• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Pasar Dan Daya Saing Udang Indonesia Di Pasar Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Integrasi Pasar Dan Daya Saing Udang Indonesia Di Pasar Internasional"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING UDANG

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ULFIRA ASHARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Integrasi Pasar dan Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

ULFIRA ASHARI. Integrasi Pasar dan Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh SAHARA dan SRI HARTOYO.

Udang menjadi salah satu komoditi ekspor bernilai tinggi mendominasi lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor. Sebagai komoditi unggulan perikanan, udang diklasifikasikan atas udang segar dan udang beku yang memiliki harga yang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perubahan harga tersebut umumnya dipengaruhi oleh jumlah permintaan udang yang diinginkan negara importir dan jumlah yang ditawarkan oleh negara eksportir. Integrasi pasar yang terjadi antara negara eksportir dan negara importir udang dimana perubahan harga yang terjadi di negara importir mampu ditransmisikan secara simetri ke negara eksportir dari segi waktu atau segi besaran menunjukkan sistem pemasaran yang efisien. Akan tetapi, kenyataannya efisiensi pasar yang demikian diduga sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena perdagangan udang di pasar internasional lebih dikendalikan oleh negara importir utama yang memiliki pangsa pasar yang besar. Malaysia menjadi tujuan utama ekspor udang segar Indonesia sedangkan Amerika Serikat sebagai tujuan ekspor udang beku Indonesia. Ketimpangan terlihat dimana perbedaan harga udang segar antara Malaysia dan Indonesia sangat besar dan Indonesia cenderung lambat merespon perubahan harga di Malaysia. Sebaliknya perkembangan harga udang beku Indonesia cenderung mengikuti tren harga udang beku Amerika Serikat. Akan tetapi, apabila ditinjau dari segi besarannya terlihat ada perbedaan respon perubahan harga udang beku antara Indonesia dan Amerika Serikat. Selain itu, suatu sistem pemasaran yang efisien juga memberikan implikasi bahwa udang segar dan udang beku memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional. Dalam hal ini, daya saing dapat dilihat dari perkembangan volume ekspor Indonesia yang ternyata masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara pesaingnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan negara importir utama, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang Indonesia, (3) posisi daya saing udang Indonesia dan negara eksportir utama di pasar internasional, (4) faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi untuk menganalisis integrasi pasar udang dan Asymmetric Error Correction Model (AECM) untuk menganalisis transmisi harga udang, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor dan daya saing udang Indonesia menggunakan ECM (Error Correction Model), posisi daya saing udang Indonesia dan pesaingnya di pasar internasional dianalisis menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA). Data yang digunakan adalah data sekunder time series dari tahun 2005 hingga 2014 (120 bulan). Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Perikanan (KKP), Trade Map/ITC, Trading Economic, Kementrian Perdagangan, dan instansi lainnya.

(6)

dalam jangka pendek antara Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dengan Amerika Serikat yang disebabkan karena adanya adjustment costs. Transmisi harga simetri terjadi pada pasar udang segar dan udang beku dalam jangka panjang antara Indonesia dan Malaysia serta Indonesia dan Amerika Serikat. Dalam hal ini, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang segar Indonesia dalam jangka pendek adalah harga ekspor udang segar Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang segar Malaysia, dan ekspor udang segar Indonesia ke Malaysia. Sedangkan yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang beku Indonesia adalah harga ekspor udang beku Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang beku Amerika Serikat dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar.

Udang segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar Malaysia dilihat dari nilai RCA. Akan tetapi, udang segar asal Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Sedangkan udang beku asal Indonesia memiliki nilai rata-rata RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan China, Thailand, India, dan Vietnam. Dalam hal ini, daya saing udang segar Indonesia masih rendah dibandingkan daya saing udang beku. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia lebih bertumpu pada spesifik produk udang beku. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang segar Indonesia dalam jangka pendek adalah harga ekspor udang segar Indonesia dan total produksi udang segar Indonesia. Sedangkan yang mempengaruhi daya saing udang beku Indonesia adalah harga ekspor udang beku Vietnam, produksi udang beku Indonesia dan integrasi pasar udang beku.

(7)

SUMMARY

ULFIRA ASHARI. Market Integration and Competitiveness of Indonesian Shrimp in International Market. Supervised by SAHARA and SRI HARTOYO.

Shrimp is one of the high-value commodities which dominates more than 40 percent of fishery products for export. As fisheries commodity, shrimp consists of fresh and frozen shrimp which has fluctuative price over time. Change of prices are generally influenced by shrimp demand of importing countries and shrimp supply of exporting countries. Market integration that occurs between the exporting and importing countries where change of shrimp price in the importing country is able to be transmitted symmetrically to exporting country in terms of time or magnitude showed efficient in marketing system. However, the fact that efficiency in the shrimp market alleged difficult to occur. This is because the shrimp trade in the international market is controlled by major importing countries which have a large market share. Malaysia is the main export destination of Indonesian fresh shrimp and United State of America is export destination of Indonesian frozen shrimp. Inequality seen where fresh shrimp price difference between Malaysia and Indonesia is huge and Indonesia tend to be slow in responding changes of Malaysia price. By contrast, the development of Indonesian frozen shrimp prices tend to follow the trend of United States of American frozen shrimp prices. However, if the terms of the magnitude seen difference response to changes of frozen shrimp prices between Indonesia and the United States. In addition, an efficient marketing system also implies that fresh shrimp and frozen shrimp has a comparative advantage in the international market. In this case, the competitiveness can be seen from the development of Indonesia's export volume was still lower than its competitors.

The purposes of this study were to analyze: (1) market integration and shrimp price transmission between Indonesia and the major importing countries, (2) the factors that affect formation of Indonesian shrimp export price, (3) the competitive position of Indonesian shrimp and the main exporting countries in the international market, (4) the factors affecting the competitiveness of Indonesian shrimp in the international market. This study used cointegration test to analyze shrimp market integration and Asymmetric Error Correction Model (AECM) to analyze shrimp price transmission, factors that affect formation of export prices and competitiveness of Indonesian shrimp used ECM (Error Correction Model), competitive position of Indonesian shrimp and its competitors in the international market were analyzed using Revealed Comparative Advantage (RCA). The data used were time series from 2005 to 2014 (120 months). Data obtained from Central Bureau of Statistics Indonesia (BPS), Fishery Statistics (KKP), Trade Map/ITC, Economic Trade, Ministry of Trade, and other agencies.

(8)

that significantly affect the formation of Indonesian fresh shrimp export price in the short term is Indonesian fresh shrimp export price of previous period, Malaysia fresh shrimp import price, and fresh shrimp exports of Indonesia to Malaysia. Whereas affects the formation of Indonesian frozen shrimp export price is Indonesian frozen shrimp export price of previous period, USA frozen shrimp import price and exchange rate.

Fresh shrimp of Indonesia has a comparative advantage in the Malaysian market seen from the RCA value. However, fresh shrimp from Indonesia had RCA lower than Thailand. While frozen shrimp from Indonesia have an average value of RCA were higher than China, Thailand, India, and Vietnam. In this case, competitiveness of Indonesian fresh shrimp is still lower than competitiveness of frozen shrimp. This showed that export of Indonesia more specific resting on frozen shrimp products. Factors which affect the competitiveness of Indonesian fresh shrimp in the short term is the price of Indonesian fresh shrimp exports and Indonesia's total production of fresh shrimp. While affecting the competitiveness of Indonesian frozen shrimp is frozen shrimp export price of Vietnam, production of Indonesian frozen shrimp and frozen shrimp market integration.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING UDANG

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini membahas tentang perdagangan udang di Indonesia, dengan judul Integrasi Pasar dan Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini tidak luput dari bimbingan, arahan, curahan ilmu, masukan, dan dorongan dari komisi pembimbing dan bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Sahara, SP, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S, selaku anggota komisi pembimbing dan ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber inspirasi bagi penulis dalam penyusunan tesis.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku penguji Luar Komisi dan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc, selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.

3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan.

4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di IPB.

5. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak Khusein, selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.

6. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya orang tua tercinta Arnida dan Muhammad Idris terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan selama studi. Adik-adikku tersayang Arifa Nurul Riski dan Mutia Nur Rahmi, yang telah memberikan semangat dan dorongan selama pendidikan. 7. Sahabat-sahabatku Dinda Julia, Nurul Iski, Noratun Juliaviani, Khumairah,

Nor Qomariah, Nurlela, Saipul Jafri, dan Zakiah yang telah seperti keluarga di Bogor, memberikan dukungan serta semangat.

8. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013 yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusuan tesis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan yang merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang dapat membangun penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 10

Manfaat Penelitian 10

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 10

2 TINJAUAN PUSTAKA 11

Kerangka Teoritis 11

Penelitian Terdahulu 27

Kerangka Pemikiran 34

Hipotesis Penelitian 35

3 METODE PENELITIAN 37

Jenis dan Sumber Data 37

Metode Analisis Data 37

Analisis Integrasi dan Transmisi Harga 37

Analisis Daya Saing 40

4 GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN UDANG 42

Sejarah Perudangan Indonesia 42

Perkembangan Produksi Udang Indonesia 43

Peluang Pasar Udang Indonesia 45

Perkembangan Ekspor Udang Indonesia 47

Perdagangan Udang Internasional 49

Kontrak Perdagangan Udang Indonesia 54

Kebijakan Terkait Perudangan 56

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 60

Integrasi Pasar Udang Indonesia – Importir Utama 60 Transmisi Harga Udang Indonesia – Importir Utama 64 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor Udang

Indonesia 72

Posisi Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional 78 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Udang Indonesia di Pasar

(18)

6 KESIMPULAN DAN SARAN 89

Kesimpulan 89

Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 91

LAMPIRAN 97

(19)

DAFTAR TABEL

1 PDB atas dasar harga konstan 2000 (triliun rupiah) tahun 2010-2014 1 2 Produksi perikanan tangkap dan budidaya Indonesia tahun 2009-2013 2 3 Volume ekspor udang Indonesia dan negara pesaing utama (000 ton)

tahun 2008-2013 8

4 Deskripsi statistik dari harga udang segar dan udang beku

Indonesia-importir utama, Januari 2005-Desember 2014 62

5 Hasil uji stationeritas data integrasi pasar udang indonesia-importir

utama 62

6 Hasil pengujian lag optimal udang segar 63

7 Hasil pengujian lag optimal udang beku 63

8 Hasil uji cointegration rank (trace) udang segar 64

9 Hasil uji Granger Causality 64

10 Hasil estimasi model AECM pada udang segar dan udang beku Indonesia dengan negara importir utama, Januari 2005 – Desember 2014 66

11 Hasil wald test pada kesimetrisan harga udang segar dan udang beku 68 12 Elastisitas transmisi udang segar dan udang beku dengan AECM,

Januari 2005-Desember 2014 70

13 Hasil uji stationeritas data faktor pembentuk harga ekspor udang

Indonesia 73

14 Hasil pengujian lag optimal faktor pembentuk harga ekspor udang

Indonesia 73

15 Hasil uji cointegration rank (trace) faktor pembentuk harga udang

ekspor Indonesia 74

16 Hasil estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor pembentuk harga ekspor udang Indonesia, Januari 2005 – Desember 2014 75 17 Hasil estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor pembentuk harga

ekspor udang Indonesia, Januari 2005 – Desember 2014 76 18 Nilai rata-rata RCA dan RSCA udang segar Indonesia dan Thailand di

Malaysia, Januari 2005-Desember 2014 81

19 Nilai rata-rata RCA dan RSCA udang beku Indonesia, China, Thailand, India, dan Vietnam di Amerika Serikat, Januari 2005-Desember 2014 82 20 Hasil uji stationeritas data faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing

udang Indonesia 84

21 Hasil pengujian lag optimal faktor-faktor yang mempengaruhi daya

saing udang Indonesia 84

22 Hasil uji cointegration rank (trace) faktor-faktor yang

mempengaruhi daya saing udang Indonesia 85

23 Hasil estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia, Januari 2005-Desember

2014 86

24 Hasil estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia, Januari 2005-Desember

(20)

DAFTAR GAMBAR

1 Pangsa ekspor udang Indonesia berdasarkan nilai di negara importir

utama tahun 2013 2

2 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) udang beku

negara-negara eksportir terbesar di Dunia tahun 2013 3

3 Perkembangan volume dan nilai ekspor udang beku dan segar

Indonesia tahun 2004-2013 4

4 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) beku Indonesia ke

negara importir utama tahun 2013 5

5 Perkembangan harga udang segar di Indonesia menurut negara

importir utama tahun 2009-2013 7

6 Perkembangan harga udang beku di Indonesia menurut negara

importir utama tahun 2009-2013 7

7 Pengaruh dunia terhadap pasar udang domestik 13

8 Model keseimbangan integrasi spasial dua pasar 16 9 Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran 17 10 Transmisi harga asimetri positif dan negative 18 11 Manfaat perdagangan karena adanya keunggulan komparatif 25

12 Kerangka pemikiran operasional 35

13 Skema jalur distribusi udang dari hulu ke hilir 44 14 Perkembangan produksi udang hasil budidaya tambak dan hasil

tangkap, tahun 2005-2014 44

15 Konsumsi udang di tingkat rumah tangga 45

16 Distribusi konsumsi udang di pasar domestik 46

17 Perkembangan volume ekspor udang segar dan udang beku

Indonesia tahun 2005-2014 48

18 Perkembangan nilai ekspor (a) udang segar dan (b) udang beku

Indonesia, tahun 2005-2014 49

19 Perkembangan volume ekspor udang segar Indonesia dan negara

pesaing ke Malaysia, tahun 2014 52

20 Perkembangan nilai ekspor udang segar Indonesia dan negara

pesaing ke Malaysia, tahun 2014 52

21 Perkembangan volume ekspor udang beku Indonesia dan negara

pesaing ke Amerika Serikat, tahun 2014 53

22 Perkembangan nilai ekspor udang beku Indonesia dan negara

pesaing ke Amerika Serikat, tahun 2014 54

23 Perkembangan harga udang segar Indonesia dan Malaysia pada

Januari 2005-Desember 2014 60

24 Perkembangan harga udang beku Indonesia dan Amerika Serikat

pada Januari 2005-Desember 2014 61

25 Pangsa ekspor udang segar Indonesia dan Thailand menurut nilai di

pasar Malaysia, Januari 2005-Desember 2014 79

26 Pangsa ekspor udang beku Indonesia, China, India, Vietnam dan Thailand menurut nilai di pasar Amerika Serikat, Januari

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan merupakan salah subsektor yang berperan dalam perekonomian nasional. Subsektor ini mendorong pertumbuhan agroindustri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani serta menunjang pembangunan nasional. Pembangunan subsektor perikanan bertujuan dalam meningkatkan produktivitas, nilai tambah, perluasan kesempatan kerja dan efisiensi usaha. Subsektor perikanan juga memiliki kontibusi dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) (KKP 2013).

Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 (triliun rupiah) tahun 2010-2014

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

1. Kelompok Pertanian 304.78 315.04 328.28 339.56 350.73 Tanaman Pangan 151.50 154.15 158.91 161.93 164.08 Tanaman Perkebunan 47.15 49.26 52.33 54.63 57.25

Peternakan 38.21 40.04 41.92 43.90 45.96

Kehutanan 17.25 17.40 17.42 17.44 17.48

Perikanan 50.66 54.19 57.70 61.66 65.95

2. Kelompok Lainnya 2 009.68 2 149.53 2 290.66 2 429.49 2 558.45 PDB 2 314.46 2 464.57 2 618.94 2 769.05 2 909.18 PDB Tanpa Migas 2 171.11 2 322.65 2 481.80 2 635.61 2 779.06 Sumber: BPS 2014 (diolah)

Berdasarkan harga konstan tahun 2000, terjadi peningkatan PDB subsektor perikanan selama 5 tahun terakhir dengan laju pertumbuhan sekitar 6.82 persen. Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian sebesar 65.95 triliun rupiah atau sekitar 18.80 persen pada tahun 2014. Kenaikan tersebut mencerminkan kenaikan daya beli para pelaku sektor perikanan secara rata-rata. Pertumbuhan PDB nasional pada periode tersebut sebesar 5.06 persen lebih rendah dibandingkan dengan PDB subsektor perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia.

