• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya saing komoditi perkebunan Indonesia di negara importir utama dan dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya saing komoditi perkebunan Indonesia di negara importir utama dan dunia"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA SAING KOMODITI PERKEBUNAN INDONESIA DI NEGARA IMPORTIR UTAMA DAN DUNIA

OLEH

TEGUH NOBY WIJAYA H14070016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Teguh Noby Wijaya. Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia (Dibimbing oleh Muhammad Firdaus)

Sejak zaman penjajahan, hasil perkebunan Indonesia berupa rempah-rempah sudah diminati masyarakat dunia. Bahkan hingga sekarang perkebunan yang masuk kedalam sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar didalam sektor tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu bukan hanya Indonesia yang menjadi produsen perkebunan dunia, belahan dunia lainnya juga memiliki kesempatan yang sama. Perkebunan Indonesia rata-rata dikelola oleh perkebunan rakyat, sehingga menghasilkan mutu yang kurang baik dan produktivitas yang rendah yaitu sebesar 3,17 persen, sehingga semakin sulit dikembangkan dipasar dunia yang semakin bebas. Sementara dari sisi produksi hanya komoditi kopi, kelapa sawit dan kakao yang memiliki volume produksi dan volume ekspor yang selalu meningkat. Daya saing dan kinerja komoditi perkebunan Indonesia ke negara importir utama seperti Australia, Belgia, China, Jepang, Malaysia, India, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Singapura serta Jerman dan dunia perlu diperhatikan agar dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan untuk perkebunan yang lebih baik. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memetakan posisi daya saing Indonesia yaitu dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), selain itu juga digunakan metode Export Product Dynamic (EPD) untuk melihat posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia kedalam empat kuadran, yaitu : Rising Star, Lost Opportunity, Retreat dan Falling Star. Komoditi perkebunan yang diteliti, yaitu: cengkeh, kacang mete, kakao, karet, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau.

(3)

memiliki kesamaan karakteristik yaitu Filipina dan Thailand hanya memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada komoditi kelapa untuk Filipina dan karet untuk Thailand, sementara negara yang baik untuk dijadikan perbandingan di wilayah Asean adalah Singapura dan Malaysia.

(4)

OLEH

TEGUH NOBY WIJAYA H14070016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia

Nama Mahasiswa : Teguh Noby Wijaya

NRP : H14070016

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

M. Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Teguh Noby Wijaya lahir pada tanggal 10 September 1989 di Tembilahan yang merupakan salah satu ibu kota kabupaten di Provinsi Riau. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari buah cinta dari pasangan Tably Ibul dan Wiwik. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis memasuki Taman Kanak-kanak Pertiwi 1 Tembilahan pada tahun 1994, kemudian melanjutkan ke SDN 004 Tembilahan, setelah lulus penulis menamatkan sekolah lanjutan pada SLTPN 02 Tembilahan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Tembilahan yang kini berganti nama menjadi SMAN 1 Tembilahan Hulu dan lulus pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul Skripsi ini adalah “Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia”. Kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis dan di tengah pelayaran internasional menyebabkan tanah yang subur dan sejak dahulu memiliki hasil tanaman perkebunan yang diminati negara lainnya sehingga menjadi alasan penjajah untuk menjajah Indonesia merupakan alasan penulis merasa penting untuk mengkaji penelitian dengan topik ini. Selain itu komoditi yang diangkat tidak hanya memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi lokal tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan negara lainnya dengan melakukan ekspor.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan semua pihak yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Tably Ibul dan Ibunda Wiwik serta Juwita Dara Shinta, Nanda Miranty dan Rama Wiguna atas do’a dan motivasi yang diberikan, karena sesungguhnya dua hal tersebut akan semakin memberikan semangat bila disampaikan dari orang tua dan saudara-saudara penulis.

2. Bapak Muhammad Firdaus. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan, bantuan, dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 3. Bapak Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Ibu Fifi Diana

Thamrin selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas segala masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

(9)

5. Teman satu bimbingan (Dinda, Michele dan Rena) dan Teman-teman IE 44 dan IE 45 yang telah memberikan semangat, masukkan dan bantuan dalam proses pembuatan skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(10)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1Hasil Perkebunan Indonesia ... 12

2.2Perdagangan Internasional ... 18

2.2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 22

2.2.2 Konsep Daya Saing ... 26

2.3WTO, AoA dan Perkebunan ... 26

2.4Penelitian Terdahulu ... 28

2.4.1 Penelitian Mengenai Daya Saing ... 28

2.4.2 Penelitian Mengenai Perkebunan ... 29

2.5 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1Jenis dan Sumber Data ... 32

3.2Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 32

3.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 32

3.2.2 Export Product Dynamics (EPD) ... 34

IV. GAMBARAN UMUM ... 37

4.1Perkebunan Dunia ... 37

4.2Perkebunan Indonesia ... 40

(11)

ii

4.2.2 Luas, Volume dan Sentra Kacang Mete Indonesia ... 42

4.2.3 Luas, Volume dan Sentra Kakao Indonesia ... 44

4.2.4 Luas, Volume dan Sentra Karet Indonesia ... 45

4.2.5 Luas, Volume dan Sentra Kayu Manis Indonesia ... 46

4.2.6 Luas, Volume dan Sentra Kelapa Sawit Indonesia ... 48

4.2.7 Luas, Volume dan Sentra Kelapa Indonesia ... 50

4.2.8 Luas, Volume dan Sentra Kopi Indonesia... 51

4.2.9 Luas, Volume dan Sentra Lada Indonesia... 53

4.2.10 Luas, Volume dan Sentra Pala Indonesia... 54

4.2.11 Luas, Volume dan Sentra Teh Indonesia ... 56

4.2.12 Luas, Volume dan Sentra Tembakau Indonesia ... 57

4.3Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia ... 59

4.3.1 Perkembangan Volume Ekspor Cengkeh ... 59

4.3.2 Perkembangan Volume Ekspor Kacang Mete... 60

4.3.3 Perkembangan Volume Ekspor Kakao ... 61

4.3.4 Perkembangan Volume Ekspor Karet ... 63

4.3.5 Perkembangan Volume Ekspor Kayu Manis ... 64

4.3.6 Perkembangan Volume Ekspor Kelapa Sawit... 65

4.3.7 Perkembangan Volume Ekspor Kelapa ... 67

4.3.8 Perkembangan Volume Ekspor Kopi ... 68

4.3.9 Perkembangan Volume Ekspor Lada ... 69

4.3.10 Perkembangan Volume Ekspor Pala... 71

4.3.11 Perkembangan Volume Ekspor Teh ... 72

4.3.12 Perkembangan Volume Ekspor Tembakau ... 73

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76

5.1Hasil Estimasi RCA dan EPD ... 76

5.2Ringkasan Akhir Pembahasan ... 192

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 205

6.1Kesimpulan ... 205

6.2Saran ... 205

DAFTAR PUSTAKA ... 207

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) ... 4

2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebnunan Indonesia ... 6

3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti ... 11

4. Matriks Posisi Daya Saing... 34

5. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 78

6. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 78

7. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 79

8. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 79

9. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 80

10.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 81

11.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 81

12.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 82

13.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 82

14.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 83

15.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 83

16.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 84

17.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Australia ... 85

18.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke China ... 87

19.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke China ... 88

20.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke China ... 88

21.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke China ... 89

22.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke China ... 90

23.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke China ... 90

24.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke China ... 91

25.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke China ... 91

26.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke China ... 92

27.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke China ... 93

28.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke China ... 93

(13)

