• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.5 Pengertian Daya Saing

Sumber: Michael E.Porter. 1998. The Competitive Advantage of Nation Keterangan: Garis ( ), menunjukkan hubungan antara atribut utama

Garis ( ), menunjukkan hubungan antara atribut tambahan terhadap atribut utama

Gambar 2. “The National Diamond System”

3.1.5 Pengertian Daya Saing

Pengertian daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain (Silalahi dalam Bappenas, 2007). Konsep dayasaing dalam perdagangan internasional terkait dengan keunggulan yang dimiliki suatu

Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan

Kondisi permintaan Kondisi

faktor

Industri terkait dan pendukung Peluang

Pemerintah

komoditas atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan komoditas tersebut secara lebih efisien daripada negara lain (Annisa dalam Suprihanti, 2006).

Daya saing dapat juga dikatakan sebagai kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati oleh banyak konsumen (Tatakomara, 2004).

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Lada merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor perkebunan Indonesia karena Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir utama lada di pasar internasional. Selain itu, lada juga merupakan salah satu sumber devisa yang cukup besar, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan untuk konsumsi langsung. Adanya potensi yang besar dalam hal produksi dan masih tingginya permintaan terhadap lada Indonesia merupakan salah satu peluang Indonesia untuk menguasai pasar lada dunia dan hal ini dapat menunjukkan kemampuan lada Indonesia dalam menghadapi adanya liberalisasi perdagangan.

Namun, sebagai negara produsen dan eksportir utama lada di dunia, pengusahaan lada masih terkendala oleh masalah cakupan dan bentuk pengusahaan yang sebagian besar berupa perkebunan rakyat, teknik budidaya dan teknologi serta masih rendahnya penggunaan bibit unggul. Selain itu, petani lada juga dihadapkan pada masalah fluktuasi harga dan permodalan yang terbatas.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah

menganalisis struktur pasar lada Indonesia dan menganalisis posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional.

Oleh karena itu, tahapan pertama dalam melakukan penelitian ini adalah menganalisis struktur pasar dan pangsa pasar komoditas lada Indonesia di pasar internasional dengan pendekatan menggunakan analisis Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Penelitian ini juga menggunakan analisis kuantitatif lainnya yaitu Revealed Comparative Advantge (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditas lada Indonesia terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai negara produsen lada dibandingkan dengan negara lainnya di pasar lada internasional.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengkajian potensi, kendala dan peluang komoditas lada. Analisis situasi internal dan eksternal ini dilakukan dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) mengenai keunggulan bersaing negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara, dalam penelitian ini berarti faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif lada Indonesia. Untuk lebih jelasnya, akan diperlihatkan diagram alur pemikiran dari penelitian ini pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

• Penyedia lapangan kerja yang besar

• Lada menghasilkan devisa negara yang

• Penggunaan bibit unggul masih rendah

• Fluktuasi harga

• Permodalan terbatas

Analisis Daya Saing Komoditas Lada Indonesia di Pasar

Internasioanl

Posisi dan Gambaran Daya Saing Komoditas Lada Indonesia di Pasar Internasional

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai posisi daya saing lada Indonesia di pasar internasional. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Februari hingga April 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data deret waktu (time series) selama sepuluh tahun dari tahun 1997 sampai tahun 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nilai ekspor dan impor lada Indonesia dan negara-negara produsen dan eksportir lada di dunia. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan informasi yang berkaitan dengan potensi lada di Indonesia untuk kajian keunggulan kompetitif.

Sumber data diperoleh dari Departemen Pertanian, International Peper Community (IPC), dan United Nation Commodity Trade (UN Comtrade) yang ditelusuri melalui jaringan internet. Sumber informasi lainya diperoleh dari buku, artikel, jurnal, dan internet. Dalam penelitian ini juga digunakan data-data yang berasal dari literatur dan penelitian-penelitian terdahulu.

Tabel 5. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Sumber Data

Nilai ekspor lada negara-negara dunia tahun 1997-2006

United Nation Commodity Trade Statistics Database (UN Comtrade)

Situs:

http//unstats.un.org/unsd/comtrade/db International Pepper community (IPC) Situs: www.ipcnet.org

Gambaran umum lada Indonesia Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, International Pepper Community (IPC), Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI)

Penelitian-penelitian terdahulu Perpustakaan LSI

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan lada berupa analisis keunggulan kompetitif lada Indonesia di pasar internasional. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan pangsa pasar dan keunggulan komparatif lada Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan analisis Herfindahl Index dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel 2007.