(24)

Tabel 2 Produksi perikanan tangkap dan budidaya Indonesia tahun 2009-2013

Tahun

Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya

Volume Nilai Volume Nilai

(Ribu Ton) (Miliar Rupiah) (Ribu Ton) (Miliar Rupiah)

2009 5 107.97 53 929.37 4 708.56 40 584.22

2010 5 384.42 64 549.40 6 277.92 63 329.19

2011 5 714.27 70 031.28 7 928.96 66 549.92

2012 5 829.19 79 393.33 9 675.55 76 922.77

2013 5 862.17 85 101.99 5 198.90 41 601.73

Total 27 898.02 353 005.37 33 789.90 288 987.83

Rata-rata/tahun 5 579.60 70 601.07 6 757.98 57 797.57

Sumber: KKP 2013

Berdasarkan Tabel 2, produksi perikanan Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada perikanan tangkap memiliki rata-rata volume produksi per tahun lebih kecil dibandingkan dengan perikanan budidaya. Akan tetapi, nilai produksi perikanan tangkap lebih tinggi dibandingkan dengan perikanan budidaya. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2013) melaporkan pada tahun 2013, total produksi perikanan Indonesia mencapai 11.06 juta ton berasal dari sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya masing-masing sebesar 5.86 juta ton dan 5.20 juta ton. Pada periode 2009-2013, laju pertumbuhan perikanan budidaya mencapai 8.83 persen mayoritas dari budidaya kolam sebesar 17.82 persen. Sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap sebesar 3.53 persen.

Salah satu komoditas perikanan bernilai tinggi yaitu udang dapat berasal dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, udang juga diproduksi untuk keperluan ekspor. Udang mendominasi lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor (APINDO 2014). Tahun 2013, volume ekspor udang hanya sebesar 11.15 persen tetapi nilai ekspor sebesar 33.10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TTC (tuna, tongkol, cakalang) yang hanya 16.53 persen (KKP 2013).

Sumber: KKP 2013 (diolah)

(25)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa negara importir utama udang Indonesia dengan volume terbanyak yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Pada tahun 2013, pangsa ekspor udang Indonesia ke negara importir utama yaitu Amerika Serikat sebesar 54 persen, Jepang sebesar 29 persen dan Uni Eropa sebesar 9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat merupakan pasar terbesar bagi ekspor udang Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu eksportir udang terbesar di dunia (UN COMTRADE 2015). Udang ekspor Indonesia secara umum dibedakan atas dua jenis meliputi udang segar dan udang beku. Negara-negara pesaing utama udang Indonesia meliputi Vietnam, China, India dan Thailand. Adapun urutan beberapa negara eksportir udang terbesar dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 2 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) udang beku negara-negara eksportir terbesar di Dunia tahun 2013

(26)

negara lain disebabkan karena rendahnya produktivitas dan mutu udang di Indonesia. Berdasarkan DKP (2004), China dan Thailand berfokus pada peningkatan mutu, efisiensi dan produktivitas udang sedangkan Vietnam berfokus pada produk ramah lingkungan.

Secara teoritis, volume ekspor udang dipengaruhi oleh harga udang dunia dan pasar domestik. Kenaikan harga udang menyebabkan penurunan terhadap permintaan impor udang. Akan tetapi, semakin tinggi harga udang dunia maka para produsen cenderung untuk mengekspor udangnya ke luar negeri karena adanya kenaikan pasokan ekspor udang (Irwan 1997 dalam Rotua 2011). Mengingat udang sebagai komoditi ekspor penghasil devisa dan Indonesia sebagai salah satu pengekspor udang sangat tergantung dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dunia baik di pasar eksportir maupun importir. Oleh karena itu, kajian mengenai integrasi pasar dan daya saing udang Indonesia di pasar internasional dianggap penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Luas wilayah Indonesia sebanyak 2/3 merupakan lautan. Oleh sebab itu, perikanan menjadi subsektor riil yang potensial di Indonesia. Potensi perikanan dan kelautan Indonesia yang besar memungkinkan Indonesia untuk dapat memasarkan hasil perikanan dan kelautan tidak hanya untuk kebutuhan domestik saja, tetapi juga untuk pasar ekspor. Udang menjadi salah satu komoditi ekspor bernilai tinggi mendominasi lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor (APINDO 2014). Oleh sebab itu, udang sangat berperan dalam peningkatan devisa negara. Berdasarkan data Kementrian Perdagangan, produk udang Indonesia yang diekspor ke berbagai negara dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu udang segar dan udang beku.

Sumber: UN COMTRADE 2015 (diolah)

(27)

Berdasarkan Gambar 3, volume dan nilai ekspor udang beku menempati peringkat pertama sebesar 82.34 persen, udang segar hanya 3.56 persen, sisanya udang olahan 14.10 persen selama 10 tahun terakhir. Pada umumnya, udang segar menjadi bahan baku untuk industri udang beku sehingga membutuhkan proses lebih lanjut. Pada tahun 2006, udang beku memiliki volume ekspor tertinggi sebesar 135.39 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 939.71 juta. Tahun 2013 volume ekspor udang beku hanya sebesar 113.33 ribu ton tetapi nilai ekspor lebih tinggi mencapai US$ 1 219.53 juta.

(a) (b)

Sumber: UN COMTRADE 2015 (diolah)

Gambar 4 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) beku Indonesia ke negara importir utama tahun 2013

Berdasarkan Gambar 4, pada tahun 2013 tujuan ekspor udang segar Indonesia dengan volume terbanyak terdapat di Singapura. Akan tetapi jika melihat nilai ekspor terbesar terletak pada Malaysia sebesar US$ 2 826.55 ribu. Ekspor udang segar Indonesia ke Malaysia mencapai 33.84 persen disusul oleh Singapura sebesar 15 persen. Sedangkan importir utama udang beku Indonesia yaitu Amerika Serikat dengan volume sebesar 62 501.27 ton dan nilai sebesar US$ 663 542.53 ribu. Amerika Serikat menguasai sekitar 54.41 persen ekspor udang beku Indonesia disusul Jepang sebesar 32.56 persen. Hal ini menunjukkan pasar spesifik udang beku terletak di Amerika Serikat sedangkan untuk udang segar terletak pada Malaysia.

(28)

pasaran. Harga yang terjadi mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil oleh pelaku usaha.

Resiko yang ditimbulkan akibat harga yang berfluktuasi yaitu berhentinya produksi akibat tidak tersedianya bahan baku atau harga bahan baku yang terlalu tinggi. Apabila terjadi kelebihan ketersediaan pasokan udang akan menyebabkan kerugian dari segi biaya penyimpanan dan adanya resiko kerusakan mengingat sifat produk perikanan yang perishable sehingga menurunkan kualitas dari udang yang akan diekspor. Dengan adanya ketersediaan informasi yang dapat diakses tanpa hambatan berguna untuk memprediksi penawaran dan permintaan di masa yang akan datang sehingga diharapkan terciptanya sistem pemasaran yang efisien dimana pelaku usaha dapat merencanakan pengembangan produk udang ke depannya.

Efisiensi dalam pemasaran udang dapat diukur dengan menggunakan integrasi pasar dan daya saing. Integrasi pasar yang terjadi antara negara eksportir dan negara importir udang dimana perubahan harga yang terjadi di negara importir mampu ditransmisikan secara simetri ke negara eksportir menunjukkan sistem pemasaran yang efisien, terutama efisiensi harga (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004). Sistem pemasaran yang efisien dapat memberikan kepuasan maksimum bagi eksportir dan importir udang dalam memasarkan produknya dengan penggunaan sumber daya ekonomi yang serendah-rendahnya. Akan tetapi, kenyataannya efisiensi pasar yang demikian diduga sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena struktur pasar perdagangan internasional untuk komoditi perikanan terlihat terjadi praktek oligopsoni dengan kekuatan pasar (market power) dikendalikan oleh negara importir utama yang memiliki pangsa pasar yang besar (Conforti 2004, Faminow dan Benson 1990, Serra dan Goodwin 2002).

