• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah data hasil penelitian terkumpul sesuai kebutuhan untuk menguji hipotesis yang diajukan, yang diantaranya yaitu data pretes dan postes kemampuan berpikir kritis matematis serta data preskala dan posskala disposisi berpikir kritis matematis, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan teknik analisis sebagai berikut

1. Perhitung statistik deskriptif

Analisis data deskriptif hasil pretes, postes, dan n-gain terdiri dari nilai rata-rata, dan deviasi standar (simpangan baku).

2. Perhitungan n-gain

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diberikan PBM lebih baik daripada siswa dengan PK, terlebih dahulu dihitung n-gain melalui skor hasil pretes dan postes dengan rumus sebagai berikut

pretes skor -ideal skor pretes skor -postes skor  g

Setelah skor n-gain dihitung, kemudian dikelompokan ke dalam tiga tingkatan kategori berdasarkan Hake (1999), yaitu seperti pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Kriteria Indeks Gain

Skor Gain Kategori

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Skor n-gain merupakan metode yang baik untuk menganalisis peningkatan antara hasil pretes dan postes, karena peningkatan dari skor 6 menjadi 9 berbeda dengan peningkatan dari skor 4 menjadi 7. Skor n-gain merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat keefektifan pembelajaran.

3. Uji Normalitas Distribusi

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah data kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Istilah distribusi normal hanya dapat berlaku untuk seluruh nilai dalam polulasi dimana sampel data tersebut diambil, jadi distribusi normal merupakan karakteristik untuk populasi dan bukan untuk karakteristik sampel. Hasil uji normalitas bukan sebagai dasar untuk membuat keputusan menggunakan uji parametrik atau nonparametrik, tetapi masih banyak pertimbangan lain. Langkah-langkah perhitungan uji normalitas pada masing-masing skor kemampuan dan disposisi berpikir kritis adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis yang diuji

H0 : Skor berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Skor berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b. Kriteria pengujian

Jika Sig  0,05 maka H0 ditolak. Jika Sig > 0,05 maka H0 diterima.

Uji normalitas data skor pretes, postes, dan n-gain pada masing-masing kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji statistik

One-Sample Kolmogorov-Smirnov, karena jumlah sampel dalam penelitian yaitu

hanya berjumlah 23 siswa kelas kontrol dan 23 siswa kelas eksperimen. Ukuran sampel yang kecil tidak memiliki banyak kekuatan untuk mendeteksi penyimpangan apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas distribusi menggunakan bantuan Predictive Analytics software

(PASW Statistics 18) atau IBM SPSS versi 18.0.

4. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians skor pretes, postes, dan n-gain kemampuan dan disposisi berpikir kritis antara kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah ragam kedua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Langkah-langkah perhitungan uji homogenitas varians masing-masing skor adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis statistik H0 :

H1 :

Keterangan:

: varians skor kelompok eksperimen. : varians skor kelompok kontrol.

H0 : varians skor kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen. H1 : varians skor kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak

homogen. b. Kriteria pengujian

Jika Sig  0,05 maka H0 ditolak. Jika Sig > 0,05 maka H0 diterima.

Pengujian homogenitas ini dapat dilakukan apabila data yang diuji telah memenuhi asumsi statistik yaitu sebaran data berasal dari populasi yang distribusi normal. Uji homogenitas menggunakan uji F atau yang biasa dikenal dengan

Levene test. Angka-angka untuk perhitungan uji F bisa juga diperoleh dari hasil

5. Uji Hipotesis

Analisis data hasil penelitian berikutnya adalah uji hipotesis atau uji perbedaaan rata-rata, dengan taraf signifikansi . Pada uji ini digunakan rata-rata skor kelompok siswa yang memperoleh PBM dan kelompok siswa yang memperoleh PK. Langkah-langkah perhitungan uji perbedaan dua rata-rata untuk analisis skor gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis pada kedua kelompok, adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis statistik H0 :

H1 :

Keterangan:

: rata-rata skor kelompok eksperimen. : rata-rata skor kelompok kontrol.

