• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : Barirah Marlinda A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : Barirah Marlinda A"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Oleh : Barirah Marlinda

A14304016

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

BARIRAH MARLINDA. Analisis Daya Saing Lada Indonesia di Pasar Internasional. Di bawah bimbingan TANTI NOVIANTI.

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris. Pertanian merupakan sektor yang penting dalam memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia. Subsektor perkebunan juga berperan dalam peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia. Salah satu komoditas yang menjadi unggulan dan mempunyai potensi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah lada. Indonesia merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia. Kontribusi lada Indonesia di pasar dunia pada kurun waktu 2001 hingga tahun 2006 berkisar antara 15 persen sampai 27 persen (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Potensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan lada di pasar internasional cukup besar, diantaranya Indonesia sudah lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia terutama lada hitam (Lampung Black Pepper) yang dihasilkan di Propinsi Lampung dan lada putih (Muntok White Pepper) yang berasal dari Propinsi Bangka Belitung. Produksi lada putih Indonesia mencapai sekitar 80 persen pasokan dunia sedangkan untuk lada hitam produksi Indonesia mencapai 15 persen produksi dunia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Potensi produksi lada Indonesia juga didukung oleh keadaan iklim dan kondisi geografis yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan lada. negara pengekspor utama lada selain Indonesia antara lain Vietnam, Brazil, India, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, China, dan Meksiko. Potensi yang cukup besar tersebut dapat menentukan keunggulan dan kemampuan yang dimiliki komoditi lada Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis struktur pasar lada dan persaingan lada di pasar internasional, (2) menganalisis posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari hingga April 2008, dengan mengunakan data sekunder yang berasal dari literatur, media cetak, perpustakaan LSI, dan internet. Analisis dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan lada berupa analisis keunggulan kompetitif lada Indonesia di pasar internasional. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan pangsa pasar dan keunggulan komparatif lada Indonesia di pasar internasional. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007.

Struktur pasar lada Indonesia di pasar internasional menunjukkan kecenderungan ke arah pasar persaingan oligopoli dan memiliki tingkat konsentrasi pasar yang sedang. Hasil ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata Herfindahl Index sebesar 1589 pada tahun 1997-2006 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen lada terbesar sejumlah 62 persen.

Berdasarkan analisis nilai Revealed Comparative Advantage (RCA), komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang mempunyai nilai RCA yang lebih dari satu. Pada tahun 2006, Indonesia mempunyai nilai RCA sebesar 14,32 tetapi daya saingnya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Vietnam. Berdasarkan analisis kuantitatif, yaitu dengan menggunakan Teori

(3)

Berlian Poter maka dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan lada. Kondisi internal komoditi lada Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada faktor sumberdaya alam. Pada faktor sumberdaya manusia, ketersediaan dan peran sumberdaya manusianya cukup mendukung tetapi terdapat kekurangan dalam hal kualitas tenaga kerja terutama dalam pemanfaatan dan penerapan IPTEK serta bibit unggul yang belum maksimal. Selain itu, kondisi infrastruktur belum sepenuhnya memadai terutama sarana dan prasarana pembenihan. Kekurangan juga terdapat pada kondisi permodalan yang terbatas yang dapat dilihat dari masih kurangnya peran lembaga permodalan yang mau mendukung pengembangan pengusahaan lada. Dari sisi permintaan, komoditi lada Indonesia dapat memenuhi kebutuhan domestik dan konsumsi luar negeri.

Komoditi lada Indonesia masih mempunyai kelemahan dari sisi industri terkait dan pendukung yang ditandai dengan belum adanya industri penangkar benih/bibit dan belum majunya industri olahan lada. Dalam persaingan dan struktur, terjadi persaingan yang ketat antara eksportir dan importir lada untuk memenuhi permintaan lada yang semakin meningkat. Strategi yang dikembangkan adalah diversifikasi produk lada.

Kondisi eksternal komoditas lada yang memiliki keunggulan kompetitif antara lain peranan pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan mengenai penyediaan input faktor produksi, pemasaran dan perdagangan lada, dan standar mutu lada. Untuk peranan peluang, Indonesia sudah memiliki brand yang sudah dikenal di dunia yaitu Lampung Black Pepper dan Muntok White Pepper, peningkatan harga lada dunia serta meningkatnya konsumsi lada dunia. Selain itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa masih merupakan pasar yang potensial bagi ekspor lada Indonesia.

Untuk meningkatkan daya saing lada Indonesia, perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari penjualan lada dengan mengembangkan dan meningkatkan ekspor lada dalam bentuk olahan (diversifikasi) sehingga dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor lada. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan bimbingan kepada petani dan industri pengolahan lada, penyediaan fasilitas, serta meningkatkan penelitian yang berkaitan dengan teknik dan proses pengolahan lada. Selain itu, perlu juga meningkatkan produktivitas dalam negeri melalui perbaikan cara budidaya yang menggunakan benih unggul atau bersertifikat serta penanganan hama dan penyakit pada lada. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain dengan pembangunan dan pengembangan sumber benih, penelitian dan pelatihan untuk menemukan jenis dan varietas baru lada yang lebih unggul dan tahan terhadap hama dan penyakit.

Dalam mengatasi masalah permodalan dan pembiayaan usaha tanaman lada, pemerintah harus menjalin kerjasama dan melakukan pendekatan pada pihak perbankan agar perbankan mulai memberikan kredit khusus terhadap sektor lada.

(4)

ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Oleh:

BARIRAH MARLINDA A14304016

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

Judul : ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Nama : BARIRAH MARLINDA NRP : A14304016

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, SP, M.Si NIP.132 206 249

Megetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP.131 124 019

Tanggal Lulus:

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRPSI YANG BERJUDUL

”ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

BARIRAH MARLINDA A14304016

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kubang, Payakumbuh 1 Maret 1986, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Mardismi dan Syahida Dahlan. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 20 Kubang pada tahun 1992 sampai dengan 1998. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama ke SLTPN 1 Guguk pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Guguk pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Manusia melalui jalur USMI. Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA IPB) dan anggota Badan Pengawas Himpunan Profesi Fakultas Pertanian.

Bogor, Mei 2008

Penulis

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Daya Saing Lada Indonedsia di Pasar Internasional”. Penulisan skripsi ini sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis struktur pasar lada dunia, analisis keunggulan komparatif lada Indonesia di pasar internasional dan analisis keunggulan kompetitif lada Indonesia di pasar internasional.

Penulis berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Namun, penulis memandang bahwa penulisan ini dibuat sebagai suatu proses pembelajaran terhadap materi perkuliahan yang penulis terima selama duduk di bangku perkuliahan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulisan karya ilmiah ini, baik secara keilmuan, materi dan spiritual.

Bogor,

Penulis

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiing dengan berakhirnya satu tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya:

1. Kedua orangtua (Ama dan Apa), terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan, cinta dan kasih sayang, berbagai bentuk dukungan baik moril maupun materi, kesabaran, nasihat serta semangat. Terima kasih juga pada Ibu Yasnar, Uda Zikri, dan Adiak Nedi atas nasehat, semangat dan dorongan yang telah diberikan pada penulis.

2. Tanti Novianti SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasehat,dan kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis.

3. Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen penguji utama dan dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas segala kebaikan hati, bimbingan, masukan, kritik, serta saran dalam penulisan skripsi ini.