Selain itu, adanya biaya transaksi yang relatif tinggi turut mempengaruhi asimetri harga yang terjadi antara negara eksportir dan negara importir udang (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004). Perubahan harga antar negara umumnya dipengaruhi oleh kontrak yang terjalin antar pelaku usaha sehingga membutuhkan biaya tambahan dalam penyesuaian harga (adjustment cost).

Biaya tersebut dibedakan menjadi biaya pencarian informasi, biaya pelabelan, biaya perubahan katalog harga, biaya pengambilan keputusan dan pembuatan kontrak serta biaya pengamanan kontrak. Semakin tinggi ketidakpastian dan semakin rumit mekanisme transaksi menyebabkan semakin besar biaya pencarian informasi. Termasuk biaya pengamanan kontrak bertujuan untuk menjaga agar kontrak terlaksana sesuai dengan kesepakatan antar negara yang bermitra. Selain dipengaruhi oleh ketidakpastian dan jaringan transaksi yang rumit, perilaku negara mitra yang oportunistik juga mempengaruhi biaya transaksi yang tinggi (Juarno 2012). Oleh sebab itu, kontrak dengan jangka waktu relatif panjang berisiko merugikan salah satu pihak yang terlibat mengingat harga udang yang cenderung fluktuatif dari waktu ke waktu. Adanya kontrak akan menguntungkan bagi negara eksportir apabila terjadi penurunan harga udang di pasar internasional di bawah harga yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, di sisi lain kenaikan harga udang di pasar internasional di atas harga yang disepakati dalam kontrak akan merugikan bagi negara eksportir.

(29)

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 5 Perkembangan harga udang segar di Indonesia menurut negara importir utama tahun 2009-2013

Pada Gambar 5, Malaysia menjadi tujuan utama ekspor udang segar Indonesia. Ketimpangan harga ditunjukkan dengan adanya selisih harga yang sangat besar antara udang segar Malaysia dan udang segar Indonesia. Tahun 2012, harga udang segar Malaysia mengalami peningkatan hingga 109 persen yakni mencapai US$ 4 663.40/ton dimana pada tahun sebelumnya harga udang segar hanya sebesar US$ 2 233.10/ton. Akan tetapi, Indonesia cenderung lambat merespon kenaikan harga di Malaysia.

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 6 Perkembangan harga udang beku di Indonesia menurut negara importir utama tahun 2009-2013

(30)

harga udang beku Indonesia sebesar US$ 6 587.59/ton menjadi US$ 8 055.05/ton. Respon Indonesia terhadap perubahan harga udang beku di Amerika cenderung lebih cepat bila dibandingkan dengan perubahan harga udang segar di Malaysia. Akan tetapi, apabila ditinjau dari segi besarannya terlihat ada perbedaan respon perubahan harga udang beku antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Jika melihat perkembangan harga udang segar dan udang beku antara Indonesia dan negara importir (Gambar 5 dan Gambar 6) secara keseluruhan menunjukkan tren yang sama yakni cenderung meningkat. Meskipun demikian, adanya perbedaan respon terhadap perubahan harga (saat kenaikan dan penurunan harga) yang terjadi pada pasar udang segar dan udang beku menunjukkan kemungkinan bahwa perubahan harga tidak ditransmisikan secara sempurna dari negara importir ke negara eksportir. Dengan kata lain, diduga terjadi asimetri harga pada udang segar maupun udang beku yang disebabkan karena adanya perbedaan respon penyesuaian harga dari segi kecepatan waktu

(speed) atau segi besaran (magnitude). Jika asimetri harga terjadi dari segi waktu maka respon pasar udang Indonesia terhadap perubahan harga yang terjadi di negara importir relatif lambat seperti yang dijumpai pada pasar udang segar antara Indonesia dan Malaysia. Sebaliknya jika asimetri harga terjadi dari segi besaran maka perubahan harga udang di negara importir tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasar udang Indonesia artinya ketika terjadi kenaikan atau penurunan harga udang di negara importir tidak direspon dengan perubahan harga yang sama besarnya di pasar udang Indonesia (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004). Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara produk udang segar dan udang beku. Udang segar memiliki sifat yang perishabel dibandingkan dengan udang beku dimana harga udang segar cenderung lebih fluktuatif karena ketersediaan produk tersebut dipengaruhi oleh faktor penyakit serta musim.

Suatu sistem pemasaran yang efisien juga memberikan implikasi bahwa udang segar dan udang beku memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional. Artinya bahwa kedua jenis produk tersebut mampu bersaing dengan negara-negara lain di pasar internasional baik dari aspek harga, kualitas, serta kemananan produk. Dengan kata lain, sistem pemasaran udang yang berdaya saing tinggi ditunjukkan dengan kemampuan untuk merespon setiap perubahan pasar secara efisien. Dalam hal ini, daya saing dapat dilihat dari perkembangan volume ekspor Indonesia yang ternyata masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara pesaingnya.

Tabel 3 Volume ekspor udang Indonesia dan negara pesaing utama (000 ton) tahun 2008-2013

Tahun Udang Segar Udang Beku

(31)

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan ekspor udang segar Indonesia terus mengalami penurunan dengan volume ekspor lebih rendah dibandingkan Thailand. Tahun 2010, penurunan ekspor Indonesia hingga 55.89 persen. Sedangkan ekspor udang beku Indonesia menurun hingga 13.47 persen tahun 2009. Jika dibandingkan dengan pesaingnya, ekspor udang beku Indonesia juga masih rendah dibandingkan dengan pesaingnya Vietnam, India, dan China. Sedangkan Thailand terus mengalami penurunan ekspor udang beku dari tahun 2011. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit yang menyerang udang Thailand sehingga produksi udang di negara tersebut mengalami penurunan (FAO 2013, Jory 2014). Meskipun demikian, rata-rata ekspor udang beku Thailand masih lebih tinggi dibandingkan dengan udang beku Indonesia. Sementara China mampu menggeser posisi Indonesia sebagai pengekspor udang beku dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan daya saing udang Indonesia masih rendah dibandingkan negara lainnya.

Di satu sisi, adanya liberalisasi perdagangan yang semakin bebas akan mengancam pasar udang dalam negeri di pasar internasional apabila Indonesia belum mampu mempertahankan keunggulan komparatif di pasar internasional. Keunggulan komparatif dicirikan dengan besarnya daya saing komoditi udang yang dimiliki Indonesia dalam subsektor perikanan di dunia dan negara importir utama.

Mengingat ketergantungan Indonesia terhadap pasar internasional mengakibatkan harga udang cenderung berfluktuasi, hal ini menyebabkan volume dan nilai ekspor juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi harga udang ditentukan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di pasar internasional. Perubahan-perubahan tersebut ditransmisikan ke pasar ekspor Indonesia disebabkan karena pasar udang domestik terintegrasi dengan pasar udang internasional. Integrasi pasar menyebabkan harga di suatu negara berkorelasi dengan harga di pasar-pasar lainnya. Perubahan harga ditransmisikan ke pasar-pasar lainnya. Meskipun demikian, Indonesia merupakan negara kecil mengakibatkan pasar ini berperan sebagai price taker terhadap perubahan harga yang terjadi di pasar internasional. Kekuatan pasar dimiliki negara importir dengan pangsa pasar yang besar menunjukkan adanya praktek oligopsoni mengakibatkan terjadinya transmisi harga yang asimetri.

Berdasarkan uraian tersebut, adapun permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan negara importir utama?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang Indonesia?

3. Bagaimanakah posisi daya saing udang Indonesia dan negara eksportir utama di pasar internasional?

(32)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan

negara importir utama

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang Indonesia

3. Menganalisis posisi daya saing udang Indonesia dan negara eksportir utama di pasar internasional

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia di pasar internasional

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai integrasi pasar dan daya saing udang Indonesia di pasar internasional diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan perdagangan udang Indonesia dan dapat berguna bagi:

1. Pemerintah dan pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka pengembangan pemasaran udang Indonesia.

2. Penulis diharapkan bertambah wawasan terutama mengenai kondisi perdagangan udang di pasar internasional.

3. Pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat, masukan dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup:

1. Penelitian ini mengkaji potensi udang Indonesia dan pasar internasional dilihat dari aspek perdagangan berupa ekspor Indonesia ke negara importir utama serta membandingkan dengan negara pengekspor utama sedangkan aspek produksi tidak dianalisis dalam penelitian ini.