iv

30.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di China ... 95

31.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 98

32.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 99

33.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 99

34.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 100

35.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 100

36.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 101

37.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 101

38.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 102

39.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 102

40.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 103

41.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 103

42.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 104

43.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Malaysia ... 105

44.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 108

45.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 108

46.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 109

47.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 109

48.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 110

49.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 110

50.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 111

51.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 111

52.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 112

53.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 112

54.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 113

55.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 113

56.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jepang ... 114

57.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 117

58.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 117

59.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 118

60.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 118

(14)

62.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 119

63.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 120

64.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 121

65.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 121

66.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 122

67.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 122

68.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 123

69.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belgia ... 124

70.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 127

71.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 127

72.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 128

73.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 128

74.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 129

75.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 129

76.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 130

77.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 130

78.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 131

79.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 132

80.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 132

81.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 133

82.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belanda ... 134

83.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 136

84.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 137

85.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 137

86.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 138

87.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 139

88.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 139

89.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 140

90.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 141

91.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 141

92.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 142

(15)

vi

94.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 143

95.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Singapura ... 144

96.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke India ... 147

97.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke India ... 147

98.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke India ... 148

99.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke India ... 148

100. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke India ... 149

101. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke India ... 149

102. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke India ... 150

103. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke India ... 150

104. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke India ... 151

105. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke India ... 151

106. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke India ... 152

107. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke India ... 152

108. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di India ... 153

109. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 156

110. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 156

111. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 157

112. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 157

113. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 158

114. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 158

115. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 159

116. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 159

117. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 160

118. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 160

119. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 161

120. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 161

121. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Inggris ... 162

122. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 165

123. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 165

124. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 166

(16)

126. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 167

127. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 167

128. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 168

129. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 168

130. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 169

131. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 170

132. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 170

133. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 171

134. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Amerika Serikat ... 172

135. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 174

136. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 175

137. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 175

138. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 176

139. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 176

140. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 177

141. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 177

142. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 178

143. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 178

144. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 179

145. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 180

146. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 180

147. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jerman ... 181

148. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 185

149. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 185

150. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 186

151. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 186

152. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 187

153. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 187

154. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 188

155. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 189

156. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 189

(17)

viii

158. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 190 159. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 191 160. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia ... 192 161. Rata-rata Nilai RCA Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara

Importir Utama dan Dunia ... 201 162. Posisi Daya Saing Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara

(18)

Nomor Halaman

1. Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009. ... 2

2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009 ... 2

3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009 ... 3

4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional ... 20

5. Model Hiksher-Ohlin ... 25

6. Kerangka Pemikiran. ... 31

7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD ... 35

8. Luas dan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 2001-2009 ... 41

9. Luas dan Produksi Kacang Mete Indonesia Tahun 2001-2009 ... 43

10.Luas dan Produksi Kakao Indonesia Tahun 2001-2009. ... 44

11.Luas dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2001-2009 ... 46

12.Luas dan Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 2001-2009 ... 47

13.Luas dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2001-2009 ... 49

14.Luas dan Produksi Kelapa Indonesia Tahun 2001-2009 ... 50

15.Luas dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2001-2009 ... 52

16.Luas dan Produksi Lada Indonesia Tahun 2001-2009 ... 53

17.Luas dan Produksi Pala Indonesia Tahun 2001-2009 ... 55

18.Luas dan Produksi Teh Indonesia Tahun 2001-2009 ... 56

19.Luas dan Produksi Tembakau Indonesia Tahun 2001-2009 ... 57

20.Volume Ekspor Cengkeh Indonesia ke Negara Importir Utama... 60

21.Volume Ekspor Kacang Mete Indonesia ke Negara Importir Utama ... 61

22.Volume Ekspor Kakao Indonesia ke Negara Importir Utama ... 62

23.Volume Ekspor Karet Indonesia ke Negara Importir Utama ... 64

24.Volume Ekspor Kayu Manis Indonesia ke Negara Importir Utama ... 65

25.Volume Ekspor Kelapa Sawit Indonesia ke Negara Importir Utama ... 66

26.Volume Ekspor Kelapa Indonesia ke Negara Importir Utama ... 67

27.Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Importir Utama ... 69

28.Volume Ekspor Lada Indonesia ke Negara Importir Utama ... 70

(19)

x

30.Volume Ekspor Teh Indonesia ke Negara Importir Utama ... 73

31.Volume Ekspor Tembakau Indonesia ke Negara Importir Utama ... 74

32.Neraca Perdagangan Perkebunan Australia 2001, 2005 dan 2009 ... 76

33.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Australia ... 77

34.Neraca Perdagangan Perkebunan China Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 86

35.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke China ... 87

36.Neraca Perdagangan Perkebunan Malaysia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 96

37.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Malaysia ... 97

38.Neraca Perdagangan Perkebunan Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 106

39.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jepang... 107

40.Neraca Perdagangan Perkebunan Belgia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 115

41.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belgia ... 116

42.Neraca Perdagangan Perkebunan Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 125

43.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belanda ... 126

44.Neraca Perdagangan Perkebunan Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009………... ... 135

45.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Singapura... 136

46.Neraca Perdagangan Perkebunan India Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 145

47.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke India ... 146

48.Neraca Perdagangan Perkebunan Inggris Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 154

49.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Inggris ... 155

50.Neraca Perdagangan Perkebunan Amerika Serikat Tahun 2001, 2005 dan 2009 ………... ... 163

51.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Amerika Serikat ... 164

52.Neraca Perdagangan Perkebunan Jerman Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 173

53.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jerman ... 174

54.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Dunia ... 182

55.Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Ekspor ... 203

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Australia. .... 210

2. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke China ... 211

3. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 212

4. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 213

5. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 214

6. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 215

7. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Singapura .... 216

8. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke India ... 217

9. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 218

10.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat………. ... 219

11.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 220

12.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 221

13.Produsen Komoditi Cengkeh Dunia. ... 222

14.Produsen Komoditi Kacang Mete Dunia... 222

15.Produsen Komoditi Kakao Dunia ... 223

16.Produsen Komoditi Karet Dunia. ... 223

17.Produsen Komoditi Kayu Manis Dunia ... 224

18.Produsen Komoditi Kelapa Sawit Dunia... 224

19.Produsen Komoditi Kelapa Dunia. ... 225

20.Produsen Komoditi Kopi Dunia ... 225

21.Produsen Komoditi Pala Dunia... 226

22.Produsen Komoditi Lada Dunia. ... 226

23.Produsen Komoditi Teh Dunia ... 227

24.Produsen Komoditi Tembakau Dunia ... 227

(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara

dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi

Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT.