4. A.Faroby Falatehan SP,M.E selaku dosen penguji wakil departemen. Terima kasih atas masukan, kritik, dan saran yang dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

5. Keluarga besar, Mamak, Etek, dan Uni Yanti atas bantuan dan nasehat yang diberikan pada penulis.

6. Ibu Neni dari Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. Terima kasih segala informasi dan data yang diberikan pada penulis yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

7. Bapak Nur Haryanto, Kepala Bagian Informasi International Pepper Community (IPC). Terima kasih atas kesediaannya dalam memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

(10)

8. Bapak Dedi selaku staf dari Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI).

Terima kasih atas informasi dan data yang terkait dengan penelitian yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman satu bimbingan, Asti, Wida, Ella, dan Jimmy. Terima kasih atas semangat, dorongan, dan kerjasama yang diberikan pada penulis.

Diantara mahasiswa yang lain, sepertinya kita yang paling kompak.

10. Devi, Nunung, Retno, Yani, Nisa, Anti, Dylla, Rahma, Wulan dan teman- teman EPS angkatan 41, terima kasih atas persahabatan dan dukungan yang diberikan pada penulis.

11. Teman-teman dari keluarga besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Payakumbuh (IKMP) khususnya angkatan 41, Rizqa, Amen, Mona, Ami, Rena, Yanti, Dina, Dini, Diki, Putra serta uda-uda dan uni-uni sadonyo.

Terima kasih untuk semangat dan rasa kekeluargaannya selama ini. Although we far from home, we feel that we have family here.

12. Teman-teman Wisma Satelit 2 bawah; Mbak Intan, Meri, Mita, dan Vivi.

Terima kasih karena sudah memberikan dukungan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman yang sudah bersedia hadir pada seminar. Terima kasih untuk kesediaannya menghadiri seminar dan memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis yang sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin.

Bogor, Mei 2008

     

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lada 2.1.1 Sejarah Lada ... 11

2.1.2 Karakteristik Lada ... 12

2.2 Tinjauan Studi Terdahulu 2.2.1 Penelitian Mengenai Daya Saing Komoditas Perkebunan ... 14

2.2.2 Penelitian Mengenai Lada ... 15

2.3 Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Teori Perdagangan Internasional ... 20

3.1.2 Struktur Pasar ... 22

3.1.2.1 Pasar Persaingan Sempurna ... 23

3.1.2.2 Pasar Monopoli ... 23

3.1.2.3 Pasar Persaingan Monopolistik ... 24

3.1.2.4 Pasar Oligopoli ... 24

3.1.3 Konsep Keunggulan Komparatif ... 25

(12)

3.1.4 Konsep Keunggulan Kompetitif ... 28

3.1.5 Pengertian Daya Saing ... 29

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian ... 33

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 33

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 34

4.3.1 Analisis Konsentrasi Pasar ... 34

4.3.2 Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 37

4.3.3 Teori Berlian Porter ... 39

V. STRUKTUR PASAR LADA DAN PERSAINGAN LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ... 43

VI. ANALISIS DAYA SAING LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Keunggulan Komparatif Lada Indonesia: Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 47

6.2 Analisis Keunggulan Kompetitif Lada Indonesia: Analisis Teori Berlian Porter ... 50

6.2.1 Faktor Sumberdaya ... 50

6.2.2 Kondisi Permintaan ... 63

6.2.3 Eksistensi Industri Terkait dan Industri Pendukung ... 68

6.2.4 Struktur, Persaingan, dan Strategi ... 70

6.2.5 Peran Pemerintah ... 73

6.2.6 Peran Peluang ... 76

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 78

7.2 Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 84

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Neraca Ekspor Impor Sub Sektor Perkebunan Indonesia

Tahun 2003-2006  ... 2 2. Volume dan Nilai Ekspor Lada Indonesia

Tahun 1980, 1990, dan 2000-2006 ... 5 3. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Lada Indonesia

Tahun 1980, 1990, 2000-2006 ... 6 4. Harga Rata-Rata FOB Lada Putih dan Lada Hitam

Indonesia Pada Tahun 1999-2004 ... 8 5. Jenis dan Sumber Data ... 34 6. Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi

Komoditas Lada di Pasar Internasional Tahun 1997-2006 ... 43 7. Hasil Analisis RCA Lima Negara Eksportir Lada

Tahun 2001-2006 ... 48 8. Pangsa Pasar (Market Share) Lima Negara Eksportir

Komoditas Lada Tahun 2001-2006 ... 49 9. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada Indonesia

Menurut Pengusahaan Pada Tahun 2006 ... 52 10. Jumlah Petani Pada Perkebunan Rakyat Lada

Menurut Wilayah Pada Tahun 2004-2007 ... 54 11. Perkembangan Konsumsi Lada Indonesia

Pada Tahun 1997-2003 ... 63 12. Perkembangan Impor Lada Beberapa Negara

Produsen Lada di Dunia Pada Tahun 2000-2004 ... 64 13. Perkembangan Harga Rata-Rata Tahunan

Komoditi Lada di Pasar Domestik Pada Tahun 2001-2006 ... 65 14. Nilai Ekspor Lada Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan

Tahun 1997-2006 ... 66  

 

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan ... 22 2. “The National Diamond System” ... 29 3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32   

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Lada Hitam dan Putih dari Beberapa

Negara Produsen Lada Tahun 1997-2006 ... 84 2. Nilai Ekspor Komoditi Lada Dunia Tahun 1997-2006 ... 85 3. Pangsa Pasar Ekspor Negara-Negara Produsen

dan Eksportir Lada Dunia Tahun 1997-2006 ... 90 4. Spesifikasi Syarat Mutu Lada Putih dan Lada Hitam

Mutu I dan Mutu II serta Konsep Standar Mutu Lada IPC ... 95

     

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris. Pertanian merupakan sektor yang penting dalam memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia. Pada saat ini sektor pertanian sedang berada pada tahap menuju pertumbuhan tinggi yang berkelanjutan (sustaining growth). Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan PDB sektor pertanian. Berdasarkan kinerja pembangunan pertanian tahun 2006, PDB sektor pertanian dari tanaman pangan, tanaman perkebunan dan hasil peternakan meningkat dengan pertumbuhan 3,50 persen (angka PDB sampai dengan semester III) dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya sebesar 1,67 persen1.

Apabila dilihat dari kinerja ekspor dan impor sektor pertanian (Departemen Pertanian, 2006), neraca ekspor impor komoditas pertanian mengalami surplus sebesar US$ 6,4 milyar pada periode 2003-2006 dan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,95 persen. Subsektor perkebunan merupakan penyumbang utama terhadap surplus tersebut. Dalam hal total komoditas pertanian selama periode 2002-2005, subsektor perkebunan memberikan kontribusi yang terbesar yaitu sebesar 89,9 persen dengan volume ekspor rata-rata per tahun sebesar 12,5 juta ton. Subsektor perkebunan juga berperan dalam peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi nilai ekspor subsektor perkebunan yaitu sebesar       

1 Kinerja pembangunan sektor pertanian tahun 2006, www.agribisnis_deptan.go.id. Diakses tanggal 5 November 2007. 

(17)

91,2 persen dari total nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia. Neraca ekspor impor baik dari segi volume dan nilai ekspor cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2003 sampai dengan 2005, tetapi pada tahun 2005 dan 2006 cenderung fluktuatif seperti yang terlihat pada Tabel 1. Meskipun demikian, subsektor perkebunan masih merupakan subsektor yang sangat penting dalam pembangunan pertanian Indonesia.

