• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pemasaran ubi kayu pada petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja diawali dari petani sebagai produsen hingga konsumen akhir. Analisis pemasaran ubi kayu dilihat dari saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, dan farmer’s share.

6.3.1. Saluran Pemasaran Ubi Kayu di Desa Cikeas

Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Penelusuran saluran pemasaran komoditi ubi kayu pada petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja dimulai dari titik produsen sampai konsumen akhir.

Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran ubi kayu di Desa Cikeas hanya memiliki satu pola saluran pemasaran yaitu dari petani langsung ke pengolah tapioka. Saluran pemasaran tersebut digunakan oleh semua petani responden. Petani menjual langsung hasil panennya kepada konsumen akhir yaitu pengolah tapioka yang berada di Desa Cikeas. Petani umumnya menawarkan ubi kayu kepada pengolah tapioka atau pengolah tapioka yang mendatangi kebun-kebun petani untuk membeli ubi kayu sebagai bahan baku pembuatan aci. Waktu panen ubi kayu ditentukan oleh pengolah tapioka tergantung dari jumlah bahan baku yang dibutuhkannya.

6.3. 2. Fungsi-Fungsi Pemasaran Ubi Kayu di Desa Cikeas

Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran mulai dari titik produsen ke titik konsumen. Lembaga yang terlibat dalam pemasaran ubi kayu di lokasi penelitian adalah petani. Petani menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang yang menjadi komoditi perdagangannya. Apabila fungsi-fungsi pemasaran berperan sebagaimana mestinya, maka pemasaran dapat meningkatkan nilai ekonomi dan nilai jual produk yang bersangkutan.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko dan informasi harga. Fungsi fisik seperti panen, pengolahan, dan pengangkutan tidak dilakukan oleh petani. Fungsi fisik tersebut dilakukan oleh pengolah tapioka.

1. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja adalah fungsi penjualan. Petani menjual hasil panen ubi kayu kepada pengolah tapioka yang terdapat di Desa Cikeas. Penjualan berlangsung di kebun-kebun petani dan kegiatan panen dilakukan oleh pengolah tapioka. Petani memperoleh keuntungan dengan sistem penjualan ini karena petani dapat melakukan penjualan dengan cepat tanpa mengeluarkan ongkos pemanenan dan pengangkutan ubi kayu ke tempat pengolah tapioka. Harga yang diterima petani merupakan harga yang telah disepakati bersama dengan pengolah tapioka dan biasanya didasarkan pada harga pasar yang sedang berlaku.

2. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja berupa penanggungan risiko dan informasi pasar. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi petani berupa penurunan harga jual ubi kayu sementara biaya kegiatan usahatani semakin meningkat. Fungsi fasilitas yang juga dilakukan oleh petani adalah fungsi informasi harga. Fungsi ini berupa perkembangan harga jual ubi kayu yang diperoleh dari petani lain dan pengolah tapioka.

6.3.3. Struktur Pasar Ubi Kayu di Desa Cikeas

Struktur pasar digunakan untuk menganalisis jenis pasar. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai perilaku pelaku pemasaran serta keragaan dari suatu pasar. Keadaan struktur pasar dapat dilihat dari keadaan produk, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, penentuan harga, kebebasan keluar masuk pasar, dan sumber informasi.

Produk petani ubi kayu bersifat homogen, yaitu ubi kayu varietas manggu. Jumlah petani yang terlibat dalam pemasaran ubi kayu adalah 26 orang, sedangkan jumlah pengolah tapioka adalah sembilan orang. Jumlah pengolah

tapioka sebagai pembeli relatif lebih sedikit dari jumlah petani. Walaupun jumlah pengolah tapioka lebih sedikit, pengolah tapioka tidak melakukan tekanan harga kepada petani. Petani bebas menjual hasil panennya kepada pengolah tapioka manapun. Antara petani dan pengolah tapioka tidak terdapat ikatan modal yang mengharuskan petani menjual hasil panennya kepada pengolah tapioka tertentu.

