Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i
OUTLOOK NENAS
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii
OUTLOOK NENAS
ISSN : 1907-1507
Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5)
Jumlah Halaman : 74 halaman
Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi.
Penyunting :
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc. Ir. Noviati, MSi.
Naskah :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Design Sampul :
Victor Saulus Bonavia
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditas Hortikultura.
Publikasi Outlook Nenas Tahun 2015 merupakan salah satu bagian dari
Outlook Komoditas Pertanian, yang menyajikan keragaan data series komoditi
Nenas secara nasional dan internasional selama 10-30 tahun terakhir serta
dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun juga
dalam bentuk soft copy (CD) dan dapat diperoleh atau diakses melalui website
Pusdatin yaitu http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id /.
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi Nenas secara
lebih lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
Jakarta, Desember 2015 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Dr. Ir. Suwandi, MSi.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
RINGKASAN EKSEKUTIF ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS NENAS DI INDONESIA ... 9
3.1.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Indonesia ... 9
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Nenas di Indonesia ... 11
3.1.3. Sentra Produksi Nenas di Indonesia ... 13
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI NENAS DI INDONESIA ... 15
3.3. PERKEMBANGAN HARGA NENAS DI INDONESIA ... 17
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NENAS INDONESIA ... 18
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia ... 18
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia ... 20
3.4.3. Neraca Perdagangan Nenas Indonesia ... 21
BAB IV. KERAGAAN NENAS DUNIA ... 23
viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.1.1. Perkembangan Luas Panen Nenas ASEAN ... 23
4.1.2. Perkembangan Produksi Nenas ASEAN ... 24
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Nenas ASEAN ... 26
4.1.4. Perkembangan Luas Panen Nenas Dunia ... 27
4.1.5. Perkembangan Produksi Nenas Dunia ... 29
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Nenas Dunia ... 30
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NENAS ASEAN DAN DUNIA ... 32
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Nenas ASEAN ... 32
4.2.2. Perkembangan Volume Impor Nenas ASEAN ... 34
4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Dunia ... 36
4.2.4. Perkembangan Volume Impor Nenas Dunia ... 39
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN NENAS ASEAN DAN DUNIA ... 41
4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Nenas ASEAN ... 41
4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Nenas Dunia ... 42
BAB V. ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN NENAS ... 43
5.1. PROYEKSI PENAWARAN NENAS INDONESIA 2015-2019... 43
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN NENAS INDONESIA 2015-2019 ... 44
5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT NENAS INDONESIA 2015-2019 ... 45
5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN NENAS ASEAN 2015-2019 ... 46
5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN NENAS DUNIA 2015-2019 ... 47
BAB VI. KESIMPULAN ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ... 5
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2014 ... 10
Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Nenas Indonesia, 2015-2019 ... 43
Tabel 5.2. Angka Sasaran Produksi Nenas Indonesia, 2015-2019... 44
Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Nenas Indonesia, 2015-2019 ... 45
Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Nenas Indonesia, 2015-2019 ... 46
Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Nenas ASEAN, 2015-2019 ... 47
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ... 9
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2014 ... 11
Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2014 ... 12
Gambar 3.4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Nenas di Indonesia, Rata-rata 2010-2014 ... 13
Gambar 3.5. Perkembangan Produksi Nenas di Provinsi Sentra di Indonesia, 2010-2014 ... 14
Gambar 3.6. Produksi Nenas di Provinsi Lampung, 2014 ... 14
Gambar 3.7. Produksi Nenas di Provinsi Jawa Barat, 2014 ... 15
Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-2014 ... 16
Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Nenas di Indonesia, 1993-2014 ... 17
Gambar 3.10. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di Indonesia, 1997-2014 ... 18
Gambar 3.11. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia, 2000-2014 ... 19
Gambar 3.12. Beberapa Negara Tujuan Ekspor Nenas Indonesia, 2014 ... 19
Gambar 3.13. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia, 2000-2014 ... 20
Gambar 3.14. Beberapa Negara Asal Impor Nenas Indonesia, 2014 ... 21
Gambar 3.15. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Nenas Indonesia, 2010-2015 ... 22
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen Nenas Negara ASEAN, 1980-2013 ... 23
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2009-2013 ... 24
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Nenas Negara ASEAN, 1980-2013 ... 25
Gambar 4.4. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2009-2013 ... 26
xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.6. Beberapa Negara dengan Produktivitas Nenas Tertinggi di
ASEAN, Rata-rata 2009-2013 ... 27
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Panen Nenas Dunia, 1980-2013 ... 28
Gambar 4.8. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2009-2013 ... 29
Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Nenas Dunia, 1980-2013 ... 29
Gambar 4.10. Beberapa Negara Dengan Produksi Nenas Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2009-2013 ... 30
Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Nenas di Dunia, 1980-2013 ... 31
Gambar 4.12. Beberapa Negara dengan Produktivitas Nenas Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2009-2013 ... 31
Gambar 4.13. Perkembangan Volume Ekspor Nenas ASEAN, 1980-2012 ... 32
Gambar 4.14. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2008-2012 ... 33
Gambar 4.15. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ... 34
Gambar 4.16. Perkembangan Volume Impor Nenas ASEAN, 1980-2012 ... 35
Gambar 4.17. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2008-2012 ... 36
Gambar 4.18. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ... 36
Gambar 4.19. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Dunia, 1980-2012 ... 37
Gambar 4.20. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012 ... 38
Gambar 4.21. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
Dunia, Rata-rata 2008-2012 ... 39
Gambar 4.22. Perkembangan Volume Impor Nenas Dunia, 1980-2012 ... 40
Gambar 4.23. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012 ... 40
Gambar 4.24. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii Gambar 4.25. Perkembangan Ketersediaan Nenas di ASEAN,1980-2012 ... 42
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ... 55
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ... 56
Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ... 57
Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Nenas di Indonesia,
2010-2014 ... 58
Lampiran 5. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Nenas di
Provinsi Lampung, 2014 ... 58
Lampiran 6. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Nenas di
Provinsi Jawa Barat, 2014 ... 59
Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-2014 ... 60
Lampiran 8. Perkembangan Penggunaan dan Ketersediaan Nenas di
Indonesia, 1993-2014 ... 61
Lampiran 9. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1997-2014 ... 62
Lampiran 10. Perkembangan Ekspor dan Impor Nenas Indonesia,
2000-2014 ... 63
Lampiran 11. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Nenas ASEAN, 1980-2013 ... 64
Lampiran 12. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Nenas Dunia, 1980-2013 ... 65
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di
Dunia, 2009-2013 ... 66
Lampiran 14. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di
Dunia, 2009-2013 ... 66
Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Nenas
xvi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Lampiran 16. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di ASEAN,
2008-2012 ... 68
Lampiran 17. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
ASEAN, 2008-2012 ... 68
Lampiran 18. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di ASEAN,
2008-2012 ... 69
Lampiran 19. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
ASEAN, 2008-2012 ... 69
Lampirian 20. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Nenas
Dunia, 1980-2012 ... 70
Lampiran 21. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di Dunia,
2008-2012 ... 71
Lampiran 22. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
Dunia, 2008-2012 ... 71
Lampiran 23. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di Dunia,
2008-2012 ... 72
Lampiran 24. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di
Dunia, 2008-2012 ... 72
Lampiran 25. Perkembangan Ketersediaan Nenas ASEAN, 1980-2012 ... 73
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Nenas merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor hortikultura
Indonesia yang telah dikenal di seluruh dunia. Perkembangan luas panen nenas
mengalami peningkatan meskipun cenderung melambat dalam lima tahun
terakhir, demikian pula dengan produksinya. Pertumbuhan produksi nenas yang
lebih rendah daripada luas panennya menyebabkan produktivitas nenas
mengalami penurunan, terutama di provinsi-provinsi di Jawa. Sementara itu
perkembangan konsumsi nenas per kapita juga cenderung meningkat yang disertai
dengan peningkatan harga nenas di pasar domestik.
