• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH HENDRA RAKHMAWAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING KOMODITI UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH HENDRA RAKHMAWAN H"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

HENDRA RAKHMAWAN H14050558

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Hendra Rakhmawan H14050558

(3)

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas yang meliputi 5,8 juta km2 sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi bagi tubuh, juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun mancanegara. Diketahui berdasarkan Depdag (2009) bahwa realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang Indonesia pada tahun 2006 sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan meningkat menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008.

Meskipun potensi udang Indonesia sangat besar, tetapi terdapat berbagai permasalahan ekspor yang menimpa komoditi udang Indonesia sampai saat ini seperti kalahnya pangsa pasar ekspor udang Indonesia di AS oleh Thailand dan China, jatuhnya harga pasaran udang Indonesia di Jepang karena tingkat persaingan yang tinggi, munculnya tuduhan “transhipment” pasar AS atas ekspor udang Indonesia, penetapan standarisasi Uni Eropa yang memberatkan ekspor udang Indonesia, serta penurunan kualitas udang Indonesia di pasar AS karena krisis global. Sebenarnya komoditi udang Indonesia telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, namun dalam keunggulan seperti kualitas ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena banyaknya masalah-masalah dalam ekspor udang Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat daya saing komoditi udang Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tersebut, serta merumuskan strategi-strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung peningkatan daya saing komoditi udang Indonesia.

Penelitian ini menggunakan dua analisis yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif untuk menjelaskan tingkat daya saing keunggulan komparatif yang dilakukan dengan analisis RCA (Revealed

Comparative Advantage). Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

daya saing komoditi udang Indonesia (komoditas yang diteliti adalah udang beku dan tak beku pada jenis udang windu dan vanname), dilakukan dengan metode regresi linear berganda yaitu menggunakan analisis OLS (Ordinary Least Square). Sedangkan pada analisis deskriptif kualitatif digunakan analisis Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) untuk pengkajian potensi, kendala, dan peluang yang berarti menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif komoditi udang Indonesia (dalam hal ini yang diteliti adalah jenis udang windu dan udang vanname).

(4)

udang utama Indonesia berada di perairan Jawa dan Sumatera, Papua, sebagian Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Dari seluruh daerah tersebut, Lampung merupakan daerah penghasil utama udang Indonesia, dimana jumlah produksinya adalah 40% dari total produksi udang nasional. Lampung pula yang menjadi pelopor budi daya udang nasional berskala dunia seperti yang dilakukan PT Dipasena dan PT Centralproteinaprima. Pada pasar ekspor udang Indonesia meliputi pasar Jepang (sekitar 60% dari total ekspor), Amerika Serikat (16,5%) dan Uni Eropa (12,5%).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia berdaya saing kuat atau Indonesia mempunyai keunggulan komparatif atas komoditi udang Indonesia karena terlihat dari nilai RCA yang mencapai angka puluhan. Sedangkan pada hasil analisis Porter’s Diamond Theory ditunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia mempunyai potensi dalam faktor input yaitu sumberdaya alam yang melimpah, sumberdaya manusia, modal serta infrastruktur yang unggul. Tetapi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi komoditi udang Indonesia masih lemah karena kurangnya penerapan teknologi intensif (modern) pada sektor budidaya udang serta teknologi ekspor yang kurang memadai dibandingkan negara pesaingnya seperti Thailand. Selain itu komoditi udang Indonesia juga mempunyai potensi pada permintaan domestik dan ekspor yang tinggi, persaingan yang ketat antarnegara eksportir udang serta adanya peran pemerintah untuk pengembangan komoditi udang Indonesia dan faktor kesempatan yang bagus di dunia internasional. Sedangkan pada industri terkait dan pendukung serta struktur dan strategi ekspor komoditi udang Indonesia yang juga rendah karena belum banyaknya tempat-tempat penelitian benih udang dan kurang berperannya industri pakan udang, sedikitnya industri produk-produk olahan udang yang berorientasi ekspor dan dominasi Chakroen Phokphand Group yang berstruktur monopoli serta belum adanya strategi-strategi khusus dalam ekspor udang Indonesia.

Berdasarkan analisis RCA, regresi OLS serta metode Porter’s Diamond

Theory didapatkan strategi-strategi peningkatan daya saing komoditi udang

Indonesia yang meliputi (1) Meningkatkan kualitas ekspor komoditi udang Indonesia dengan peningkatan ekspor produk-produk olahan udang yang dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saingnya di pasar global. (2) Meningkatkan teknologi intensif (modern) pada budidaya udang serta menciptakan teknologi ekspor yang memadai. (3) Mendirikan tempat-tempat/balai penelitian udang yang memadai untuk menghasilkan benih udang yang berkualitas. (4) Meningkatkan produksi budidaya udang vanname sebagai bibit unggul yang tahan terhadap penyakit. (5) Meningkatkan standarisasi ekspor udang Indonesia. (6) Mendiversifikasi pasar-pasar tujuan ekspor udang Indonesia ke arah yang lebih prospektif seperti pasar Jepang. Pada penelitian tersebut penulis juga

(5)

peningkatan jumlah ekspor udang Indonesia agar nilai ekspornya juga ikut meningkat dan mendorong pada peningkatan daya saingnya di pasar dunia.

(6)

Indonesia is the country which has a large of ocean territorial in 5,8 million km2 and has a wealthy sea resources which full of nutrients and minerals to supply all the foods of its citizen and also as the national economic power in the future. Shrimp is one of sea resources which not only has a big nutrients for body but also has a high value even in domestic or international market. Based on Depdag (2009) that export value of Indonesia shrimp in 2006 was US$ 943.998.000, US$ 791.854.000 in 2007 and raised to 1.055.805.000 until August, 2008.

Although Indonesia shrimp potency was so big, but it has so many export problems until now such as the conquered of Indonesia shrimp market share in USA by Thailand and China, fall out of Indonesia shrimp export price in Japan because of high competition, transhipment accused for Indonesia shrimp export, Europe standardization which aggravated Indonesia shrimp export, and also the quality declining of Indonesia shrimp export in USA because of global crisis. Actually Indonesia shrimp export had filled demand of world market such as USA, Europe and Japan, but for the competitiveness still questioned because so many problems from them. So this research was purposed to analyze the competitiveness of Indonesia shrimp commodity.

The research had used quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis used to explain the grade of Indonesia shrimp commodity competitiveness by RCA (Revealed Comparative Analysis). Analysis for the influences factors of the competitiveness Indonesia shrimp export (for giant tiger and vanname shrimp) used OLS (Ordinary Least Square). Qualitative analysis used Porter’s Diamond Theory to analyze potency, problems, and chance which analyzed influence factors of competitiveness Indonesia shrimp commodity (the research objection was giant tiger and vanname shrimp).

Indonesia shrimp commodity was produced from dyke (70%) and water sea haul (30%). In its production, for 95% to export and 5% was traded domestically especially in supermarket. At this time Indonesia shrimp which produced from dyke is doing by small trader (the masses) or industry, and less from sea water haul. The region of shrimp production in Indonesia are Java and Sumatra, Papua, a half Maluku, Kalimantan, and South Sulawesi waterseas. From them, Lampung was the major area of Indonesia shrimp production which had produced 40% from the total of national shrimp production. It also became the first area of shrimp production in world scale such as PT Dipasena and PT Centralproteinaprima activity. The market of Indonesia shrimp export was Japan (about 60%), USA (16.5%) and Europe (12.5%).