H0 : rata-rata skor kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol.

H1 : rata-rata skor kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol.

b. Kriteria pengujian

Jika Sig < 0,05 maka H0 ditolak Jika Sig  0,05 maka H0 diterima

Apabila data kedua kelompok berdistribusi normal dengan varians yang homogen digunakan statistik uji-t dengan independent-samples t-test. Uji ini untuk mengetahui dan memeriksa efektifitas perlakuan yang telah diimplementasikan pada sampel penelitian. Rumus uji-t yang digunakan adalah:

2 1 2 1 1 1 n n S X X t XY    dengan

   

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2     n n S n S n SXY

Keterangan :

1

X : rata-rata hitung hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen.

2

X : rata-rata hitung hasil belajar matematika siswa kelas kontrol.

2 1

S : variansi kelas eksperimen.

2 2

S : variansi kelas kontrol.

1

n : jumlah siswa kelas eksperimen.

2

n : jumlah siswa kelas kontrol.

2

XY

S : variansi total.

Perhitungan uji perbedaan rata-rata bergantung pada normalitas distribusi dan homogenitas varians kedua kelompok sampel. Jika data kedua kelompok berdistribusi normal namun tidak homogen, maka digunakan statistik uji-t dengan asumsi varians yang tidak homogen. Rumus yang digunakan adalah:

           1 2 2 1 2 1 2 1 n S n S X X t

Akan tetapi, jika ada data yang tidak berdistribusi normal, pengujiannya menggunakan uji nonparametrik, dengan uji statistik yang dipakai adalah uji U

Mann-Whitney. Uji perbedaan rata-rata antara kedua kelompok ini guna

menjawab hipotesis penelitian sesuai rumusan masalah. 6. Uji Asosiasi

Data kemampuan berpikir kritis matematis merupakan jenis data interval, sedangkan data skala disposisi berpikir kritis merupakan jenis data ordinal, sehingga analisis asosiasi menggunakan tabel kontingensi antar dua variabel. Uji asosiasi digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis. Uji asosiasi ini digunakan untuk pengujian statistik

hipotesis penelitian “terdapat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir

kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM”.

Uji asosiasi yaitu menganalisis tabel kontingensi untuk memperoleh koefisien kontingensi. Perhitungan asosiasi antara kemampuan dan disposisi

berpikir kritis hanya dilakukan pada data postes hasil penelitian di kelas eksperimen saja, karena berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui efektivitas PBM. Klasifikasi tinggi, sedang dan rendah pada kemampuan berpikir kritis matematis siswa diperoleh berdasarkan kriteria peningkatan kemampuan menurut Hake (1999). Disposisi berpikir kritis matematis siswa diklasifikasikan menurut Sumarmo, dkk., (2012). Klasifikasi tinggi, sedang dan rendah pada disposisi berpikir kritis matematis tidak didasarkan pada peningkatan dikarenakan disposisi berpikir kritis merupakan skala sikap model Likert, dan sikap cenderung tidak mudah untuk berubah apalagi dalam jangka waktu yang relatif singkat, sehingga semua peningkatan disposisi berpikir kritis siswa berada pada kategori yang rendah.

