• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Pencabutan Gugatan Oleh Ibu Terhadap Ayah Dari Kewajiban Menafkahi Anak Pasca Perceraian (Putusan Pengadilan Agama

BAB IV: Penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran

AYAH DARI KEWAJIBAN MENAFKAHI ANAK PASCA PERCERAIAN (PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT NO:

D. Analisis Terhadap Pencabutan Gugatan Oleh Ibu Terhadap Ayah Dari Kewajiban Menafkahi Anak Pasca Perceraian (Putusan Pengadilan Agama

Pada tahap pembacaan gugatan terdapat beberapa kemungkinan dari Penggugat yaitu mencabut gugatan, mengubah gugatan, mempertahankan gugatan, jika Penggugat mempertahankan gugatannya maka sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Salah satu permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam proses berperkara di depan pengadilan adalah pencabutan gugatan. Pihak penggugat mencabut gugatan sewaktu atau selama proses pemeriksaan berlangsung.24

Pencabutan gugatan dapat dilakukan sebelum hakim menjatuhkan putusan.25 Pada prinsipnya pencabutan gugatan dalam pemeriksaan pengadilan oleh pihak penggugat dibolehkan, karena diteruskan atau tidaknya pemeriksaan suatu perkara gugatan di pengadilan, tergantung kepada kehendak penggugat. Akan tetapi, "pencabutan" suatu gugatan tidak menghilangkan hak penggugat untuk menggugat lagi, apalagi kalau pencabutan dilakukan sesudah berselang lama perkara gugatan itu berada dalam pemeriksaan pengadilan dan sudah banyak biaya dikeluarkan, sehingga pencabutan itu akan membawa kerugian bagi tergugat, maka dalam prakteknya di pengadilan, pencabutan dalam keadaan yang demikian itu hanya akan dibolehkan apabila tergugat tidak berkeberatan.26

24

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, h. 81.

25

Abdul kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, h.66.

26

Dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No: 608/Pdt.G/2007/PA.JP ini, di dalam duduk perkara karena anak hasil perkawinan Penggugat dan Tergugat masih sangat memerlukan biaya hidup sehari-hari, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Penggugat memohon agar Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat menghukum Tergugat sebagai ayah dari anak-anak untuk membayar nafkah anak tersebut di atas sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) setiap bulannya kepada Penggugat.

Namun, selama proses persidangan yang berlangsung Penggugat mencabut gugatan mengenai nafkah anak tersebut dan tetap mempertahankan gugatan yang lainnya. Tergugat hanya hadir di sidang pertama tetapi pada sidang-sidang selanjutnya tidak pernah hadir lagi bahkan sampai sidang-sidang pengucapan keputusan juga tidak hadir.

Memang, jika di tinjau dari aspek kepastian hukum, berdasarkan fakta yang terdapat dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 608/Pdt.G/2007/PA.JP mengenai pencabutan gugatan Penggugat mengenai tuntutan biaya nafkah pasca perceraian menurut penulis telah memenuhi aspek kepastian hukum karena Penggugat mempunyai hak untuk mencabut kembali gugatan.

Berdasarkan keterangan dari berita acara persidangan yang penulis dapatkan, tidak terdapat keterangan lebih lanjut mengenai alasan penggugat mencabut tuntutan nafkah anak dalam berita acara persidangan maupun dalam putusan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap majelis hakim

yang menangani perkara No.608/Pdt.G/2007/PA.JP, tidak terdapat alasan yang pasti melainkan hanya berupa kemungkinan-kemungkinan saja yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk mencabut gugatan, seperti karena adanya kesepakatan antara Penggugat (sang ibu) dengan Tergugat (sang Bapak) dari si anak, sakit atau cacat permanen, dan gila.

Sedangkan menurut Drs. Faisal Kamil,SH,MH, pencabutan gugatan mengenai nafkah anak pasca perceraian dilakukan oleh Penggugat (sang ibu) agar mempercepat proses persidangan.

Menurut penulis, gugatan mengenai pembebanan nafkah anak kepada Tergugat telah dicabut oleh Penggugat untuk mempercepat proses persidangan dan tidak terlalu mengharapkan Tergugat yang tidak lagi menghadiri persidangan berikutnya sampai sidang putusan. Namun, Walaupun demikian, hal tersebut tidak menutup kemungkinan si ibu dapat menuntut kembali kepada si bapak mengenai nafkah anak. Ibu dapat mengajukan ke pengadilan agama untuk menuntut perkara perdata Islam khususnya mengenai penentuan masalah nafkah anak.