(7)

commodity still weak because of the less intensive technology system in shrimp production and export technology which not superior if compared with the competitor country such as Thailand. Indonesia shrimp commodity also had potency domestic demand and high export, tighten competition for shrimp exporting countries, good regulation government to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity and also good chance in international market. For related and supporting industry, structure and strategy in competitiveness shrimp commodity still descent because there weren’t many superior shrimp hatchery, less the role of weft industry and shrimp fickle export products industry. Beside there was dominated Chakroen Phokphand Group which had monopoly structure industry and there hadn’t specific strategy to increased the competitiveness Indonesia shrimp commodity.

Including RCA, OLS and Porter’s Diamond Theory analysis, were result some strategy to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity such as (1) Increasing export quality of Indonesia shrimp commodity by increasing the export volume of shrimp fickle products which gives value added to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity. (2) Increasing intensive technology for all the shrimp production and also create a superior technology of shrimp export. (3) Building superior hatcheries to get a good quality shrimp seed. (4) Increasing the production of vanname shrimp as the superior seed which invulnerable against the disease. (5) Increasing the standardized of Indonesia shrimp export. (6) Do the diversification of Indonesia shrimp export market to prospective area such as Japan market. In this research is also suggest to increasing in production system technology and also shrimp fickle export product technology, building a cluster industry to get a good access of superior seeds, good quality weft, developing shrimp production sector and shrimp fickle in good quality to get a value added and increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity in global market, the last suggest is to keep the increasing of shrimp export volume to make an increasing of shrimp export value and its competitiveness in international market.

(8)

Oleh

HENDRA RAKHMAWAN H14050558

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(9)

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002

Tanggal Lulus :  

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayah-NYA maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi ini disusun sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap kendala-kendala ekspor yang dihadapi oleh komoditi udang Indonesia dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan dalam penyusunannya membutuhkan bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan penuh hormat kepada:

1. Kedua orang tua penulis, M. Nurul Mulyasaputra dan Nurlaida yang telah memberikan segala doa dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Idqan Fahmi M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara teoritis dan teknis kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak M. Firdaus, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik, dan ilmu yang bermanfaat dalam skripsi ini.

4. Kak Tony Irawan, M.App. Ec selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa dan pedoman penulisan skripsi.

5. Kakak-kakak tercinta saya, Bang Rusdi, Teh Irma, A Dade, dan Teh Dian serta keponakan tercinta saya, Daffa yang telah memberikan harapan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kepala Tata Usaha beserta staf pelaksana Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu dan bekerja sama dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

7. Pihak Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan data Potensi Produksi dan Ekspor/Impor Kelautan dan Perikanan periode 2002-2007.

8. Pusat Data dan Informasi Dirjen Budidaya Perikanan di Departemen Pertanian yang telah memberikan data Ekspor Hasil-Hasil Perikanan Menurut Komoditi Utama 1988-2007.

9. Pihak Badan Pusat Statistik Pusat yang telah memberikan data Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Produk Makanan 2002-2008.

10. Pihak Departemen Perdagangan yang telah memberikan data tentang program peningkatan ekspor udang serta profil ekspor udang Indonesia. 11. Teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu Vagha, Riza dan Adrian yang

telah berjuang bersama-sama dalam suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teh Rina, Kak Jum’at, Dhamar, Lukman, Nazrul, Reza, Babeh, Regy, Triyanto, Awi, Acun, Nci, Neneh, Ulee, Mei, Tia, Ciput, Putie, Ririe, Inna, Acil, Mamiech, Rina, Bon-Bon, Herman, Evan, Azis, Ivan, Dipta, Hadi, Hendri serta teman-teman IE 42 dan non IE 42 yang telah memberikan bantuan beserta dukungan yang sangat berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Hendra Rakhmawan H14050558

(12)

1987 di Jakarta. Penulis juga merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, yaitu dari pasangan Bapak Nurul Mulyasaputra dan Ibu Nurlaida.

Penulis mulai menjalani pendidikan formal di TK Aisyiah Tomang, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Tomang 03 Pagi. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 69 Tanjung Duren Timur. Lalu pada tahun 2002 memulai pendidikan menengah atas di SMAN 23 Mandala Utara Tomang. Setelah menyelesaikan studinya di SMAN 23 Jakarta, penulis mulai melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi di Instititut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun 2006 penulis menjadi mahasiswa aktif pada Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(13)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR………...i DAFTAR ISI………...ii DAFTAR TABEL……….iii DAFTAR GAMBAR……….iv DAFTAR LAMPIRAN………..v I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….1 1.2 Perumusan Masalah………..………...7 1.3 Tujuan Penelitian………...10 1.4 Manfaat Penelitian……….11

1.5 Ruang Lingkup Penelitian………..11

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pengertian Udang dan Klasifikasinya……….……..12

2.1.1 Udang Windu (Giant Tiger Shrimph)………...14

2.1.2 Udang Vanname (Pacific White Shrimph)………15

2.2 Pengertian Daya Saing….……….17

2.2.1 Konsep Keunggulan Komparatif……….……….18

2.2.2 Konsep Keunggulan Kompetitif..……….19

2.3 Penelitian Terdahulu………..25

2.4 Kerangka Pemikiran………..27

2.5 Hipotesis………30

III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data………..31

3.2 Metode Analisis Data………31

3.2.1 Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)…..32

3.2.2 Analisis Porter’s Diamond Theory………...34

(14)

3.2.4 Definisi Operasional Variabel dalam Model………..………...38

3.2.5 Uji Kesesuaian Model………...40

IV GAMBARAN UMUM KOMODITI UDANG INDONESIA 4.1 Industri Udang Indonesia………...45

4.2 Jenis Udang dan Pasar-Pasar Ekspor Udang Indonesia……….51

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Daya Saing Komoditi Udang Indonesia (Analisis RCA)………...55

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditi Udang Indonesia………...61

5.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Komparatif……..61

5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif……...67

5.3 Analisis Strategi-Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Udang Indonesia……….………...95

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan….………...97

6.2 Saran………….……….98

DAFTAR PUSTAKA………..99

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Volume Ekspor Udang Indonesia Tahun 1990-2007 (ton) ... 3

1.2 Impor AS dari Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya ... 6

2.1 Wilayah-Wilayah Berpotensi Penghasil Udang Peneid ... 14

4.1 Empat Propinsi Penghasil Nilai Ekspor Udang Terbesar Indonesia ... 49

5.1 Daya Saing Udang Beku dan Tak Beku Indonesia Periode 1988-2007... 56

5.2 Indeks RCA Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional ... 60

5.3 Hasil Regresi Pada Metode OLS ... 62

5.4 Negara-Negara Penghasil Nilai Ekspor Udang Beku Terbesar ... 69

5.5 Produksi Udang Windu Budidaya Tambak di Indonesia ... 70

5.6 Produksi Udang Vanname Budidaya Tambak di Indonesia ... 74

5.7 Total Konsumsi Udang di Indonesia………...……….82

5.8 Jumlah dan Nilai Ekspor Udang Beku dan Tak Beku Indonesia ... 83

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Negara-Negara Produsen Utama Udang Dunia……….4 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual………..29 3.1 Porter’s Diamond Theory………35 4.1 Harga Komoditas Udang Segar, Udang Beku dan Udang Olahan di