2. Integrasi pasar udang Indonesia dan negara importir utama dianalisis melalui hubungan harga

3. Pasar udang dunia merupakan negara importir atau konsumen udang Indonesia terbesar dimana udang beku yaitu Amerika Serikat. Udang segar yaitu Malaysia serta negara eksportir utama dari benua Asia yaitu Thailand, China, India dan Vietnam.

4. Produk udang yang digunakan jenis udang dengan kode Harmonized System

(HS-1992) 6-dijit menurut Kementrian Perdagangan yaitu

030613 (beku): udang kecil dan udang biasa, termasuk yang berkulit, dimasak dengan dikukus atau dengan direbus dalam air, beku

(33)

Sedangkan keterbatasan penelitian ini mencakup:

1. Penelitian ini menganggap biaya-biaya transaksi perdagangan antar pasar konstan dan hanya difokuskan melihat hubungan harga antar pasar udang Indonesia dengan pasar eksportir dan importir udang sehingga pengaruh harga di luar negara-negara tersebut diabaikan.

2. Secara spesifik, wilayah penghasil udang tidak dipisahkan berdasarkan perikanan tangkap dan budidaya.

3. Produk udang yang diteliti tidak menggunakan jenis udang dengan kode

Harmonized System 10-dijit karena berbeda dengan kode HS di negara importir

4. Harga udang yang digunakan diproksi dari harga rata-rata ekspor dan impor yaitu nilai ekspor/impor dibagi volume ekspor/impor disebabkan karena kesulitan memperoleh data udang.

5. Karena menggunakan data perdagangan UN Comtrade dan trade map sehingga jenis udang tidak diklasifikasikan berdasarkan ukurannya. Rata-rata harga tersebut diperoleh dengan membagi nilai eskpor dengan volumenya seperti yang dilakukan studi Suryana et al., (1989) dan Juarno (2012).

6. Untuk udang olahan tidak dimasukkan dalam penelitian ini karena ketidaksesuaian jenis udang olahan Indonesia dengan negara importir utama. 7. Penelitian ini tidak memasukkan harga udang di tingkat produsen disebabkan

karena penggolongan jenis udang yang berbeda dengan udang yang dieskpor Indonesia. Harga udang tingkat produsen digolongkan menjadi 2 yaitu udang tangkap dan budidaya.

8. Produksi bulanan diperoleh dari hasil interpolasi data produksi tahunan dengan mengikuti variasi ekspor udang setiap bulannya.

9. Variabel integrasi pasar sebagai faktor yang mempengaruhi daya saing merupakan hasil proksi dari nilai Error Correction Term (ECT) atau kecepatan penyesuaian pada keseimbangan seperti yang dilakukan Muzendi (2014)

10.Tarif bea masuk yang dikenakan Amerika Serikat terhadap udang beku Indonesia sebesar nol persen sehingga tidak dimasukkan dalam model. 11.Hambatan non tarif terkait standarisasi mutu dan food safety tidak dibahas

dalam penelitian ini karena pengamatan dilakukan dari tahun 2005 hingga 2014 sedangkan kebijakan tersebut mulai diterapkan pada tahun 1997.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teoritis Perdagangan Internasional

(34)

karena tiap negara berbeda satu sama lain. Pada dasarnya tidak semua kebutuhan suatu negara dapat dipenuhi di dalam negeri disebabkan karena setiap negara memiliki faktor produksi yang berbeda. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Tidak ada negara yang mampu menghasilkan segala produk di negaranya sendiri melainkan memilih untuk memproduksi sejumlah produk yang berbeda (differensiasi).

Perbedaan antar negara menyebabkan perbedaan dalam hal permintaan pasar terhadap komoditi tertentu karena perbedaan kondisi dan karakteristik sosial ekonomi masing-masing negara. Hal tersebut juga terjadi pada kurva penawaran komoditi, dan juga akan berbeda antar negara karena adanya perbedaan faktor bawaan (factor endowment) baik kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber dayanya (Oktariza 2000). Perbedaan sumber daya bawaan

(resource endowments) antar negara atau wilayah menyebabkan tiap negara memperoleh manfaat dari memproduksi suatu produk tertentu. Negara-negara yang mampu memproduksi komoditi memperoleh keuntungan dan melakukan perdagangan untuk memperoleh barang lain dalam memenuhi konsumsi masyarakat di negaranya (Koo dan Kennedy 2005).

Selain itu, faktor harga merupakan sinyal yang menarik bagi pelaku usaha dalam melakukan perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan ditunjukkan dari mengalirnya suatu produk negara yang menawarkan harga jual rendah ke negara dengan harga jual yang tinggi. Dalam hal ini, Indonesia akan mengekspor udang ke negara importir apabila harga domestik negara Indonesia (kondisi autarki) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara importir udang. Struktur harga yang terjadi di Indonesia lebih rendah karena produksi udang domestik melebihi konsumsi udang domestiknya, sehingga Indonesia memiliki kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Sedangkan di negara importir terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestiknya (excess demand), sehingga harga yang terjadi di negara importir lebih tinggi. Negara importir akan membeli udang dari negara lain yang menawarkan harga relatif rendah. Jika terjadi komunikasi antara Indonesia dan negara importir udang maka akan terjadi perdagangan diantara kedua negara dengan harga yang diterima keduanya adalah sama sebesar harga dunia (Tomek dan Robinson 1990).

(35)

Sumber: Koo dan Kennedy 2005

Gambar 7 Pengaruh dunia terhadap pasar udang domestik

Berdasarkan Gambar 7, harga udang dunia diasumsikan eksogen. Indonesia sebagai negara eksportir udang tidak dapat mempengaruhi pasar dunia artinya Indonesia berperan sebagai price taker. Pada kondisi autarki (sebelum terjadinya perdagangan) terjadi keseimbangan antara permintaan domestik dan penawaran domestik dengan harga pasar sebesar PE. Pada saat terjadinya perdagangan internasional, keseimbangan harga dunia sebesar Pw mempengaruhi jumlah udang yang diperdagangkan negara eksportir. Pada kondisi tersebut, permintaan udang domestik adalah sebesar QD sedangkan penawaran domestik sebesar QS sehingga jumlah udang yang diekspor ke pasar dunia sebesar X (QS- QD).

Integrasi Pasar dan Transmisi Harga

Integrasi pasar berkaitan erat dengan perdagangan internasional. Berdasarkan perdagangan internasional, produk akan mengalir dari negara yang harga jual komoditasnya rendah ke negara yang harga jual komoditasnya tinggi sehingga harga di pasar acuan (referensi) akan mempengaruhi harga di pasar pengikutnya. Suatu pasar dikatakan terintegrasi dengan pasar lain apabila informasi pasar ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain sehingga antara pasar acuan dan pasar pengikut memiliki informasi yang sama. Informasi pasar berupa harga, volume, dan kualitas sangat diperlukan untuk mencapai alokasi yang optimal dalam sistem pemasaran yang efisien (Hanafiah dan Saefuddin 2010). Akan tetapi kenyataanya, harga mungkin saja tidak ditransmisikan dengan baik, hal ini menunjukkan inefisiensi dalam proses pemasaran.

(36)

terbentuk antar dua pasar yang saling berinteraksi, baik secara vertikal maupun spasial (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004).

Integrasi vertikal menunjukkan keterkaitan antar lembaga pemasaran dari petani hingga tingkat konsumen (Arifin et.al 2006). Integrasi ini akan menurunkan pengeluaran (expenses) dari pemasaran produk sehingga barang-barang dapat dipasarkan dengan harga yang lebih rendah maka akan menguntungkan konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 2010). Integrasi dilakukan untuk mengatur laju dari produk yang dipasarkan sehingga dapat mengurangi biaya pemasaran. Integrasi pasar vertikal telah mengubah kedudukan formasi harga dan mengurangi jumlah simpul dari rantai pemasaran dimana harga tersebut dibentuk (Tomek dan Robinson 1990).