Tabel 1. Neraca Ekspor Impor Sub Sektor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2006

Tahun Ekspor Impor

Volume (kg) Nilai (USD) Volume (kg) Nilai (USD) 2003 11.974.201.918 6.877.060.013 2.088.748.566 1.473.496.787 2004 15.556.889.495 9.107.466.305 1.353.601.447 1.323.371.273 2005 18.579.806.335 10.673.184.297 2.091.654.011 1.532.519.642 2005* 12.854.740.016 7.496.540.650 1.651.716.714 1.200.608.945 2006* 15.150.170.864 10.115.423.685 1.346.496.425 1.273.225.050 Sumber: Kinerja Ekspor Impor Pertanian, Departemen Pertanian, www.agribisnis_deptan.go.id, diakses 30 Januari 2008.

Keterangan: * = Data kumulatif sampai dengan bulan September

Salah satu komoditas yang menjadi unggulan dan mempunyai potensi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah lada. Indonesia merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia. Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada putih (Lampiran 1) dimana pada tahun 2006 Indonesia berada di peringkat keempat dalam hal produksi lada dunia. Kedudukan lada sebagai komoditi ekspor hasil perkebunan cukup penting yaitu nomor enam setelah karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa serta lada juga dikenal dengan King of Spices (Raja Rempah) untuk golongan komoditi rempah-rempah. Indonesia juga memiliki peluang yang cukup besar untuk mendominasi perdagangan di dunia. Kontribusi lada Indonesia di pasar dunia pada kurun waktu 2001 hingga tahun 2006 berkisar

(18)

antara 15 persen sampai 27 persen (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007).

Berdasarkan sejarah, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan produksi rempah-rempahnya, termasuk lada yang sempat menarik bangsa asing untuk menguasai dan menjajah kekayaan alam Indonesia tersebut. Potensi produksi lada Indonesia juga didukung oleh keadaan iklim dan kondisi geografis yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan lada.

Potensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan lada di pasar internasional cukup besar, diantaranya Indonesia sudah lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia terutama lada hitam (Lampung Black Pepper) yang dihasilkan di Propinsi Lampung dan lada putih (Muntok White Pepper) yang berasal dari Propinsi Bangka Belitung. Jenis lada lainnya yang juga diproduksi di Indonesia adalah lada hijau. Selain Propinsi Lampung dan Bangka Belitung, sentra penghasil lada lainnya adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa.

Produksi lada putih Indonesia mencapai sekitar 80 persen pasokan dunia sedangkan untuk lada hitam produksi Indonesia mencapai 15 persen produksi dunia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007).

Prospek komoditas lada Indonesia juga dapat dilihat dari potensi pasar domestik yang cukup besar yaitu dengan semakin berkembangnya industri makanan yang yang menggunakan bumbu dari lada dan industri kesehatan yang menggunakan lada sebagai obat serta meningkatnya minat masyarakat dalam menggunakan lada sebagai penyedap makanan. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa2.

      

2 Panduan Seminar Nasional Rempah, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.Bogor, 21 Agustus 2007. 

(19)

Perdagangan lada dewasa ini semakin berkembang yang ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan lada oleh negara-negara konsumen dan semakin banyaknya jumlah negara pengekspor lada di dunia. Permintaan lada oleh negara konsumen dapat dilihat dari impor lada yang dilakukan oleh negara konsumen. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, yaitu antara tahun 1997 sampai dengan 2006, total impor lada dunia mengalami kenaikan yang cukup besar dengan pertumbuhan rata-rata kenaikan sekitar 3,4 persen per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Amerika Serikat merupakan negara konsumen terbesar lada di dunia, dengan total impor mencapai 22 hingga 24 persen dari total impor lada dunia. Selain itu, negara pengimpor lada utama lainnya adalah beberapa negara di kawasan Uni Eropa, Jepang, Rusia, Korea, dan Pakistan.

Sementara itu, negara pengekspor utama lada selain Indonesia antara lain Brazil, India, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, China, dan Meksiko.

Vietnam merupakan pendatang baru dalam perdagangan lada dunia tetapi merupakan pesaing utama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Vietnam merupakan negara pengekspor lada nomor satu di dunia sejak tahun 2001 hingga 2006, mengungguli Indonesia di peringkat ketiga setelah Brazil.

Berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, Indonesia harus mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat di pasar internasional terutama dalam menghadapi liberalisasi perdagangan dimana tidak ada hambatan dalam perdagangan. Hal ini menuntut adanya mutu dan kualitas yang baik pada komoditi yang diperdagangkan sehingga dapat berperan penting dalam perdagangan internasional. Potensi yang cukup besar tersebut dapat menentukan

(20)

keunggulan dan kemampuan yang dimiliki komoditi lada Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan. Oleh karena itu, penelitian mengenai daya saing lada Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui posisi bersaing Indonesia dalam perdagangan komoditi lada di pasar internasional.

1.2 Perumusan Masalah

Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki potensi dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional yaitu sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan untuk konsumsi langsung. Sebagian besar produksi lada Indonesia lebih berorientasi ekspor dan dipasarkan ke luar negeri sementara sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik. Volume dan nilai ekspor lada Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Lada Indonesia Tahun 1980, 1990, dan 2000-2006

No. Tahun Volume Ekspor (ton) Nilai Ekspor (US$)

1. 1980 29.680 50.106

2. 1990 48.442 80.575

3. 2000 65.011 221.090

4. 2001 53.638 100.507

5. 2002 63.214 89.197

6. 2003 51.546 93.445

7. 2004 34.302 58.897

8. 2005 34.556 58.468

9. 2006 36.953 77.258

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa volume dan nilai ekspor lada Indonesia di pasar internasional cenderung berfluktuasi. Volume ekspor lada selama periode 1980 sampai 2000 mengalami peningkatan dari 29.680 ton pada tahun 1980

(21)

menjadi 48.442 ton pada tahun 1990, dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2000 menjadi 65.011 ton. Pada periode 2000 sampai 2006, komoditas lada menyumbangkan devisa negara sebesar US$ 59 juta sampai US$ 221 juta per tahun. Namun demikian, selama periode antara 2000 dan 2006 volume dan nilai ekspor lada berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena adanya penurunan produksi dan produktivitas lada Indonesia seperti yang terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Lada Indonesia Tahun 1980, 1990, 2000-2006

No. Tahun Produksi (ton)

Luas Areal (ha) Produktivitas (Kg/Ha)

1. 1980 36.626 68.554 846

2. 1990 69.899 127.582 934

3. 2000 69.087 150.531 801

4. 2001 82.078 186.022 836

5. 2002 90.181 204.068 822

6. 2003 90.740 204.364 820

7. 2004 77.008 201.484 662

8. 2005 78.328 191.992 688

9. 2006 77.534 192.604 690

Sumber: Statisitk Perkebunan Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007

Pada Tabel 3, produksi lada yang dihasilkan Indonesia dari tahun 1980 produksi lada Indonesia mengalami peningkatan tajam dari 36.626 ton menjadi 69.899 ton pada tahun 1990. Namun, selama satu dekade berikutnya yaitu dari tahun 1990 sampai tahun 2006, produksi lada berfluktuasi. Produksi lada nasional tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 90.470 ton. Hal yang sama juga terjadi pada perkembangan luas areal tanaman lada. Luas areal tanaman lada selama dua dekade terakhir mengalami peningkatan yaitu dari 68.554 ha pada tahun 1980 menjadi 127.82 ha pada tahun 1990. Selama periode 2001-2006 secara keseluruhan terjadi penurunan areal lada Indonesia. Walaupun pada tahun

(22)

2001-2002 terdapat peningkatan luas areal lada sebesar 18.046 ha, tetapi setelah itu luas areal mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2006, terjadi sedikit peningkatan luas areal lada sebesar 612 ha. Perkembangan yang terjadi pada produksi dan luas areal juga berdampak pada perkembangan produktivitas, dimana perkembangannya dari tahun ke tahun berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh serangan hama penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning dan adanya konversi lahan tanaman lada ke penggunaan lainnya seperti pertambangan.