Penentuan harga antara petani dengan pengolah tapioka terjadi berdasarkan tawar-menawar yang berpatokan dengan harga pasar yang berlaku. Petani dalam hal ini hanya sebagai pihak penerima harga. Petani tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Penentuan harga juga ditentukan oleh kualitas ubi kayu yang dihasilkan petani. Kualitas ubi kayu ditentukan berdasarkan kandungan pati ubi kayu. Ubi kayu yang mengandung pati yang tinggi memiliki harga yang lebih tinggi. Ubi kayu yang mengandung pati yang tinggi adalah ubi kayu berumur sembilan sampai 12 bulan. Ubi kayu yang dipanen lebih awal memiliki kandungan pati yang lebih sedikit, sehingga harganya juga lebih rendah. Penentuan harga berdasarkan kualitas ini bukan merupakan hal yang utama karena umumnya kualitas ubi kayu di Desa Cikeas hampir sama karena berasal dari jenis yang sama yaitu varietas lokal Manggu.

Hambatan keluar masuk pasar bagi petani sangat kecil, karena budidaya ubi kayu tergolong mudah dan dapat dilakukan oleh siapapun. Modal yang diperlukan untuk usahatani ubi kayu juga relatif rendah dibandingkan usahatani lainnya. Hambatan keluar masuk pasar bagi pengolah tapioka yaitu persaingan memperoleh bahan baku ubi kayu. Para pengolah tapioka di Desa Cikeas berproduksi di bawah kapasitas produksi karena kekurangan bahan baku ubi kayu. Persaingan memperoleh bahan baku merupakan hambatan masuk bagi pihak yang akan masuk ke dalam industri pengolahan tapioka. Petani memperoleh informasi harga langsung dari pengolah tapioka dan petani lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh petani ubi kayu cenderung bersifat pasar oligopsoni. Hal ini dilihat dari produk yang ditawarkan bersifat homogen, jumlah petani yang lebih banyak dibanding jumlah pengolah tapioka, petani tidak dapat menentukan harga dan mempengaruhi tingkat harga yang terjadi di pasar, dan terdapat hambatan masuk bagi pihak yang akan masuk ke dalam industri pengolahan tapioka.

6.3.4. Perilaku Pasar Ubi Kayu di Desa Cikeas

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan dan pembelian, cara pembayaran, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga pemasaran.

Petani ubi kayu dalam pemasaran ubi kayu hanya melakukan kegiatan penjualan, sedangkan pengolah tapioka melakukan kegiatan pembelian. Petani menjual ubi kayu langsung kepada konsumen yaitu pengolah tapioka. Pengolah tapioka membeli ubi kayu dengan langsung mendatangi kebun-kebun petani. Panen dilakukan oleh pengolah tapioka sehingga ongkos pemanenan dan pengangkutan ubi kayu ditanggung oleh pangrajin tapioka.

Sistem penentuan harga ubi kayu antara petani dan pengolah tapioka dilakukan dengan tawar-menawar, namun demikian keputusan terakhir ditentukan oleh pengolah tapioka berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Sistem pembayaran yang dilakukan pengolah tapioka adalah sistem pembayaran kemudian. Petani akan memperoleh pembayaran dari hasil panennya setelah produk olahan yang dihasilkan pengolah tapioka terjual.

Kerjasama yang terjadi antara petani dengan pengolah tapioka sudah terjalin cukup lama karena pengolah tapioka merupakan keluarga, teman, atau tetangga petani sehingga sudah begitu kenal dan tercipta rasa kepercayaan dalam kegiatan penjualan dan pembelian ubi kayu. Perilaku pasar ubi kayu di Desa Cikeas bersifat terbuka dan siapapun bisa langsung masuk ke dalam pasar ubi kayu tergantung kualitas ubi kayu yang diinginkan oleh pengolah tapioka. Penjual dan pembeli harus memiliki rasa saling percaya sehingga terjalin kerjasama yang baik.

6.3.5. Farmer’s Share

Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Petani menjual ubi kayu kepada pengolah tapioka dengan harga jual ubi kayu rata-rata adalah Rp 876,92. Pengolah tapioka membeli ubi dari petani dengan harga beli rata-rata adalah Rp Rp 876,92. Besarnya bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran ubi kayu yaitu 100 persen. Petani memperoleh seluruh bagian dari hasil pemasaran

produknya karena petani menjual ubi kayu langsung kepada pengolah tapioka tanpa melalui perantara seperti pedagang pengumpul atau tengkulak.

Saluran pemasaran ubi kayu apabila dilihat dari nilai farmer’s share dapat dikatakan sudah efisien, namum saluran pemasaran tersebut belum mampu memberikan jaminan harga jual ubi kayu bagi petani. Petani dalam saluran pemasaran tersebut hanya sebagai penerima harga.

Dokumen terkait