Integrasi pasar spasial erat kaitannya dengan perdagangan antar wilayah dimana harga di wilayah importir sama dengan harga di wilayah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Barrett (2005) mengungkapkan bahwa kebijakan makroekonomi umumnya menjadi tidak efektif tanpa transmisi pasar yang kuat antar wilayah yang disalurkan melalui pemerintah pusat. Pasar yang berfungsi dengan baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam melihat hubungan harga spasial menggunakan pendekatan biaya terkecil (least-cost) dan ketergantungan lokasi. Pendekatan biaya terkecil (least-cost), menunjukkan trade off antara biaya dari mengumpulkan input dan mendistribusikan output. Yang menjadi perhatian utama adalah biaya relatif input tanpa transfer, biaya transportasi pemindahan input ke lokasi tertentu, dan biaya pengiriman produk ke pasar. Kondisi keseimbangan spasial diasumsikan bahwa daerah geografi terbagi ke dalam beberapa wilayah dimana semua biaya transfer antar wilayah adalah nol. Persaingan antar wilayah dan perdagangan digolongkan melalui model persaingan sempurna dan batas wilayah diasumsikan tetap.

Pendekatan kedua menekankan ketergantungan lokasi. Suatu pasar dimana penjual dan pembeli tersebar secara spasial, biaya transfer mempengaruhi net

harga yang diterima atau yang dibayar. Pada pasar produk pertanian, ketika banyak pembeli yang terletak di sepanjang area geografi, petani biasanya membandingkan harga di beberapa lokasi terdekat karena biaya transportasi antar wilayah. Dan ketika banyak penjual di suatu wilayah, maka yang dipertimbangkan hanya rival terdekat yang menjadi pesaing utama, sehingga persaingan oligopoli (oligopsoni) menunjukkan ritel pasar produk pertanian dimana respon harga yang diharapkan dari pesaing juga menentukan kebijakan harga (Faminow dan Benson 1990).

Secara spasial, komoditi yang sama pada pasar yang berbeda akan memiliki harga yang sama apabila tidak ada biaya transaksi, sehingga berlaku

(37)

yang menawarkan harga lebih murah, sebaliknya kenaikan penawaran menyebabkan penurunan harga sehingga pada akhirnya harga antar pasar menjadi sama (Nicholson 2000).

Faminow dan Benson (1990) mengungkapkan kegagalan berlakunya Law of One Price (LOP) antar dua pasar atau lebih disebabkan karena: 1) masing-masing kawasan memiliki pasar yang autarki 2) adanya hambatan perdagangan,

asymetri information atau risk aversion, 3) terjadinya persaingan tidak sempurna pada satu pasar atau lebih. Kondisi pasar persaingan sempurna dijadikan sebagai titik acuan dalam menilai proses transmisi harga dan tingkat integrasi antar dua pasar (Serra dan Goodwin 2002; Conforti 2004). Maka pasar yang tidak terintegrasi berarti tidak memenuhi kondisi pasar persaingan sempurna sehingga mengindikasikan terjadinya pasar monopoli, monopsoni, oligopoli atau oligopsoni.

Tomek and Robinson (1990) menerangkan konsep integrasi pasar spasial menggunakan model keseimbangan spasial (Spatial Equilibrium Model). Model ini menggunakan kelebihan penawaran (excess supply) di daerah surplus dan kelebihan permintaan (excess demand) di daerah defisit yang akan membentuk keseimbangan dengan kelebihan penawaran di daerah surplus akan sama dengan kelebihan permintaan di daerah defisit. Model ini juga memungkinkan untuk mengestimasi net harga yang berlaku di masing-masing daerah dan kuantitas komoditi yang diperdagangkan dengan asumsi tidak ada biaya transportasi atau biaya-biaya perdagangan lainnya (Gambar 8).

(38)

Sumber: Tomek dan Robinson 1990

Gambar 8 Model keseimbangan integrasi spasial dua pasar

Struktur pasar untuk komoditas pertanian umumnya dalam persaingan tidak sempurna (Conforti 2004). Dalam jangka pendek harga komoditas pertanian di daerah konsumen umumnya memiliki pola yang sama dengan dinamika harga di daerah produsen karena permintaan yang dihadapi petani di daerah produsen merupakan turunan dari permintaan di daerah konsumen. Dalam jangka panjang harga komoditas cenderung naik akibat naiknya permintaan konsumen. Namun laju kenaikan harga di tingkat konsumen dapat berbeda dengan laju kenaikan harga di tingkat petani, dan tergantung kepada perilaku pedagang dalam melakukan transmisi harga dari konsumen kepada petani (Simatupang 2002).

(39)

Dalam konteks transmisi harga, Meyer dan von-Cramon Taubadel (2004) mengklasifikasikan asimetri ke dalam tiga kriteria meliputi:

1. Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran

Transmisi harga asimetri menurut kecepatan waktu penyesuaian terjadi apabila guncangan (shock) harga di suatu pasar tidak dengan segera ditransmisikan oleh pasar lainnya artinya respon pasar terhadap perubahan harga relatif lambat. Sedangkan dari sisi besaran menunjukkan bahwa transmisi harga asimetri terjadi ketika guncangan harga di suatu pasar tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasar lainnya. Kondisi demikian ditunjukkan pada Gambar 9.

(a) (b)

(c)

Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004

Gambar 9 Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran Pada Gambar 9 diasumsikan Pin merupakan sumber guncangan (shock) berupa kenaikan atau penurunan harga. Area gelap dan terang pada gambar menunjukkan dampak hilangnya kesejahteraan akibat adanya transmisi harga asimetri. Gambar 9(a) menunjukkan transmisi harga asimetri menurut kecepatan waktu penyesuaian terhadap harga. Pada saat t1, harga di Pin mengalami kenaikan. Di waktu yang sama, Pout dengan cepat melakukan penyesuaian dengan merespon kenaikan harga. Sebaliknya saat terjadi penurunan harga di Pin, Pout dengan lambat merespon penurunan harga tersebut sehingga dalam penyesuaian terdapat lag selama berarti adanya guncangan negatif yang terjadi di Pin baru akan ditransmisikan di Pout pada waktu t1+n. Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004) mengungkapkan bahwa transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan yang sifatnya temporer (sementara). Ukuran kesejahteraan yang hilang sementara sangat bergantung pada panjangnya interval waktu transmisi antara t1 dan t1+n, besarnya respon perubahan, dan volume transaksi yang dilakukan.

(40)

mentransmisikan kenaikan tersebut secara sempurna, dimana kenaikan harga yang terjadi di Pout sama dengan kenaikan yang terjadi di Pin. Tetapi, saat terjadi penurunan harga di Pin, penurunan harga yang terjadi di Pout tidak terjadi dengan sempurna melainkan hanya setengah dari penurunan harga di Pin yang ditransmisikan oleh Pout. Menurut Meyer dan von-Cramon Taubadel (2004), transmisi harga asimetri dari sisi besaran menyebabkan hilangnya kesejahteraan secara permanen dan ukurannya hanya tergantung pada besarnya respon perubahan harga dan volume transaksi yang dilakukan.

Dari Gambar 9(c) dapat dilihat transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran. Pada waktu t1, kenaikan harga yang terjadi di Pin tidak ditransmisikan secara sempurna melainkan hanya setengahnya. Pada waktu t2, kenaikan harga baru dapat ditransmisikan secara sempurna. Sebaliknya saat terjadi penurunan harga di Pin pada waktu t1, penyesuaian dilakukan dalam waktu yang lama dibandingkan saat terjadi kenaikan harga yaitu pada waktu t3. Dilihat dari sisi besarannya, penurunan harga yang terjadi di Pout tidak sebesar penurunan harga yang terjadi di Pin. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi transmisi asimetri dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian pada Pout saat terjadi guncangan negatif di Pin. Meyer dan von-Cramon Taubadel (2004) mengungkapkan bahwa transmisi asimetri dari sisi kecepatan dan besaran akan menyebabkan perubahan kesejahteraan yang bersifat sementara sekaligus permanen. Hilangnya kesejahteraan yang sifatnya sementara dalam jumlah besar dapat memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan hilangnya kesejahteraan permanen dalam jumlah kecil yang terjadi saat ini.