Negara ini juga berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia atau

Oseania. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berada pada posisi

strategis karena berada di tengah jalur pelayaran internasional. Dahulu Indonesia

terkenal dengan rempah-rempahnya, yang merupakan salah satu dari kekayaan alam

Indonesia dengan tanahnya yang subur.

Pada saat penjajahan Belanda rempah-rempah dianggap barang yang paling

berharga dan sebagai salah satu alasan kedatangan penjajah ke Indonesia. Pada saat

itu dikenal adanya tanam paksa (cultuurstelsel) dengan hasil berupa rempah-rempah

seperti teh, kina, kopi, pala, bunga pala, cengkeh dan lain-lain yang menjadi

permintaan pasar dunia pada saat itu. Sejak saat itu pula Indonesia dikenal sebagai

negara penghasil rempah-rempah dan hasil perkebunan berumur panjang yang

berkualitas tinggi. Daerah yang menjadi sentra rempah-rempah Indonesia tersebar di

kepulauan Maluku pada saat itu.

Pengalaman dan ilmu yang didapat dari nenek moyang Indonesia dahulu

dalam hal berkebun masih dicontoh hingga sekarang, dan juga didukung dengan

inovasi akibat kemajuan zaman. Karena hasil komoditi perkebunan Indonesia masih

menjadi salah satu pilihan untuk konsumsi masyarakat dunia (Gambar 1).

Gambar 1 memperlihatkan bagaimana volume ekspor perkebunan Indonesia

terus meningkat. Mulai dari tahun 2003 dengan volume 11.974.204 ton sampai tahun

2009 dengan volume 27.864.811 ton. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor

perkebunan sebesar 15,4 persen. Persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004

yaitu 29,9 persen, dan persentase pertumbuhan terendah pada tahun 2007 yaitu 3,4

(22)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009

Selain itu kondisi nilai ekspor kita juga terus meningkat, kecuali pada tahun

2009. Peningkatan terjadi mulai dari tahun 2003 hingga 2008, dengan rata-rata

pertumbuhan nilai ekspor sebesar 32,1 persen. Penurunan nilai ekspor pada tahun

2009 yaitu sebesar 21,1 persen dengan nilai US$ 21.581.669, yang pada tahun 2008

berada pada nilai US$ 27.369.363, mengakibatkan penurunan nilai pertumbuhan

rata-rata komoditi perkebunan ini menjadi 23,2 persen. Pertumbuhan tertinggi nilai

ekspor Indonesia terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,77 persen. Nilai ekspor

yang memiliki pertumbuhan rata-rata positif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

V ol u m e E k sp or d a lam T on Tahun 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(23)

3

Keadaan volume ekspor yang terus meningkat dan nilai ekspor yang juga

meningkat, kecuali nilai ekspor tahun 2009 merupakan gambaran bagaimana hasil

perkebunan Indonesia masih diminati untuk dikonsumsi masyarakat dunia,

sebagaimana yang terjadi pada masa penjajahan dahulu. Ekspor perkebunan

Indonesia yang terus meningkat, juga dapat menggambarkan permintaan komoditas

perkebunan dalam negeri sudah tertutupi sebagian. Dikatakan sebagian karena

Indonesia masih membutuhkan impor komoditi perkebunan tersebut, tetapi nilai

impor komoditi ini kecil sehingga membuat neraca perdagangan komoditi

perkebunan memiliki nilai yang surplus. Nilai neraca perdagangan merupakan nilai

ekspor dikurang nilai impor.

Nilai neraca perdagangan Indonesia terus meningkat dari tahun 2003 – 2008

namun pada tahun 2009 mengalami penurunan. Hal yang terjadi pada tahun 2009

tersebut adalah dimana nilai impor dan nilai ekspor komoditi perkebunan kita turun.

Penurunan pertumbuhan sebesar 21,1 persen untuk nilai ekspor dan penurunan

pertumbuhan sebesar 12,9 persen untuk nilai impor. Nilai pertumbuhan neraca

perdagangan Indonesia yang tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 44

persen. Secara keseluruhan perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai neraca

perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009 0

5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

N

il

ai

d

al

am

1000 U

S

$

Tahun

- Ekspor

- Impor

(24)

Dari segi ekonomi, volume dan nilai ekspor tersebut juga dapat

mengindikasikan bahwa sektor perkebunan menjadi salah satu penyumbang PDB

negara, yang dikalkulasikan di dalam sektor pertanian. Secara umum PDB sektor

pertanian merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar negara Indonesia.

Sumbangan PDB sektor pertanian yang besar tersebut juga tidak lepas dari peran

PDB perkebunan yang menjadi bagian dari sektor pertanian. Nilai PDB pertanian

dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah)

Tahun

Lapangan Usaha Pertanian

Kehutanan Perikanan Bahan Makanan Perkebunan Pertenakan

2001 137751,9 36758,6 34285 17594,5 36937,9

2002 153666 43956,4 41328,9 18875,7 41049,8

2003 157648,8 46753,8 37354,2 18414,6 45612,1

2004 165558,2 49630,9 40634,7 20290 53010,8

2005 181331,6 56433,7 44202,9 25561,8 59639,3 2006 214346,3 63401,4 51074,7 30065,7 74335,3

2007 265090,9 81664 61325,2 36154,1 97687,3

2008* 348795 105969,3 82676,4 40375,1 137249,5 2009* 418963,9 112522,1 104040 44952,1 177773,9 Rata-rata

Kontribusi PDB (%)

50,1 14,6 12,2 6,2 16,6

*): Angka sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik

PDB pertanian atas dasar harga berlaku (Tabel 1) dapat menggambarkan

bagaimana sektor perkebunan yang termasuk kedalam sektor pertanian memberikan

kontribusi yang cukup besar. Setiap tahun komoditi perkebunan juga memberikan

sumbangan PDB yang meningkat. Kontribusi PDB perkebunan terhadap PDB

pertanian total pada tahun 2001 adalah sebesar 13,9 persen, dan pada tahun 2009

sebesar 13,1 persen. Rata-rata kontribusi PDB perkebunan adalah sebesar 14,6

(25)

5

Sumbangan PDB perkebunan berada dibawah tanaman bahan makanan

dengan kontribusi rata-rata 50,1 persen. Keadaan ini wajar mengingat bahwa manusia

sangat membutuhkan asupan makanan bagi kelangsungan hidupnya, sehingga

mengakibatkan PDB perkebunan berada dibawah PDB tanaman bahan makanan.