4.3.1 Analisis Konsentrasi Pasar

Untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar yang dihadapi dari suatu komoditi dapat dilakukan dengan alat analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR). Dari analisis tingkat konsentrasi pasar akan dapat diketahui struktur atau bentuk pasar yang dihadapi dari perdagangan komoditi lada yang pada akhirnya dapat menentukan tingkat persaingan yang dihadapi.

Selain itu, analisis konsentrasi pasar dengan menggunakan Herfindahl Index dan

Cocentration Ratio juga memperhitungkan pangsa pasar dari masing-masing negara di dunia yang terlibat dalam perdagangan lada di pasar internasional.

Pangsa pasar lada diperoleh dengan membandingkan ekspor lada suatu negara dengan total ekspor lada keseluruhan negara.

Nilai Herfindahl Index merupakan hasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar tiap negara3. Formula Herfindahl Index adalah sebagai berikut:

HI = Sij12

+ Sij22

+ Sij32

+ … + Sijn2

Dimana, Sij = pangsa pasar komoditi i (dalam hal ini adalah lada ) negara j di pasar internasional

n = jumlah negara produsen lada di pasar internasional

Kisaran nilai Herfindahl Index yang diperoleh adalah antara 0 dan 1 (atau 10000 yang merupakan kuadrat dari 100 persen). Jika nilai HI mendekati 0 berarti struktur pasar industri yang bersangkutan cenderung mengarah kepada pasar persaingan (competitive market). Kemudian, jika nilai HI mendekati 1 (atau 10.000) maka struktur pasar industri tersebut cenderung bersifat monopoli.

Sementara itu, Concentration Ratio digunakan untuk mengukur persentase pangsa pasar dimana dalam nilai CR yang banyak digunakan adalah CR4 dan CR8

yang menunjukkan output pasar yang dihasilkan oleh empat atau delapan produsen terbesar dalam industri. Dalam penelitian ini nilai rasio konsentrasi yang digunakan adalah nilai CR4. Nilai rasio konsentrasi yang rendah berarti pasar lada di pasar internasional terdiri dari banyak negara produsen dengan tingkat

      

3Internet Center For Management and Business Administration, www.quickmba.com, diakses tanggal 15 November 2007

 

persaingan yang tinggi. Apabila rasio konsentrasi tinggi, maka produsen pasar cenderung didominasi oleh produsen terbesar dan pasar lebih terkonsentrasi.

Rasio konsentrasi pasar dirumuskan sebagai berikut:

CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4

Dimana:

CR4 = nilai konsentrasi pasar empat produsen utama lada di pasar internasional

Sij = pangsa pasar negara ke-i penghasil lada di pasar internasional Nilai CR4 yang mendekati nol menunjukkan rasio konsentrasi pasar yang sangat rendah dengan struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition).

Apabila nilai konsentrasi untuk empat produsen terbesar (CR4) di bawah 40 persen menunjukkan struktur pasar persaingan monopolistik. Struktur pasar oligopoli ditunjukkan dengan nilai CR4 di atas 40 persen. Jika nilai rasio konsentrasi empat produsen terbesar mendekati 100 persen maka nilai tersebut menunjukkan struktur pasar monopoli4.

Tingkat konsentrasi pasar yang dapat dirumuskan dari dari nilai Herfindahl Index dan CR4 adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi pasar yang rendah dicirikan dengan nilai CR4 yang berkisar antara 0 – 50 persen dan HI antara 0 – 1.000. Bentuk pasar yang mungkin adalah persaingan sempurna atau sekurang-kurangnya adalah persaingan monopolistik.

      

4 AmosWEB Encyclonomic WEB*pedia, Four-Firm Concentration Ratio,

http://www.AmosWEB.com, AmosWEB LLC, 2000-2008. Diakses tanggal 16 Januari, 2008.

 

2. Konsentrasi pasar sedang dicirikan dengan nilai CR4 antara 50 – 80 persen dan nilai HI yang berkisar antara 1.000 – 1.800. Bentuk pasar untuk tingkat konsentrasi yang sedang adalah lebih banyak oligopoli.

3. Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai CR4 yang berkisar antara 80 - 100 persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara 1.800 - 10.000. Bentuk pasar yang mungkin untuk tingkat konsentrasi tinggi adalah monopoli atau cenderung sedikit oligopoli.

