• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN NENAS

Dalam dokumen Outlook Nenas 2015 (Halaman 63-69)

5.1. PROYEKSI PENAWARAN NENAS INDONESIA 2015-2019

Penawaran nenas merupakan representasi dari produksi. Proyeksi produksi nenas menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Nilai MAPE diperoleh sebesar 38 pada konstanta pemulusan level  = 0,30 dan trend  = 0, 02. Hasil proyeksi penawaran nenas Indonesia tahun 2015-2019 disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Nenas Indonesia, 2015-2019

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) 2015 1.874.699 2016 1.927.088 2,79 2017 1.979.478 2,72 2018 2.031.868 2,65 2019 2.084.258 2,58 Rata-rata Pertumbuhan (%/th) 2,68

Penawaran nenas Indonesia diperkirakan akan meningkat tahun 2015-2019 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,68% per tahun. Tahun 2015 penawaran nenas diperkirakan sebesar 1,87 juta ton dan akan mencapai 2,08 juta ton pada tahun 2019.

Jika dibandingkan dengan Angka Sasaran produksi nenas dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2015-2019 maka hasil proyeksi tersebut tidak berbeda signifikan. Angka Sasaran produksi nenas Indonesia disajikan pada Tabel 5.2.

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 5.2. Angka Sasaran Produksi Nenas Indonesia, 2015-2019

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) 2015 1.888.368 2016 1.926.136 2,00 2017 1.964.658 2,00 2018 2.003.037 1,95 2019 2.042.864 1,99 Rata-rata Pertumbuhan (%/th) 1,99

Sumber : Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019

5.2. PROYEKSI PERMINTAAN NENAS INDONESIA 2015-2019

Permintaan nenas dihitung dengan pendekatan permintaan untuk konsumsi langsung di rumah tangga. Series data yang digunakan adalah konsumsi nenas segar per kapita hasil Susenas BPS. Dengan menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) diperoleh nilai MAPE sebesar 27,53 pada level  = 0,0849 dan trend  = 0,0097. Untuk memperoleh total permintaan nenas di Indonesia digunakan juga data proyeksi jumlah penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi nenas di Indonesia disajikan pada Tabel 5.3.

Konsumsi nenas segar per kapita diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2015-2019, sedangkan jumlah penduduk diperkirakan akan meningkat. Dari perkalian konsumsi nenas per kapita dengan jumlah penduduk diperoleh total konsumsi nenas yang diperkirakan juga akan mengalami penurunan. Rata-rata penurunan dalam kurun waktu tersebut sebesar 16,88% per tahun. Tahun 2014 permintaan nenas diperkirakan sebesar 39,66 ribu ton yang akan turun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2019 menjadi sebesar 18,86 ribu ton.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45 Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Nenas Indonesia, 2015-2019

Tahun Konsumsi RT (Kg/Kapita) Jumlah Penduduk (000 Orang) Total Konsumsi RT (Ton) Pertumbuhan (%) 2015 0,155 255.462 39.664 2016 0,134 258.705 34.678 -12,57 2017 0,113 261.891 29.548 -14,79 2018 0,092 265.015 24.277 -17,84 2019 0,070 267.974 18.862 -22,31

Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) -16,88

5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT NENAS INDONESIA 2015–2019

Proyeksi surplus/defisit nenas tahun 2015-2019 diperoleh dari selisih proyeksi penawaran dan permintaan nenas. Penawaran merupakan representasi dari produksi nenas, namun mengingat saat panen selalu terdapat komponen tercecer, maka penawaran netto adalah produksi dikurangi dengan tercecer. Komponen tercecer menurut Neraca Bahan Makanan rata-rata sebesar 6% dari total produksi nenas.

Permintaan diperoleh dari konsumsi langsung rumah tangga yang bersumber dari Susenas dikalikan dengan jumlah penduduk. Selain itu juga perlu diperhitungkan permintaan untuk bahan baku industri makanan berbahan baku nenas, seperti industri selai, sirup, dodol, dan keripik. Proyeksi bahan baku industri makanan diperoleh dari perhitungan dalam Neraca Bahan Makanan.