Selain itu perkebunan juga berada dibawah sektor perikanan. Hal ini juga wajar

mengingat negara kita adalah negara yang memiliki laut yang sangat luas yaitu

hampir dua pertiganya, sehingga hasil yang diberikan sektor perikanan sebanding

dengan sumbangan PDB yang diberikan. Namun pada tahun 2002 dan 2003 sektor

perkebunan dapat memberikan PDB yang melebihi sektor perikanan. Kontribusi PDB

untuk pertanian sebesar 14,7 persen untuk perkebunan dan PDB sebesar 13,7 persen

untuk perikanan pada tahun 2002. Pada tahun 2003 sumbangan PDB yang diberikan

kedua sektor ini juga bersaing yaitu 15,2 persen untuk perkebunan dan sebesar 14,9

persen untuk perikanan. Tahun 2003 juga merupakan pertumbuhan PDB terbesar

perkebunan pada sektor pertanian. Tahun 2004 hingga tahun 2009 PDB perkebunan

selalu di bawah PDB tanaman bahan makanan dan perikanan, namun bukan tidak

mungkin kejadian tahun 2002 dan 2003 kembali terjadi, karena sektor perkebunan

terus berkembang.

1.2Perumusan Masalah

Perkebunan Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang PDB disektor

pertanian, merupakan sektor yang sangat perlu dikembangkan dan terus ditingkatkan

kontribusinya untuk negara. Posisi dan letak geografis Indonesia merupakan sebuah

keunggulan dari negara-negara lain dalam pengembangan sektor perkebunan. Selain

kedua faktor tersebut, luas lahan juga menjadi sesuatu yang dapat memberikan

keunggulan lain untuk negara kita. Produkivitas erat kaitannya dengan luas lahan

yang ada, dimana produktivitas merupakan jumlah produksi dibagi luas lahan. Tabel

2 akan memperlihatkan bagaimana produktivitas beberapa komoditi perkebunan

Indonesia.

Sementara volume produksi dan volume ekspor komoditi perkebunan

(26)

volume produksi dengan volume ekspor. Masih terdapat peningkatan atau penurunan

produksi dalam negeri disatu pihak, dan penurunan atau peningkatan volume ekspor

di pihak lain begitu juga sebaliknya. Komoditi yang konsisten dalam tahun 2001,

2005 dan 2009 memiliki volume produksi dan ekspor yang meningkat adalah kakao,

kelapa sawit dan kopi, sedangkan komoditi lainnya tidak konsisten. Cengkeh, kacang

mete, karet dan kayu manis adalah empat komoditi yang selalu memiliki volume

produksi yang meningkat, namun volume ekspor komoditi tersebut masih

berfluktuasi. Komoditi karet mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 2005

sedangkan tiga komoditi lainnya mengalami penurunan volume ekspor pada tahun

2009. Tabel 2 juga memperlihatkan komoditi kelapa, pala, lada, tembakau dan teh

yang tidak konsisten memiliki volume produksi yang meningkat, bahkan komoditi

terakhir yang disebutkan memiliki volume produksi yang menurun sehingga

mengakibatkan volume ekspornyapun berfluktuasi.

Tabel 2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia (dalam Ton)

Komoditi Volume Produksi Volume Ekspor

2001 2005 2009 2001 2005 2009

Cengkeh 72.685 78.350 82.032 6.323,790 7.682,658 5.142,028 Kacang mete 91.586 135.070 147.403 39.546,013 65.958,508 60.627,785

Kakao 536.804 748.828 820.496 302.670,029 367.425,784 439.305,321

Karet 1.607.461 2.270.891 2.440.347 10.374,888 4.013,593 9.147,316

Kayu Manis 40.635 100.775 102.627 28.899,467 35.356,152 22.802,090

Kelapa

Sawit 8.396.472 11.861.615 19.324.294 1.849.142,144 4.565.624,657 9.566.746,050

Kelapa 3.163.018 3.096.844 3.257.702 34.819,819 51.455,573 46.705,627

Kopi 569.234 640.365 685.170 248.924,714 442.686,908 510.030,400

Pala 21.616 8.198 11.647 6.706,322 7.839,560 9.264,087 Lada 82.078 78.328 82.834 53.594,123 34.136,907 50.279,014 Teh 166.867 166.091 156.901 1.557,636 8.504,264 7.386,309 Tembakau 199.103 153.470 176.186 35.377,733 28.499,008 28.578,652 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dan UNcomtrade

Beberapa komoditi perkebunan dapat disimpulkan memiliki produktivitas yang

rata-rata berfluktuasi dan pertumbuhan produktivitas yang rendah. Rata-rata

pertumbuhan produktivitas komoditi perkebunan (Lampiran 25) adalah 3,1 persen.

(27)

7

persen dan itupun mengalami penurunan sebesar 0,07 persen pada angka sementara

ditahun 2009. Nilai rata-rata pertumbuhan terendah bahkan negatif dan sekaligus

memiliki produktivitas yang fluktuatif yaitu pala, kakao dan lada. Komoditi yang

disebutkan pertama memiliki pertumbuhan produktivitas rata-rata yang negatif, yaitu

sebesar 9.8 persen. Negatifnya rata-rata pertumbuhan produktivitas pala terjadi akibat

penurunan produktivitas yang drastis terjadi pada tahun 2004 sebesar 57,2 persen dan

pada tahun 2005 turun sebesar 14,8 persen. Untuk kakao dan lada masing-masing

memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif sebesar 4,1 persen dan 1,5 persen.

Keadaan yang berfluktuasi dan rendahnya produktivitas perkebunan tersebut

dan tidak stabilnya volume produksi serta volume ekspor, Indonesia harus dapat

mengembangkan komoditi perkebunan didalam negeri maupun luar negeri melalui

perdagangan internasional. Neraca perdagangan (Gambar 3) yang surplus harus tetap

dipertahankan agar dapat menambah pemasukan negara. Artinya Indonesia harus

meningkatkan produktivitas agar impor berkurang dan ekspor terus meningkat.

Peningkatan produktivitas yang dilakukan bisa dengan cara peningkatan teknologi

perkebunan agar memberikan produksi yang tinggi dari pada areal perkebunan yang

sama tanpa teknologi.