2. Transmisi harga asimetri positif dan negatif

Peltzman (2000) dalam Meyer dan von-Cramon Taubadel (2004) membagi transmisi harga asimetri menjadi dua jenis yaitu transimisi asimetri positif dan transmisi asimetri negatif. Gambar 10(a) menunjukkan transmisi asimetri positif terjadi apabila kenaikan harga direspon lebih cepat dan/atau lebih sempurna dibandingkan dengan penurunan harga. Sedangkan Gambar 10(b) menunjukkan transmisi asimetri negatif terjadi saat penurunan harga direspon lebih cepat dan/atau lebih sempurna dibandingkan kenaikan harga.

(a) (b) Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel, 2004

Gambar 10 Transmisi harga asimetri positif dan negatif 3. Transmisi harga asimetri vertikal dan spasial

(41)

harga domestik terhadap harga internasional yaitu saat kenaikan harga internasional lebih cepat dan lebih sempurna ditransmisikan oleh harga domestik dibandingkan saat terjadi penurunan harga internasional.

Penyebab Asimetri Harga Market Power

Salah satu penyebab terjadinya asimetri harga adalah karena adanya

market power diantara para pelaku pasar (Serra dan Goodwin 2002). Asimetri harga yang disebabkan oleh market power dapat terjadi secara negatif maupun positif. Asimetri harga negatif terjadi apabila pelaku usaha berada pada struktur pasar oligopoli misalnya antara manufaktur dan pedagang perantara beranggapan bahwa kenaikan harga justru beresiko terhadap penurunan marginnya (Serra dan Goodwin 2002).

Bailey dan Brorsen (1989) mengungkapkan bahwa asimetri harga akan berjalan secara positif atau negatif tergantung dari reaksi dari pesaing. Asimetri harga negatif terjadi apabila suatu perusahaan percaya bahwa tidak ada satu pun pesaingnya yang akan merespon perubahan kenaikan harga, sebaliknya saat terjadi penurunan harga seluruh pesainganya akan dengan cepat merespon. Sedangkan apabila perusahaan percaya bahwa pesainganya akan lebih bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan penurunan harga maka transmisi harga asimetri yang terjadi adalah positif. Asimetri harga dapat terjadi secara positif maupun negatif tergantung pada struktur dan perilaku pasar. Pada pasar monopoli, asimetri harga lebih akan mengarah pada bentuk positif daripada negatif.

Adjustment Cost

Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004) mengemukakan bahwa meskipun pasar berada pada pasar persaingan sempurna, asimetri harga dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya biaya transaksi (adjustment cost) yang tinggi. Asimetri harga dapat terjadi antar level dalam satu rantai pemasaran yang disebabkan karena adanya sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya. Biaya ini disebut dengan adjustment cost

yang timbul akibat pelaku usaha merubah kuantitas dan/atau harga dari input dan/atau output. Biaya tersebut meliputi biaya yang digunakan untuk perubahan label dan katalog harga, biaya periklanan, biaya akibat penyimpanan serta biaya transportasi. Biaya ini juga dijumpai pada negara-negara yang terlibat kontrak dimana selama kontrak berlangsung, pihak yang bermitra akan memantau perkembangan harga yang terjadi di pasar internasional untuk tiap periode tertentu sehingga membutuhkan waktu dalam penyesuaian harga.

(42)

akan dibelinya. Hal ini menunjukkan adanya informasi yang bersifat asimetri dimana salah satu pelaku usaha bertindak sebagai leader dan yang lain sebagai

follower (Hudson 2007).

Asimetri harga akibat market power dan adjustment costs memiliki perbedaan mendasar dari segi waktu. Adjustment costs yang sangat tinggi hanya terjadi pada jangka pendek sehingga sifatnya menunda transmisi harga dan dalam jangka panjang proses penyesuaian harga terjadi secara sempurna (Karantininis, Katrakilidis, dan Persson 2011). Sedangkan asimetri harga disebabkan oleh market power bertahan dalam waktu yang lama (jangka panjang) karena tidak hanya berpengaruh dari segi time of adjustment tetapi juga dari segi magnitude (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004).

Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab asimetri harga antara lain: (1) masing-masing perusahaan akan menyikapi secara berbeda dalam penyesuaian biaya tergantung apakah harga sedang naik atau sedang turun; (2) pelaku pemasaran menahan barangnya pada saat harga naik karena takut kehabisan stok; (3) adanya intervensi pemerintah (Vavra dan Goodwin 2005). Metode Analisis Integrasi Pasar dan Transmisi Harga

Dalam analisa transmisi harga asimetris berkembang beberapa teknik analisis antara lain teknik variabel dummy,teknik pemisahan variabel, model Houck, teknik pre-kointegrasi, dan error correction model (ECM). Teknik variabel dummy pertama kali diperkenalkan oleh Tweeten dan Quance (1969). Teknik ini digunakan untuk mengestimasi fungsi penawaran yang tidak dapat diubah. Variabel dummy digunakan untuk memisahkan harga bahan baku menjadi dua yakni variabel yang terdiri dari kenaikan harga input dan variabel yang hanya terdiri dari penurunan harga input. Hipotesis transmisi harga simetri ditolak jika kedua koefisien tersebut berbeda secara signifikan (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004).

Teknik pemisahan variabel menggunakan data harga turunan (first difference) diperkenalkan oleh Wolffram (1971) kemudian dimodifikasi oleh Houck (1979) dengan mengeluarkan nilai observasi awal, karena level observasi yang pertama dinilai tidak memiliki kekuatan penjelasan bebas. Selanjutnya model Houck dikembangkan Ward (1982) dengan menambahkan lag pada variabel eksogen. Boyd dan Brorsen (1988) pertama kali menggunakan lag

untuk memisahkan transmisi berdasarkan waktu dan besaran penyesuaian. Metode tersebut kemudian diklsifikasikan sebagai teknik pre-kointegrasi, perubahan atas kenaikan harga (bertanda positif) sedang perubahan atas penurunan harga (bertanda negatif) (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004).

Konsep error correction model (ECM) digunakan untuk menganalisis transmisi harga asimetri diperkenalkan Von Cramon-Taubadel dan Fahlbusch (1994) dengan melihat signifikansi penyimpangan (error) dari model keseimbangan jangka panjangnya. Pada konsep kointegrasi, apabila terdapat pergerakan harga yang menyimpang, maka akan dimasukan sebagai bentuk

error correction (error correction term/ECT) (Vavra dan Goodwin 2005). Teknik prekointegrasi untuk analisa transmisi harga asimetri dapat menghasilkan regresi yang spurious karena menggunakan series data yang tidak stasioner.

(43)

keseimbangan jangka panjang sedangkan ECT negatif menunjukkan kondisi penyimpangan di bawah garis keseimbangan jangka panjangnya. Model ECM Von Cramon-Taubadel dan Loy dalam analisa transmisi harga dinyatakan valid pada kondisi data yang tidak stasioner namun terkointegrasi (Hassouneh et al

2012).

Untuk analisis integrasi pasar dapat diukur melalui empat pendekatan yaitu pendekatan korelasi harga, regresi sederhana, kointegrasi, dan metode VAR/VECM. Keempat metode menggunakan harga komoditi dalam bentuk time series sebagai input yang dianalisis. Pendekatan metode korelasi digunakan hanya untuk menganalisis keterkaitan harga pada dua pasar yang berbeda. Metode ini tidak memperhitungkan adanya faktor-faktor lain seperti inflasi harga secara umum, musim, pertumbuhan populasi, kebijakan perdagangan, dsb. Kelemahan dari metode ini selain karena masalah pada spurious correlation

yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam penarikan kesimpulan juga karena adanya ketidakstasioneran data yang sering terjadi. Asmarantaka (2012) menyatakan umumnya sistem pasar yang efisien memiliki derajat korelasi positif yang tinggi namun korelasi yang rendah tidak selalu menunjukkan pasar tidak efisien.