Produksi nenas nasional sebagian digunakan untuk keperluan ekspor. Dalam
perdagangan internasional, ekspor nenas Indonesia dalam bentuk nenas dalam
kaleng cukup berperan tetapi masih kalah bersaing dengan nenas dari Filipina dan
Thailand. Sebaliknya, volume impor nenas Indonesia sangat kecil.
Perkembangan nenas di ASEAN dan dunia mempunyai kecenderungan yang
hampir serupa dengan perkembangan nenas nasional, dimana terjadi peningkatan
baik pada luas panen maupun produksi. Untuk tingkat ASEAN dan dunia, Indonesia
termasuk dalam lima besar produsen nenas.
Untuk mengetahui peluang pengembangan nenas Indonesia untuk lima tahun
ke depan, maka disusun proyeksi penawaran dan permintaan nenas. Tahun
2015-2016 Indonesia diproyeksikan masih akan mengalami surplus nenas, tetapi tahun
2017-2019 berbalik menjadi defisit. Oleh karena itu perlu dilakukan antisipasi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Nenas (Ananas comosus L.) adalah salah satu komoditas buah unggulan di
Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya produksi nenas yang menempati posisi
ketiga setelah pisang dan mangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, buah
nenas juga dapat diolah menjadi berbagai produk seperti jus, selai, sirup dan
keripik. Buah nenas mengandung unsur air, gula, asam organik, mineral,
nitrogen, protein, bromelin serta semua vitamin dalam jumlah kecil, kecuali
vitamin D. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstraksi cairannya
untuk pakan ternak, sedangkan serat pada daun dapat diolah menjadi kertas dan
tekstil (Hadiati dan Indriyani, 2008).
Produksi nenas Indonesia cukup besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014 produksi nenas mencapai 1,84 juta ton. Untuk wilayah Asia Tenggara,
Indonesia termasuk penghasil nenas terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand
dengan kontribusi sekitar 23%. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan
daerah penghasil nenas karena didukung oleh iklim tropis yang sesuai. Namun
demikian pengembangan nenas belum mendapat perhatian serius karena belum
berkembangnya penggunaan varietas unggul dan belum optimalnya teknik
budidaya (Hadiati dan Indriyani, 2008).
Potensi nenas sebagai komoditi andalan ekspor Indonesia sebenarnya cukup
besar, namun peran Indonesia sebagai produsen maupun eksportir nenas segar
masih kecil. Beberapa permasalahan terkait kualitas dan keamanan pangan
menjadi penyebab kurang maksimalnya kontribusi nenas segar Indonesia dalam
perdagangan internasional. Peluang terbesar justru pada perdagangan nenas
olahan, yaitu nenas dalam kemasan kaleng. Saat ini eksportir terbesar adalah
Great Giant Pineapple di Lampung yang tercatat sebagai eksportir koktail ketiga
2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi buah-buahan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi nenas.
Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan akan nenas, perlu dilakukan
pengembangan nenas berskala kebun rakyat maupun skala besar. Produksi yang
dihasilkan bukan saja untuk memenuhi permintaan nenas segar, tetapi juga
untuk meningkatkan nilai tambah dengan produk olahan nenas.
Potensi nenas Indonesia cukup baik tetapi masih belum diupayakan secara
optimal karena tingkat persaingan yang tinggi dengan produk hortikultura lain,
masih rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan nenas lokal serta informasi harga
dan pasar masih belum secara transparan sampai ke tingkat petani. Secara umum
beberapa ciri yang melekat pada pengembangan nenas adalah pengembangan
yang kurang terencana, petani mengusahakan suatu tanaman lebih pada
informasi harga pada musim-musim sebelumnya, sementara keseimbangan
jumlah pasokan dan permintaan belum dapat diantisipasi dengan baik (Lubis et
al., 2014).
Dampak negatif dari hal tersebut antara lain adalah: (a) fluktuasi harga
antar waktu sangat tinggi, (b) penerapan teknologi lebih didasarkan pada apa
yang diinginkan petani, belum melihat apa yang dibutuhkan tanaman, apalagi
yang terkait dengan kualitas produk yang diminta pasar, (c) dari aspek
kelembagaan, belum dapat diidentifikasi dengan baik faktor pengikat yang dapat
mempersatukan petani pada satu wadah yang solid, (d) diversifikasi usaha belum
memperhitungkan pembagian resiko, namun lebih pada upaya menjaga stabilitas
pendapatan, (e) petani selalu berada pada posisi yang kurang diuntungkan dalam
hal informasi, terutama informasi harga, (f) belum semua pelaku pasar
menikmati keuntungan sesuai dengan pengorbanan yang diberikannya, dan (g)
belum ada insentif di tingkat petani untuk mengembangkan produk sesuai dengan
segmentasi pasar (Lubis et al., 2014).
Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi nenas dalam mendukung
sektor pertanian di Indonesia, maka diperlukan informasi tentang perkembangan
nenas di Indonesia yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan
nenas untuk beberapa tahun ke depan. Selain itu dalam menyongsong Masyarakat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3 ASEAN dan di dunia untuk mengetahui peluang komoditi nenas dalam
perdagangan internasional.
1.2. TUJUAN
Tujuan penyusunan Outlook Nenas adalah untuk memberikan informasi
tentang perkembangan nenas di Indonesia, ASEAN dan dunia, serta proyeksi
penawaran dan permintaan nenas untuk beberapa tahun ke depan.
1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan Outlook Nenas adalah:
a. Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis yang mencakup luas panen,
produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor.
b. Penyusunan analisis nenas pada situasi nasional dan dunia serta penyusunan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
BAB II. METODOLOGI
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI
Outlook Nenas tahun 2015 disusun berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait di
lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Jenis
variabel, periode dan sumber data disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data
No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan
1 Luas panen nenas Indonesia
1980-2014 Badan Pusat Statistik
2 Produksi nenas Indonesia
1980-2014 Badan Pusat Statistik Wujud buah segar dengan mahkota
3 Produktivitas nenas Indonesia
1980-2014 Badan Pusat Statistik Wujud buah segar dengan mahkota
4 Konsumsi nenas Indonesia
2002-2014 Badan Pusat Statistik Data SUSENAS
5 Ketersediaan nenas Indonesia
1993-2014 Badan Ketahanan Pangan
Neraca Bahan Makanan
6 Harga nenas di tingkat produsen di Indonesia
1997-2014 Badan Pusat Statistik
7 Ekspor impor nenas Indonesia
2000-2014 Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan: 0804300000, 2008200000,
1980-2013 FAO Wujud buah segar
10 Produktivitas
6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
2.2. METODE ANALISIS
Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Nenas adalah sebagai
berikut:
a. Analisis keragaan atau perkembangan komoditi nenas dilakukan berdasarkan
ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas panen,
produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor dengan analisis
deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series
nasional maupun dunia.
b. Analisis Penawaran
Penawaran komoditi nenas merupakan representasi dari produksi
nenas dalam negeri. Variabel produksi diproyeksikan dengan menggunakan
metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing).