Pasar Internasional………...50 5.1 Keunggulan dan Kelemahan Komoditi Udang Indonesia Hasil Analisis Porter’s Diamond Theory………....94

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Analisis RCA………...102

2. Nilai RCA Udang Beku dan Tak Beku Negara-Negara Pesaing Indonesia………..102

3. Data Jumlah Ekspor dan Variabel-Variabel Regresi OLS………...103

4. Hasil Uji Heteroskedastisitas………...103

5. Hasil Uji Autokorelasi………..103

6. Nilai Korelasi Pada Uji Multikolinearitas………104

7. Diagram Jarque Bera Pada Uji Normalitas……….104

(18)

memiliki wilayah laut yang sangat luas sekitar 5,8 juta km2 dengan wilayah-wilayah perairan, seperti selat Malaka, Laut Jawa, Selat Sunda, Laut Natuna, dan lain-lainnya. Tentunya wilayah perairan tersebut menyimpan sumberdaya laut yang melimpah seperti perikanan, terumbu karang, udang, cumi-cumi, kerang, lobster, dan berbagai sumberdaya laut lainnya. Semuanya itu merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi salah satu tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang.

Berdasarkan para ahli, konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global akan mengalami peningkatan, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : (1) meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, (2) meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat, (3) adanya globalisasi yang menuntut adanya sumber makanan yang universal, dan (4) berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan (sumberdaya laut) sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik (Kusumastanto, 2007).

Udang merupakan jenis sumberdaya laut yang berpotensi sebagai bahan pangan karena mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh, seperti antioksidan yang cukup kuat berupa selenium yang dapat melindungi risiko

(19)

kebotakan dan kanker. Selain itu udang juga mempunyai kadar vitamin B12 dan vitamin D yang tinggi yang berfungsi menambah darah, meningkatkan kesuburan dan kekuatan tulang serta sangat berguna untuk sintesa hormon thyroid, yaitu suatu hormon yang jika levelnya sangat rendah bisa menimbulkan obesitas atau pertumbuhan sel tidak normal. Terakhir, udang mengandung asam lemak omega-3 yang mengandung banyak manfaat bagi tubuh seperti melindungi dinding pembuluh darah dan kerusakan akibat radikal bebas, membuat awet muda, anti radang, mencegah terjadinya darah yang menggumpal, dan oksidasi kolesterol jahat yang merupakan penyebab utama dari penyakit jantung.

Kelezatan dan cita rasa yang tinggi pada udang menambah daya tarik tersendiri di masyarakat di samping kandungan gizi yang ada di dalamnya. Karenanya, udang menjadi salah satu komoditi yang paling diminati dan memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Udang juga merupakan komoditas potensial dan sebagian komoditas revitalisasi perikanan yang nilai ekspornya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun 2004 misalnya total nilai ekspor udang sebesar US$ 892.451.547 dan pada tahun 2005 sebesar US$ 948.130.353 naik sebesar 6,24%. Begitu pula pada tahun 2006 terjadi peningkatan nilai ekspor udang menjadi US$ 1.115.962.589 dari US$ 948.130.353 di tahun 2005. Hal ini membuktikan bahwa komoditas udang memang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar dunia. Volume ekspor udang tahun 1990-2007 dapat dilihat pada Tabel 1.1

(20)

Tabel 1.1 Volume Ekspor Udang Indonesia Tahun 1990-2007 (ton)

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Jakarta, 2009

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 diketahui bahwa komoditi udang hanya mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 1993, 1995, 1997, 1999, 2002 dan 2007. sedangkan sisanya mengalami peningkatan yang relatif lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Seperti pada tahun 1998-1999 mengalami penurunan volume ekspor sebesar 33.039 ton dari 142.689 ton pada tahun 1998 menjadi 109.650 ton pada tahun 1999. Dimana nilai penurunan ekspor ini masih lebih kecil dibandingkan peningkatannya pada tahun 1997-1998 sebesar 49.646 ton yaitu dari 93.043 ton pada tahun 1997 menjadi 142.689 pada tahun 1998. Adanya volume ekspor yang berfluktuatif ini mungkin juga disebabkan adanya pengaruh dari krisis moneter yang terjadi pada tahun-tahun tersebut.

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000 1990 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Volume

(21)

Pada wilayah Asia, terdapat beberapa negara yang berkontribusi ekspor komoditi udang terbesar dunia yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, India, Filipina, Vietnam dan China. Kemudian ada juga beberapa negara Amerika Latin seperti Brazil, Ekuador, Venezuela, Panama dan Meksiko yang terkenal dengan udang vanamenya. Negara-negara produsen utama udang dunia dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun pasar utama ekspor udang Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa.

Berdasarkan Gambar 1.1 diketahui bahwa Indonesia selalu berproduksi di atas dua juta ton setiap tahunnya bahkan pernah mencapai lebih dari tiga juta ton di tahun 2003 dan 2004. Karena itu Indonesia menempati peringkat tiga eksportir terbesar pada periode 2000-2004 setelah Vietnam dan Thailand. Kemudian ada India, Ekuador, China dan Brazil.

Sumber : (Depdag: FIGIS-FAO, 2006)

Gambar 1.1 Negara-Negara Produsen Utama Udang Dunia 0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 5,000,000 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun V o lu m e ( T o n )

(22)

Ada berbagai jenis udang yang dihasilkan di kawasan perairan Indonesia. Udang yang banyak diproduksi untuk diekspor umumnya adalah udang vaname dan udang windu. Namun ada juga jenis udang api-api, udang dogol, udang putih, udang galah, banana shrimp, dan lain-lainnya untuk kebutuhan domestik. Semua jenis udang tersebut diproduksi berupa budidaya tambak udang yang tersebar di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Lampung, Kalimantan Timur, NTB, Riau, Aceh dan Sulawesi Selatan. Ekspor udang Indonesia pun mayoritas masih berupa produk bahan mentah yaitu udang beku dan udang tak beku sehingga belum banyak menghasilkan produk turunan udang yang memiliki nilai tambah tersendiri untuk diekspor.

Dalam suatu sistem perdagangan bebas, negara yang memiliki daya saing paling tinggi adalah negara yang muncul sebagai pemenang. Artinya negara tersebut juga menikmati keuntungan yang optimal dari perdagangan bebas. Sedangkan untuk negara yang gagal dalam peningkatan daya saing akan sulit menikmati keuntungan dan cenderung hanya akan menjadi pasar bagi negara lain saja. Begitu pula dengan komoditi udang Indonesia yang masih dipertanyakan daya saingnya karena kalahnya pangsa pasar ekspor udang Indonesia di AS oleh negara Thailand dan China. Hal ini dapat terlihat pada impor AS dari Indonesia dan beberapa negara lainnya di Tabel 1.2.