Meningkatkan nilai ekspor tidak semudah seperti membalikkan telapak

tangan. Melakukan perdagangan internasional saja sudah menuntut Indonesia untuk

bersaing dengan negara lain, apalagi ditambah dengan era globalisasi. Batas antar

negara semakin tidak kelihatan. Semakin banyak perjanjian-perjanian dan kerjasama

mengenai perdangangan, baik yang bilateral maupun multilateral yang mengatur

tentang perdagangan internasional. Tujuan dari kerjasama tersebut tidak lain adalah

untuk menurunkan hambatan-hambatan perdagangan. Dengan adanya liberalisasi

perdagangan internasional tersebut, sektor perkebunan kita harus terus ditingkatkan

daya saingnya agar terus bisa bertahan dari persaingan yang ada.

Pada sisi pasar (permintaan), salah satu masalah serius bagi peningkatan

ekspor sektor nonmigas Indonesia adalah akibat pemberlakuan standarisasi

Internaional seperti ISO atau ecolabelling yang berhubungan dengan lingkungan.

(28)

di negara industri maju. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negara-negara

maju tersebut terhadap environtment protection sangat tinggi. Kepedulian ini muncul

jika terbukti material-material yang terkadung didalam komoditi tersebut tidak ramah

lingkungan. Banyak yang beranggapan bahwa ISO merupakan suatu proteksi baru

dalam era perdagangan bebas yang masuk dalam kategori non-tariff barrier. Jenis

proteksi non-tarif ini akan lebih mempersulit masuknya barang-barang dari satu

negara kenegara lain dibandingkan dengan era proteksi dengan tarif. Negara Uni

Eropa bahkan sangat melarang adanya perusakan lingkungan, yang mereka anggap

dalam melakukan revitalisasi lahan yang diterapkan pemerintah menjadi tanaman

perkebunan khususnya sawit sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim, sehingga

CPO masih sulit untuk memasuki pasar Eropa.

Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia ataupun negara berkembang

lainnya yang memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya manusia adalah

belum mampu melepaskan diri dari masalah struktural dalam produksi dan konsumsi

seperti kemiskinan, pengangguran dan kualitas pendidikan yang harusnya dapat

menimbulkan sebuah intervensi dari pemerintah agar Indonesia mampu melepaskan

diri dari belenggu tersebut, sehingga memiliki sumber daya yang dapat meningkatkan

produksi. Apalagi sekarang setiap negara semakin fokus dalam urusan pangan dan

pertanian di dalam negerinya dan bahkan menetapkan strategi proteksi yang

cenderung berlebihan.

Disisi lain perkembangaan produksi tanaman rempah dan hasil perkebunan

berumur panjang hanya diserahkan sepenuhnya kepada rakyat tanpa adanya upaya

peningkatan mutu, padahal mutu sangat berarti dalam usaha perdagangan. Kenyataan

ini masih dirasakan hingga saat ini karena mutu dari hasil perkebunan Indonesia

belum mampu menyamai mutu hasil dari luar negeri. Hal ini juga diperkuat dengan

permasalahan yang terjadi pada dunia perkaretan yang juga terjadi pada komoditi

perkebunan lain. Permasalahan pada dunia perkaretan Indonesia adalah hal yang

memang sudah ada sejak lama, tetapi sekarang begitu terasa karena begitu mencolok.

Walaupun produksi karet Indonesia tergolong besar di dunia, tetapi tidak memiliki

(29)

9

mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu tersebut mengakibatkan harga

jual karet alam dipasar luar negeri menjadi rendah, untuk mengatasi permasalahan

tersebut perlu pengelolaan perkebunan karet yang baik dan tepat sehingga

produktivitas dan mutu karet alam dapat ditingkatkan, selain itu komoditi kayu manis

juga bernasib demikian (Rismunandar dan Paimin, 2009).

Dari kata-kata yang telah dipaparkan daya saing sektor perkebunan Indonesia

ke negara ekspor utama menjadi sorotan. Karena tingkat daya saing dalam suatu

perdagangan internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh perbedaan harga, tetapi

juga ditentukan aspek-aspek lain yang bahkan lebih dominan, seperti kualitas, warna,

bentuk, pelayanan purna jual dan sebagainya. Untuk mengembangkan komoditi

pekebunan Indonesia agar menjadi yang terbaik didunia harus melihat dari daya saing

Indonesia dipasar dunia, agar dapat mengoreksi dan mengevaluasi apa yang kurang

dari perkebunan kita. Karena Indonesia bukan satu-satunya negara yang berada

didaerah garis khatulistiwa yang beriklim tropis, serta memiliki tanah yang subur dan

Indonesia bukan satu-satunya juga sebagai pengekspor dan produsen hasil

perkebunan di dunia. Masih ada negara-negara lain yang menjadi pesaing Indonesia

dalam melakukan perdagangan Internasional disektor perkebunan seperti Thailand,

Filipina, Brazil, Madagaskar, Pantai Gading (Cote D’iviore), Malaysia, Belanda,

India dan negara-negara lainya.

1.3Tujuan Penelitian

Permasalahan yang telah dipaparkan dapat memberikan tujuan dari penelitian

ini. Produksi dan volume ekspor yang tidak stabil, produktivitas perkebunan yang

fluktuatif, era globalisasi dengan segala peraturannya, perjanjian bilateral maupun

multilateral dengan segala perjanjian yang telah disepakati bersama, hingga

permasalahan mutu hasil perkebunan yang menjadikan harga jual hasil perkebunan

Indonesia rendah dapat mengarahkan peneliti dalam menyimpulkan tujuan dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan perkembangan ekspor dan strategi produk perkebunan pesaing

(30)

2. Memetakan posisi daya saing produk ekspor perkebunan Indonesia di negara

tujuan ekspor utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian tentang daya saing perkebunan Indonesia dipasar dunia ini

diharapkan mampu memberikan manfaat berupa tambahan ilmu pengetahuan bagi

peneliti dan kalangan akademisi untuk dijadikan referensi agar penelitian yang

berkaitan dapat terus dikembangkan. Manfaat lain yang dapat diberikan adalah agar

penelitian ini menjadi sebuah pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan baik

untuk pemerintah maupun pelaku eksportir.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Perkebunan Indonesia memilki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya,

oleh sebab itu penelitian ini hanya akan membahas komoditas unggulan dalam

perkebunan yang juga dilihat dari posisi nilai ekspor didunia. Komoditas tersebut

adalah : kelapa, kacang mede, kopi, teh, lada, kayu manis, cengkeh, biji pala, kelapa

sawit, kakao, tembakau dan karet. Komoditi unggulan tersebut juga berada dalam 10

besar dalam ekspor dunia dalam nilai, kecuali teh tahun 2001 (urutan 11) dan karet

(12) tahun 2005. Untuk lebih jelas spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Tahun

pembahasan yang digunakan adalah tiga tahun dalam satu dekade, yaitu tahun 2001,

2005 dan 2009. Alasan pengambilan tahun tersebut karena dinilai dapat memberikan

gambaran bagaimana nilai ekspor dan daya saing kita dipasar internasional dalam

satu dekade. Ada beberapa komoditi kenegara tertentu yang tidak dapat diestimasi

dengan menggunakan EPD karena tidak kontinyu dalam ekspor komoditi tersebut

kenegara tujuannya.