Metode pemulusan eksponensial berganda digunakan jika data
menunjukkan adanya trend. Dengan metode ini dilakukan pemulusan
sederhana dengan dua komponen yang harus di-update setiap periode, yaitu
komponen level dan trend. Level adalah estimasi yang dimuluskan dari nilai
data pada akhir masing-masing periode, sedangkan trend adalah estimasi
yang dimuluskan dari pertumbuhan rata-rata pada akhir masing-masing
periode (Subagyo, 1986).
Rumus estimasi dengan metode pemulusan eksponensial berganda
adalah sebagai berikut:
St= α * Yt + (1 –α) * (St-1 + bt-1)
bt= Υ * (St– St-1) + (1 –Υ) * bt-1
dimana:
St = peramalan/estimasi untuk periode t.
Yt = Nilai aktual time series
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7 c. Analisis Permintaan
Analisis permintaan komoditi nenas dalam negeri merupakan analisis
konsumsi nenas di Indonesia berdasarkan data pengeluaran untuk konsumsi
dari hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik. Data pengeluaran untuk konsumsi
nenas SUSENAS diperoleh dalam satuan kg/kapita sehingga harus dikalikan
dengan jumlah penduduk agar diperoleh konsumsi nasional.
Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi
permintaan nenas hanya menggunakan model analisis trend linear (trend
analysis linear). Periode series data yang digunakan adalah tahunan.
d. Ketepatan Model Estimasi
Ukuran ketepatan suatu model deret waktu ditunjukkan oleh besarnya
nilai MAPE (Mean Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation) dan
MSD (Mean Squared Deviation). Semakin kecil nilai MAPE, MAD dan MSD
menunjukkan bahwa model yang digunakan semakin akurat (Subagyo, 1986).
MAPE merupakan ukuran ketepatan relatif yang digunakan untuk
mengetahui persentase penyimpangan hasil peramalan. Rumus persamaan
MAPE adalah sebagai berikut:
dimana PE (Percentage Error) diperoleh dengan rumus:
dengan Xt = data aktual pada periode ke-t
Ft = data hasil peramalan pada periode ke-t
Dalam tahap peramalan penggunaan MAD dan MSD sebagai suatu
ukuran ketepatan model dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak
memudahkan perbandingan antar deret dengan skala yang berbeda dan
8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
absolut yang sangat tergantung pada skala dari data deret waktu. Selain itu
interpretasi nilai MSD tidak bersifat intuitif, karena ukuran ini menyangkut
pengkuadratan sederetan nilai (Subagyo, 1998). Dengan keterbatasan MAD
dan MSD sebagai ukuran ketepatan peramalan, maka digunakan MAPE
sebagai ukuran ketepatan dalam estimasi.
e. Program Pengolahan Data
Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan menggunakan
software statistik Minitab. Software ini digunakan untuk pemodelan deret
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
BAB III. KERAGAAN NENAS NASIONAL
3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS NENAS DI INDONESIA
3.1.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Indonesia
Perkembangan luas panen nenas di Indonesia selama periode tahun
1980-2014 cukup berfluktuasi (Gambar 3.1). Selama kurun waktu tersebut rata-rata
laju pertumbuhan luas panen nenas mencapai 16,51% per tahun. Persentase
tersebut didorong oleh pertumbuhan luas panen yang tinggi antara tahun
1980-1995, bahkan pada tahun 1986 luas panen nenas mencapai 194,87 ha dan
merupakan luasan tertinggi selama tiga dasawarsa. Krisis moneter yang terjadi
pada tahun 1997-1998 berdampak pada penurunan luas panen nenas hingga
mencapai titik terendah pada kisaran hanya 5.000 ha. Kurangnya permodalan dan
meningkatnya harga input produksi menjadi penyebab menurunnya luas tanam
nenas yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya luas panen nenas.
0
10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tahun 2010-2014 luas panen nenas cukup stabil dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 5,49% per tahun, namun hasilnya belum mampu menyamai luas
panen tahun 1980-1996.
Secara umum luas panen nenas di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan
luas panen nenas di Luar Jawa dengan tingkat pertumbuhan yang juga lebih
tinggi sebagai dampak dari melonjaknya luas panen nenas tahun 1986. Sejak
krisis moneter luas panen nenas lebih banyak terdapat di Luar Jawa, tetapi
tingkat pertumbuhan luas panen nenas di Luar Jawa sangat lambat dibandingkan
di Jawa. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan luas panen nenas di Luar Jawa
phanya sebesar 0,63% per tahun, sedangkan rata-rata luas panen nenas di Jawa
sebesar 26,09% per tahun.
Dari sisi kontribusinya, pada tahun 1998-2013 kontribusi luas panen nenas
di Jawa sebesar 54,42% dari total luas panen nenas Indonesia (Tabel 3.1),
melebihi kontribusi luas panen nenas di Luar Jawa. Kontribusi tersebut
mengalami penurunan pada tahun 2010-2014 menjadi 32,90%, sedangkan di Luar
Jawa naik menjadi 67,10%. Perkembangan luas panen nenas di Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980–2014
Tahun Jawa Luar Indonesia Jawa Luar Indonesia
Jawa Jawa
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2014 31,23 11,77 16,51 23,52 14,83 14,02
1980-2009 32,12 13,69 18,41 27,83 16,20 15,80
2010-2014 26,09 0,63 5,49 -1,52 6,84 3,72
Rata-rata Kontribusi (%/Tahun)
1980-2014 54,42 45,58 100,00 38,80 61,20 100,00
1980-2009 56,10 43,90 100,00 44,23 55,77 100,00
2010-2014 32,90 67,10 100,00 27,15 72,85 100,00
Luas Panen Produksi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Nenas di Indonesia
Perkembangan produksi nenas di Indonesia sejak tahun 1980-2014 juga
berfluktuasi dan cenderung meningkat (Gambar 3.2). Jika tahun 1980 produksi
nenas Indonesia sebesar 180,64 ribu ton, maka pada tahun 2014 telah mencapai
1,84 juta ton atau meningkat 14,02% per tahun. Peningkatan produksi nenas pada
kurun waktu tersebut lebih tinggi di Jawa daripada di Luar Jawa, namun sejak
tahun 2007 produksi nenas di Jawa cenderung menurun. Dalam lima tahun
terakhir, produksi nenas di Jawa rata-rata turun 1,52% per tahun. Sebaliknya
produksi nenas di Luar Jawa masih meningkat rata-rata 6,84% per tahun.
Perkembangan produksi nenas di wilayah Jawa, Luar Jawa dan Indonesia
selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Berdasarkan kontribusinya, produksi nenas Indonesia sebagian besar berasal
dari provinsi-provinsi di Luar Jawa. Pada tahun 1980-2014 produksi nenas di Luar
Jawa mencapai 61,20% dari total produksi nenas Indonesia, sedangkan di Jawa
sebesar 38,80%, bahkan kontribusi produksi nenas di Luar Jawa mencapai 72,85%
pada tahun 2010-2014 (Tabel 3.1).