Selain itu, Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi pengekspor lada nomor satu di dunia tetapi digantikan oleh Vietnam sejak 2001 dan tahun 2006 ekspor lada Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Vietnam dan Brazil (Lampiran 2). Pada tahun 2000 Indonesia menjadi pengekspor lada nomor satu di dunia dengan total ekspor sebesar 65.011 ton jauh di atas Vietnam yang saat itu hanya mengekspor 36.465 ton. Namun, sejak tahun 2001 Vietnam telah menduduki peringkat pertama dengan volume ekspor lada sebanyak 56.506 ton, dan Indonesia menempati urutan kedua dengan volume ekspor sebesar 53.638 ton.

Pada tahun 2006 Vietnam tetap menjadi pengekspor lada nomor satu dunia dengan total 116.670 ton sedangkan posisi Indonesia tergeser menjadi peringkat ketiga dengan total ekspor sebesar 36.953 ton setelah Brazil dengan total ekspor sebesar 42.187 ton.

Penurunan produksi dan produktivitas lada Indonesia juga terkait dengan cakupan pengusahaan lada dalam negeri. Pengusahaan lada di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan. Sebagian besar perkebunan lada masih merupakan perkebunan rakyat yaitu sekitar 99,90 persen yang masih dikelola

(23)

secara tradisional dengan pengetahuan teknologi yang rendah pada petani (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Pengelolaan yang masih tradisional juga terkait dengan masalah budidaya dimana dalam pengusahaanya masih belum menggunakan bibit unggul. Di samping itu, permodalan yang terbatas juga menimbulkan masalah dalam hal pembiayaan usaha tanaman lada.

Masalah lain yang dihadapi adalah fluktuasi harga yang mengakibatkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama lada, belum mampu mempengaruhi harga pasar dunia atau bertindak sebagai price leader sehingga belum mempunyai bargaining position yang baik dalam perdagangan internasional. Selama ini dalam penentuan harga lada dunia, Indonesia masih merupakan price taker. Pada tahun 1999 hingga tahun 2004 terjadi fluktuasi pada harga ekspor FOB lada, baik lada hitam dan lada putih seperti yang terdapat di Tabel 4.

Tabel 4. Harga Rata-Rata FOB Lada Putih dan Lada Hitam Indonesia Pada Tahun 1999-2004

No. Tahun Harga Rata-Rata FOB (US$/ton)

Lada Putih Lada Hitam

1. 1999 6.292 4.864

2. 2000 3.933 4.024

3. 2001 2.257 1.854

4. 2002 2.104 1.584

5. 2003 2.404 1.684

6. 2004 2.317 1.487

Sumber: International Pepper Community (IPC). Producing Countries Statistics www.ipcnet.org.

Diakses tanggal 15 Maret 2008.

Berdasarkan Tabel 4, harga FOB lada putih dan hitam cenderung berfluktuasi dan mengalami penurunan dari tahun 2000. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain faktor produksi, mutu, serta penawaran dan permintaan dunia (Triana, 2000). Penurunan harga FOB lada ini bertolak

(24)

belakang dengan kondisi sebelumnya dimana pada kurun waktu 1993-1997, harga lada Indonesia di pasaran ekspor dunia rata-rata lebih tinggi 16,5 persen dari harga rata-rata lada dunia karena pada kurun waktu tersebut kualitas lada Indonesia diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia (Nugroho,2004).

Permasalahan di atas dapat mempengaruhi dan terkait dengan daya saing lada di pasar internasional. Potensi dan peluang lada yang dimiliki Indonesia juga dapat mempengaruhi posisi dan daya saing lada Indonesia dalam perdagangan internasional. Hal ini mengingat tantangan yang dihadapi produk lada Indonesia dimana terdapat kompetisi yang ketat antar negara-negara produsen antara lain dengan munculnya negara pesaing seperti Vietnam dan Brazil.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur pasar dan persaingan lada di pasar internasional?

2. Bagaimana posisi daya saing komoditas lada Indonesia dibanding pesaingnya di pasar internasional?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis struktur pasar dan persaingan lada di pasar internasional.

2. Menganalisis posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional.

(25)

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait yaitu:

1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan komoditas pertanian dan sebagai aplikasidari teori yang diperoleh selama ini.

2. Bagi petani, produsen dan eksportir lada. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dan informasi dalam perdagangan lada nasional.

3. Bagi masyarakat akademik, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dan acuan untuk mengadakan penelitian lanjutan mengenai lada.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Lada 2.1.1 Sejarah Lada

Tanaman lada (Piper nigrum L) berasal dari daerah barat Ghat, India dan kemudian menyebar ke berbagai negara di Asia termasuk Indonesia. Penyebaran lada di Indonesia pertama kali dilakukan oleh para koloni Hindu yang sedang melakukan perjalanan dalam misi penyebaran agamanya. Setelah itu, lada di Indonesia menyebar ke berbagai pulau. Selain ke Indonesia penyebaran lada juga diperdagangkan secara monopoli ke Yunani dan Romawi (Eropa) oleh para pedagang Arab sebelum diambil alih oleh Romawi hingga abad ke-15.

Lada merupakan salah satu dari bahan rempah-rempah yang memiliki harga yang sangat tinggi. Nilai yang tinggi ini menyebabkan bangsa Portugis pada tahun 1498 datang ke Asia dan mulai menguasai perdagangan rempah di India.

Sejak tahun 1611, setelah hegemoni Portugal dipatahkan Belanda, perdagangan rempah-rempah jatuh ke tangan Belanda sampai sebelum Perang Dunia II. Sekitar tahun 1956 bangsa Belanda mulai melakukan ekspedisi ke Samudera Hindia dan mendarat di Pulau Batam. Pada pertengahan abad 17 mereka berhasil menguasai perdagangan cengkeh, pala dan fuli di Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Sekitar akhir abad 17 perdagangan lada yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan telah dapat dikuasai. Sementara itu, Amerika Serikat masuk dalam perdagangan rempah- rempah di Timur Jauh setelah Belanda mengalami kerugian pada tahun 1799.

Dengan demikian, sejak saat itu perdagangan makin meluas hingga ke Benua Amerika.

(27)

2.1.2 Karakteristik Lada

Lada merupakan tanaman yang tumbuh merambat pada sebuah tajar yang mati atau hidup. Tanaman lada dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis dengan temperatur optimum 23°C sampai 30°C dan curah hujan sebesar 2000 hingga 2500 mm per tahun yang merata sepanjang tahun. Tanaman ini sangat baik ditanam pada lahan yang agak miring, subur secara fisik dan ekonomi dan dengan drainase yang baik serta mendapat sinar matahari yang cukup.