Negara tujuan ekspor utama kedua belas komoditi tersebut adalah Malaysia,

Jerman, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, China, India, Australia,

Inggris, Belgia. Sebelas negara tujuan uatama tersebut dipilih dengan melihat nilai

dari ekspor Indonesia disetiap komoditi, pertahunnya dan juga berdasarkan negara

(31)

11

Selain itu pemilihan sebelas negara tersebut juga mewakili belahan dunia, kecuali

Afrika. Asia : Malaysia, Singapura, Jepang, China dan India ; Eropa : Jerman,

Belanda, Belgia dan Inggris ; Amerika : Amerika Serikat serta Australia.

Tabel 3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti

No HS Code Komoditi

1 080111 Kelapa diparut dan dikeringkan 2 080131 Kacang Mete berkulit

3 090111 Kopi, tidak digongseng/tidak dihilangkan kafeinnya 4 090210 Teh Hijau, (tidak difermentasi) dikemas max 3kg 5 090411 Lada, tidak dihancurkan/ tidak ditumbuk

6 090610 Kayu Manis dan Bunga kayu manis tidak dihancurkan/ ditumbuk 7 090700 Cengkeh (utuh, bunga dan tangkai)

8 090810 Biji pala (berkulit dan dikupas) 9 151110 Minyak mentah kelapa sawit

10 180100 Biji kakao ( Utuh/pecah, mentah/ di gongseng)

11 240110 Belum dipabrikasi, tembakau bertangkai /bertulang daun 12 400110 Lateks karet alam, di pravulkanisasi / tidak

Sumber : UNComtrade

Analisis daya saing ekspor komoditi perkebunan dibandingkan dengan dua

negara tetap yang berada dikawasan ASEAN yang dianggap memiliki kesamaan

geografis dan karakteristik dengan Indonesia, yaitu Thailand dan Filipina. Selain dua

negara tersebut, disetiap tahun dan komoditi terdapat pesaing yang berbeda-beda.

Pesaing yang dipilih adalah, dua negara yang memiliki nilai ekspor yang tinggi

(32)
(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Hasil Perkebunan Indonesia

Keadaan alam yang luar biasa subur Indonesia banyak menghasilkan hasil

perkebunan, selain itu luas lahan perkebunan Indonesia juga menjadi keuntungan

tersendiri yang didapat negara kita. Hasil perkebunan Indonesia dapat dibedakan

menjadi tanaman tahunan seperti kelapa sawit, kelapa, karet, jambu mete ; tanaman

rempah seperti kakao, kopi, lada, cengkeh, teh, pala, kayu manis dan hasil

perkebunan semusim seperti tembakau. Tanaman perkebunan yang merupakan

subsektor dari sektor pertanian dapat dikelompokan juga kedalam (Tim pengajar

pengantar ilmu pertanian, 2006):

1. Kelompok tanaman perkebunan yang diambil buahnya. Contoh : kelapa, kelapa

sawit, kopi, kakao, lada, pala, vanili, kapuk dan kapas, jambu mete, kemiri,

ketumbar, kapulaga, kenari, jintan, tengkawang dan pisang.

2. Tanaman perkebunan yang diambil bunganya. Contoh : cengkeh, bunga matahari,

kenanga dan cempaka.

3. Tanaman perkebunan yang diambil daunnya. Contoh : tembakau, teh, nilam,

sereh wangi, agave, rumput gajah dan daun murbei.

4. Tanaman perkebunan yang diambil getahnya. Contoh : karet, perca dan

kemenyan.

5. Tanaman perkebunan yang diambil kulit batangnya. Contoh : kina, kayu manis

dan soga.

6. Tanaman perkebunan yang diambil batangnya. Contoh : tebu, rosella, rami, yute,

kenaf, abaca dan linen.

7. Tanaman perkebunan yang diambil rimpangnya (rizhoma). Contoh : jahe, kunyit,

kencur, temulawak dan lengkuas.

8. Tanaman perkebunan yang diambil akarnya. Contoh ; akarwangi, kelembak.

9. Tanaman perkebunan yang tidak termasuk klasifikasi diatas. Contoh : kumis

(34)

2.1.1 Cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum) adalah tangkai

bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli

Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas dinegara-negara Eropa,

dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh juga digunakan

sebagai bahan dupa di China dan Jepang. Minyak cengkeh digunakan untuk

aromaterapi dan juga untuk mengobati sakit gigi. Daun cengkeh kering yang

ditumbuk halus dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk

mengendalikan penyakit busuk batang fusarium dengan memberikan 50-100 gram

daun cengkeh kering per tanaman. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia

(Kepulauan Banda) dan Madagaskar, selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar,

India, dan Sri Lanka. Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Maluku Utara

(Deptan, 2008).

2.1.2 Kacang Mete

Jambu monyet atau Jambu Mete atau yang memilki nama binomial

Anacardium occidentale L termasuk tanaman buah berupa pohon yang berasal dari

Brazil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang

lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahama,

Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Filipina dan

Indonesia. Diantara sekian banyak negara produsen, Brazil, Kenya dan India

merupakan pemasok utaman jambu mete dunia. Bagian yang lebih terkenal dari

jambu mete adalah kacang mede, kacang mete atau kacang mente, bijinya yang biasa

dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan berbagai macam penganan (Deptan, 2009).

2.1.3 Kakao

Kakao merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji

tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Di Indonesia,

kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil

(35)

14

dikenal dari namanya yang berawalan "DR". Singkatan ini diambil dari singkatan

nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi yaitu Djati Roenggo, di daerah

Ungaran, Jawa Tengah. Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia

menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang

self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih

tinggi (Deptan).

2.1.4 Karet

Pada permulaan abad 20 karet pertama kalinya ditemukan di Brazil dan sejak

itu telah dikembangkan menjadi salah satu bahan baku yang sangat penting bagi

keperluan industri Otomotif, keperluan rumah tangga dan alat-alat kesehatan. Dalam

perkembangannya tanaman karet tersebut tidak saja dibudidayakan di Brazil,

melainkan telah ditanam dan dikembangkan juga di Indonesia, Malaysia dan Thailand

dalam bentuk perkebunan besar. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung

pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam

perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae).

Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit

berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan misalnya beringin, sawo-sawoan

misalnya getah perca dan sawo manila, euphorbiaceae lainnya, serta dandelion

(Deptan, 2008).