0
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2014
Perkembangan produktivitas nenas Indonesia dari tahun 1980-2014
12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
produktivitas nenas sebesar 8,68 ton/ha, maka pada tahun 2014 telah mencapai
117,53 ton/ha. Rata-rata pertumbuhan produktivitas nenas pada periode
tersebut sebesar 17,20% per tahun dengan peningkatan tertinggi terjadi pada
tahun 1997 sebesar 306,15% (Lampiran 3). Dalam lima tahun terakhir
produktivitas nenas Indonesia cenderung menurun yang disebabkan oleh turunnya
tingkat produktivitas nenas di Jawa.
Meskipun produktivitas nenas di Jawa secara umum lebih besar
dibandingkan di Luar Jawa, tetapi sejak tahun 2012 tingkat produktivitas nenas
di Luar Jawa mampu mengungguli produktivitas nenas di Jawa.
Budidaya nenas umumnya belum menerapkan teknologi secara optimal
dengan input produksi yang minimal. Hal ini berpengaruh terhadap mutu dan
produktivitas nenas. Produktivitas nenas yang tinggi dalam publikasi ATAP
Hortikultura sebenarnya merupakan produktivitas nenas dengan mahkota sesuai
dengan Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura. Untuk mengetahui
produktivitas nenas yang benar-benar dapat dikonsumsi oleh masyarakat
diperlukan konversi dari produktivitas nenas dengan mahkota menjadi
produktivitas nenas tanpa mahkota.
0,00
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
3.1.3. Sentra Produksi Nenas di Indonesia
Berdasarkan data rata-rata produksi tahun 2010-2014, sebanyak 74,44%
produksi nenas Indonesia dipasok dari Provinsi Lampung, Jawa Barat, Sumatera
Utara, Jawa Timur, dan Jambi. Lampung memberikan kontribusi terbesar
terhadap produksi nenas Indonesia, yaitu sebesar 33,65% (Gambar 3.4), diikuti
oleh Jawa Barat (13,26%), Sumatera Utara (12,00%), Jawa Timur (8,21%), dan
Jambi (7,33%), sedangkan provinsi-provinsi lainnya memberikan kontribusi
terhadap produksi nenas Indonesia kurang dari 7% (Lampiran 4).
Lampung
Gambar 3.4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Nenas di Indonesia, Rata-rata 2010–2014
Sebaran kontribusi produksi nenas selama lima tahun terakhir (2010-2014)
tidak mengalami perubahan yang besar. Dalam periode tersebut Lampung tetap
berada di peringkat pertama, tetapi Jawa Barat mengalami penurunan produksi
nenas pada tahun 2012-2014 dan Sumatera Utara berhasil mengungguli produksi
nenas Jawa Barat (Gambar 3.5). Penurunan produksi nenas di Jawa Barat sejalan
dengan rendahnya produktivitas nenas yang disebabkan ketidakmampuan petani
14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
2010 2011 2012 2013 2014
(Ton)
Lampung Jawa Barat Sumatera Utara
Gambar 3.5. Perkembangan Produksi Nenas di Provinsi Sentra di Indonesia, 2010–2014
Menurut ATAP Hortikultura tahun 2014, produksi nenas di Provinsi Lampung
dikuasai oleh Kabupaten Lampung Tengah. Dengan kontribusi produksi tahun
2014 mencapai 99,70%, maka Lampung Tengah merupakan produsen nenas
terbesar di Lampung, bahkan di Indonesia (Gambar 3.6). Keberadaan PT Great
Giant Pineapple (PT GGP) sebagai perusahaan pengolahan nenas di kabupaten ini
ikut mendongkrak produksi nenas Provinsi Lampung. Saat ini PT GGP tercatat
sebagai tiga besar produsen nenas kalengan di dunia. Kabupaten produsen nenas
lainnya hanya memberikan kontribusi kurang dari 1% (Lampiran 5).
Lampung
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15 Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu produsen nenas terbesar di
Indonesia mempunyai sebaran produsen nenas yang terpusat di Kabupaten
Subang. Produksi nenas dari Subang memberikan kontribusi sebesar 91,16% pada
tahun 2014, diikuti oleh Bogor dengan kontribusi sebesar 7,40% (Gambar 3.7).
Kabupaten-kabupaten penghasil nenas lainnya di Jawa Barat, seperti Cianjur,
Bandung Barat dan Tasikmalaya memberikan kontribusi kurang dari 1%. Beberapa
kabupaten produsen nenas di Jawa Barat disajikan pada Lampiran 6.
Subang
Gambar 3.7. Produksi Nenas di Provinsi Jawa Barat, 2014
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI NENAS DI INDONESIA
Data konsumsi nenas di Indonesia diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Total konsumsi
nenas per kapita dalam periode tahun 2002-2014 masih menunjukkan
peningkatan rata-rata sebesar 1,93% per tahun yang disebabkan lonjakan
konsumsi nenas pada tahun 2011 sebesar 133,33%. Tahun 2002 konsumsi nenas
sebesar 0,47 kg/kapita, dan meningkat mencapai 0,57 kg/kapita pada tahun
2005. Setelah tahun 2006 terjadi penurunan konsumsi nenas hingga tahun 2010,
tetapi pada tahun 2011 terjadi lonjakan konsumsi menjadi 0,37 kg/kapita
(Gambar 3.8). Tahun 2014 konsumsi nenas di Indonesia hanya sebesar 0,22
kg/kapita. Perkembangan konsumsi nenas di Indonesia selengkapnya disajikan
16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-20134
Komponen penyediaan nenas di Indonesia hampir 100% berasal dari produksi
dalam negeri. Berdasarkan Neraca Badan Makanan (NBM), penyediaan nenas
tersebut terutama digunakan untuk bahan makanan (99,77%), sedangkan 6,46%
sisanya tercecer dan 0,03% merupakan olahan untuk makanan (Lampiran 8).
Dari komponen penggunaan untuk bahan makanan diperoleh besarnya
ketersediaan nenas per kapita. Perkembangan ketersediaan nenas di Indonesia
menunjukkan peningkatan dari tahun 1993-2014 (Gambar 3.9), yaitu dari 2,20
kg/kapita pada tahun 1993 menjadi 6,36 kg/kapita pada tahun 2014 dengan
rata-rata peningkatan sebesar 9,31% per tahun. Ketersediaan nenas tertinggi dicapai
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17
Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Nenas di Indonesia, 1993-2014
3.3. PERKEMBANGAN HARGA NENAS DI INDONESIA
Pada umumnya buah nenas dipasarkan dalam bentuk segar dengan tujuan
ke pabrik dan atau pasar tradisional. Pola rantai pasokan yang berkembang pada
pemasaran nenas sangat beragam karena dipengaruhi oleh faktor geografis dan
waktu, dan biasanya petani menjual kepada pembeli yang menawarkan harga
paling menguntungkan.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, harga nenas di tingkat produsen
cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3.10). Rata-rata laju
pertumbuhan harga nenas di tingkat produsen sebesar 16,29% per tahun. Tahun
1997 harga nenas di tingkat produsen hanya sebesar Rp. 361,-/buah, dan
meningkat menjadi Rp. 4.235,-/buah. Harga nenas tahun 2014 merupakan harga
tertinggi dalam periode tahun 1997-2014 (Lampiran 9).