Lada (Piper nigrum L) termasuk keluarga Piperciae yang meliputi ratusan jenis tanaman lada. Di Indonesia dijumpai sekitar 40 jenis lada. Jenis lada yang dikenal di daerah-daerah penghasil lada ialah Kerinci, Jambi, Bangka, dan Bulok Belantung. Lada Kerinci, Jambi, dan Bangka termasuk lada dengan buah besar tetapi tidak tahan penyakit busuk pangkal, sedangkan lada Bulok Belantung buahnya kecil tetapi agak tahan terhadap penyakit tersebut. Selain itu, juga terdapat jenis Bengkayang dan Kucing di Kalimantan Barat.

Pembibitan lada dapat dilakukan dengan cara menyemai biji lada yang sudah cukup tua (berwarna merah atau kuning) dan dengan cara stek cabang.

Proses pemeliharaan tanaman lada terdiri dari penyiraman, penyulaman, pemberantasan tumbuhan pengganggu, mulching, pemupukan, pemangkasan ,dan pengendalian hama dan penyakit. Penyakit yang paling sering menyerang tanaman lada adalah penyakit busuk pangkal batang (Phytophtora Capsici) dan penyakit kuning.

Berdasarkan perbedaaan waktu pemetikan dan proses pengolahan dikenal dua jenis lada yaitu lada hitam dan lada putih. Kedua jenis ini berbeda dalam persyaratan bahan olah, cara pengolahan, waktu pengolahan, dan biaya

(28)

pengolahan. Perbedaan kedua jenis lada ini juga terdapat dalam hal pengolahan lanjutan serta gradingnya yang sesuai dengan spesifikasi pasaran dunia.

Lada putih adalah buah lada yang dipetik saat matang penuh, kemudian dilepaskan kulitnya dengan cara merendam dalam air yang mengalir selama kurang lebih dua minggu lalu dijemur selama tiga hari. Sementara itu, lada hitam adalah buah lada yang dipetik saat matang petik (kulit masih hijau) dan langsung dijemur selama tiga hari tanpa direndam terlebih dahulu. Di Indonesia sentra produksi lada hitam (Lampung Black Pepper) terdapat di daerah Lampung dan Kalimantan Timur, sedangkan untuk lada putih (Muntok White Pepper) terdapat di daerah Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Sulawesi.

Sebagai barang ekonomis lada dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan, antara lain sebagai bumbu masakan dan pengawet daging. Selain itu, dalam hal farmasi lada sering digunakan sebagai bahan pembuat obat serta bahan wewangian. Lada hitam umumnya diolah lebih lanjut menjadi oleoresin lada (pepper oleoresin) atau minyak lada (pepper oil). Minyak lada terutama digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa pada berbagai macam industri makanan dan juga dipakai dalam industri kosmetika dan farmasi. Salah satu jenis obat yang dapat dibuat dari minyak lada adalah balsam lada dalam bentuk krim.

Sementara itu, lada putih dapat diolah lebih lanjut menjadi lada bubuk (ground pepper).

Selain itu, produk lada lainnya adalah lada hijau yang merupakan produk olahan dari lada dimana warna hijaunya dipertahankan. Lada hijau memiliki rasa yang khas, warna dan penampakannya alami sehingga dapat digunakan sebagai bahan hiasan pada makanan dan dapat dipakai langsung pada makanan yang

(29)

dihidangkan. Berdasarkan cara pengolahannya dikenal beberapa bentuk lada yaitu lada hijau dalam bentuk kering, lada hijau dalam bentuk larutan garam, dan lada hijau dalam bentuk beku. Dari lada hijau dapat juga diolah menjadi green pepper sauce.

2.2 Tinjauan Studi Terdahulu

2.2.1 Penelitian Mengenai Daya Saing Komoditas Perkebunan

Meryana (2007) melakukan penelitian mengenai daya saing kopi robusta Indonesia di pasar internasional. Jenis data yang digunakan adalah berupa data sekunder. Dari analisis struktur pasar dengan menggunakan nilai Herfindahl Index dan Concentration Ratio diperoleh hasil bahwa struktur pasar kopi Robusta di pasar kopi internasional menunjukkan kecenderungan ke arah pasar persaingan dengan bentuk pasar oligopoli. Hasil ini ditunjukkan dengan skor Herfindahl Index sebesar 0,2 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen terbesar sejumlah 70 persen. Industri kopi nasional memiliki keungulan komparatif yang ditunjukkan dengan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) yang lebih besar dari 1 yaitu sebesar 9,70. Akan tetapi, daya saingnya masih rendah dibandingkan dengan negara Pantai Gading dan Uganda yang merupakan negara produsen dan eksportir utama kopi Robusta di dunia. Hasil analisis keunggulan kompetitif industri kopi Robusta Indonesia adalah bahwa secara keseluruhan atribut, seperti faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dan struktur industri kopi dalam negeri mendukung industri ini untuk berkembang.

Pada tahun 2006, Anissa melakukan penelitian tentang daya saing teh Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan pendekatan analsis data

(30)

panel. Pengolahan data dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pooled OLS, metode fixed effect, dan metode random effect. Hasilnya adalah bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia adalah produksi teh hitam Indonesia dan jumlah konsumsi teh hitam dalam negeri. Hasil pengolahan data tersebut mencerminkan kondisi nyata daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional dimana Indonesia sebagai salah satu negara produsen teh terbesar di dunia tidak dapat mempengaruhi harga pasar.

Tatakomara (2004) melakukan penelitian mengenai daya saing komoditi teh di pasar internasional dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk time series dari tahun 1982-2001. Dari model regresi diperoleh hasil elastisitas bahwa hanya variabel produksi yang memiliki elastisitas yang lebih dari satu atau dengan kata lain ekspor teh Indonesia cukup peka terhadap perubahan produksi teh domestik. Dari perhitungan REER (Real Effective Exchange Rate) menunjukkan nilai REER yang semakin meningkat yang berarti bahwa tingkat harga komoditi teh menjadi semakin murah di pasaran internasional dibandingkan dengan harga- harga dari negara lain. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia sudah memiliki keunggulan alamiah atau keunggulan absolut karena sumberdaya lahan yang melimpah untuk menghasilkan komoditi tersebut. Untuk keunggulan kompetitif, komoditi teh Indonesia masih harus perlu ditingkatkan daya saingnya.

2.2.2 Penelitian Mengenai Lada

Pada tahun 2004, Nugroho melakukan penelitian mengenai stuktur pasar lada dunia dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga ekspor lada Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis konsentrasi pasar dan stabilitas pasar struktur pasar lada

(31)

dunia, apabila ditinjau dari sisi penjual, strutur pasar lada dunia berbentuk oligopoli. Dari analisis regresi berganda diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor lada hitam Indonesia adalah volume ekspor lada hitam Indonesia, volume ekspor lada dunia dari negara-negara produsen selain Indonesia, volume impor lada dunia, dan harga lada hitam dunia di pusat perdagangan New York. Sementara faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap harga ekspor lada putih Indonesia adalah volume impor lada dunia, nilai tukat dollar AS terhadap rupiah, harga ekspor lada satu periode sebelumnya, dan harga lada putih dunia di pusat perdagangan Eropa.