2.1.5 Kayu Manis

Cinnamumum zeylanicum dan C.Burmanni merupakan dua jenis tanaman

berumur panjang yang menghasilkan kulit yang di Indonesia disebut kayu manis

merupakan tanaman rempah. Kulit kayu manis ini sangat berlainan sifat dan daya

guna dibanding kayu manis China (Glycyrrhiza glabra Linn). Di Mesir kayu manis

dimanfaatkan untuk membalsam mayat raja-raja yang akan dijadikan mumi, namun

sejarah menyatakan bahwa kayu manis telah masuk Mesir dan Eropa sekitar abad

ke-5 sebelum Masehi. Bangsa Saba bertanggung jawab atas berlangsungnya

(36)

Total dari 54 spesies kayu manis atau Cinnamomum sp. yang dikenal di dunia,

12 diantaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol dipasar

dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal dengan

nama cassiavera, Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles) dan

Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan Cassia China.

Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di pasar dunia.

Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah C.

burmannii Bl, yang merupakan usaha perkebunan rakyat, terutama diusahakan di

Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis C. burmanii BL atau cassiavera ini

merupakan produk ekspor tradisional yang masih dikuasai Indonesia sebagai negara

pengekspor utama di dunia. (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.1.6 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi

populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan

permintaan minyak nabati untuk bahan bakar, bahan pangan, dan industri sabun

menjadi tinggi. Kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman

hias di Kebun Raya Bogor. Di Indonesia penyebarannya sekarang di daerah Aceh,

pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.

Bagian yang berguna dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah

menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak

goreng. Inti sawit atau kernel, yang sebenarnya adalah biji merupakan endosperma

dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi Kelebihan minyak

nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki

kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika (Deptan).

2.1.7 Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan

(37)

16

dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai

tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa parut dapat

dijadikan santan untuk berbagai makanan, dan dapat juga dijadikan minyak kelapa.

Tumbuhan ini berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di

seluruh daerah tropika, tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari

permukaan laut ( Deptan, 2008).

2.1.8 Kopi

Kopi berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada

awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali

mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian

berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Sejarah mencatat bahwa

penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan

oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi

kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling

populer didunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Secara umum,

terdapat dua jenis biji kopi, yaitu arabika dengan kualitas terbaik berasal dari Etiopia

dan jenis kopi yang kedua yaitu robusta yang ditemukan di Kongo tahun 1898 yang

sering disebut sebagai kopi kelas dua, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam,

dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu juga ada kopi

luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika dan robusta.

Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri

merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi

dan memiliki rasa yang pahit. Peranan utama kafein ini didalam tubuh adalah

meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek

fisiologis berupa peningkatan energi. Efek negatif meminum kopi bagi tubuh, seperti

meningkatnya risiko terkena kanker, diabetes melitus tipe 2, insomnia, penyakit

jantung, dan kehilangan konsentrasi. Beberapa penelitian justru menyingkapkan hal

(38)

pertumbuhan sel kanker secara bertahap, menurunkan risiko terkena diabetes melitus

tipe 2 dan mencegah penyakit serangan jantung.

2.1.9 Lada

Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud bijian

yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada sangat penting dalam

komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan penting di

dunia lama. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga menjadi salah satu

pemicu penjelajahan orang Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangannya

dan hal tersebut merupakan awal sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika. Di

Indonesia, lada terutama dihasilkan di Pulau Bangka. Lada disebut sahang dalam

bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Banjar, Melayu Belitung, Melayu Sambas.

2.1.10 Pala

Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal

dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah,

buah dan biji pala telah menjadi komoditas perdagangan yang penting sejak masa

lampau dan telah tersebar luas di daerah tropika lain seperti Mauritius dan Karibia

(Pulau Grenada). Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai

sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar

(seperti eggnog) dan minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun.

2.1.11 Teh

Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat

dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari

tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh berasal dari kawasan India bagian

utara dan China Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas

assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina.

Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan

(39)

18

Teh dapat dikelompokan berdasarkan tingkat oksidasi yaitu teh hitam atau teh

merah, teh putih, teh hijau, oolong, pu-erh, teh kuning, kukicha, Genmaicha dan teh

bunga. Didalam penelitian ini. teh yang diteliti adalah teh hijau yaitu daun teh yang

diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal,

proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan. Teh hijau dan teh putih mengandung

katekin yang tinggi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau

sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit.

2.1.12 Tembakau

Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang

berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering

digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun

digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau

dikulum dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.

Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari

genus Nicotiana. Tembakau dapat digunakan sebagai pestisida dan dalam bentuk

nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Tembakau telah lama digunakan sebagai

entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara memopulerkan

perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Namun industri rokok yang

menjadikan komoditi ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan

tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20. Tembakau

mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika

digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.

2.2 Perdagangan Internasional

Konsep perdagangan antar wilayah, antar pulau atau antar negara sebenarnya

sudah terjadi dari ribuan tahun yang lalu, dimana dahulu dikenal dengan adanya jalur

sutra dan Amber Road, meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial

dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional juga

(40)

perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal

bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu

negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Diacu dari Damanhuri (2010) dalam memenuhi kebutuhannya setiap negara

dihadapkan oleh banyaknya keterbatasan. Mulai dari keterbatasan kemampuan dalam

mengelola sumber daya alam sampai dengan keterbatasan sumber daya manusia dan

teknologi. Tidak semua kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dalam suatu

negara dapat dipenuhi oleh sumber daya yang ada dalam negara tersebut. Oleh karena

itu, setiap negara mau tidak mau harus melakukan interaksi dengan dunia luar.

Dengan adanya interaksi internasional tersebut diharapkan setiap negara mampu

saling melengkapi dan saling memenuhi kebutuhan negara lainnya.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk

suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk

yang dimaksud dapat berupa perorangan (antara individu dengan individu), antara

individu dengan pemerintah suatu negara, maupun antara pemerintah suatu negara

dengan pemerintah negara lain. Transaksi yang dilakukan dalam perdagangan

internasional adalah melalui ekspor dan impor. Ekspor adalah barang dan jasa yang

diproduksi didalam negeri yang dijual secara luas diluar negeri, sedangkan impor

adalah barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri yang dijual di dalam negeri

(Mankiw, 2006).

Perdagangan Internasional yang mencakup ekspor dan impor, mempunyai

peranan sangat penting, yakni sebagai penggerak motor perekonomian nasional.

Model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Keynes dapat memberikan

gambaran bagaimana perdagangan internasional merupakan salah satu variabel yang

dapat mempengaruhi pendapatan suatu negara dengan persamaan berikut :

Y = C + I + G + (X-M)

Dimana: Y = pendapatan nasional

C = pengeluaran konsumsi rumah tangga

I = investasi atau pengeluaran modal yang dikeluarkan produsen

(41)

20

X = ekspor suatu negara

M = impor suatu negara.