Namun demikian petani nenas masih menghadapi kendala dalam penetapan
harga nenas. Menurut Rahmawati (2013), kurangnya informasi yang dimiliki
petani mengenai perkembangan harga nenas di pasar, menyebabkan harga yang
diterima petani lebih rendah dibandingkan harga akhir di konsumen sehingga
keuntungan yang diterima petani rendah. Selain itu petani tidak memiliki
alternatif pemasaran nenas sehingga memposisikan petani hanya sebagai
18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.10. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di Indonesia, 1997-2014
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NENAS INDONESIA
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia
Perdagangan nenas dari dan ke luar negeri dilakukan melalui kegiatan
ekspor impor dalam wujud nenas segar dan olahan dengan kode HS 0804300000,
2008200000, 2009410000, dan 2009490000. Perkembangan volume ekspor nenas
tahun 2000-2014 cukup berfluktuasi (Gambar 3.11), namun terjadi peningkatan
volume ekspor nenas dari Indonesia ke luar negeri. Rata-rata pertumbuhan
selama periode tersebut sebesar 4,62% per tahun. Peningkatan yang signifikan
terjadi pada tahun 2008 dan 2011, masing-masing sebesar 144,90% dan 220,67%,
dimana volume ekspor nenas tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 269,66
ribu ton (Lampiran 10). Pemasaran nenas ke luar negeri dihadapkan pada
beberapa masalah antara lain, tidak dapat memenuhi standar kualitas pasar
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19
Gambar 3.11. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia, 2000-2014
Jika ditinjau dari negara tujuan ekspor, sebagian besar nenas Indonesia
diekspor ke Amerika Serikat, Belanda dan Spanyol dalam wujud nenas olahan.
Untuk tahun 2014, ekspor nenas Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 29,13%
dari total ekspor nenas, diikuti oleh Belanda (11,14%) dan Spanyol (9,13%).
Ekspor nenas ke ketiga negara tersebut secara kumulatif mencapai 49,40%
(Gambar 3.12).
20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia
Volume impor nenas Indonesia pada tahun 2000-2014 secara umum jauh
lebih kecil dibandingkan volume ekspornya dan cenderung stabil dari tahun ke
tahun, kecuali volume impor nenas tahun 2008 yang melonjak menjadi 2,01 ribu
ton (Gambar 3.13) atau naik 484,39% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun
2014 volume impor nenas Indonesia sebesar 170 ton.
0
Gambar 3.13. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia, 2000-2014
Impor nenas Indonesia sebagian besar berasal dari Vietnam, Thailand,
Austria dan Uni Emirat Arab yang merupakan impor nenas olahan. Pada tahun
2014 impor nenas dari Vietnam mencapai 42,12% (Gambar 3.14), diikuti oleh
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
Gambar 3.14. Beberapa Negara Asal Impor Nenas Indonesia, 2014
3.4.3. Neraca Perdagangan Nenas Indonesia
Seiring dengan volumenya, nilai ekspor dan nilai impor nenas tahun
2000-2014 juga berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Nilai ekspor nenas
tahun 2000 sebesar USD 61,41 juta dan meningkat menjadi USD 193,35 juta atau
rata-rata meningkat 18,73% per tahun. Dalam kurun waktu tersebut nilai ekspor
nenas tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar USD 204,55 juta (Lampiran 10).
Sedangkan jika ditinjau dari sisi nilai impornya terjadi peningkatan nilai impor
nenas sebesar 112,30% per tahun. Nilai impor tertinggi juga dicapai pada tahun
2008 sebesar USD 2,00 juta.
Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor tersebut disusun neraca
perdagangan nenas Indonesia. Tahun 2000-2014 neraca perdagangan nenas
Indonesia masih berada pada posisi surplus (Gambar 3.15). Tahun 2000 surplus
perdagangan nenas hanya sebesar USD 61,33 juta dan meningkat hingga
mencapai surplus tertinggi pada tahun 2011 sebesar USD 203,33 juta. Tahun
2012-2014 posisi neraca perdagangan nenas masih surplus, tetapi perlu
diwaspadai persentase peningkatan impor yang lebih tinggi dibandingkan
ekspornya.
Perkembangan ekspor impor dan neraca perdagangan nenas olahan
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000
2010 2011 2012 2013 2014
(000 USD)
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23
BAB IV. KERAGAAN NENAS DUNIA
4.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS NENAS ASEAN DAN DUNIA
4.1.1. Perkembangan Luas Panen Nenas ASEAN
Negara-negara ASEAN sebagian besar merupakan penghasil nenas, kecuali
Singapura dan Myanmar. Perkembangan total luas panen nenas di negara-negara
ASEAN pada periode tahun 1980-2013 secara umum cenderung menurun (Gambar
4.1). Jika pada tahun 1980 luas panen nenas hanya sebesar 258,36 ribu ha, maka
pada tahun 2013 turun menjadi 222,28 ribu ha atau rata-rata turun sebesar 0,23%
per tahun. Pada tahun 2009-2013 perkembangan luas panen nenas sedikit
membaik dengan laju pertumbuhan sebesar 0,05% per tahun (Lampiran 11).
0
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen Nenas Negara ASEAN, 1980-2013
Thailand mempunyai luas panen nenas terbesar di ASEAN. Berdasarkan
rata-rata luas panen nenas tahun 2009-2013, luas panen nenas di Thailand
memberikan kontribusi sebesar 42,70% dari total luas panen nenas di ASEAN
(Gambar 4.2). Peringkat kedua adalah Filipina (26,34%), diikuti oleh Vietnam
(16,24%), Indonesia (6,26%) dan Malaysia (5,81%), sedangkan negara ASEAN
24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
dunia, maka luas panen nenas di ASEAN dalam lima tahun terakhir memberikan
kontribusi sebesar 23% dari total luas panen nenas dunia.
Thailand 42,70% Filipina
26,34% Vietnam
16,24%
Indonesia 6,26%
Malaysia 5,81%
Lainnya 2,65%
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2009-2013
4.1.2. Perkembangan Produksi Nenas ASEAN
Berbeda dengan perkembangan luas panen nenas, maka produksi nenas
dari negara-negara ASEAN justru mengalami peningkatan (Gambar 4.3). Pada
tahun 1980 produksi nenas ASEAN sebesar 5,43 juta ton dan meningkat menjadi
7,48 juta ton pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata sebesar 1,40% per tahun.
Produksi nenas dalam lima tahun terakhir juga relatif stabil dengan laju
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Nenas Negara ASEAN, 1980-2013
Dari sisi produksi, Filipina menjadi negara penghasil nenas terbesar di
ASEAN mengalahkan Thailand. Menurut data FAO tahun 2009-2013, rata-rata
produksi nenas dari Filipina mencapai 2,29 juta ton dengan kontribusi sebesar
32,43% dari total produksi nenas ASEAN, sedangkan Thailand berkontribusi
sebesar 31,28% (Gambar 4.4). Meskipun rata-rata luas panen nenas Indonesia
berada di urutan keempat, namun dari sisi produksi Indonesia mampu
mengungguli Vietnam. Dengan kontribusi sebesar 22,97% Indonesia berada di
urutan ketiga. Negara-negara ASEAN lainnya memberikan kontribusi kurang dari
10%. Jika dibandingkan dengan produksi nenas dunia, maka produksi nenas
26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.4. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2009-2013
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Nenas ASEAN
Produktivitas nenas selama periode tahun 1980-2013 menunjukkan trend
yang semakin meningkat (Gambar 4.5), yaitu dari 21,03 ton/ha pada tahun 1980
menjadi 33,66 ton/ha tahun 2013. Rata-rata laju pertumbuhan selama periode
tersebut sebesar 1,71% per tahun.