Berdasarkan selisih proyeksi penawaran dan permintaan tersebut, diperoleh proyeksi surplus/defisit nenas Indonesia seperti tersaji pada Tabel 5.4. Pada tahun 2015 nenas Indonesia masih berada dalam posisi surplus sebesar 24.353 ton. Demikian pula pada tahun 2016 masih terjadi surplus nenas tetapi turun menjadi 3.535 ton. Surplus tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran serta untuk ekspor nenas segar ke luar negeri.

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Dengan semakin besarnya permintaan untuk bahan baku industri makanan, maka posisi surplus tersebut diperkirakan akan berubah menjadi defisit pada tahun 2017-2019, dimana defisit tersebut akan semakin besar. Tahun 2019 nenas Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit sebesar 58,08 ribu ton. Oleh karena itu harus dilakukan langkah-langkah antisipasi agar defisit tidak terjadi terus-menerus.

Mengingat prospek komoditi nenas yang cukup besar, maka perlu disusun program pengembangan kawasan nenas antara lain meliputi pengembangan areal produksi melalui perluasan areal tanam dan optimalisasi kebun, pengembangan perbenihan, penerapan GAP/SOP, pengembangan kelembagaan, penataan pengelolaan rantai pasokan, fasilitasi terpadu investasi pengembangan nenas dan fasilitasi sarana/prasarana.

Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Nenas Indonesia, 2015-2019

2015 1.874.699 112.482 39.664 1.698.200 24.353 2016 1.927.088 115.625 34.678 1.773.250 3.535 2017 1.979.478 118.769 29.548 1.848.310 -17.149 2018 2.031.868 121.912 24.277 1.923.360 -37.681 2019 2.084.258 125.055 18.862 1.998.420 -58.079 Permintaan (Ton) Bahan Baku Industri Makanan Surplus/Defisit (Ton) Penawaran (Ton) Tahun Tercecer 6%

(Ton) Konsumsi Langsung (Susenas)

5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN NENAS ASEAN 2015-2019

Ketersediaan nenas di negara-negara ASEAN diperoleh dari perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) pada level  = 1,2030 dan trend  = 0,1201 diperoleh nilai MAPE = 8. Berdasarkan metode tersebut dihasilkan proyeksi ketersediaan nenas ASEAN seperti tersaji pada Tabel 5.5.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47 Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Nenas ASEAN, 2015-2019

Tahun Ketersediaan (Ton) Pertumbuhan

(%) 2015 7.579.107 2016 7.737.928 2,10 2017 7.896.750 2,05 2018 8.055.571 2,01 2019 8.214.393 1,97

Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) 2,03

Ketersediaan nenas di ASEAN untuk tahun 2015 sebesar 7,58 juta ton. Dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2,03% per tahun, maka diperkirakan pada tahun 2019 ketersediaan nenas di ASEAN akan mencapai 8,21 juta ton. Meskipun ketersediaan nenas masih tumbuh positif, namun persentase pertumbuhannya semakin melambat dari tahun ke tahun. Dengan demikian perlu dilakukan upaya dari negara-negara penghasil nenas ASEAN agar dapat meningkatkan produksinya sehingga ketersediaan nenas dapat tetap terjaga.

5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN NENAS DUNIA 2015-2019

Proyeksi ketersediaan nenas segar di dunia dihitung menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pada level 

= 1,1788 dan trend  = 0,1310 diperoleh nilai MAPE = 4 dengan hasil proyeksi ketersediaan nenas dunia seperti tersaji pada Tabel 5.6.

Ketersediaan nenas di dunia diperkirakan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,75% per tahun. Secara umum laju pertumbuhan ketersediaan nenas dunia hasil proyeksi lebih besar dibandingkan pertumbuhan ketersediaan nenas ASEAN, namun laju pertumbuhannya juga menunjukkan kecenderungan yang semakin melambat. Tahun 2015 ketersediaan nenas dunia sebesar 26,00 juta ton dan diperkirakan akan meningkat menjadi 28,97 juta ton pada tahun 2019.

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Nenas Dunia, 2012-2019

Tahun Ketersediaan (Ton) Pertumbuhan (%) 2015 25.998.406 2016 26.742.323 2,86 2017 27.486.240 2,78 2018 28.230.156 2,71 2019 28.974.073 2,64

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

Dalam dokumen Outlook Nenas 2015 (Halaman 63-69)

Dokumen terkait