Koefisien kontingensi adalah jenis korelasi yang termasuk ke dalam korelasi nonparametrik, dan merupakan satu-satunya untuk menghitung koefisien korelasi data dengan skala nominal (Ruseffendi, 1993). Untuk mengetahui derajat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis digunakan koefisien kontingensi. Adapun penggolongan koefisien kontingensi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.13

Klasifikasi Koefisien Kontingensi

Koefisien Kontingensi Interpretasi Asosiasi

0 C Tidak ada maks C C 0,20 0 Sangat Rendah maks maks C C C 0,40 20 , 0 Rendah maks maks C C C 0,70 40 , 0 Cukup maks maks C C C 0,90 70 , 0 Tinggi maks maks C C C 90 , 0 Sangat Tinggi maks C C  Sempurna

Untuk memperoleh nilai Cmaks menggunakan rumus

m m

Cmaks 1 ,

dengan m adalah harga minimum antara banyaknya baris dan banyaknya kolom (Sudjana, 2005). Karena pengelompokan kemampuan dan disposisi berpikir kritis

berdasarkan tiga kriteria yaitu tinggi, sedang, dan rendah, maka banyaknya baris dan banyaknya kolom berjumlah tiga, sehingga diketahui bahwa

(Sudjana, 2005). Setelah mengetahui derajat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis, selanjutnya untuk mengetahui signifikan atau tidaknya asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis, maka dilakukan uji hipotesis. Hipotesis penelitian yang diuji untuk mengetahui asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa kelompok eksperimen yaitu siswa yang belajar melalui PBM adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM.

H1 : Terdapat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM.

Kriteria pengujian hipotesis statistik uji asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM yaitu tolak hipotesis nol jika , artinya terdapat asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa melalui PBM.

A. Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis data skor siswa kelompok pembelajaran berbasis-masalah (PBM) dan pendekatan konvensional (PK), untuk mengetahui peningkatan kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa SMA. Eksperimen dalam penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di Tanjungpandan. Kegiatan belajar siswa yang mendapat perlakuan penelitian yaitu PBM berlangsung dalam situasi yang kondusif, walaupun pada awal-awal pertemuan ada beberapa perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa saat proses perlakuan pembelajaran dimulai, namun siswa tetap mengikuti pembelajaran bahkan diskusi-diskusi kelompok yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Interaksi yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung juga tergolong baik. Setiap siswa berusaha untuk dapat memberikan masukan kepada temannya yang lain, dan terbuka menerima masukan atau temuan yang dijelaskan oleh teman-temannya.

Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol, sebelum memperoleh PBM dan PK adalah sama. Sedangkan hasil analisis pada skor postes siswa diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM lebih baik daripada siswa yang belajar melalui PK. Akan tetapi, pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa kedua kelompok berada pada kategori sedang.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PBM lebih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar melalui PK. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar melalui PBM berada pada kategori sedang, sedangkan siswa yang belajar melalui PK berada pada kategori rendah.

3. Disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBM dan PK sebelum dan sesudah memperoleh pembelajaran tidak berbeda. Pencapaian disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBM dan PK sama-sama berada pada kategori sedang. Perbandingan antara skor preskala dan skor posskala disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBM dan PK secara rata-rata meningkat.

4. Peningkatan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBM tidak lebih baik daripada peningkatan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PK.

5. Terdapat asosiasi yang rendah sekali antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan PBM.

6. Aktivitas guru dan siswa di kelas selama pembelajaran matematika menggunakan PBM terlaksana dengan baik.

B. Implikasi

Berdasarkan kajian teori mengenai kemampuan dan disposisi berpikir kritis, analisis data hasil penelitian beserta pembahasannya, dan kesimpulan penelitian, maka diketahui bahwa PBM telah berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan dan lebih baik daripada pembelajaran dengan PK. Berikut ini dikemukakan beberapa implikasi dari kesimpulan tersebut.

1. Aktivitas siswa di kelas yang dikembangkan dalam PBM dicapai melalui masalah kontekstual yang diajukan dalam bahan ajar, kemudian ditunjang oleh kemampuan awal atau prasyarat yang dimiliki, sehingga siswa merasa tertantang untuk menyelesaikannya dan menciptakan komunikasi antar siswa untuk saling memberi masukan dalam diskusi kelompok sampai dengan tercapainya kemampuan potensial masing-masing.