0,00
Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Nenas Negara ASEAN, 1980-2013
Indonesia ternyata mempunyai tingkat produktivitas nenas tertinggi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27 nenas Indonesia tahun 2008-2012 sebesar 116,79 ton/ha. Filipina sebagai sentra
produksi nenas terbesar di Asia Tenggara mempunyai produktivitas nenas sebesar
38,87 ton/ha, sedangkan Malaysia dan Thailand mempunyai tingkat produktivitas
nenas masing-masing sebesar 25,38 ton/ha dan 23,07 ton/ha. Namun perlu
diingat bahwa produktivitas nenas Indonesia yang tinggi tersebut dihitung dalam
wujud buah segar beserta mahkotanya, sedangkan wujud produksi nenas dari
negara lain tidak diketahui, sehingga perlu kehati-hatian dalam membandingkan
tingkat produktivitas nenas Indonesia terhadap negara-negara lain.
Dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi, maka Indonesia dapat
menjadi sentra produksi utama di Asia Tenggara jika mampu melakukan
pengembangan luas tanam nenas di provinsi-provinsi potensi terutama di Luar
Pulau Jawa.
Gambar 4.6. Beberapa Negara dengan Produktivitas Nenas Tertinggi di ASEAN, Rata-rata 2009-2013
4.1.4. Perkembangan Luas Panen Nenas Dunia
Luas panen nenas dunia selama tahun 1980-2013 menunjukkan
kecenderungan meningkat (Gambar 4.7). Jika pada tahun 1980 luas panen nenas
dunia sebesar 599,98 ribu ha, maka pada tahun 2013 telah meningkat menjadi
28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
tersebut tercatat sebesar 1,72% per tahun. Perkembangan luas panen nenas
dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 12.
0
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Panen Nenas Dunia, 1980-2013
Budidaya nenas dilakukan di sebagian besar negara di dunia. Dari
negara-negara tersebut Nigeria, Thailand, India, China, Brazil dan Filipina mempunyai
luas panen nenas terbesar di dunia dengan kontribusi kumulatif sebesar 56,87%
dari total luas panen nenas dunia. Berdasarkan data rata-rata luas panen nenas
tahun 2009-2013 yang bersumber dari FAO, India mempunyai luas panen nenas
terbesar dengan luasan mencapai 17,48% dari total luas panen nenas dunia,
diikuti berturut-turut oleh Thailand (9,89%), India (9,76%), China (7,23%), Brazil
(6,41%), dan Filipina (6,10%), sedangkan negara-negara lainnya kurang dari 5%
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29
4.1.5. Perkembangan Produksi Nenas Dunia
Perkembangan produksi nenas tahun 1980-2013 cenderung meningkat
dengan laju pertumbuhan sebesar 2,67% per tahun (Gambar 4.9). Produksi nenas
tertinggi dicapai pada tahun 2014 sebesar 24,79 juta ton. Dalam lima tahun
terakhir (2009-2013) produksi nenas dunia rata-rata meningkat sebesar 4,70% per
tahun.
30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Dari rata-rata produksi tahun 2009-2013, terdapat enam negara produsen
nenas terbesar di dunia, yaitu Costa Rica, Brazil, Filipina, Thailand, Indonesia
dan China. Luas panen nenas di Costa Rica hanya berada di urutan ketujuh dunia,
tetapi mampu menjadi produsen nenas terbesar di dunia. Dengan rata-rata
produksi nenas sebesar 2,41 juta ton per tahun, Costa Rica memberikan
kontribusi sebesar 10,66% dari total produksi nenas dunia. Brazil berada di
peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 10,46%, diikuti oleh Filipina (10,17%),
Thailand (9,81%), Indonesia (7,20%) dan China (7,11%). Total kontribusi dari
keenam negara produsen nenas tersebut mencapai 55,41% (Gambar 4.10).
Negara-negara produsen nenas lainnya memberikan kontribusi kurang dari 7%.
Beberapa negara produsen nenas terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 14.
Costa Rica
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Nenas Dunia
Dari hasil pembagian produksi dengan luas panennya diperoleh
produktivitas nenas dunia. Secara umum perkembangan produktivitas nenas
dunia menunjukkan peningkatan dari tahun 1980-2013 (Gambar 4.11) dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,01% per tahun. Produktivitas nenas tertinggi dicapai pada
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31
Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Nenas di Dunia, 1980-2013
Meskipun rata-rata produktivitas nenas dunia belum maksimal, namun
beberapa negara mampu mencapai tingkat produktivitas nenas yang jauh lebih
tinggi daripada produktivitas dunia. Pada tahun 2009-2013 ada lima negara
dengan tingkat produktivitas nenas terbesar di dunia, yaitu Indonesia (116,79
ton/ha), Benin (59,18 ton/ha), Pantai Gading (56,55 ton/ha), Costa Rica (55,09
ton/ha), dan Panama (50,22 ton/ha) (Gambar 4.12). Negara-negara yang
merupakan produsen nenas terbesar di dunia justru belum mencapai tingkat
produktivitas yang optimal. Misalnya, Filipina ternyata berada di posisi kesebelas
dunia dengan rata-rata produktivitas nenas sebesar 35,48 ton/ha.
0,00
32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NENAS ASEAN DAN DUNIA
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor Nenas ASEAN
Ekspor impor nenas di ASEAN dilakukan dalam wujud buah nenas segar dan
nenas dalam kaleng. Volume ekspor nenas segar dari negara-negara ASEAN ke
negara-negara lain relatif stabil selama tahun 1980-2012 (Gambar 4.13) dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,60% per tahun. Kenaikan yang cukup
tinggi terjadi pada tahun 2011-2012 setelah adanya penurunan pada tahun
2009-2010. Hal ini mengakibatkan laju pertumbuhan dalam tahun 2008-2012 mencapai
10,85% per tahun. Tahun 2012 volume ekspor nenas segar dari negara ASEAN
berhasil mencapai volume ekspor tertinggi sebesar 419,27 ribu ton.
Selain ekspor nenas segar, negara ASEAN juga melakukan ekspor nenas
dalam kaleng, dimana volume ekspor nenas dalam kaleng jauh lebih tinggi
dibandingkan volume ekspor nenas segar. Perkembangan volume ekspor nenas
dalam kaleng lebih fluktuatif dibandingkan dengan volume ekspor nenas segar.
Selama tahun 1980-2012 terjadi peningkatan volume ekspor nenas kaleng sebesar
4,08% per tahun dengan capaian tertinggi pada tahun 2008 sebesar 1,08 juta ton.
Perkembangan volume ekspor nenas disajikan selengkapnya pada Lampiran 15.