4.3.2 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Dalam mengukur keunggulan komparatif dapat dianalisis dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA), yang bertujuan untuk membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dengan pangsa pasar sektor tertentu negara atau produsen lainnya serta menunjukkan daya saing industri suatu negara. Dalam penelitian ini RCA digunakan untuk mengetahui posisi komparatif lada Indonesia dengan negara-negara produsen lada lainnya di pasar internasional. Penelitian ini menggunakan empat negara produsen terbesar lada di dunia selain Indonesia sebagai pembanding yaitu Brazil, Malaysia, India, dan Vietnam.

Keuntungan dari menggunakan RCA indeks adalah bahwa indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten dengan perubahan di dalam suatu komoditi produktivitas dan faktor anugerah alternatif. Kelemahan metode RCA adalah mengukur keunggulan komparatif dari kinerja ekspor dengan asumsi perdagangan bebas dan produk homogen, serta mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik, dan perkembangannya. Selain itu, metode ini juga tidak dapat membedakan antara

peningkatan di dalam faktor sumberdaya dan penerapan kebijakan perdagangan yang sesuai (Silalahi, 2007).

Formula RCA dapat dirumuskan sebagai berikut5:

RCA =

X ij = total nilai ekspor dunia untuk seluruh komoditas

Apabila nilai RCA produk suatu negara lebih besar dari 1, maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat pada produk tersebut. Apabila nilai RCA kurang dari 1, maka negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif dalam produk tersebut atau mempunyai daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA maka daya saing suatu negara akan semakin kuat.

      

5 Laursen, K. 1998. Revealed comparative Advantage and the Alternatives as Measure of International Specialisation, www.druid.dk. Department of Industrial Economics and Strategy / DRUID Copenhagen Business School, Denmark.

 

4.3.3 Teori Berlian Porter

Menurut Michael E. Porter, terdapat empat atribut yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif suatu industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industry), serta strategi perusahaan, struktur, dan persaingan (firms strategy, structure, and rivalry). Keempat atribut tersebut saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu sistem yang dikenal dengan Porter’s Diamond6. Selain itu, tedapat dua variabel tambahan yang secara tidak langsung mempengaruhi daya saing suatu industri atau pengusahaan suatu komoditas dalam suatu negara.

Penjelasan dari keempat atribut utama dan dua atribut tambahan yang merupakan faktor pendorong daya saing suatu negara adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Faktor

Kondisi faktor yang penting dalam menentukan daya saing yaitu berupa faktor produksi atau input yang digunakan dalam produksi, seperti tenaga kerja (sumberdaya manusia), sumberdaya alam, modal, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan infrastruktur. Faktor yang menunjukkan keunggulan kompetitif suatu negara dapat dilihat dari adanya tenaga kerja yang terampil dan ketersediaan bahan mentah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan atau negara lain. Komponen tersebut menentukan keunggulan kompetitif suatu negara terutama negara berkembang karena negara berkembang memiliki faktor produksi seperti tenaga kerja terlatih yang ditunjang dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang cukup dan       

6 Internet Center For Management and Business Administration. 2007. Porter’s Diamond National Advantage. www.quickmba.com. Diakses tanggal 15 November 2007.

 

ketersediaan bahan mentah yang dikelola dengan baik merupakan faktor produksi yang penting dan berharga. Ketersediaan faktor tersebut juga harus didukung oleh biaya dan modal serta aksesibitas dalam memperoleh biaya dan modal tersebut serta kondisi sarana dan prasarana (infrastruktur) yang memadai.

2. Kondisi Permintaan

Pasar domestik yang canggih merupakan elemen penting untuk menciptakan daya saing. Keunggulan kompetitif akan tercipta ketika pasar lokal untuk produk tertentu lebih besar daripada pasar internasional dan perusahaan lokal memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pasar lokal. Dengan semakin kuatnya pasar lokal maka perusahaan lokal akan mulai mengekspor produk tersebut ke pasar internasional. Selain itu, permintaan lokal yang lebih besar akan membawa keunggulan kompetitif suatu negara. Pasar lokal yang kuat dapat membantu perusahaan lokal dalam mengantisipasi perubahan global (global trends) dalam persaingan yang kompetitif. Aspek yang mempengaruhi kondisi permintaan dapat dilihat dari mutu dan juga selera pembeli yang tinggi.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung

Ketika industri pendukung mampu bersaing secara kompetitif, perusahaan dapat menikmati biaya dengan lebih efektif dan input yang inovatif. Salah satu komponen industri terkait adalah industri hulu yang mampu memasok input bagi industri utama dan juga industri hilir yaitu industri yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya.