2. Masalah kontekstual yang diajukan dalam implementasi PBM tidak bisa lansung diselesaikan menurut prosedur rutin, maka disposisi berpikir kritis siswa menentukan kerangka dan pola pikir siswa dalam memecahkannya, karena dengan disposisi berpikir kritis siswa akan memperoleh makna yang

terkandung pada tiap kalimat dalam masalah kontekstual tersebut, kemudian mentransfer menjadi bahasa matematika yang lebih sederhana dan mudah untuk dimengerti. Selanjutnya, untuk memahamkan pada kelompok diskusi lain menggunakan bahasa sendiri yang ilustratif, efektif, dan kreatif.

3. PBM layak digunakan oleh guru matematika dan menjadi kurikulum matematika di sekolah-sekolah menengah yang berkategori sedang dan tinggi, khususnya sebagai alternatif yang dapat dipilih untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa yang disokong oleh kemampuan dasar matematis yang sebelumnya telah lebih baik. Sedangkan untuk sekolah menengah yang berkategori rendah, maka PBM dapat diimplementasikan berkombinasi dengan pendekatan pembelajaran lain sebagai variasi untuk selalu menarik perhatian siswa, sehingga mengurangi kejenuhan mereka untuk belajar matematika.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika pada pokok bahasan tertentu yang relevan menggunakan PBM disarankan untuk dilakukan, sehingga pemahaman siswa terhadap topik-topik tersebut dapat lebih dipahami secara mendalam sesuai eksplorasi konsep yang mereka lakukan secara kolaborasi. Lebih dari itu, ZPD yang siswa miliki akan semakin melebar karena bantuan (scaffolding) dari guru atau siswa yang lebih berkompeten yang akan memperbesar jaraknya, sehingga kemampuan aktualnya secara perlahan akan meningkat signifikan. 2. Implementasi pembelajaran berbasis konstruktivisme cocok menjadi

kurikulum matematika di sekolah, karena kegiatan belajar menurut teori akan menghadirkan pengalaman belajar pada siswa melalui pemecahan masalah kontekstual, sehingga siswa memperoleh kebermaknaan dan tersimpan dalam

long term memory.

3. Pembelajaran dengan teknik scaffolding sangat baik untuk diimplementasikan di kelas matematika, dengan tujuan mengembangkan kemampuan potensial

masing-masing siswa, sehingga respon siswa terhadap matematika menjadi lebih baik, yaitu ditunjukan dalam bentuk peningkatan hasil belajar dan kemampuan matematis siswa serta pencapaian tujuan pembelajaran.

4. Proses implementasi PBM pada siswa SMA, sebaiknya memperhatikan kemampuan dan taraf pemahaman siswa dalam matematika, waktu pertemuan untuk belajar di kelas, jumlah siswa dalam kelompok diskusi, dan kemampuan siswa dalam kelompok diskusi harus yang heterogen.

5. Siswa yang peningkatan kemampuan dan disposisi berpikir kritisnya masih tergolong dalam kategori rendah setelah belajar dengan PBM sebaiknya diberikan atau mengikuti belajar tambahan dengan pendekatan dan strategi atau metode pembelajaran yang bervariasi.

6. Rendahnya peningkatan kemampuan berpikir kritis salah satunya disebabkan karena siswa kurang mampu memaknai bahasa yang termuat dalam masalah atau soal matematika, untuk diterjemahkan ke dalam kalimat yang lebih sederhana agar mudah dipahami dan dicari pemecahannya, serta lemah juga dalam kemampuan pemecahan masalah, sehingga perlu untuk selalu mengaitkan bentuk dan ciri-ciri antar materi matematika atau mengandaikan simbol-simbol matematika dengan contoh kontekstual, sampai dengan terjadinya proses asimilasi dan akomodasi pada skema berpikir siswa.

7. Para peneliti lanjutan kiranya dapat menerapkan PBM pada pokok bahasan selain Trigonometri, serta mengembangkan aspek kemampuan berpikir matematis tinggi yang lain seperti kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian.