Pada Tabel 1.2 diketahui bahwa pada produk ikan dan udang Indonesia pada tahun 2008 pangsa pasarnya di AS sebesar 7,28% yang kalah jauh dibandingkan dengan Thailand yang mempunyai pangsa pasar sebesar 8,17% dan China dengan pangsa pasar 15,80%.

(23)

Tabel 1.2 Impor AS dari Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya1

HS KETERANGAN

Ekspor Indonesia ke AS Pangsa Pasar di AS (%)

Juta US$ PangsaPasar di AS Malaysia Thailand China

2008 2006 2007 2008 2008 2008 2008 40 Karet, barang dari

karet

2037 8,22 8,50 9,9 5,05 7,74 16,46

94 Furniture, lampu 593 1,61 1,75 1,55 2,00 0,77 50,77

27 Bahan Bakar Mineral 777 0,18 0,23 0,15 0,06 0,09 0,40

3 Ikan dan Udang 777 5,23 5,61 7,28 1,71 8,17 15,80 9 Kopi, teh dan

rempah-rempah

381 7,57 6,93 7,41 0,02 0,23 2,87

16 Daging, ikan, udang diproses

322 7,05 8,03 8,43 0,73 27,98 11,79

18 Kakao dan produk kakao

244 9,03 7,15 7,15 7,81 0,00 1,95

Sumber : US International Trade Commision (USITC), diolah

Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sebagai salah satu eksportir udang terbesar dunia masih kalah pangsa pasarnya dengan Thailand dan China yang mempunyai peluang ekspor yang sama. Padahal diketahui bahwa panjang pantai garis Indonesia sebesar 81.290 km2 yang merupakan pantai garis terpanjang di dunia. Kawasan pantai sangat potensial untuk tambak udang sehingga menjadi keunggulan komparatif Indonesia yang lebih unggul di samping Thailand ataupun China yang tentunya mempunyai panjang garis pantai yang lebih kecil daripada Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pangsa dan nilai ekspor udang Indonesia, kajian mengenai analisis daya saing udang dirasakan cukup penting agar dapat menunjang peningkatan ekspor komoditi udang Indonesia.

1Sadewa Y.P. 2009. “Jangan Abaikan Perdagangan Internasional”.

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak-jangan-abaikan-perdagangan-internasional.htm [20 Juni 2009].

(24)

1.2 Perumusan Masalah

Komoditi udang Indonesia merupakan salah satu sumberdaya potensial yang ikut berperan dalam memberikan sumbangan devisa yang besar. Di pasar internasional Indonesia termasuk negara penghasil udang dan eksportir terbesar yang amat diminati karena produksinya yang cukup tinggi. Sebenarnya komoditi udang laut Indonesia telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, namun dalam keunggulan seperti kualitas ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena rendahnya pangsa ekspor udang Indonesia jika dibandingkan dengan Thailand dan China seperti pada Tabel 1.2. Berdasarkan Tabel 1.2 diketahui pada produk udang olahan atau yang diproses Indonesia hanya mempunyai pangsa pasar sebesar 8,43% di AS yang kalah jauh dibandingkan Thailand yang sebesar 27,98% dan China yang sebesar 11,79%. Ini disebabkan rendahnya kemampuan Indonesia dalam menghasilkan produk turunan udang dan dominan mengekspor udang beku dan tak beku yang masih segar atau mentah sehingga berbeda dengan Thailand ataupun Cina yang sudah dominan mengolah udang dalam bentuk produk olahannya.

Berbagai masalah yang selalu muncul dalam pengembangan ekspor udang Indonesia adalah pertama pada tahun 2002 adanya larangan dari pasar ekspor Amerika dan Eropa untuk mengimpor udang dari negara-negara yang udangnya mengandung antibiotik Chloraphenicol dan Nitrofurant. Akibatnya, negara-negara yang biasa melakukan ekspor ke Amerika dan Eropa seperti India, Pakistan dan beberapa negara lainnya di Asia, membelokkan ekspornya ke Jepang. Hal ini menyebabkan persaingan pasar menjadi semakin ketat dan daya

(25)

serap pasar atas udang Indonesia menjadi kecil. Bukan itu saja, harga udang Indonesia pun menjadi jatuh secara mencolok. Secara umum nilai ekspor udang turun 30 – 40%, akibat penurunan harga jual ekspor sebesar 20%.

Kedua, munculnya tuduhan AS kepada Indonesia untuk tindakan

transhipment, yakni komoditas ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat

merupakan udang hasil impor Indonesia dari negara-negara yang terkena larangan anti dumping Amerika yaitu China, Thailand, Vietnam, Equador, India dan Brazil sejak pasar AS menerapkan larangan antidumping pada 31 Desember 20032. Sejak itu pula, Indonesia menjadi sasaran utama bagi beberapa negara yang terkena petisi anti dumping AS untuk bisa memasukkan ekspornya ke negara tersebut. Karena itulah dikhawatirkan terjadinya embargo udang ekspor Indonesia ke Amerika karena transhipment ini seperti halnya Malaysia yang sudah mendapat peringatan keras dari AS karena tindakan reekspornya. Setelah itu juga terjadi impor udang yang dapat mematikan produksi udang lokal yang sebenarnya mampu mencukupi kebutuhan nasional dimana udang impor masuk dengan harga lebih murah daripada udang lokal.

Ketiga, standarisasi dari Uni Eropa untuk ekspor budidaya udang yang memberatkan negara-negara pengekspor. Standarisasi itu melarang agar di lokasi tambak tidak boleh ada binatang, pakaian pekerja harus rapi dan bersih, pekerja tidak boleh sakit, di dalam air tambak tidak boleh ada bakteri Salmonella (bakteri yang memang terdapat di dalam air) dan tidak boleh menggunakan antibiotik.

2

Siagian, N. 2003. “Derita Petambak Udang dan Ancaman Sanksi AS”. http://www.google.com/sinar-harapan/ind1.html [7 Mei 2009].

(26)

Persyaratan ini sangat tidak mungkin dipenuhi petambak Indonesia karena secara umum. Sebagian besar dari 300 ribu hektare total luas lahan tambak di tanah air para pekerjanya makan dan tidur serta hidup sehari-hari di lokasi tambak. Hal ini mengakibatkan penolakan 10 kontainer udang dari Sumatera Utara di pelabuhan Brussels, Belgia.

Terakhir, adanya penurunan kualitas udang di pasar AS karena imbas dari krisis global 2008 yang menurunkan daya beli masyarakat AS. Adanya krisis global menyebabkan penurunan permintaan ekspor udang Indonesia di pasar AS yang biasanya udang kualitas nomor satu yang jumlahnya 40 ekor per kilogram, menjadi udang yang ukurannya lebih kecil yaitu udang yang jumlahnya menjadi 70 ekor per kilogram.

