• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan dari rumusan masalah yang telah ditetapkan.

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dar i penelitian yang telah dilakukan, saran dari penulis, serta berbagai keterbatasan penulis selama melakukan penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)

1. Pengertian dan konsep

Perilaku konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk (dalam Prasetijo, 2005) adalah

“Proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.”

Jadi, dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision unit), baik individu, kelo mpok, ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya. Dari definisi perilaku konsumen di atas dapat diungkapkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap yaitu :

• Tahap perolehan (acquisition): mencari (searching), dan membeli

(purchasing).

• Tahap konsumsi (consumption): menggunakan (using), dan mengevaluasi

• Tahap tindakan pasca beli (disposition): apa yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan.

Dalam pandangan lain, Amirullah (2002) mengatakan bahwa

“Perilaku konsumen adalah sejumlah tindakan-tindakan nyata individu (konsumen) yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan (psikologis) dan faktor luar lainnya (eksternal) yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mempergunakan barang-barang yang diinginkannya.”

2. Pembentukan dan perubahan sikap konsumen

Sikap merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan beli konsumen. Sikap yang dimaksud adalah sikap terhadap suatu produk atau merek yang menggambarkan suatu pergeseran dari ketiadaan sikap terhadap produk atau merek yang dimaksud ke adanya sikap tertentu terhadap produk atau merek tersebut. Sikap yang sudah terbentuk dari ketiadaan sikap tadi pun ternyata bisa berubah. Faktor-faktor utama (internal) yang mempengaruhi pembentukan sikap konsumen adalah:

a. Pengalaman

Pengalaman langsung oleh konsumen dalam mencoba dan mengevaluasi produk dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk tersebut. Dengan maksud inilah perusahaan dalam upaya pemasarannya sering memberikan sampel cuma-cuma ataupun kupon diskon. Tujuannya agar

konsumen mengalami produk baru dan sesudah itu mengevaluasinya. Bila memuaskan, maka konsumen diharapkan akan membentuk sikap positif dan mungkin membeli produk tersebut kelak apabila membutuhkan.

b. Kepribadian

Keluarga adalah faktor penting dalam pembentukan kepribadian dan selanjutnya pembentukan sikap seseorang. Dalam keluarga itulah, seseorang membentuk nilai- nilai dasar dan keyakinannya. Selain keluarga, kontak dengan teman dan orang-orang lain di sekitarnya, terutama orang-orang yang dikagumi juga berpengaruh pada pembentukan kepribadian dan sikap seseorang. Karenanya pemasar memilih orang terkenal atau yang dikagumi segmen sasarannya untuk mengubah sikap atau meyakinkan mereka agar bersikap positif terhadap produknya.

c. Informasi dari media massa

Pengaruh media massa tidak boleh dianggap remeh. Perusahaan menggunakan berbagai macam media massa secara efektif untuk mempengaruhi sikap audiens yang merupakan konsumen atau calon konsumen perusahaan. Sikap dapat terbentuk dari jenis media massa yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk.

Sedangkan faktor- faktor eksternal yang mempengaruhi sikap konsumen yaitu : a. Faktor budaya

Shifman & Kanuk (dalam Amirullah, 2002) mendefinisikan budaya sebagai sejumlah nilai, kepercayaan, kebiasaan yang digunakan untuk menunjukkan perilaku konsumen langsung dari keluarga masyarakat tertentu. Budaya dalam pengertian ini menunjukkan adanya sekelompok masyarakat yang memiliki karakteristik tertentu yang membatasi mereka untuk bertindak. b. Faktor sosial

Faktor sosial dapat terdiri dari beberapa jenis seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran dan status orang tersebut dalam masyarakat.

c. Faktor ekonomi

Faktor-faktor ekonomi terdiri dari pendapatan yang siap dibelanjakan, dan tabungan.

3. Pengambilan keputusan konsumen

Pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu pemecahan masalah diasumsikan bahwa konsumen memiliki sasaran yang ingin dicapai . Proses pengambilan keputusan tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan keterlibatan konsumen. Secara definitif, pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.