Tidak hanya itu, ibu juga dapat mengajukan perkara ke pengadilan negeri mengenai sanksi pidana sesuai dengan aturan yang dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak no. 23 Tahun 2002 pasal 77:

“setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan :

a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya;

b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial;

c. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

A. Kesimpulan

1. Gugatan mengenai pembebanan nafkah anak kepada Tergugat telah dicabut oleh Penggugat untuk mempercepat proses persidangan karena tidak terlalu mengharapkan Tergugat yang tidak lagi menghadiri persidangan berikutnya sampai sidang putusan. Namun, Walaupun demikian, hal tersebut tidak menutup kemungkinan si ibu dapat menuntut kembali kepada si bapak mengenai nafkah anak. Ibu dapat mengajukan ke pengadilan agama untuk menuntut perkara perdata Islam khususnya mengenai penentuan masalah nafkah anak. Tidak hanya itu, ibu juga dapat mengajukan perkara ke pengadilan negeri mengenai sanksi pidana sesuai dengan aturan yang dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak no. 23 Tahun 2002 pasal 77, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baateriil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial; c. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam memutuskan perkara dengan perkara No.608/Pdt.G/2007/PA.JP, menurut penulis telah sesuai dan sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.

3. Putusan Hakim dalam memutuskan perkara No.608/Pdt.G/2007/PA.JP telah memenuhi nilai-nilai keadilan hukum, kegunaan hukum dan kepastian hukum baik bagi Penggugat maupun Tergugat. Putusan Hakim termasuk putusan kontradiktoir karena Tergugat hanya hadir pada sidang pertama dan tidak lagi menghadiri persidangan berikutnya sampai sidang putusan Tergugat meskipun telah diperintahkan dan dipanggil secara patut untuk menghadap di persidangan. Dengan demikian, Tergugat dalam hal ini tidak mengajukan keberatannya karena tidak lagi menghadiri persidangan.

B. Saran

1. Hendaknya instansi pemerintah terutama Pengadilan Agama, BP4, KUA, dan yang lainnya memberikan penyuluhan serta lebih mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai perceraian dan akibat hukumnya terutama tentang hak anak-anak pasca perceraian orang tua mereka, agar masa depan anak-anak lebih terjamin.

2. Hendaknya pemerintah, para ulama dan akademisi ikut juga berperan aktif dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat tentang hukum keluarga dan perdata Islam.

Abdul Kadir, Faqihuddin dan Ummu Azizah Mukarnawati, ed. Ismali Hasani, Referensi Bagi Hakim Pengadilan Agama tentang kekerasan dalam rumah tangga, Komnas Perempuan: 2008.

Abdurrahman, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Universitas Trisakti, tt.

Abu Bakar, Muhammad, Terjemah Subulussalam III, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995, Cet.1.

Amandemen Undang-undang Peradilan Agama Undang-undang RI No.3 Tahun 2006, Jakarta: Sinar Grafika.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996, cet-1.

Ayyub, Hasan, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, Cet. 5.

BP4 DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Propinsi DKI Jakarta.

Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Departemen Agama R.I, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama R.I,. 2004.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bandung: Balai Pustaka, 1989, Cet. 11.

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana, 2007, Cet.2.

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, Harahap, M. Yahya, Hukum Perkawinan Nasional berdasarkan UU No.1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Medan: C.V. Zahir Trading Co., 1975, Cet. 1.

Muhammad, Abdul kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

M. Zein, Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004.

Putusan Pengadilan Agama (PA) Jakarta Pusat No: 608/Pdt.G/2007/PA.JP.

Rasyid, Chatib, Syaifudin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: UII Press, 2009.

Rasyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta:CV. Rajawali, 1991, cet.1.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Terjemah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996, Cet. ke-2, Jilid ke-9.

Soeroso, Praktik hukum acara perdata tata cara dan proses persidangan, Jakarta: Sinar Grafika, tt.

Sutarmadi, A., Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, Jakarta: FSH UIN Syarif Hidayatullah, 2006.

Syafi’i, Imam, Ringkasan Kitab Al-Umm, Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. diakses pada tanggal 26 Desember 2008 pukul 15.37 WIB.

http://pedulihakanak.wordpress.com/2009/03/11/undang-undang-perlindungan-anak-no-23-tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/, diakses pada tanggal 17 April 2009, jam 11.40 wib.

http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=941&Itemid =54, diakses pada tanggal 28 Oktober 2009, jam 13.00 wib

Dokumen terkait