Hal tersebut ditambah dengan adanya kasus pelarangan ekspor salah satu produsen udang terbesar Indonesia, PT. Central Proteinaprima3 Tbk pada Oktober 2008, karena masih tersangkut masalah transhipment atas dua kontainer ke Uni Eropa dan AS karena ditemukan hanya satu kontainer menggunakan antibiotik dari hasil cek ulang. Sampai akhir Januari 2009 lalu, pihak DKP masih menunggu utusan dari AS untuk melakukan pengecekan ulang atas masalah tersebut, di antaranya melakukan pengecekan atas kadar air yang digunakan dalam udang tersebut.

Selain itu ada juga kendala domestik seperti merebaknya wabah penyakit pada udang hasil budidaya tambak seperti penyakit bintik putih (White Spot Syndrome) yang menyerang berbagai jenis udang Asia seperti udang windu yang sempat

3 PT Central Proteinaprima. 2009. “CP Prima Komitmen Kembangkan Ekspor Udang Indonesia”

http://www.cpp.co.id/press-release-cp-prima-berkomitmen-kembangkan- ekspor-udang-indonesia.pdf [20 Mei 2009].

(27)

mematikan produksi udang nasional. Penyakit Bintik Putih sempat diantisipasi karena ditemukannya jenis udang vanname yang berasal dari perairan Amerika Latin seperti Brazil, Ekuador dan lainnya yang kebal terhadap virus tersebut dan mulai dibudidayakan petambak lokal dan nasional setelah tahun 2000-an.

Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan peranan komoditas udang sebagai komoditas ekspor yang berperan besar dalam menyumbang devisa negara, maka perlu adanya peningkatan daya saing komoditi udang laut Indonesia baik di pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana daya saing komoditi udang Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia?

3. Strategi-strategi apa yang perlu diterapkan dalam mendukung peningkatan daya saing komoditi udang Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis daya saing komoditi udang Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia.

3. Merumuskan strategi-strategi yang diterapkan dalam mendukung peningkatan daya saing dan ekspor komoditi udang Indonesia.

(28)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak dalam sektor budidaya udang termasuk perusahaan-perusahaan eksportir udang untuk meningkatkan kinerjanya.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk dapat meningkatkan kinerja ekspor udang Indonesia demi menunjang peningkatan devisa negara.

3. Memberikan pengetahuan dan wawasan baru bagi masyarakat tentang studi ekspor dan daya saing pada komoditi udang Indonesia.

4. Untuk penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai penyelaras antara teori yang didapatkan di perkuliahan dengan kondisi nyata yang sebenarnya terjadi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang analisis daya saing komoditi udang Indonesia. Dalam penelitian analisis daya saing ini hanya membahas mengenai daya saing komoditi udang Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan strategi-strategi yang diperlukan dalam mendukung peningkatan daya saingnya. Komoditi udang dalam penelitian ini adalah jenis udang beku dan tak beku pada komoditi ekspor udang windu dan udang vanname. Sedangkan periode yang dianalisis adalah dari tahun 1988 sampai 2007.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Udang dan Klasifikasinya

Udang merupakan hewan yang hidup di perairan, terutama laut dan danau. Umumnya udang dapat ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman yang bervariasi, baik di dekat permukaan hingga pada beberapa ribu meter pada kedalaman atau di bawah permukaan air. Udang biasanya dijadikan makanan laut (seafood) dan juga sebagai sumberdaya laut yang sangat potensial. Selain itu udang juga merupakan salah satu hasil dari perikanan demersal yaitu perairan pantai sampai kedalaman 40 meter.

Komoditi udang biasanya dibudidayakan dalam bentuk tambak baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat domestik maupun untuk diekspor. Ada beberapa jenis udang yang bernilai tinggi untuk diekspor seperti udang vanname dan udang windu. Ada juga jenis udang yang biasanya untuk kebutuhan domestik seperti udang galah, udang karang, banana shrimp (udang pisang), udang dogol, udang jeblug serta bermacam-macam jenis udang lainnya.

Jenis udang yang sering dikonsumsi dan diolah yaitu udang yang masih bermutu baik dan laku diekspor, harus memenuhi syarat-syarat utuh, belum ada bagian-bagian yang patah atau lepas, kulit licin dan mudah meluncur diantara satu dan lainnya, warna masih asli sesuai jenisnya dan belum berubah menjadi merah muda, tidak terdapat bercak-bercak hitam (black spot) di kepala, sambungan ruas-ruas, ekor, kaki renang dan sungut, mata bulat, hitam dan bening serta bercahaya,

(30)

dagingnya masih kenyal dan manis rasanya, kulitnya kuat dan tidak mudah mengelupas, bau segar, khas sesuai ukuran seragam dan jenisnya.

Pada siklus hidupnya, udang menjadi dewasa dan hanya mampu bertelur di habitat air laut. Udang betina mampu menghasilkan telur dari 50.000 sampai 1 juta telur yang akan menetas setelah 1 hari menjadi larva (nauplius). Larva ini kemudian bermetamorfosis pada tahap kedua menjadi zoea atau benih udang (benur). Zoea hidup dengan memakan ganggang liar. Setelah itu ia bermetamoorfosis lagi selama beberapa hari menjadi mysis4. Mysis hidup dengan

memakan ganggang dan zooplankton5. Kemudian pada tahap akhir, mysis akan

bermetamorfosis menjadi postlarvae, yaitu udang muda yang sudah memiliki ciri-ciri hewan dewasa. Pada fase ini akan bermigrasi ke estuari, sebuah tempat yang kaya akan nutrisi dan bersalinitas rendah. Di sanalah mereka akan mengalami masa pertumbuhan menjadi udang dewasa. Setelah itu, udang dewasa akan kembali menuju perairan terbuka agar semakin dewasa. Semua proses ini menempuh waktu 12 hari dari mulai menetas. Setelah itu barulah udang mulai dibudidaya dan siap diperdagangkan yang disebut dengan benur. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat berbagai daerah yang berpotensi menghasilkan udang peneid6.

4 Mysis : Tahapan kedua dari metamorphosis (perubahan daur hidup) udang.

5 Zooplankton : Mikroorganisme perairan / laut yang menjadi nutrisi bagi semua biota perairan.

(31)

Tabel 2.1 Wilayah-Wilayah Berpotensi Penghasil Udang Peneid Wilayah Potensi (103 ton / tahun) Wilayah Potensi (103 ton / tahun) Perairan Selat Malaka

346,64 Maluku, Teluk Perairan Laut Tomini, dan

Laut Seram

6,72 Perairan Laut

Natuna dan Laut

Cina Selatan 116,17

Perairan Laut Sulawesi dan

Laut Pasifik 214,57

Perairan Laut Jawa

dan Selat Sunda 225,48

Perairan Laut

Arafura 24,71

Perairan Laut Flores dan Selat

Makassar 437,39 Perairan Samudra Hindia 62,21 Perairan Laut Banda - Perairan Indonesia 165,69 Sumber : Kusumastanto, 2007.

2.1.1 Udang Windu (Giant Tiger Shrimp)

Pada udang windu (Giant Tiger Shrimp) merupakan jenis udang yang sudah biasa dibudidayakan dan merupakan ciri khas udang asli Indonesia. Udang windu banyak ditemukan pada hampir semua perairan Indonesia, seperti perairan laut Jawa, Selat Malaka, Laut Natuna, Laut Flores, dan lain-lain. Udang windu pertumbuhannya sangat cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar serta bila dimasak warnanya akan berubah menjadi merah cerah yang membangkitkan selera konsumen. Walaupun ada juga yang berwarna biru atau cokelat pada tubuh aslinya. Karena itulah udang windu juga dikenal dengan sebutan Blue/Brown

Tiger Prawn.

Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan chitin. Warna sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif loreng besar. Tubuhnya dibagi

(32)

menjadi dua, yakni bagian cephalotorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalotorax dilindungi kulit

chitin yang tebal yang disebut karapas (carapace). Bagian depan kepala yang

menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Rostrum di kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah dengan sepasang mata di bawah pangkal kepala. Berikut akan diuraikan klasifikasi atau tatanama udang windu di bawah ini.

Klasifikasi Tata Nama Udang Windu

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Penaeidae Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus monodon

2.1.2 Udang Vanname (Pasific White Shrimp)

Pada udang vanname atau udang putih (Vannamei) merupakan spesies udang budidaya Indonesia yang berasal dari perairan Amerika Tengah, tepatnya pada negara-negara Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela,

(33)

Panama, Brazil, dan Meksiko yang sudah lama membudidayakan jenis udang yang biasa disebut sebagai pacific white shrimp ini.

Udang vanname sendiri mulai masuk ke Indonesia dan dibudidayakan pada awal tahun 2000an. Dimana masuknya udang vanname ini telah kembali menggairahkan pertambakan udang Indonesia yang sempat mengalami kegagalan budidaya karena serangan hama penyakit bintik putih (white spot). Pada waktu itu penyakin bintik putih telah menyerang banyak tambak udang terutama pada udang windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah memakai teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap. Sampai saat ini udang

vanname sudah menjadi alternatif para pengusaha tambak udang untuk

meningkatkan produktivitasnya. Di daerah Lampung misalnya mulai banyak para pengusaha tambak udang baik tradisional maupun semi intensif yang beralih pada udang Pasifik putih ini7.

Tubuh udang vanname dibentuk oleh dua cabang yaitu bagian luar tubuh

udang (exopodite) dan bagian dalam tubuh udang (endopodite). Pada bagian kepala udang vanname terdiri dari antenulla (sungut awal sebagai indera perasa),

antenna (sungut kedua sebagai sensor), mandibula (rahang atas), dan dua pasang maxillae (rahang bawah). Selain itu juga bagian kepalanya juga dilengkapi 3

pasang maxilliped (organ makan di dekat maxilla) dan 5 pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada peripoda bentuknya beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus (bagian ujung kaki udang). Dactylus ada yang

7 Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Papua. 2008. “DKP Pacu Produksi Udang Nasional”.

(34)

berbentuk capit (tiga kaki di bagian belakang) sedangkan tanpa capit (dua kaki di bagian depan). Pada bagian perut (abdomen) terdiri dari enam ruas yang terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas dengan nama telson. Berikut akan dijelaskan klasifikasi taksonomi udang

vanname.

Klasifikasi Tata Nama Udang Vanname

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

2.2 Pengertian Daya Saing

Menurut Michael E. Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

(35)

Sedangkan menurut Simanjuntak dalam Febriyanthi (2008) daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan8. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut.

2.2.1 Konsep Keunggulan Komparatif

Hukum keunggulan komparatif pertama kali dijelaskan dalam buku yang diterbitkan oleh David Ricardo yang berjudul Principles of Political Economy and

Taxation pada tahun 1817. Menurut hukum keunggulan komparatif tersebut

meskipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Hal ini dapat terjadi jika salah satu negara berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi yang memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau yang memiliki kerugian komparatif.

Hukum komparatif tersebut berlaku dengan beberapa asumsi, yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak ada biaya

8 Simanjuntak, B. 2008. “Pengertian Daya Saing Industri”. Febriyanthi [penerjemah].

(36)

transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tapi asumsi tujuh tidak dapat berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.

Para ahli ekonomi lainnya yaitu Eli Heckser dan Bertil Ohlin dalam buku Salvatore (1996) menelaah sebab-sebab dan dampak keunggulan komparatif bagi tiap negara dalam hubungan perdagangan terhadap pendapatan faktor produksi di kedua negara. Teori Heckser-Ohlin menyatakan bahwa suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan komoditi secara intensif memanfaatkan kepemilikan faktor-faktorproduksi yang melimpah di negaranya. Teori ini disebut juga sebagai teori keunggulan komparatif berdasarkan kelimpahan faktor (factor endowment theory of comparative advantage) yang mengasumsikan bahwa setiap negara memiliki kesamaan fungsi produksi, sehingga faktor produksi yang sama menghasilkan output yang sama namun dibedakan oleh harga-harga relatif faktor produksi tiap negara.

2.2.2 Konsep Keunggulan Kompetitif

Menurut Hady (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional9. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor

9

Hadi, A. 2001. “Pengertian Keunggulan Kompetitif”. http://www.google.com/ pengertian-keunggulan-kompetitif.pdf [7 Juni 2009].

(37)

pendukung. Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting

industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara

keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond

Theory.

1. Kondisi Faktor (Factor Condition)

Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor atau faktor input dalam analisis Porter ini merupakan variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu cluster10 industri. Ada lima kelompok dalam

faktor sumber daya, yaitu : (1) sumberdaya manusia yang meliputi jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, etika kerja dan tingkat upah yang berlaku. Dimana semuanya ini sangat mempengaruhi daya saing nasional.

(2) Sumberdaya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesbilitas terhadap pembiayaan, serta kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan-peraturan seperti peraturan keuangan, peraturan

10 Clusters : Pengelompokan industri-industri inti termasuk industri-industri terkait dan pendukung

(hulu dan hilir), berbagai infrastruktur seperti infrastruktur ekonomi, informasi, teknologi, jasa penunjang, pelatihan, dan lainnya serta lembaga-lembaga yang terkait dengan industri tersebut.

(38)

moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal. (3) Sumberdaya alam atau fisik yang meliputi biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran. Sumberdaya alam juga harus meliputi ketersediaan air, mineral, energi serta sumberdaya pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan serta sumberdaya lainnya baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

(4) Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan sumberdaya yang terdiri dari ketersediaan pengetahuan tentang pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dalam memproduksi barang dan jasa. Selain itu ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi dapat pula berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

(5) Sumberdaya infrastruktur yang terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing, seperti halnya sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain. Adapun kelima kelompok sumberdaya tersebut sangat mempengaruhi daya saing nasional.

(39)

2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)

Kondisi permintaan merupakan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan ini sangat mempengaruhi daya saing terutama mutu permintaan. Mutu permintaan merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan untuk bersaing secara global. Mutu permintaan juga memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi.

Menurut Porter, kondisi permintaan dalam diamond model dikaitkan dengan sophisticated and demanding local customer. Artinya semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi permintaan pelanggan lokal yang tinggi. Dalam hal ini kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga dari luar negeri karena adanya globalisasi.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung (Related and Supporting

Industry)

Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting

industry) akan mempengaruhi daya saing dalam hal industri hulu yang

mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu pula dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai

(40)

bahan bakunya. Jika industri hilirnya berdaya saing global, maka dapat menarik industri hulunya menjadi ikut berdaya saing pula.