Secara umum tahap-tahap pengambilan keputusan konsumen adalah sebagai berikut :

a. Pengenalan kebutuhan

Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.

b. Pencarian informasi

Konsumen mencari informasi yang disimpan didalam ingatan / mendapatkan informasi yang relevan dengan lingkungan.

c. Evaluasi alternatif

Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dari sejumlah alternatif pilihan.

d. Keputusan pembelian

Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih dan merealisasikannya dalam bentuk pembelian.

e. Hasil

Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah produk digunakan.

4. Tipe-tipe perilaku pembelian

Assael (dalam Philip Kotler,2005) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek, yaitu:

Tabel II. 1

Jenis Perilaku Pembelian Konsumen

Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah Perbedaan Antar

Merek Besar

Perilaku pembelian yang kompleks

Perilaku pembelian yang mencari variasi

Perbedaan Antar Merek Kecil

Perilaku pembelian dengan pengurangan penyesuaian

Perilaku pembelian karena kebiasaan

a. Perilaku pembelian yang kompleks

Yaitu perilaku pembelian dimana konsumen terlibat penuh dalam proses pembelian dan menyadari penuh perbedaan merek- merek. Perilaku ini terjadi pada barang yang berharga mahal, jarang dibeli, beresiko dan menggambarkan ekspresi diri yang tinggi. Pembeli ini akan melalui proses belajar. Pertama, mengembangkan keyakinan mengenai produknya, lalu sikap, dan kemudian membantu pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak.

b. Perilaku pembelian dengan pengurangan penyesuaian

Perilaku pembelian dimana konsumen terlibat tinggi dalam proses pembelian tetapi menganggap bahwa perbedaan antar merek tinggi. Perilaku ini terjadi pada barang yang mahal, jarang dibeli, dan beresiko.

c. Perilaku pembelian karena kebiasaan

Dalam hal ini konsumen mempunyai keterlibatan rendah dalam pemilihan merek produk. Contohnya adalah pembelian garam, gula. Mereka hanya pergi ke toko dan mengambil sembarang merek. Jika mereka ternyata tetap meraih merek yang sama, kejadian ini lebih merupakan kebiasaan belaka daripada loyalitas yang kuat terhadap suatu merek. Konsumen tampaknya memiliki keterlibatan rendah terhadap produk-produk murah dan sering dibeli.

d. Perilaku pembelian dengan mencari variasi.

Perilaku pembelian dimana keterlibatan konsumen rendah, dan mereka mengetahui perbedaan antar merek. Dalam situasi tersebut konsumen sering melakukan peralihan merek.

B. Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction)

1. Konsep kepuasan konsumen

Kata “kepuasan” atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satis”

(artinya cukup baik, memadai), dan “facio” (artinya melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana dapat diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu”. Namun, ditinjau dari perspektif perilaku konsumen, istilah “kepuasan konsumen” lantas menjadi sesuatu yang kompleks. Bahkan, sebenarnya sampai saat ini belum dicapai kesepakatan me ngenai konsep kepuasan konsumen: “apakah kepuasan merupakan respon emosional ataukah

evaluasi kogitif?”. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam definisi yang dikemukakan banyak pakar.

Day (dalam Tse & Wilton, 1988), mendefinisikan

“Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah bentuk respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian.”

Sementara dalam pandangan lain, Engel, et al (1990) menyatakan bahwa

“Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan.”

Menurut Craig-Less (1998), pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam konteks ketidakpuasan jauh lebih mendalam daripada dalam konteks kepuasan konsumen. Pemahaman tersebut berasal dari dua bidang penelitian utama, yaitu riset disonansi dan perilaku komplain. Disonansi kognitif dan ketidakpuasan konsumen merupakan dua konsep yang berbeda namun saling berkaitan. Konsep disonansi kognitif yang dikembangkan Leon Festinger menyatakan bahwa setiap orang membutuhkan keseimbangan / harmoni

antara pikiran dan tindakannya. Bila keseimbangan tidak tercapai, akan terjadi disonansi atau rasa tidak tenang.

