidak semua Kepala Seksi bisa mengikuti program pengembangan karir baik mutasi maupun pendidikan dan latihan. Faktor usia merupakan bahan pertimbangan. Oleh karena itu, jika seorang Kepala Seksi yang meskipun telah masuk ke dalam daftar tunggu tetapi jika diperkirakan usianya telah akan memasuki usia pensiun maka sudah tidak bisa mengikuti program pengembangan karir.

c. Individu tidak memiliki motivasi untuk menyusun perencanaan karir Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi oleh

seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu (Triton, 2005:126). Kebanyakan pegawai negeri sipil, termasuk Kepala Seksi, umumnya menyerahkan program pengembangan karir kepada instansi. Artinya para Kepala Seksi tersebut hanya menunggu keputusan pengangkatan jabatan.

Rendahnya motivasi dalam melakukan perencanaan karir disebabkan oleh faktor individu tersebut maupun oleh instansi. Kondisi di instansi yang cenderung stagnan dalam hal pengembangan karir dan pemberian promosi jabatan menyebabkan individu kurang termotivasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam kompetensi individu seperti dengan mengikuti diklat secara personal maupun mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. d. Aspek gender

Aspek ini biasanya terjadi pada Kepala Seksi wanita. Hal ini karena jika dikaitkan dengan distribusi pekerjaan secara seksual maka akan terjadi pemaknaan secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan. Bagi laki-laki, distribusi pekerjaan adalah hal yang wajar bahkan hal yang seharusnya terjadi karena kodrat, agama, dan biologis laki-laki dan perempuan yang berbeda. Sebaliknya perempuan memaknai distribusi pekerjaan secara seksual sebagai budaya yang menghambat perempuan untuk maju. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa proses domestifikasi, yaitu pembatasan ruang gerak perempuan ke dalam daerah domestik di mana kerja utama mereka

ialah pekerjaan rumah tangga, bagi laki-laki dianggap sebagai hal yang wajar juga, tetapi bagi perempuan di satu sisi dirasakan sebagai penghambat tetapi di sisi lain hambatan tersebut dianggap bukan sebagai masalah karena ketidakberdayaan dalam selubung kewajiban (Mulyaningsih, 2008).

Oleh karena itu dimana motivasi Kepala Seksi Wanita untuk menduduki jabatan Kepala Bidang tidak setinggi Kepala Seksi pria, sehingga ketika terpilih untuk mengikuti program pengembangan karir maka Kepala Seksi tersebut memilih untuk tidak mengikuti dengan alasan kesulitan membagi waktu antara karir dan keluarga. Hal lain yang juga menunjukkan rendahnya motivasi wanita adalah ketika dilakukan mutasi jabatan berupa promosi dan penempatannya di lokasi yang jauh dari lokasi yang sekarang maka wanita ini cenderung menolak dengan alasan yang sama.

Sebagaimana diungkapkan oleh Robbins (2003:48) bahwa berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin maka pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan (expectancy) (Robbins, 2003:48). Dengan demikian, pengharapan Kepala Seksi laki-laki untuk melakukan pengembangan karir dengan hasil maksimal lebih besar dibandingkan dengan wanita.