Persamaan Keynes dapat diketahui bahwa perdagangan internasional yang

disimbolkan dengan X-M merupakan salah satu variabel penting dalam pendapatan

sebuah negara.

Selain dari model tersebut pada Gambar 4 memperlihatkan bagaimana

pentingnya perdagangan internasional menjadi penggerak ekonomi, ekspor

menghasilkan devisa, selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan

pembangunan sektor ekonomi didalam negeri. Karena itu secara teoritis, dapat

dikatakan ada korelasi positif antara pertumbuhan ekspor, disatu pihak dan

peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan output didalam

negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan

produk domestik bruto (PDB), dipihak lain.

[image:41.612.111.472.370.639.2]

Sumber : Tambunan, 2001

Gambar 4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional

Persoalan dalam hal impor ada dua yaitu, pertama jika impor lebih besar

daripada ekspor maka cadangan devisa akan berkurang, dalam hal ini hipotesisnya

+

Cadangan Devisa

Produksi/ output

Kesempatan Kerja

Peningkatan pendapatan masyarakat

Pertumbuhan PDB -

+

+ +

+

+ +

+

(42)

adalah ada satu korelasi negatif antara impor dan cadangan valuta asing walaupun

cadangan devisa tidak hanya dari hasil ekspor. Kedua, bila sebagian besar dari impor

adalah barang-barang konsumsi, bukan barang-barang modal dan pembantu untuk

kebutuhan kegiatan produksi didalam negeri, maka kenaikan impor tidak banyak

berarti bagi pertumbuhan ekspor. Gambar 4 juga memperlihatkan relasi positif antara

impor dan ekspor melalui sisi produksi tidak ada. Bahkan relasi antara kedua variabel

tersebut bisa negatif, impor terlalu besar mengakibatkan cadangan devisa habis. Ini

berarti dana untuk membiayai proses produksi didalam negeri habis, dan yang

terakhir ini pada gilirannya membuat volume produksi menurun. (Tambunan, 2001).

Kondisi didalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya, begitu juga

dengan perdagangan internasional. Selain motif mencari keuntungan diacu dari

Gumilar 2010, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya

perdagangan internasional adalah :

1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain

2. Negara- negara berdagang untuk mencapai skala ekonomi.

Menurut Tambunan (2001) alasan perdagangan internasional yang dilakukan

oleh negara berkembang dilakukan karena perekonomian mereka yang masih sangat

tergantung pada pinjaman atau bantuan luar negeri, ekspor, khususnya produk-produk

dengan nilai tambah yang tinggi. Oleh sebab itu bagi negara yang memiliki sumber

ekspor yang besar akan terus meningkatkan perdagangan internsionalnya agar dapat

membantu perekonomian.

Pendapat Ragnar Nurkse yang diacu dari Damanhuri (2010) yang sangat

penting membantu pertumbuhan ekonomi sebuah negara terutama negara

berkembang adalah, adanya pergerakan modal dari negara maju ke negara

berkembang. dengan adanya perdagangan internasional diharapkan terjadi

perpindahan modal dari negara maju ke negara sedang berkembang yang kekurangan

modal. Mengingat salah satu rendahnya produktivitas di negara berkembang adalah

kurangnya modal yang dimiliki mereka. Perdagangan internasional jelas

(43)

22

kehidupan yang lebih baik dengan adanya spesialisasi keunggulan komparatif yang

mereka miliki.

2.2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional yang merupakan perdagangan antar negara tidak

terlepas dari teori para ahli yang memiliki pemikiran- pemikiran tentang perdagangan

internasional, karena sesuatu yang bersifat teknis memiliki latar belakang teori yang

dapat dijadikan panduan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Perkembangan teori

perdagangan internasional dimulai dengan adanya teori merkantilis yang didasari atas

pemikiran Thomas Mun dan Jean Baptist Colbert, dimana teori ini berkembang pada

abad ke 16 sampai abad ke 18 di Eropa Barat. Dasar mereka melakukan perdagangan

internasional adalah karena : suatu negara bila ekspornya lebih besar dari pada impor

akan kaya, makmur dan lebih kuat, surplus atau net ekspor akan menjadi cadangan

uang dan pemasukan bagi negara tersebut yang dapat berupa logam mulia dan dari

pemasukan tersebut diambil untuk membiayai perang yang dapat memperluas daerah.

Sehingga pada zaman merkantilis yang menjadikan kaum saudagar sebagai

penggerak ekonomi rakyat ini terjadi pelarangan atau pembatasan impor kecuali

logam mulia untuk mencapai tujuan tersebut, secara langsung pula mereka akan

memperbesar kuantiti ekspor mereka agar menjadi pemasukan.

Teori klasik muncul sebagai landasan yang kuat bagi perkembangan

perdagangan internasional selanjutnya. Awal pemikiran teori ini adalah kebutuhan

manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik apabila sumber-sumber daya

produksi digunakan secara efisien. Selain itu apabila hasil produksi berupa barang

dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan yang bebas.

Teori keunggulan absolut merupakan teori yang muncul dari teori klasik yang

dikemukakan oleh Adam Smith, teori ini sering disebut sebagai teori murni

perdagangan internasional karena berdasarkan pada variabel riil bukan variabel

moneter. Dasar pemikiran seorang Skotlandia tersebut adalah bahwa suatu negara

akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, dimana

(44)

Gambar

Gambar 4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional
Gambar 5. Model Hicksher-Ohlin
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Gambar 7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Manajemen Bisnis, Program Studi Manajemen, Universitas Kristen Petra Jl.. dan kelompok untuk menerapkan rencana. 13), pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat

Jika GLEDQGLQJNDQNRQÀLN\DQJWHUMDGLGL.HUDMDDQ Agangnionjo (Tanete) dengan kerajaan lain yang ada di Sulawesi Selatan dalam proses integrasi internal kerajaannya,

"Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan 'imbalan

Sehingga berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini terbukti bahwa rentang kekuasaan tidak memoderasi antara kepemimpinan transformasional dengan keterlibatan kerja

Interferensi mungkin terjadi pada rentang frekuensi rendah (100-300 Hz) karena suara pernafasan pada frekuensi tersebut tumpang tindih dengan suara jantung (Charbonneau

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat RW.IV Kelurahan Fontein Kota Kupang terhadap penggunaan antibiotik, yang berpengetahuan baik

Keanekaragaman hayati laut merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, artinya jika kita manfaatkan dengan cara-cara yang ramah lingkungan (berdasarkan pada

Pada tahap ini siswa diajak untuk menginternalisasi (internalized) nilai-nilai yang diperoleh melalui diskusi dan simulasi, sehingga tumbuh kemauan daan kemampuan