Disonansi purnabeli yang dialami konsumen berkaitan dengan keragu-raguan atas pilihan dan keputusan pembelian yang telah dilakukan. Dalam situasi ini, konsumen bimbang apakah ia telah memilih produk yang tepat atau tidak. Namun, sama sekali tidak ada yang salah dengan produknya. Jadi, bukan karena produknya rusak, jelek, atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagai co ntoh, para mahasiswa kerapkali meragukan kesesuaian pilihan universitas atau program studinya. Mereka bingung apakah keputusannya sudah tepat, ataukah seharusnya memilih institusi lain atau mendalami jurusan lain.

Pada umumnya disonansi dapat terjadi pada berbagai situasi pembelian, terutama dalam kondisi:

a. Banyak pilihan yang masing- masing relatif sama menariknya.

b. Keputusan pembelian bersifat final dan tidak dapat dibatalkan / ditarik kembali.

c. Konsumen bebas menentukan pilihan, dalam artian tidak ada paksaan atau tekanan untuk memilih merek tertentu.

d. Situasi pembelian dengan tingkat komitmen dan keterlibatan yang tinggi. e. Produk / jasa yang dibeli sangat penting artinya bagi konsumen.

f. Situasi pembelian dengan resiko (fungsional, fisik, finansial, sosial, dan psikologis) yang relatif tinggi.

Dalam hal terjadi disonansi, ada dua kemungkinan reaksi konsumen. Pertama, mengkonfirmasi atau menjustifikasi pilihannya, misalnya dengan menerima perbedaan-perbedaan hasil yang dianggap tidak signifikan. Sedangkan kemungkinan kedua, menyimpulkan bahwa keputusan yang dibuat itu tidak bijaksana / keliru.

Sebaliknya, situasi ketidakpuasan terjadi setelah konsumen menggunakan produk atau mengalami jasa yang dibeli dan merasakan bahwa kinerja produk ternyata tidak memenuhi harapan. Ketidakpuasan dapat menimbulkan sikap negatif terhadap merek maupun produsen / penyedia jasa, berkurangnya kemungkinan pembelian ulang, peralihan merek (brand switching), dan berbagai perilaku komplain.

2. Mengukur kepuasan konsumen

Tidak ada satupun ukuran tunggal “terbaik” mengenai kepuasan konsumen yang disepakati secara universal. Meskipun demikian, di tengah beragamnya cara mengukur kepuasan konsumen, terdapat kesamaan paling tidak dalam enam konsep inti yaitu:

a. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan wajib memnerikan kesempatan seluas- luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan kritik, saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang

digunakan dapat berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah diakses atau sering dilalui pelanggan), kartu komentar (yang dapat diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dll. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Sangat mungkin mereka langsung berganti pemasok dan tidak akan membeli produk / jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.

b. Ghost Shopping

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial perusahaan dan perusahaan pesaing. Mereka lantas melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan dibandingkan para pesaing. Selain itu, para ghost shoppers

permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan, dan menangani setiap masalah atau keluhan pelanggan.

c. Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, di mana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

d. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e- mail, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka.

3. Strategi kepuasan konsumen

Ada empat metode yang banyak digunakan dalam mengukur kepuasan konsumen / pelanggan, yaitu:

a. Barang dan jasa berkualitas

Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan konsumen harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Paling tidak standarnya harus menyamai para pesaing utama dalam industri. Untuk itu berlaku prinsip “quality comes first, satisfaction programs follow”. Biasanya perusahaan yang tingkat kepuasan konsumennya tinggi menyediakan tingkat layanan konsumen yang tinggi pula. Kerapkali itu merupakan cara mereka membenarkan harga yang lebih mahal.

b. Relationship marketing

Kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para konsumen. Asumsinya adalah relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia produk / jasa dan konsumen dapat membangun bisnis ulangan (repeat business)

dan menciptakan loyalitas konsumen. c. Program promosi loyalitas

Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan konsumen. Biasanya, program ini memberikan semacam “penghargaan” khusus kepada konsumen kelas kakap atau konsumen rutin

(heavy users) agar tetap loyal pada produk perusahaan bersangkutan. d. Penanganan komplain secara efektif

Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus terlebih dahulu memastikan bahwa barang atau jasa yang dihasilkan

benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Baru setelah itu, jika ada masalah, perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat sistem penanganan komplain. Jadi, jaminan kualitas harus mendahului penanganan komplain.

e. Unconditional guarantees

Unconditional guarantees dibutuhkan untuk mendukung keberha silan program kepuasan konsumen. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para konsumen mengenai tingkat kinerja produk yang diharapkan akan diterima konsumen. Garansi ini bermanfaat dalam mengurangi resiko pembelian oleh konsumen, memberikan sinyal mengenai kualitas produk, dan secara tegas menyatakan bahwa perusahaan bertanggungjawab atas produk / jasa yang mereka jual.

f. Program pay-for-performance

Program kepuasan konsumen tidak dapat terlaksana tanpa adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Sebagai ujung tombak perusahaan yang berinteraksi secara langsung dengan para konsumen dan berekewajiban memuaskan mereka, karyawan juga harus dipuaskan kebutuhannya. Dengan kata lain, total customer satisfaction harus didukung pula dengan total quality reward yang mengaitkan sistem penilaian kinerja dan kompensasi dengan kontribusi setiap karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan kepuasan konsumen.

C. Merek (Brand)

1. Pengertian

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasi yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa seseorang atau sekelompok penjual, untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2005). Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberi feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.

Adapun syarat-syarat dalam pemilihan nama merek meliputi :

1. Merek harus menyatakan sesuatu tentang manfaat dari produk yang bersangkutan.

2. Merek harus menyatakan kategori produk atau jasa yang ditawarkan penjual.

3. Merek harus menyatakan mutu yang konkret dan perumpamaan yang tinggi.

4. Merek harus mudah dieja, dikenali, dan diingat.

5. Merek sebaiknya tidak mengandung makna yang jelek di negara dan dalam bahasa lain.

2. Peranan dan Kegunaan Merek

Merek memegang peranan penting dimana merek mampu menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Menurut Kotler, penggunaan merek memberikan beberapa keunggulan kepada perusahaan atau penjual, antara lain :

1. Nama merek lebih memudahkan penjual memproses masalah dan menelusuri pesanan.

2. Nama merek dan tanda merek penjual tersebut memberikan perlindungan hukum atas ciri-ciri produk yang unik.

3. Penggunaan merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan-pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan. Loyalitas merek memberikan suatu perlindungan kepada penjual dari persaingan.

4. penggunaan merek membantu perusahaan atau penjual melakukan segmentasi pasar.

5. Merek yang kuat membantu memb antu membangun citra perusahaan.

D. Produk (Product)

1. Pengertian

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan.

Produk meliputi lebih dari sekedar barang berwujud. Dalam definisi lebih luas, produk meliputi objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide.

2. Tingkat produk

Perencanaan produk perlu memikirkan produk dan jasa atas 3 tingkatan yaitu : a. Produk inti (Core product)

Produk inti berada pada tingkatan paling dasar yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan: Apa sebenarnya yang dibeli oleh konsumen? Produk inti terdiri dari manfaat inti untuk pemecahan masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli produk atau jasa. Jadi dalam merancang pruduk, mula- mula pemasar harus mendefinisikan masalah inti sebelum meluncurkan produk ke pasaran.

b. Produk aktual (Actual product)

Selanjutnya perencanaan harus mewujudkan produk aktual di sekitar produk inti. Produk aktual mempunyai 5 karakteristik yaitu kualitas, fitur, rancangan, nama merek, dan kemasan.

c. Produk tambahan

Akhirnya perencanaan produk harus mewujudkan produk tambahan disekitar produk inti dan produk aktual. Dengan menawarkan jasa dan manfaat tambahan bagi konsumen. Oleh karena itu, sebuah produk lebih dari sekedar seperangkat sifat-sifat barang berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai rangkaian kompleks dan manfaat yang dapat memuaskan kebutuhan mereka.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap konsumen ponsel merek Nokia. Studi kasus merupakan suatu penelitian terhadap subyek tertentu, kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisis sehingga kesimpulan yang diambil hanya berlaku pada subyek yang diteliti. (Sugiyono, 2001)

Subyek dari penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Hasil dari suatu penelitian studi kasus hanya berlaku pada daerah penelitian.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2006.

2. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sle man, Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Subyek Dan Obyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah konsumen pengguna produk ponsel Nokia yang berdomisili di Kelurahan Sariharjo.

Adapun obyek dari penelitian ini adalah tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut ponsel Nokia, yang meliputi desain atau model, fasilitas atau fitur, harga dan garansi produk.

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah suatu karakteristik, ciri, sifat, watak, milik, atau keadaan yang melekat pada beberapa subyek, orang atau barang yang dapat berbeda-beda intensitasnya, banyaknya, atau kategorinya (Soehardi Sigit, 2003:37). Variabel penelitian adalah sesuatu yang diteliti. Penulis menggunakan beberapa variabel penelitian, antara lain :

1. Variabel untuk masalah pertama

Dalam penelitian ini variabel penelitian dari masalah pertama adalah karakteristik atau profil responden dari ponsel Nokia. Karakteristik responden yang diteliti meliputi beberapa aspek, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, peghasilan, dan jangka waktu penggunaan produk. 2. Variabel untuk masalah kedua

Dalam penelitian ini variabel penelitian dari masalah kedua adalah atribut dari ponsel Nokia yang dianggap penting oleh konsumen. Atribut-atribut yang diteliti meliputi model ponsel, fitur, harga, dan garansi produk.

3. Variabel untuk masalah ketiga

Dalam penelitian ini variabel penelitian dari masalah ketiga adalah tingkat kepuasan konsumen terhadap produk ponsel Nokia. Tingkat kepuasan yang diukur mencakup 4 atrib ut yaitu model, fitur, harga, dan garansi produk. Untuk mengukur kepuasan konsumen terhadap produk ponsel Nokia, peneliti menyebarkan kuesioner kepada para responden yaitu masyarakat di Kelurahan Sariharjo. Kuesioner ini bersifat tertutup dan alternatif jawaban yang disediakan adalah sebagai berikut :

• Sangat Puas

• Puas

• Ragu - Ragu

• Tidak Puas

• Sangat Tidak Puas

Karena data yang didapat masih berbentuk kualitatif maka pengukurannya harus dikuantitatifkan dengan cara skoring. Langkah skoring yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert. Menurut Soehardi Sigit (2003:135) skala likert adalah skala yang digunakan pada kuesioner-kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan (statement). Skala likert berisi pilihan setuju atau tidak setuju yang dibagi ke dalam lima bagian skala terhadap

pernyataan-pernyataan dan bukan pertanyaan (question). Maka skor terhadap alternatif jawaban responden pada setiap item pertanyaan adalah sebagai berikut :

Tabel III. 1

Tabel Skor Jawaban Responden Alternatif Jawaban Skor

SP : Sangat Puas 5

P : Puas 4

RR : Ragu-Ragu 3

TP : Tidak Puas 2

STP : Sangat Tidak Puas 1

E. Definisi Operasional

1. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingannya antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.

2. Konsumen adalah seseorang, sekelompok orang, ataupun lembaga yang mengkonsumsi produk ataupun jasa yang ditawarkan produsen.

3. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan.

4. Model / desain ponsel adalah bentuk dari ponsel, dan juga meliputi ukuran seperti panjang, lebar, dan tebal tipisnya.

6. Harga adalah nilai yang dibayar untuk mendapatkan manfaat dari barang atau jasa.

7. Garansi adalah jaminan yang diberikan produsen kepada konsumen atas produk atau jasa yang dijual.

F. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa metode yang digunakan untuk pencarian dan pengumpulan data dalam penelitian ini. Adapun metode- metode tersebut adalah :

1. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. (Iqbal Hasan, 2002)

2. Angket atau kuesioner

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan / pernyataan untuk diisi oleh responden. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan atas-atau, menjawab pertanyaan / pernyataan yang diajukan.

3. Kepustakaan / dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengambil data dari berbagai buku,

Dokumen terkait