Adapun manfaat industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost11, technology sharing12, informasi,

ataupun skills (keahlian dan keterampilan) tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Selain itu dengan adanya industri pendukung dan terkait maka akan meningkatkan produktivitas yang dapat menciptakan daya saing.

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy,

Structure, and Rivalry)

Adanya tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Dalam hal ini, strategi perusahaan dibutuhkan untuk memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru.

Struktur perusahaan atau industri dapat menentukan daya saing dengan melakukan perbaikan dan inovasi. Dalam situasi persaingan, hal ini juga akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan perusahaan atau

11 Transaction Cost : Biaya-biaya transaksi dalam pembelian input pada proses produksi.

12 Technology Sharing : Berbagi pengetahuan tentang metode-metode teknologi yang digunakan

(41)

industri. Pada akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional.

5. Peran Pemerintah (Government)

Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar perusahaan dan industri semakin meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi daya saing global melalui regulasi-regulasi dan kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan aktif.

6. Peran Kesempatan (Chance Factor)

Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah untuk mempengaruhi daya saing. Hal-hal seperti keberuntungan merupakan peran kesempatan, seperti penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang konstan akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu dapat juga terjadi karena peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan daya saing.

(42)

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai daya saing pernah dilakukan oleh Kusumastanto (2007)13 dengan judul Kebijakan dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Nasional dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparative

Advantage) untuk menunjukkan bagaimana pangsa produk atau komoditas

perikanan dalam keseluruhan ekspor Indonesia, dibandingkan dengan pangsa produk sejenis pada pasar ekspor dunia. Berdasarkan hasil penelitian pada komoditas udang atau jenis Crustacea nilai RCA mengalami penurunan yaitu sebesar 2.2 pada tahun 2002 menjadi 2.1 pada tahun 2003, dan 1.4 pada tahun 2004. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi jenis udang (crustacea) di perdagangan internasional mengalami penurunan tetapi masih berdaya saing kuat karena nilai RCAnya lebih besar dari satu (RCA >1).

Mudjayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing buah-buahan tropis Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan metode Porter’s Diamond untuk menganalisis potensi, kendala, peluang dan keunggulan kompetitif buah-buahan tropis Indonesia, serta analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk mengukur posisi daya saing buah-buahan tropis Indonesia. Selain itu untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis digunakan metode regresi linear berganda OLS (Ordinary Least Square). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa buah-buahan tropis Indonesia memiliki keunggulan kompetitif (metode

13 Kusumastanto, T. 2007. “Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing

Produk Perikanan Nasional”. http://www.box.net/index.php? rm=box_ v2_download_ shared __file&blog&ile_id=f_90154791 [7 Mei 2009].

(43)

Porter’s Diamond Theory) dan berdasarkan hasil perhitungan RCA, didapat nilai

RCA >1 yang berarti bahwa buah-buahan tropis Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Sementara itu pada hasil regresi berganda pada taraf nyata 10 persen menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap daya saing buah-buahan tropis Indonesia adalah nilai ekspor dan produktivitas, sedangkan faktor-faktor berpengaruh negatif adalah harga ekspor dan dummy krisis.

Pada penelitian lain juga dilakukan oleh Efani dkk, tentang Analisis Penawaran Udang Indonesia di Pasar Internasional14. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi udang Indonesia, perilaku penawaran ekspor udang Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor utama serta mencari kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan ekspor udang Indonesia. Penelitian ini menggunakan empat model fungsi produksi/penawaran total udang dan fungsi penawaran ekspor udang dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa produksi udang Indonesia sangat dipengaruhi oleh produksi udang pada tahun sebelumnya dan investasi di bidang perikanan, tetapi kurang responsif terhadap harga udang domestik dan tingkat suku bunga rupiah. Selain itu harga udang domestik dipengaruhi secara nyata dan positif oleh harga udang domestik tahun sebelumnya dan harga udang dunia tetapi kurang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah.

14 Efani, Anthon, Chandra dan Nuhfil Hanani. 2006. “Analisis Penawaran Udang Indonesia di

Pasar Internasional”. http://www.google.com/analisis-penawaran-udang-indonesia-di-pasar-internasional.pdf [18 Juni 2009].

(44)

2.4 Kerangka Pemikiran

Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan berpotensi dalam sumberdaya perairan yang begitu melimpah dalam memenuhi kebutuhan manusia baik berupa pangan ataupun kebutuhan lainnya sebagai pusat kekuatan ekonomi nasional dalam perdagangan global. Komoditas udang merupakan komoditas sumberdaya perairan Indonesia yang sangat potensial sebagai bahan makanan yang bergizi sekaligus memiliki nilai yang tinggi dalam perdagangan dunia sehingga menjadi komoditas unggul nonmigas yang berpeluang besar dalam menghasilkan devisa negara.

Indonesia memang masih menjadi salah satu negara penghasil dan eksportir komoditas udang terbesar di dunia, disamping negara-negara lainnya seperti Thailand, China, Malaysia, Vietnam, India, Pakistan, Filipina, Brazil dan Ekuador. Sebenarnya komoditas udang Indonesia pun telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti permintaan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan negara-negara lainnya. Namun dalam keunggulan seperti kualitas ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena rendahnya pangsa ekspor udang Indonesia seperti pada Tabel 1.2 dan masih terdapat berbagai masalah eksternal pada ekspor udang Indonesia di pasar internasional. Karena itu diperlukan daya saing yang tinggi untuk dapat mempertahankan bahkan meningkatkan pangsa pasar dan peranannya dalam perdagangan internasional. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian “Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional” ini adalah menganalisis posisi daya saing melalui keunggulan komparatif (menghitung nilai RCAnya) dan

(45)

kompetitif (menggunakan Porter’s Diamond Theory) dari komoditas udang Indonesia terutama udang windu dan udang vanname serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dan merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing komoditi udang Indonesia di pasar internasional.

Pada analisis keunggulan komparatif menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage). Pada RCA akan dijelaskan kekuatan daya saing komoditas udang Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen komoditas udang dibandingkan dengan negara-negara lainnya dalam perdagangan internasional. Analisis kuantitatifnya adalah metode OLS (Ordinary

Least Square) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing

komoditas udang Indonesia. Selain itu juga digunakan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) untuk menganalisis keunggulan kompetitif komoditi udang Indonesia. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif melalui komponen dalam Porter’s

Diamond Theory pada jenis udang yang diteliti yaitu udang windu dan udang vanname. Adapun kerangka pemikiran konseptual dapat ditunjukkan pada

(46)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Peluang Indonesia sebagai

salah satu produsen dan eksportir komoditi udang terbesar di pasar internasional

Ekspor komoditi udang Indonesia di pasar internasional masih banyak

berbagai kendala Porter’s Diamond Theory Revealed Comparative Advantage (RCA) Analisis Keunggulan Komparatif OLS (Ordinary Least Square)

Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional Posisi Daya Saing

Komoditi Udang Indonesia

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditi Udang

Indonesia

Analisis Keunggulan

Kompetitif

Strategi-Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Udang Indonesia

(47)

2.5 Hipotesis

1. Nilai RCA komoditas udang Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi udang (di atas rata-rata dunia) sehingga komoditi tersebut berdaya saing kuat. 2. Indeks RCA komoditas udang Indonesia lebih besar dari satu (indeks RCA

> 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi udang Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.