Susilowati (2003) melakukan penelitian tentang dinamika daya saing lada Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah model Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share = CMS) untuk mengetahui keuggulan kompetitif lada Indonesia terhadap negara-negara pesaing. Selain menggunakan model CMS, penelitian tersebut juga menggunakan analisis substitusi impor, khususnya untuk mengetahui sifat hubungan persaingan antar negara produsen lada, apakah bersifat saling melengkapi atau saling menggantikan. Data yang digunakan merupakan data time series periode 1985 – 2001. Dari analisis CMS dekomposisi tahap pertama diperoleh hasil bahwa selama periode 1985-2001, Indonesia secara konsisten berhasil mempertahankan pangsa ekspornya di pasar lada dunia (Amerika Serikat, MEE dan Singapura), sementara tiga negara pesaing Indonesia (Brazil, India dan Malaysia) cenderung mengalami penurunan ekspor.

Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa Indonesia mengkonsentrasikan ekspor lada hitam dan putih dengan pertumbuhan pasar yang relatif cepat.

Sebaliknya Brazil dan India hanya mengkonsentrasikan ekspor mereka pada jenis

(32)

lada tertentu, yaitu hanya untuk lada hitam. Dilihat dari nilai elastisitas substitusi impor, Indonesia dan India akan bersaing di pasar MEE, sedangkan Indonesia dengan Malaysia akan bersaing di pasar Amerika Serikat dan Singapura. Nilai elastisitas substitusi impor antara Indonesia dan Malaysia di pasar Singapura bernilai relatif besar, meskipun tidak elastis.

Penelitian mengenai faktor internal dan eksternal penawaran dan permintaan lada putih di pasaran domestik dan dunia dilakukan oeh Triana (2000) dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan dan diduga dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil pendugaan model diperoleh koefisien determinasi (R2) berkisar antara 52%-96%. Produksi lada putih Indonesia hanya responsif (elastis) terhadap produktivitas jangka panjang.

Penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Jerman, Nederland dan Singapura lebih responsif terhadap perubahan tingkat produksi dibandingkan dengan perubahan harga ekspor lada putih dan lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume re- ekspor lada putih Singapura. Penawaran ke Amerika Serikat dan Jepang lebih responsif terhadap volume re-ekspor lada putih Singapura dibandingkan dengan tingkat produksi, harga ekspor lada, nilai tukar dan suku bunga. Permintaan impor lada putih Amerika Serikat dan Nederland lebih responsif terhadap pendapatan dibandingkan dengan perubahan impor lada putih dan hitam, jumlah penduduk, dan nilai tukar. Untuk permintaan lada impor lada putih Jepang lebih responsif terhadap perubahan harga lada hitam dunia dibandingkan dengan perubahan harga impor lada putih, pendapatan, jumlah penduduk, dan nilai tukar. Permintaan impor lada putih Jerman dan Singapura lebih responsif terhadap perubahan jumlah

(33)

penduduk dibandingkan dengan perubahan harga lada putih dan lada hitam, pendapatan, jumlah penduduk, dan nilai tukar.

Jumadi (1991) melakukan penelitian mengenai analisis perdagangan yang terdiri dari analisis permintaan, dan penawaran ekspor lada hitam Indonesia di pasar Internasional dengan menggunakan model Armington. Pendugaan parameter permintaan impor lada hitam di pasar internasional menyebutkan bahwa elastisitas harga langsung dan harga silang (harga lada putih) dari permintaan lada hitam besifat inelastis kecuali di pasar Amerika Serikat, elastisitas pendapatan dari permintaan lada hitam juga bersifat inelastis. Hasil pendugaan parameter ekspor dengan menggunakan model Nerlovian menunjukkan bahwa elastisitas penawaran ekspor jangka panjang di pasar internasional bersifat inelastis kecuali di Indonesia. Pergeseran permintaan lada hitam yang terjadi di Amerika Serikat paling besar pengaruhnya terhadap total penawaran ekspor lada hitam Indonesia, dibandingkan dengan pergeseran permintaan lada hitam yang terjadi dibandingkan dengan pasar lain.

Hasyim (1986) telah melakukan penelitian mengenai kedudukan komoditi lada Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan model persamaan simultan kuadrat terkecil dua tahap (Two Stage Least Square). Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada adalah harga lada dunia, produksi lada tahun lalu, luas areal, curah hujan, laju ekspor efektif dan pendapatan per kapita. Penawaran ekspor lada non Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi kelompok negara produsen selain Indonesia, luas tanaman lada non Indonesia dan pendapatan per kapita di luar Indonesia. Permintaan impor lada Amerika Serikat dipengaruhi oleh harga

(34)

lada dunia. Sementara itu, permintaan impor lada non Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh harga lada dunia.

2.3 Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada subektor komoditas yang dianalisis, yaitu subsektor perkebunan. Penelitian ini menganalisis komoditas lada Indonesia. Selain itu, cakupan penelitian juga memiliki persamaan yaitu cakupan pasar internasional.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah terletak pada metode analisis dan data yang digunakan. Penelitian ini menganalisis daya saing lada Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan analisis konsentrasi pasar dengan menggunakan metode Herfindahl Index dan Concentration Ratio, analisis keunggulan komparatif melalui metode Revealed Comparative Advantage (RCA), dan analisis keunggulan kompetitif dengan menggunakan metode Teori Berlian Porter. Sementara itu, data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder time series dari tahun 1997- 2006.

(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas antar negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi produksi.

Dengan perdagangan, setiap orang, wilayah, atau bangsa dapat memusatkan perhatian untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukannya secara efisien, sementara mereka melakukan perdagangan untuk memperoleh barang dan jasa lain yang tidak diproduksinya (Lipsey, 1997).

Perdagangan internasional mengkaji saling ketergantungan antar negara.

Ilmu ini menganalisa arus barang, jasa, dan pembayaran-pembayaran antara sebuah negara dan negara-negara lain di dunia, kebijakan yang diarahkan pada pengaturan arus ini, serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara. Saling ketergantungan ekonomi antar negara ini dipengaruhi dan mempengaruhi hubungan politik, sosial budaya, dan militer negara. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dari perdagangan (Salvatore, 1997).

Pada dasarnya, model perdagangan standar harus berlandaskan pada empat hubungan berikut ini :

1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif.

2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.

(36)

3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dan permintaan relatif dunia.

4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade), yaitu harga ekspor dari suatu negara dibagi dengan harga impornya terhadap kesejahteraan suatu negara.

Gambar 1 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Pada Gambar 1, karena Px/Py lebih besar dari P1, maka negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A), sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel B mengalami peningkatan. Di lain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (lihat Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (lihat Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1.

Dengan demikian P2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan di antara kedua negara tersebut. Akan tetapi, jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daipada P2, maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehinggga lambat laun akan sama dengan P2.

(37)

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 1. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan

3.1.2 Struktur Pasar

Istilah struktur pasar mengacu pada semua aspek (feature) yang dapat mempengaruhi prilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya, jumlah perusahaan di pasar, atau jenis produk yang mereka jual, struktur pasar menjabarkan tingkat persaingan dalam pasar untuk setiap barang dan jasa. Sebuah pasar terdiri dari semua perusahaan dan individual yang rela dan mampu membeli atau menjual satu produk tertentu. Struktur pasar umumnya dicirikan atas dasar empat karakteristik yang penting yaitu jumlah dan distribusi ukuran dari penjual dan pembeli yang aktif serta para pendatang potensial, tingkat diferensiasi produk, jumlah dan biaya, informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi masuk dan keluar pasar (Pappas dan Hirschey,1995).