8. Hasil temuan mengenai ketidakberhasilan memperoleh kesimpulan terhadap perbedaan peningkatan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional memberikan peluang untuk penelitian lanjut guna memperoleh hasil yang positif. Pentingnya memperoleh hasil positif dari uji perbedaan disposisi berpikir kritis menjadi tujuan dalam pengembangan penelitian lanjut dengan implementasi pembelajaran yang tidak konvensional.

9. Rendahnya peningkatan disposisi berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dibanding dengan peningkatan disposisi berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional perlu dilakukan wawancara mendalam pada masing-masing kelompok siswa mengenai tata cara belajar dan pola pikir mereka, serta pengaruh dari teknik penyampaian pembelajaran ketika guru mengimplementasikan di kelas hingga meningkatkan disposisi berpikir kritis mereka.

10.Penelitian ini dilakukan selama enam pekan dengan delapan kali pertemuan di kelas, termasuk pretes dan postes. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan disposisi berpikir kritis dengan kurun waktu yang sedikit lebih panjang, sehingga potensi dan kemampuan dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis siswa yang berkategori rendah akan meningkat menjadi tinggi atau sedang karena kesertaan peningkatan disposisinya yang juga menjadi lebih baik.

11.Memacu semangat siswa perlu untuk selalu dilakukan guru sebagai motivator dengan bercerita berbagai pengalaman menarik perhatian siswa ketika mereka mulai merasakan kejenuhan belajar, sehingga memperbaiki kondisi kelas dan

mood siswa, kemudian selanjutnya diharapkan berdampak positif pada

kemandirian belajar, disposisi, ataupun habits of mind mereka.

12.Generalisasi hasil penelitian ini untuk siswa di SMA yang berkategori sedang di Bangka Belitung, atau populasi yang memiliki kesamaan karakteristik sesuai yang didefinisikan dalam penelitian ini. Tetapi untuk SMA yang berkategori tinggi atau sedang, perlu dilakukan penelitian lanjutan.

13.Pentingnya menemukan asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis matematis dikarenakan kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang erat kaitannya satu sama lain. Ketidakberhasilan peneliti menemukan hasil signifikan dari uji asosiasi antara kemampuan dan disposisi berpikir kritis kembali membuka peluang pada peneliti lanjutan untuk melakukan pengkajian lebih intensif mengenai uji asosiasi berdasarkan tiap indikator dengan telaah yang lebih ketat.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

_________. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Armiati. (2011). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis, Komunikasi

Matematis dan Kecerdasan Emosional Mahasiswa melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah. Disertasi Pendidikan Matematika UPI: Tidak

dipublikasikan.

Atallah, F., Bryant, S.L. and Dada, R. (2010). A Research Framework for Studying Conceptions and Dispositions of Mathematics: A Dialogue to Help Students Learn. Dalam Research in Higher Education Journal. [Online]. Tersedia: http://www.aabri.com/manuscripts/10461.pdf [22 Februari 2012].

Attorps, I. (2006). Mathematics Teachers’ Conceptions about Equations.

Dissertation on Helsinki of University. [Online]. Tersedia: http://ethesis. helsinki.fi/julkaisut/kay/sovel/vk/attorps/mathemat.pdf [30 Oktober 2012]. Borg, W.R dan Gall, M.D. (1989). Educational Research. New York: Longman. Dahlan, J.A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Penalaran & Pemahaman

Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi Pendidikan Matematika UPI: Tidak

dipublikasikan.

Dewanti, S.S. (2011). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pendidikan Matematika sebagai Calon Pendidik Karakter Bangsa melalui Pemecahan Masalah. Dalam Seminar Nasional Matematika Prodi

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dewanto, S.P. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel

Matematik Mahasiswa melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi

Pendidikan Matematika UPI: Tidak dipublikasikan.