Industri terkait dan pendukung akan semakin memperkuat posisi bersaing

suatu negara apabila supplier dan industri pendukung merupakan pesaing global yang kuat dalam perdagangan internasional.

4. Struktur, Persaingan dan Strategi.

Kondisi lokal dapat mempengaruhi strategi perusahaan yang berbeda-beda pada setiap negara. Contohnya, Jerman mempunyai struktur hierarki manajemen yang berlatar belakang teknik sementara Italia mempunyai struktur yang lebih kecil dan bersifat kekeluargaan. Strategi, persaingan dan struktur dapat menentukan tipe industri perusahaan suatu negara. Tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal merupakan penggerak dan memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan daya saing. Struktur perusahaan atau industri menentukan daya saing dengan cara melakukan perbaikan atau inovasi. Hal ini jika dikembangkan dalam situasi persaingan akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh perusahaan.

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap peningkatan daya saing tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saing tersebut. Pemerintah dapat bertindak sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing. Pemerintah juga dapat berperan sebagai regulator dimana pemerintah dapat mempengaruhi tingkat daya saing global melalui kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing

industri, tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara langsung.

6. Peran Kesempatan atau Peluang

Peran kesempatan atau peluang juga dapat mempengaruhi tingkat daya saing karena berada di luar kendali perusahaan ataupun pemerintah.

Beberapa hal yang dianggap keberuntungan merupakan pera kesempatan, seperti adanya penemuan baru yang murni dan perubahan nilai mata uang.

Selain itu, terjadinya peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan bagi peningkatan daya saing.

V. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN LADA DI PASAR INTERNASIONAL

Struktur pasar lada dapat diketahui dengan menggunakan rumus Herfindahl Index dan juga dapat diketahui penguasaan pangsa pasar masing-masing negara produsen lada. Pangsa pasar lada negara produsen diukur dengan membandingkan ekspor masing-masing negara produsen lada dengan total ekspor lada dunia. Dari hasil analisis diperoleh nilai rata-rata Herfindahl Index pada tahun 1997-2006 sebesar 1.589 (Tabel 6). Nilai Herfindahl Index lada dunia selama periode 1997-2006 berkisar antara 1300-1700 menunjukkan bahwa komoditas lada di pasar internasional cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli dengan konsentrasi pasar yang sedang.

Tabel 6. Hasil Analisis Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditas Lada di Pasar Internasional Tahun 1997-2006

Tahun Jumlah Negara Eksportir

Nilai Herfindahl Index Nilai CR4 (%)

1997 56 1.705 58

Sumber: United Nations Commodity Trade (COMTRADE) Statistics Database, 2007

http://unstats.un.org/unsd/comtrade8 dan International Pepper Community (IPC), 2006.

www.ipcnet.org. Diakses 16 Februari 2008. Diolah.

Pada periode 1997-2006, berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade (2007), jumlah negara yang bertindak sebagai eksportir lada cenderung mengalami peningkatan dari 56 negara hingga mencapai 112 negara. Hal ini

megindikasikan bahwa dalam perdagangan lada di pasar internasional persaingannya semakin ketat seiring dengan bertambah banyaknya negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Meskipun demikian, Indonesia masih merupakan salah satu negara pengekspor dan produsen utama lada di dunia.

Struktur pasar komoditas lada di pasar internasional juga dapat dianalisis dengan menggunakan analisis konsentrasi pasar (Concentration Ratio). Struktur pasar lada dunia dalam penelitian ini menggunakan analisis CR4 dengan melihat pangsa pasar dari empat negara produsen terbesar lada di dunia. Pada periode 1997-2000, empat negara produsen terbesar yang memiliki pangsa pasar yang besar adalah Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia (Lampiran 3). Akan tetapi, pada periode 2001-2006, Vietnam masuk sebagai negara pengekspor dan produsen utama dan menjadi negara eksportir lada nomor satu di dunia sehingga untuk periode 2001-2006, empat negara produsen terbesar yang dianalisis adalah Vietnam, Indonesia, Brazil, dan India.