Px/Py Px/Py Px/Py

Sx

S E* P3

A B

E Panel A

Pasar di Negara 1 untuk

Komoditi X 

Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X

Panel C

Pasar di Negara 2 untuk

Komodii X

P1 A P2

B

Sx

E

A B*

A*

D Dx

Ekspor

Impor

Dx

0 0 X X 0 X

(38)

3.1.2.1 Pasar Persaingan Sempurna

Menurut Pappas dan Hirschey (1995), pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar yang dicirikan dengan sejumlah besar pembeli dan penjual untuk sebuah produk yang homogen, dimana setiap transaksi peserta pasar adalah begitu kecil sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap harga pasar dari produk tersebut.

Para pembeli dan penjual individual adalah para penerima harga (price takers). Ini berarti perusahaan tidak mempunyai kontrol terhadap harga. Harga telah ditentukan pasar dan cenderung konstan. Pada struktur pasar ini informasi permintaan dan penawaran yang bebas dan lengkap tersedia dalam pasar bersaing sempurna serta tidak terdapat hambatan masuk dan keluar yang berarti. Sebagai akibatnya, persaingan harga yang ketat terjadi dan hanya tingkat pengembalian atas investasi yang normal yang dimungkinkan dalam jangka panjang.

3.1.2.2 Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu pasar yang dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat terdiferensiasi. Produsen setiap produk harus bersaing memperebutkan pangsa pasar dari pembelian konsumen, tetapi produsen monopoli tidak menghadapi persaingan yang efektif untuk penjualan produknya baik dari pesaing yang ada maupun yang potensial. Hambatan yang besar seringkali merintangi para pendatang potensial. Monopoli bisa terjadi karena tiga hal, yaitu monopoli alami, monopoli karena efisiensi yang superior, dan monopoli karena paten (Pappas dan Hirschey, 1995).

(39)

3.1.2.3 Pasar Persaingan Monopolistik

Menurut Pappas dan Hirschey (1995), pasar persaingan monopolistik adalah struktur pasar yang terdiri dari banyak penjual yang menawarkan produk- produk yang serupa tetapi tidak identik. Pasar persaingan monopolistik hampir sama dengan pasar persaingan sempurna. Akan tetapi, terdapat perbedaaan penting dalam persaingan monopolistik bahwa produk-produk yang ditransaksikan berupa produk yang sudah terdiferensiasi sehinga konsumen melihat adanya perbedaan penting diantara produk-produk yang ditawarkan oleh setiap produsen individual.

Dalam persaingan monopolistik, sebuah perusahaan dapat memperkenalkan sebuah inovasi dalam produk atau proses yang bernilai dan memberikan peningkatan laba ekonomi yang cukup besar atau tingkat pengembalian yang di atas normal dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, peniruan oleh pesaing akan mengikis pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan lain dalam persaingan monopolistik dan laba akhirnya menurun ke tingkat normal.

3.1.2.4 Pasar Oligopoli

Oligopoli adalah industri yang terdiri dari dua atau beberapa perusahaan, sedikitnya satu diantaranya menghasilkan sebagian cukup besar dari total industri.

Oligopolis menyadari adanya interdependensi di antar keputusan-keputusan yang diambil oleh berbagai produsen dalam industri dan mereka yang terlibat dalam perilaku bersaing yang bersifat strategik, yang berarti mereka memperhitungkan secara eksplisit dampak keputusan mereka atas produsen-produsen pesaing dan reaksi yang mereka harapkan dari produsen-produsen pesaing ini.

(40)

Akses yang terbatas pada informasi, biaya, dan mutu produk yang dikombinasikan dengan hambatan masuk, mobilitas dan hambatan keluar yang tinggi memberikan potensi laba ekonomi dalam jangka panjang. Kelembagaan memainkan peranan penting dalam mendefinisikan, metode, ruang lingkup dan intensitas persaingan dalam pasar oligopoli. Teknik-teknik persaingan non harga ditekankan untuk meningkatkan permintaan. Dengan sedikit pesaing, sering terdapat insentif ekonomi bagi perusahaan-perusahaan untuk merancang kesepakatan ilegal untuk membatasi persaingan, menetapkan harga secara bersama-sama atau membagi pasar dengan cara-cara lainnya (Pappas dan Hirschey, 1995).

3.1.3 Konsep Keunggulan Komparatif

Menurut Adam Smith dalam Salvatore (1997), perdagangan antara dua negara didasarkan pada keungulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumberdaya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

(41)

Teori keunggulan absolut disempurnakan oleh David Ricardo pada tahun 1817 dengan menerbitkan buku Principles of Political Economy and Taxation, yang berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki keunggulan absolut yang lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki keungulan absolut yang lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).

David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai dengan enam dapat diterima dengan mudah tetapi asumsi tujuh (teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

Pengujian empiris pertama terhadap model perdagangan David Ricardo dilakukan oleh MacDougall pada tahun 1952 dan 1952 dengan menggunakan data tahun 1937. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa industri-industri yang memiliki produktivitas tenaga kerja relatif lebih tinggi di

(42)

Amerika Serikat dibandingkan dengan di Inggris, adalah industri yang memiliki rasio ekspor Amerika terhadap Inggris yang lebih tinggi ke negara-negara lainnya.

Hasil pengujian empiris ini didukung pula oleh hasil pengujian yang dilakukan oleh Bela Ballasa dengan menggunakan data tahun 1950, dan oleh pengujian Stern yang menggunakan data tahun 1959. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa keungulan komparatif memang didasarkan pada perbedaan produktivitas tenaga kerja, seperti dikemukakan oleh David Ricardo. Meskipun demikian, model perdagangan David Ricardo tersebut tidak menjelaskan alasan timbulnya perbedaan produktivitas tenaga kerja di antara berbagai negara. Teori ini juga tidak menjelaskan mengenai pengaruh perdagangan internasional terhadap pendapatan yang diperoleh faktor produksi (Salvatore,1997).

Teori Heckscher-Ohlin memiliki cakupan yang lebih luas daripada model perdagangan yang sebelumnya. Pada intinya, teori perdagangan Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perdagangan internasional berlangsung atas dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing negara. Teori juga menyinggung mengenai dampak-dampak perdagangan internasional terhadap harga atau tingkat pendapatan masing-masing faktor produksi.

Teori Heckscher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor dapat diekspresikan ke dalam dua buah teorema yang saling berhubungan, yakni teorema Heckscher- Ohlin serta teorema penyamaan harga faktor. Menurut teorema Heckscher-Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditi yang padat faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut melimpah dan murah, sedangkan di sisi lain ia akan mengimpor komoditi yang padat dengan faktor produksi yang di negaranya merupakan faktor produksi langka dan mahal. Menurut teorema penyamaan harga

(43)

faktor atau teorema Heckscher-Ohlin-Samuelson, perdagangan internasional cenderung menyamakan harga-harga, baik itu secara relatif maupun secara absolut, dari berbagai faktor produksi homogen atau sejenis di antara negara- negara yang terlibat dalam hubungan dagang. Secara umum, model perdagangan Heckscher-Ohlin dapat dianggap sebagai model baku perdagangan internasional (Salvatore, 1997).

3.1.4 Konsep Keunggulan Kompetitif

Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Perusahaan memperoleh keuntungan terhadap para pesaing dunia yang terbaik karena tekanan dan tekanan. Mereka mendapatkan manfaat dari memiliki pesaing domestik yang kuat, pemasok permintaan para pelanggan lokal, basis daerah asal yang agresif, dan permintaan para pelanggan lokal (Porter, 1998).