Pendekatan lainnya yang sering digunakan dalam menganalisis integrasi pasar adalah metode regresi sederhana. Metode ini menjelaskan bahwa harga di suatu pasar merupakan fungsi dari harga pada pasar lainnya. Keunggulan yang terdapat pada metode ini yaitu dapat menunjukkan nilai keeratan hubungan antara pasar yang terintegrasi. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan berupa tidak dapat memisahkan harga sebagai variabel dependen maupun variabel independen karena model dalam metode ini mempunyai sifat inverse. Pada analisis ini harga-harga pasar bergerak pada waktu yang bersamaan.

Pendekatan metode kointegrasi yang dikembangkan oleh Engle dan Granger (1987) bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi didefinisikan sebagai kombinasi linear antara dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Persamaan kointegrasi dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel (Firdaus 2011). Uji kointegrasi dapat membuktikan adanya keterkaitan harga pada jangka pendek dan jangka panjang diantara pasar dalam suatu kawasan. Kelemahan yang terdapat dalam metode kointegrasi yaitu metode ini tidak memiliki prosedur sistematis untuk mengestimasi vektor kointegrasi berganda secara terpisah, selain itu tahapan estimasi dalam metode ini melalui dua tahap dimana apabila terjadi pendugaan yang error pada tahap pertama akan berlanjut ke tahap kedua.

Pendekatan Vector Autoregression Method (VAR) yang diciptakan oleh Sims (1980) merupakan salah satu pemecahan atas permasalahan-permasalahan ekonomi melalui pendekatan non-struktural. Model VAR merupakan suatu sistem persamaan dimana setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain dalam sistem. Peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag dari peubah tak bebas (dependen) yang ada dalam sistem persamaan. Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut:

(44)

Dimana:

yt = vektor berukuran (n-1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah model VAR

A0 = vektor intersep berukuran (n-1)

Ai = matriks koefisien/parameter berukura (n.n) untuk setiap i= 1,2,…,p

et = verktor error berukuran (n-1)

Salah satu kelemahan model VAR yaitu semua variabel yang digunakan dalam model harus stasioner. Oleh karena itu, untuk variabel nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi dianalisis menggunakan Vector Error Correction Model (VECM).

Pembentukan Harga Udang

Harga menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam proses perdagangan karena turut menentukan besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan suatu komoditas. Pembentukan harga suatu komoditi sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari sisi permintaan dan penawaran pasar. Pembentukan harga dipengaruhi perubahan penawaran ekspor maupun permintaan impor atau karena pengaruh kedua-duanya secara bersama-sama. Dari sisi pembeli/importir (demand, D) semakin banyak barang yang ingin diimpor akan meningkatkan harga, sementara dari sisi penjual/eksportir (supply, S) semakin banyak barang yang akan diekspor akan menurunkan harga (Prastowo et.al 2008).

Penawaran Ekspor Udang Indonesia

Penawaran menggambarkan jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual pada berbagai tingkat harga selama periode tertentu. Dalam penelitian ini, penawaran yang dibahas adalah penawaran ekspor udang Indonesia dianalisis berdasarkan negara tujuan ekspor utama yaitu Malaysia untuk udang segar dan Amerika Serikat untuk udang beku.

Secara teoritis, harga komoditi berhubungan positif dengan kuantitas yang akan ditawarkan. Ekspor udang berasal dari kelebihan penawaran disebabkan karena harga domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga internasional. Sehingga dihipotesakan kenaikan harga ekspor akan meningkatkan jumlah ekspor. Kenaikan harga ekspor udang akan direspon oleh eksportir dengan meningkatkan jumlah pasokannya. Selain itu, perkembangan nilai tukar juga berpengaruh terhadap pembentukan harga ekspor. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar menyebabkan peningkatan daya beli negara importir (konsumen) karena udang Indonesia relatif lebih murah bagi konsumen luar negeri sehingga permintaan diduga akan meningkat. Adanya peningkatan produksi juga akan mempengaruhi kenaikan ekspor.

Secara matematis penawaran ekspor dapat dituliskan sebagai berikut: Xt = Qt – Ct + St-1 - St ... (2.2) dimana Xt = jumlah ekspor udang periode t, Ct = jumlah konsumsi udang periode t, Q

t = jumlah produksi udang periode t, St = stok udang periode t, dan S

(45)

juga dipengaruhi oleh tekanan permintaan di negara importir serta kebijakan perdagangan berupa pajak ekspor atau tarif impor.

Permintaan Impor Udang

Permintaan menggambarkan keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan impor udang dunia dianalisis berdasarkan negara-negara konsumen utama udang asal Indonesia yaitu Malaysia dan Amerika Serikat. Secara teoritis, impor udang segar dan udang beku oleh negara importir diturunkan dari kelebihan permintaan sebagai berikut:

M

t = Ct – Q t + S t – St-1 ... (2.3) dimana Mt = jumlah impor udang periode t, Ct = jumlah konsumsi udang periode t, Qt = jumlah produksi udang periode t, St = stok udang periode t, dan St-1 = stok udang periode t-1. Dalam Juarno (2012), diasumsikan bahwa re-ekspor udang relatif kecil dibandingkan dengan impor udang sehingga dapat diabaikan. Apabila stok udang diasumsikan konstan maka pola konsumsi udang negara konsumen akan konsisten dengan permintaan impornya.

Dalam hal ini, konsumsi udang negara importir dipengaruhi oleh pendapatan penduduk negara importir dan harga udang di negara importir. Pendapatan penduduk negara importir diproxy dari GDP riil negara importir. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Ct = f(Yt, PMt) ... (2.4) dimana Yt= pendapatan penduduk di negara pengimpor dan PMt = harga udang di negara pengimpor.

Harga udang ditentukan oleh kekuatan penawaran ekspor dan permintaan impor. Apabila permintaan impor tinggi maka harga udang akan tinggi. Sebaliknya, harga akan turun jika terjadi kelebihan penawaran ekspor. Harga komoditas pertanian pada umumnya lebih berfluktuasi dibandingkan harga komoditas non pertanian dan jasa. Ketidakstabilan tersebut disebabkan oleh sifat biologis komoditas pertanian dan adanya pengaruh yang kuat dari faktor

Gambar

Gambar  2  Volume  dan  nilai  ekspor  (a)  udang  segar,  (b)  udang  beku  negara- negara-negara eksportir terbesar di Dunia tahun 2013
Gambar  3  Perkembangan  volume  dan  nilai  ekspor  udang  beku  dan  segar  Indonesia tahun 2004-2013
Gambar  4    Volume  dan  nilai  ekspor  (a)  udang  segar,  (b)  beku  Indonesia  ke  negara importir utama tahun 2013
Gambar  5  Perkembangan  harga  udang  segar  di  Indonesia  menurut  negara  importir  utama tahun 2009-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan bina manusia yang dilakukan di LMDH Wonosari Lestari meliputi kejelasan pemahaman tentang Sistem PHBM, keterlibatan dalam proses perencanaan,

34 menjelaskan bahwa kemudaratan yang dapat ditimbulkan oleh perjudian antara lain, selain perbuatan itu sendiri merupakan cara peralihan (memakan) harta dengan

berkompetisi di dalam sistem ekonomi global, dimana konsumen adalah raja, maka pemerintah harus berpaling dari budaya restriktif bergerak maju menuju budaya

Upaya untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan media oleh penyuluh dapat ditempuh melalui: (a) memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai

Pencemaran udara adalah salah satu masalah yang perlu cepat diselesaikan karena dampaknya yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, terutama dapat mengganggu

Data hasil pengujian lelah (fatigue) dengan menggunakan standar ASTM E466 dengan nilai tegangan lentur maksimum 386,23 Mpa diperoleh pada beban pengujian lelah 18 kgf, spesimen

Seseorang yang menderita epilepsi tidak akan beraktivitas seperti orang pada umumnya, hal itu dikarenakan saat ODE (Orang Dengan Epilepsi) beraktivitas yang kemudian

- dibuatOleh : attribute untuk menampung nilai dari nama kasir yang membuat permintaan kasbon.. Deskripsi Method Class