3. Pada variabel harga ekspor udang Indonesia berhubungan positif terhadap daya saing komoditi udang Indonesia, semakin tinggi harga ekspor maka semakin tinggi daya saing komoditi udang Indonesia.

4. Pada variabel volume ekspor udang Indonesia berhubungan positif terhadap daya saing komoditi udang Indonesia, semakin tinggi volume ekspor maka semakin tinggi daya saingnya.

5. Pada variabel harga input udang diduga berpengaruh positif terhadap daya saing komoditas udang Indonesia, semakin tinggi harga input udang maka akan meningkatkan harga ekspor yang menyebabkan peningkatan pada daya saing komoditi udang Indonesia

6. Pada variabel nilai ekspor ikan tuna sebagai komoditi substitusi diduga berpengaruh negatif terhadap daya saing komoditas udang Indonesia. Peningkatan nilai ekspor ikan tuna karena kualitas yang lebih bagus akan menggantikan nilai ekspor udang Indonesia yang lebih rendah sehingga terjadi penurunan pada daya saing komoditi udang Indonesia.

(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) dengan periode waktu 19 tahun yaitu dari tahun 1989-2007. Jenis data meliputi data harga ekspor udang Indonesia, volume ekspor udang Indonesia, harga input udang Indonesia, nilai ekspor ikan tuna sebagai komoditi subtitusinya, nilai ekspor seluruh komoditi Indonesia, nilai ekspor udang dunia, dan nilai ekspor seluruh komoditi dunia. Adapun jenis udang yang diteliti adalah udang beku dan tak beku pada jenis komoditi ekspor udang windu dan udang vanname.

Data tersebut diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), website UNComtrade, serta studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literatur seperti perpustakaan di IPB dan sekitar lingkungan IPB.

3.2 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif untuk menjelaskan kekuatan daya saing keunggulan komparatif yang dilakukan dengan analisis RCA (Revealed Comparative

Advantage). Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing

(49)

beku pada jenis udang windu dan vanname), dengan metode regresi linear berganda yaitu menggunakan model analisis OLS (Ordinary Least Square). Sedangkan analisis deskriptif kualitatif untuk menjelaskan pengkajian potensi, kendala, dan peluang yang berarti menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif komoditi udang Indonesia (dalam hal ini yang diteliti adalah jenis udang windu dan udang vanname). Analisis dilakukan dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory).

3.2.1 Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)

Untuk mengetahui daya saing komoditi udang di Indonesia dalam penelitian ini digunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode RCA (Revealed Comparative Advantage) didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk/komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

RCA didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi udang Indonesia di dalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi udang di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi udang. Apabila nilai RCA lebih besar dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk komoditi udang dalam penelitian ini artinya komoditas tersebut (komoditi udang Indonesia) berdaya saing kuat. Sebaliknya jika nilai RCA lebih kecil dari satu berarti

(50)

keunggulan komparatif untuk komoditas udang rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdaya saing lemah.

Kinerja ekspor udang Indonesia (dalam penelitian ini jenis udang beku dan tak beku pada komoditi ekspor udang windu dan udang vanname) terhadap total ekspor Indonesia ke pasar dunia yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor udang dunia terhadap total nilai ekspor dunia, menggunakan rumus RCA yaitu: RCAij = X /X W /W (3.1) Dimana :

RCAij = Keunggulan komparatif (daya saing) Indonesia tahun ke t Xij = Nilai ekspor komoditi udang Indonesia tahun ke t

Xis = Nilai ekspor seluruh komoditi Indonesia tahun ke t Wj = Nilai ekspor komoditi udang di dunia tahun ke t Ws = Nilai ekspor seluruh komoditi dunia tahun ke t t = 1989,…….,2007

Nilai daya saing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan, yaitu :

1. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing kuat.

2. Jika nilai RCA < 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki daya saing lemah.

(51)

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

Indeks RCA = RCARCA (3.2) Dimana :

RCAt = Nilai RCA tahun sekarang (t) RCAt-1

= Nilai RCA tahun sebelumnya (t-1) t = 1989,………,2007

Nilai indeks RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor udang Indonesia di pasar internasional tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau kinerja ekspor udang Indonesia di pasar internasional sekarang lebih rendah daripada tahun sebelumnya.

Nilai indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor udang Indonesia di pasar internasional sekarang lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. Pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing suatu komoditi di suatu negara.

3.2.2 Analisis Porter’s Diamond Theory

Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif Teori Berlian Porter untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif

(52)

komoditi udang Indonesia secara deskriptif atau menggunakan tiap komponen dalam Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Komponen tersebut seperti ditampilkan pada Gambar 3.1

Sumber : Porter, 1990

Gambar 3.1 Porter’s Diamond Theory

a. Factor Condition (FC) yaitu keadaan faktor –faktor produksi seperti Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Modal, Infrastruktur dan IPTEK.

b. Demand Condition (DC) yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam negara.

c. Related and Supporting Industries (RSI) yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan. Factor Conditions Related and Supporting Industries Demand Conditions Firm Strategy, Structure and Rivalry Chance Factor Government Factor

Gambar

Tabel 1.1 Volume Ekspor Udang Indonesia Tahun 1990-2007 (ton )
Gambar 1.1 Negara-Negara Produsen Utama Udang Dunia
Tabel 1.2 Impor AS dari Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya 1
Tabel 2.1 Wilayah-Wilayah Berpotensi Penghasil Udang Peneid Wilayah  Potensi (103  ton /  tahun)  Wilayah  Potensi (103  ton / tahun)  Perairan Selat  Malaka  346,64  Perairan Laut  Maluku, Teluk Tomini, dan  Laut Seram  6,72  Perairan Laut  Natuna dan Lau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Negara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data 5 (lima) negara utama tujuan ekspor terbesar udang beku Indonesia sedangkan negara pengekspor yang lainnya adalah

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan negara importir utama, (2) faktor-faktor yang

Masih terdapat komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity pada pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat dan Jerman serta Dunia,

Masih terdapat komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity pada pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat dan Jerman serta Dunia,

dalam menghadapi persaingan dengan negara eksportir lain di pasar Internasional diperlukan kemampuan suatu perusahaan untuk mengkombinasikan setiap faktor sumber daya

variabel yang digunakan dalam perhitungan RCA adalah data nilai ekspor kopi suatu negara, total nilai ekspor semua komoditi suatu negara, nilai ekspor dunia dan juga

t-1 : periode waktu sebelumnya Apabila nilai ECI jahe negara yang diteliti baik Indonesia, India, China, Thailand maupun Nepal lebih besar dari satu (&gt;1) dapat

Meskipun Indonesia merupakan negara pengekspor biji kakao terbesar ketiga di dunia, biji kakao Indonesia kurang diminati karena biji kakao Indonesia memiliki Grade C