Menurut Porter (1998), ada empat kategori atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor (factor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (firms strategy, structure, and rivalry). Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan atau peluang (chance) dan peranan pemerintah (government) dalam meningkatkan daya saing industri nasional, dan

(44)

secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan “the national diamond”.

Sumber: Michael E.Porter. 1998. The Competitive Advantage of Nation Keterangan: Garis ( ), menunjukkan hubungan antara atribut utama

Garis ( ), menunjukkan hubungan antara atribut tambahan terhadap atribut utama

Gambar 2. “The National Diamond System”

3.1.5 Pengertian Daya Saing

Pengertian daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain (Silalahi dalam Bappenas, 2007). Konsep dayasaing dalam perdagangan internasional terkait dengan keunggulan yang dimiliki suatu

Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan

Kondisi permintaan Kondisi

faktor

Industri terkait dan pendukung Peluang

Pemerintah

(45)

komoditas atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan komoditas tersebut secara lebih efisien daripada negara lain (Annisa dalam Suprihanti, 2006).

Daya saing dapat juga dikatakan sebagai kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati oleh banyak konsumen (Tatakomara, 2004).

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Lada merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor perkebunan Indonesia karena Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir utama lada di pasar internasional. Selain itu, lada juga merupakan salah satu sumber devisa yang cukup besar, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan untuk konsumsi langsung. Adanya potensi yang besar dalam hal produksi dan masih tingginya permintaan terhadap lada Indonesia merupakan salah satu peluang Indonesia untuk menguasai pasar lada dunia dan hal ini dapat menunjukkan kemampuan lada Indonesia dalam menghadapi adanya liberalisasi perdagangan.

Namun, sebagai negara produsen dan eksportir utama lada di dunia, pengusahaan lada masih terkendala oleh masalah cakupan dan bentuk pengusahaan yang sebagian besar berupa perkebunan rakyat, teknik budidaya dan teknologi serta masih rendahnya penggunaan bibit unggul. Selain itu, petani lada juga dihadapkan pada masalah fluktuasi harga dan permodalan yang terbatas.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah

(46)

menganalisis struktur pasar lada Indonesia dan menganalisis posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional.

Oleh karena itu, tahapan pertama dalam melakukan penelitian ini adalah menganalisis struktur pasar dan pangsa pasar komoditas lada Indonesia di pasar internasional dengan pendekatan menggunakan analisis Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Penelitian ini juga menggunakan analisis kuantitatif lainnya yaitu Revealed Comparative Advantge (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditas lada Indonesia terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai negara produsen lada dibandingkan dengan negara lainnya di pasar lada internasional.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengkajian potensi, kendala dan peluang komoditas lada. Analisis situasi internal dan eksternal ini dilakukan dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) mengenai keunggulan bersaing negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara, dalam penelitian ini berarti faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif lada Indonesia. Untuk lebih jelasnya, akan diperlihatkan diagram alur pemikiran dari penelitian ini pada Gambar 3.

(47)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

• Indonesia merupakan produsen dan eksportir lada utama di dunia

• Penyedia lapangan kerja yang besar

• Lada menghasilkan devisa negara yang tinggi

• Potensi dalam menghadapi liberalisasi

perdagangan masih besar

• Sebagian besar pengusahaan lada berupa

perkebunan rakyat

• Teknik budidaya dan penguasaan teknologi masih rendah

• Penggunaan bibit unggul masih rendah

• Fluktuasi harga

• Permodalan terbatas

Analisis Daya Saing Komoditas Lada Indonesia di Pasar

Internasioanl

Analisis Struktur Pasar Lada Dunia

Analisis Keunggulan

Komparatif Lada Indonesia

Analisis Keunggulan

Kompetitif Lada Indonesia

Herfindahl Index dan Concentration Ratio

Revealed Comparative Advantage

Teori Berlian Porter

Posisi dan Gambaran Daya Saing Komoditas Lada Indonesia di Pasar Internasional

(48)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Februari hingga April 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data deret waktu (time series) selama sepuluh tahun dari tahun 1997 sampai tahun 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nilai ekspor dan impor lada Indonesia dan negara-negara produsen dan eksportir lada di dunia. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan informasi yang berkaitan dengan potensi lada di Indonesia untuk kajian keunggulan kompetitif.

Sumber data diperoleh dari Departemen Pertanian, International Peper Community (IPC), dan United Nation Commodity Trade (UN Comtrade) yang ditelusuri melalui jaringan internet. Sumber informasi lainya diperoleh dari buku, artikel, jurnal, dan internet. Dalam penelitian ini juga digunakan data-data yang berasal dari literatur dan penelitian-penelitian terdahulu.

(49)

Tabel 5. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Sumber Data

Nilai ekspor lada negara-negara dunia tahun 1997-2006

United Nation Commodity Trade Statistics Database (UN Comtrade)

Situs:

http//unstats.un.org/unsd/comtrade/db International Pepper community (IPC) Situs: www.ipcnet.org

Gambaran umum lada Indonesia Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, International Pepper Community (IPC), Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI)

Penelitian-penelitian terdahulu Perpustakaan LSI

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan lada berupa analisis keunggulan kompetitif lada Indonesia di pasar internasional. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan pangsa pasar dan keunggulan komparatif lada Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan analisis Herfindahl Index dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel 2007.

4.3.1 Analisis Konsentrasi Pasar

Untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar yang dihadapi dari suatu komoditi dapat dilakukan dengan alat analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR). Dari analisis tingkat konsentrasi pasar akan dapat diketahui struktur atau bentuk pasar yang dihadapi dari perdagangan komoditi lada yang pada akhirnya dapat menentukan tingkat persaingan yang dihadapi.

Selain itu, analisis konsentrasi pasar dengan menggunakan Herfindahl Index dan

Gambar

Tabel 1. Neraca Ekspor Impor Sub Sektor Perkebunan Indonesia Tahun  2003-2006
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Lada Indonesia Tahun 1980, 1990, dan   2000-2006
Tabel 3. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Lada Indonesia Tahun   1980, 1990, 2000-2006
Tabel  4.    Harga  Rata-Rata  FOB  Lada  Putih  dan  Lada  Hitam  Indonesia                      Pada Tahun 1999-2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui variabel experiential marketing X yang terdiri dari sensory experience X1, emotional experience X2 dan social experience X3 yang berpengaruh dominan terhadap

Penelitian ini merancang received date dengan model load-oriented manufacturing control dimana penentuan received date didasarkan pada perhitungan manufacturing lead time

Kepuasan dari apa yang di keluarkan oleh Dinas perhubungan kota Manado sangat rendah karena masyarakat kurang puas dengan keadaan mikrolet yang ada di kota manado

Walaupun bentuk jambang pada gambar yang digunakan dalam pengujian memiliki bentuk menyerupai masker, sistem tetap dapat mendeteksi bahwa wajah berjambang tidak

Hasil observasi pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan hasil pengukuran (tes) pencapaian belajar para siswa dalam penelitian uji coba dijadikan dasar

Seperti yang terdapat di Tim LIPIO (Liga Pendidikan Indonesia) Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tim LIPIO tersebut

pengelolaan lingkungan hidup dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan akan berhasil apabila mengimplementasikan konsep pengawasan terpadu yang dilaksanakan oleh Menteri

DOMO tampil mewarnai tahun 2011 dengan rangkaian produk mutakhir yang selaras dengan gaya hidup moderen Anda.. Beragam fitur terbaru diimplementasikan pada deretan produk