0
Vol. Ekspor Nenas Segar Vol. Ekspor Nenas Kaleng
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33 Menurut data FAO, selama periode tahun 1980-2012 ada 6 (enam) negara
ASEAN yang melakukan ekspor nenas, yaitu Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam
Indonesia dan Singapura. Filipina merupakan negara eksportir nenas segar
terbesar di Asia Tenggara, bahkan tahun 2008-2012 ekspor nenas segar dari
Filipina menyumbang lebih dari 92% volume ekspor nenas dari negara ASEAN
(Gambar 4.14). Malaysia berada di posisi kedua dengan rata-rata kontribusi
sebesar 6,55%. Indonesia juga mengekspor nenas segar, tetapi volume ekspor
nenas segar Indonesia masih sangat rendah dengan rata-rata volume ekspor
sebesar 82 ton per tahun. Indonesia berada di urutan kelima dan memberikan
kontribusi sebesar 0,03% terhadap total volume ekspor nenas segar ASEAN
(Lampiran 16).
Filipina 92,29% Malaysia
6,55% Lainnya1,16%
Gambar 4.14. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
Untuk nenas dalam kaleng, Thailand menjadi negara eksportir terbesar di
ASEAN. Tahun 1980-2012 rata-rata volume ekspor nenas dalam kaleng dari
Thailand mencapai 574,75 ribu ton dengan kontribusi sebesar 59,47% dari total
volume ekspor nenas kaleng ASEAN (Gambar 4.15). Peringkat kedua adalah
Filipina dengan kontribusi 19,16%, diikuti Indonesia dengan kontribusi sebesar
17,32%. Negara ASEAN lainnya memberikan kontribusi kurang dari 2% (Lampiran
34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.15. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
Jika dibandingkan volume ekspor nenas segar dunia, maka dalam lima
tahun terakhir negara-negara ASEAN hanya memberikan kontribusi sebesar 9,40%,
sedangkan volume ekspor nenas dalam kaleng dari negara-negara ASEAN berhasil
mencapai 83,58% dari total volume ekspor nenas kaleng dunia.
4.2.2. Perkembangan Volume Impor Nenas ASEAN
Dari sisi impor, ada beberapa negara ASEAN yang melakukan impor nenas
meskipun dalam jumlah kecil. Selama tahun 1980-2012 volume impor nenas segar
cukup stabil dan menunjukkan peningkatan sebesar 0,64% per tahun. Volume
impor nenas segar terbesar terjadi pada tahun 2002 sebesar 22,83 ribu ton.
Dalam lima tahun terakhir (tahun 2008-2012) volume impor nenas segar rata-rata
naik sebesar 1,39% per tahun.
Sementara itu perkembangan volume impor nenas dalam kaleng lebih
fluktuatif dan umumnya volume impor nenas dalam kaleng lebih tinggi
dibandingkan volume impor nenas segar dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
14,07% per tahun. Hingga tahun 1995 volume impor nenas kaleng jauh melebihi
volume impor nenas segar, tetapi tahun 1996-2004 terjadi penurunan volume
impor nenas kaleng yang cukup drastis (Gambar 4.16). Tahun 2005 volume impor
tahun-Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35 tahun berikutnya cenderung menurun. Pada tahun 2008-2012 volume impor nenas
dalam kaleng turun sebesar 5,85% per tahun.
0
Vol. Impor Nenas Segar Vol. Impor Nenas Kaleng
Gambar 4.16. Perkembangan Volume Impor Nenas ASEAN, 1980-2012
Impor nenas terbesar dilakukan oleh Singapura, baik untuk nenas segar
importir nenas lainnya adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Kamboja.
Indonesia juga menjadi negara importir nenas segar maupun nenas dalam kaleng
meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Volume impor nenas negara ASEAN
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Singapura 90,95% Malaysia
8,41%
Lainnya 0,63%
Gambar 4.17. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
Singapura 82,40% Thailand
6,09%
Malaysia 5,48%
Lainnya 6,02%
Gambar 4.18. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di ASEAN, Rata-rata 2008-2012
4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Dunia
Pada periode tahun 1980-2012 volume ekspor nenas dunia berfluktuasi dan
cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.19). Rata-rata peningkatan volume
ekspor nenas sebesar 7,54% per tahun, yaitu dari 360,07 ribu ton pada tahun
1980 menjadi 3,37 juta ton pada tahun 2012. Volume ekspor tahun 2012
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37 Sementara itu volume ekspor nenas dalam kaleng justru lebih rendah
dibandingkan ekspor nenas segar dengan pertumbuhan yang tidak fluktuatif,
yaitu sebesar 2,61% per tahun untuk tahun 1980-2012. Bahkan lima tahun
terakhir (2008-2012) pertumbuhan volume ekspor nenas dalam kaleng melambat
menjadi 0,92% per tahun.
0
Vol. Ekspor Nenas Segar Vol. Ekspor Nenas Kaleng
Gambar 4.19. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Dunia, 1980-2012
Berdasarkan data rata-rata volume ekspor nenas tahun 2008-2012, terdapat
empat negara dengan volume ekspor nenas segar terbesar di dunia. Keempat
negara tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 77,32% terhadap total
volume ekspor nenas segar dunia. Costa Rica merupakan negara eksportir nenas
segar terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor sebesar 1,66 juta ton
atau 54,69% dari total volume ekspor nenas dunia (Gambar 4.20). Filipina berada
di peringkat kedua dengan rata-rata volume ekspor sebesar 265,26 ribu ton
(8,76%), diikuti oleh Belgia di peringkat ketiga dengan kontribusi 7,41% dan
Belanda di peringkat keempat dengan kontribusi 6,46%, sedangkan negara-negara
lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5%. Indonesia berada di urutan ke-64
eksportir dunia. Rendahnya ekspor nenas Indonesia disebabkan mutu produk yang
38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.20. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
Hasil penelitian Firdaus dan Silalahi (2007), Istiqomah (2008) serta Karomah
(2011) menunjukkan bahwa Indonesia masih belum memiliki keunggulan
komparatif dalam perdagangan nenas dunia. Oleh karena itu untuk meningkatkan
daya saing kompetitif nenas Indonesia diperlukan dukungan Pemerintah secara
maksimal dalam memanfaatkan peluang ekspor yang sangat potensial.
Ekspor nenas kalengan di dunia dikuasai oleh negara-negara ASEAN, seperti
Thailand, Filipina dan Indonesia. Thailand memberikan kontribusi sebesar 49,24%
terhadap total volume ekspor nenas kalengan dunia. Filipina di urutan kedua
dengan kontribusi sebesar 15,86%. Indonesia berada di urutan ketiga dengan
kontribusi sebesar 14,34%, sedangkan kontribusi dari negara-negara lainnya
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39
Gambar 4.21. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
4.2.4. Perkembangan Volume Impor Nenas Dunia
Pada tahun 1980-2012 volume impor nenas segar dunia menunjukkan
kecenderungan meningkat seiring dengan peningkatan volume ekspornya
(Gambar 4.22) dengan laju pertumbuhan pada periode tersebut sebesar 6,98%
per tahun. Sebagaimana volume ekspornya, volume impor nenas tertinggi dicapai
pada tahun 2012 sebesar 2,94 juta ton.