Duron, R., Limbach, B. and Waugh, W. (2006). Critical Thinking Framework For Any Discipline. Dalam International Journal of Teaching and Learning in

Higher Education. Vol 17 (2), 7 halaman. [Online]. Tersedia: http://www.

isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE55.pdf [21 November 2012].

Duch, B.J., Groh, E. and Allen, D.E. (2001). The Power of Problem-Based

Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical

Thinking Dispositions and Abilities. [Online]. Tersedia:

http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritica lThinking_51711_000.pdf [22 Februari 2012]

Facione, PA, Giancarlo CA, Facione, NC and Gainen, J., (1995). The disposition toward Critical Thinking. Dalam Journal of General Education. Vol 44 (1). [Online]. Tersedia: http://www.insightassessment.com/content/ download/789/4985/file/Disposition_to_CT_1995_JGE.pdf [11 Maret 2013]

Glazer, E. (2001). Using Web Sources to Promote Critical Thinking in High

School Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.arches.uga.edu/

~eglazer/nime2001b.pdf [21 Nopember 2012]

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept of Physics, Indiana University. [Online]. Tersedia: http://www.physics. ndiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [7 Oktober 2012].

Halpern, D.E. (1998). Teaching Critical Thinking for Transfer Across Domains: Dispositions, Skills, Structure Training, and Metacognitive Monitoring. Dalam American Psychological Association. Vol. 53. (4). [Online]. Tersedia: http://projects.ict.usc.edu/itw/vtt/HalpernAmPsy98CritThink.pdf [24 Februari 2013]

Ibrahim. (2011). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah yang Menghadirkan Kecerdasan Emosional. Dalam Prosiding Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematik Siswa

SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi Pendidikan Matematika UPI: Tidak dipublikasikan.

Jacob, S.M. dan Sam, H.K. (2008). Measuring Critical thinking in Problem Solving through Online Discussion Forums in First Year University Mathematics. Dalam International MultiConference of Engineers and

Computer Scientists 2008. Vol 1, 6 halaman.

Juandi, D. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru

Matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi

Pendidikan Matematika UPI: Tidak dipublikasikan.

Kilpatrick, J., Swafford, J. dan Findell, B. (2001). Adding It Up Helping Children

Krismanto, A. (2003). Beberapa Teknik, Model, Dan Strategi Dalam

Pembelajranan Matematika. Yogyakarta: DEPDIKNAS.

Leader, L.F. dan Middleton, J.A. (2004). Promoting Critical-Thinking Dispositions by Using Problem Solving in Middle School Mathematics. Dalam Research in Middle Level Education Online. Vol. 28. (1). [Online]. Tersedia: http://www.amle.org/portals/0/pdf/publications/RMLE/rmle_ vol28_no1_article3.pdf [24 Februari 2013]

Lunenburg, F.C. (2011). Critical Thinking and Constructivism Techniques for Improving Student Achievement. Dalam National Forum of Teacher

Education Journal. Vol. 21(3). 9 halaman.

Mgombelo, J. dan Jaipal-Jamani, K. (2011). Mathematics Problem Solving Professional Learning Through Collaborative Action Research. Dalam

European Research in Mathematics Education VII. Working Group 17a.

[Online]. Tersedia:. http://www.cerme7.univ.rzeszow.pl/WG/17a/ CERME7_WG17A_Mgombelo.pdf [7 Mei 2012].

NCTM. (2000). Principles and Standards for Schools Mathematics. Reston, VA: NCTM Inc.

Peled, I. (2008). a Meta-Perspective on the Nature of Modelling and the Role of Mathematics. Dalam European Research in Mathematics Education V. Working Group 13. [Online]. Tersedia: http://ermeweb.free.fr/CERME %205/WG13/13_Peled.pdf [29 Oktober 2012].

Permana, Y. dan Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Dalam Educationist. Vol. 1 (2).

Dokumen terkait