Pada Tabel 6 dapat dilihat hasil analisis konsentrasi pasar dari empat negara produsen terbesar lada di dunia. Selama periode 1997-2006, rata-rata nilai CR4 yang diperoleh adalah sebesar 62 persen. Dari hasil nilai CR4 tersebut dapat diketahui bahwa struktur pasar lada dunia adalah berupa struktur pasar oligopoli dimana rasio konsentrasi dari empat produsen terbesar memiliki nilai CR4 yang lebih dari dari 40 persen.

Dari hasil analisis Herfindahl Index dan rasio konsentrasi dapat diambil kesimpulan bahwa struktur pasar lada di pasar internasional merupakan struktur pasar oligopoli dengan konsentrasi pasar yang sedang. Hal ini berarti dalam pasar lada dunia tidak ada negara yang dominan dimana empat negara produsen utama

lada tidak mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan dalam harga dan produk. Dalam struktur pasar oligopoli posisi Indonesia masih sebagai pengikut harga. Posisi ini menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau kepada pesaing-pesaing lainnya. Harga lada asal Vietnam lebih kompetitif sebab mereka lebih efisien dalam proses produksi. Hal tersebut terjadi karena biaya produksi lada kecil dan mutu lada Vietnam bagus. Lada Indonesia juga memiliki mutu yang bagus, tetapi biaya produksinya besar sehingga harganya kurang kompetitif. Adanya harga yang rendah, kualitas yang baik, dan produksi tinggi, membuat Vietnam kemudian menguasai pasar lada dunia7.

Untuk mengetahui struktur pasar lada juga perlu diketahui diferensiasi produk yang ada. Di pasar tradisional lada dunia, jenis lada yang umum diperdagangkan adalah lada hitam dan lada putih. Kedua produk ini kemudian digunakan untuk berbagai keperluan di negara-negara pengimpor, baik untuk industri maupun pada rumah tangga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produk lada yang diperdagangkan di pasar internasional relatif homogen. Hal ini juga dikarenakan kedua jenis lada tersebut dapat saling menggantikan dalam penggunaannya walaupun tidak sempurna. Di pasar dunia juga diperdagangkan beberapa produk olahan lada yang siap dipakai oleh konsumen yang jumlahnya relatif kecil daripada produk primernya, yaitu lada hitam dan lada putih.

Pengolahan lanjutan produk primer banyak dilakukan oleh negara-negara pengimpor seperti Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Italia,       

7 Ulun Lampung 15 Maret 2007. Lada Indonesia Dilibas Tetangga.

http://ulunlampung.blogspot.com. Diakses Tanggal 10 April 2008. 

Hongkong, dan Inggris, yang kemudian mereka menjual kembali produk-produk olahan tersebut ke negara lain.

Unsur struktur pasar yang lain dapat dilihat dari rintangan atau hambatan dalam memasuki pasar dari sisi produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen sebenarnya tidak terdapat batasan bagi setiap negara untuk melakukan produksi, tetapi yang terjadi adalah bahwa tidak semua negara mampu membudidayakan tanaman lada seperti negara-negara produsen yang berada pada wilayah dengan iklim tropis. Mekanisme alam merupakan salah satu faktor yang membuat adanya keterbatasan dalam melakukan produksi. Namun, dalam melakukan ekspor tidak ada batasan, bahkan negara-negara yang bukan merupakan negara produsen utama dapat melakukan ekspor lada ke negara lain dalam jumlah yang sangat besar, contohnya adalah Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Inggris, dan Belanda. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada rintangan untuk bisa menjadi supplier lada ke pasar dunia. Sementara dari sisi negara-negara pengimpor (konsumen) tidak terdapat rintangan untuk melakukan impor. Pada umumnya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah masing-masing negara tidak membatasi jumlah impor dan importir (Nugroho dalam Hasyim, 2004).

Eksportir di negara produsen dan importir di negara pengimpor bebas melakukan transaksi jual-beli. Mereka bebas menentukan jumlah lada yang akan dijual atau dibeli serta bebas melakukan kesepakatan harga. Jumlah penjualan atau pembelian dan harga diputuskan atas dasar negosiasi di antara mereka, negara tiakd melakukan intervensi terhadap transaksi yang mereka lakukan. Bagi mereka yang mempunyai banyak akses informasi dan kekuatan modal akan sangat dominan mempengaruhi harga (Nugroho dalam IPC, 2004).

VI. DAYA SAING LADA INDONESIA :

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF

6.1 Analisis Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Pasar Internasional:

6.1 Analisis Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Pasar Internasional:

Dokumen terkait