Pada periode yang sama volume impor nenas dalam kaleng juga cenderung
meningkat tetapi laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan impor nenas
segar. Rata-rata pertumbuhan nenas dalam kaleng sebesar 2,32% per tahun,
tetapi dalam lima tahun terakhir terjadi penurunan volume impor nenas dalam
kaleng sebesar 2,05% per tahun. Perkembangan volume impor nenas segar dan
nenas dalam kaleng disajikan pada Lampiran 20.
Berdasarkan data FAO tahun 2008–2012 terdapat tujuh negara importir
nenas segar terbesar di dunia (Gambar 4.23). Total volume impor ketujuh negara
tersebut mencapai 69,61% dari total volume impor nenas segar dunia. Amerika
Serikat merupakan negara importir nenas segar terbesar di dunia dengan
rata-rata volume impor mencapai 796,88 ribu ton per tahun atau 28,99% dari total
volume impor nenas segar dunia, diikuti oleh Belgia (9,31%), Belanda (8,36%),
Negara-40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
negara importir lainnya mengimpor nenas segar kurang dari 5% (Lampiran 23).
Indonesia menempati urutan ke-100 dari negara-negara importir nenas segar
dunia.
Vol. Impor Nenas Segar Vol. Impor Nenas Kaleng
Gambar 4.22. Perkembangan Volume Impor Nenas Dunia, 1980-2012
Amerika
Gambar 4.23. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
Selain menjadi negara importir nenas segar terbesar di dunia, Amerika
Serikat juga menjadi negara importir nenas dalam kaleng terbesar di dunia. Pada
tahun 2008-2012, Amerika Serikat memberikan kontribusi sebesar 29,19%
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41 Jerman (9,21%) dan Rusia (5,97%). Negara-negara lain hanya memberikan
kontribusi kurang dari 5% (Lampiran 24).
Amerika Serikat 29,19%
Jerman 9,21% Rusia
5,97% Lainnya
55,63%
Gambar 4.24. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia, Rata-rata 2008-2012
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN NENAS ASEAN DAN DUNIA
4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Nenas ASEAN
Ketersediaan nenas untuk konsumsi diperoleh dari hasil perhitungan
produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impor, dimana volume ekspor
dan impor nenas dalam wujud buah segar. Ketersediaan nenas segar di
negara-negara ASEAN selama periode tahun 1980-2012 menunjukkan peningkatan
(Gambar 4.25) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,38% per tahun. Karena
volume ekspor dan volume impor relatif kecil dibandingkan produksi nenas, maka
ketersediaan nenas untuk negara-negara ASEAN ditentukan oleh besarnya
produksi nenas. Ketersediaan nenas untuk konsumsi tertinggi dicapai pada tahun
42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.25. Perkembangan Ketersediaan Nenas di ASEAN, 1980-2012
4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Nenas Dunia
Pada tahun 1980-2012 ketersediaan nenas untuk konsumsi dunia juga
menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.26). Pada periode tersebut
rata-rata peningkatan ketersediaan nenas mencapai 2,62% per tahun, yaitu dari
10,83 juta ton pada tahun 1980 menjadi 23,73 juta ton pada tahun 2012. Karena
volume ekspor dan volume impor nenas dunia relatif seimbang dan jauh lebih
kecil dibandingkan produksi, maka pola perkembangan ketersediaan nenas
mengikuti pola perkembangan produksi nenas dunia. Perkembangan ketersediaan
nenas dunia disajikan pada Lampiran 26.
0
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43
BAB V. ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN NENAS
5.1. PROYEKSI PENAWARAN NENAS INDONESIA 2015-2019
Penawaran nenas merupakan representasi dari produksi. Proyeksi produksi
nenas menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (double
exponential smoothing). Nilai MAPE diperoleh sebesar 38 pada konstanta
pemulusan level = 0,30 dan trend = 0, 02. Hasil proyeksi penawaran nenas
Indonesia tahun 2015-2019 disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Nenas Indonesia, 2015-2019
Tahun Produksi
Rata-rata Pertumbuhan (%/th) 2,68
Penawaran nenas Indonesia diperkirakan akan meningkat tahun 2015-2019
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,68% per tahun. Tahun 2015 penawaran
nenas diperkirakan sebesar 1,87 juta ton dan akan mencapai 2,08 juta ton pada
tahun 2019.
Jika dibandingkan dengan Angka Sasaran produksi nenas dalam Rencana
Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2015-2019 maka hasil
proyeksi tersebut tidak berbeda signifikan. Angka Sasaran produksi nenas
44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 5.2. Angka Sasaran Produksi Nenas Indonesia, 2015-2019
Tahun Produksi
Rata-rata Pertumbuhan (%/th) 1,99
Sumber : Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN NENAS INDONESIA 2015-2019
Permintaan nenas dihitung dengan pendekatan permintaan untuk konsumsi
langsung di rumah tangga. Series data yang digunakan adalah konsumsi nenas
segar per kapita hasil Susenas BPS. Dengan menggunakan model pemulusan
eksponensial berganda (double exponential smoothing) diperoleh nilai MAPE
sebesar 27,53 pada level = 0,0849 dan trend = 0,0097. Untuk memperoleh
total permintaan nenas di Indonesia digunakan juga data proyeksi jumlah
penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi nenas di Indonesia
disajikan pada Tabel 5.3.
Konsumsi nenas segar per kapita diperkirakan akan mengalami penurunan
pada tahun 2015-2019, sedangkan jumlah penduduk diperkirakan akan
meningkat. Dari perkalian konsumsi nenas per kapita dengan jumlah penduduk
diperoleh total konsumsi nenas yang diperkirakan juga akan mengalami
penurunan. Rata-rata penurunan dalam kurun waktu tersebut sebesar 16,88% per
tahun. Tahun 2014 permintaan nenas diperkirakan sebesar 39,66 ribu ton yang
akan turun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2019 menjadi sebesar
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45 Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Nenas Indonesia, 2015-2019
Tahun Konsumsi RT (Kg/Kapita)
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) -16,88
5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT NENAS INDONESIA 2015–2019
Proyeksi surplus/defisit nenas tahun 2015-2019 diperoleh dari selisih
proyeksi penawaran dan permintaan nenas. Penawaran merupakan representasi
dari produksi nenas, namun mengingat saat panen selalu terdapat komponen
tercecer, maka penawaran netto adalah produksi dikurangi dengan tercecer.
Komponen tercecer menurut Neraca Bahan Makanan rata-rata sebesar 6% dari
total produksi nenas.
Permintaan diperoleh dari konsumsi langsung rumah tangga yang bersumber
dari Susenas dikalikan dengan jumlah penduduk. Selain itu juga perlu
diperhitungkan permintaan untuk bahan baku industri makanan berbahan baku
nenas, seperti industri selai, sirup, dodol, dan keripik. Proyeksi bahan baku
industri makanan diperoleh dari perhitungan dalam Neraca Bahan Makanan.
Berdasarkan selisih proyeksi penawaran dan permintaan tersebut, diperoleh
proyeksi surplus/defisit nenas Indonesia seperti tersaji pada Tabel 5.4. Pada
tahun 2015 nenas Indonesia masih berada dalam posisi surplus sebesar 24.353
ton. Demikian pula pada tahun 2016 masih terjadi surplus nenas tetapi turun
menjadi 3.535 ton. Surplus tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hotel