Situasi Ketersediaan Pangan Kota Bandung Tahun 2011 dan 2014
% Target Reali
3. Analisis Pencapaian Sasaran 3
3. Analisis Pencapaian Sasaran 3
Terkendalinya kasus penyakit zoonosa
No Indikator Kinerja Satuan
Tahun 2013 % Tahun 2014 % Target Reali sasi Target Reali sasi
1 Jumlah kasus penyakit zoonosa di Kota Bandung kasus 10 1 10 8 1 187,50 Catatan : Perhitungan indikator ini semakin persentasenya mendekati 0 itu menunjukn capaian yang baik.
Sasaran terkendalinya kasus penyakit zoonosa ini mempunyai satu komponen indikator yang sangat penting untuk meningkatkan taraf kesehatan dan perluasan akses layanan, yaitu berupa jumlah kasus penyakit zoonosa. Penyakit zoonosa merupakan penyakit atau infeksi pada binatang yang dapat ditularkan kepada manusia. Penyakit yang tergolong dalam zoonosa misalnya, Antraks, Rabies, Brucellosis, Avian Influenza, dan lain-lain. Kota Bandung merupakan pusat pemasaran ternak terbesar di Jawa Barat, sehingga resiko masuknya penyakit zoonosa dari daerah asal ternak ke Kota Bandung relatif tinggi.
Selama tahun 2014 hanya terjadi 1 kasus zoonosa (Avian Influenza) pada bulan Januari 2014 di Kelurahan Cisurupan Kecamatan Cibiru. Ditemukan kematian unggas 179 ekor di 2 RT, 19 KK dan 12 ekor unggas depopulasi. Target indikator sasaran kinerja adalah maksimal kejadian 8 kasus sedangkan realisasinya 1 kasus. Perhitungan ini berbeda dengan indikator yang lain, semakin sedikit terjadinya kasus zoonosa maka kinerjanya semakin baik. Oleh karena perhitungannya berbeda dengan
LKIP DISPERTAPA 2014 86 indikator yang lain, maka perhitungan untuk indikator ini dipisahkan dengan perhitungan yang lain.
Dalam empat tahun terakhir dari tahun 2011 sampai tahun 2014 jumlah kasus penyakit zoonosa stagnan pada posisi 1 kasus. Dengan demikian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung berhasil mempertahankan pencegahan penyakit zoonosa tidak sampai berkembang. Kinerja tahun 2014 ini sama dengan tahun tahun sebelumnya.
Di Kabupaten/kota lain di Indonesia, rabies termasuk penyakit zoonosa yang telah tersebar di 24 provinsi dengan jumlah kasus gigitan hewan penular rabies dan kasus kematian cukup tinggi karena belum ditemukan cara atau pengobatan untuk penderita rabies (hewan dan manusia).
Di Kaltim, masalah zoonosis yang paling menonjol adalah masih terjadinya kasus rabies yang berdampak pada kematian baik pada hewan maupun manusia. Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan Lyssa Virus (virus rabies). Tingkat endemisitas di beberapa kabupaten dan kota di Kaltim masih cukup tinggi. Kondisi ini dibuktikan dengan masih adanya kasus kematian yang disebabkan oleh gigitan hewan yang positif mengandung virus rabies.
Kabupatendan kota yang selalu menyumbang kasus rabies pada manusia diantaranya Kutai Barat, Kutai Timur dan Kutai Kertanegara. Bahkan pada tahun 2013 di Bulungan secara epidemiologi telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap kasus rabies bagi binatang.
Khusus rabies di Kaltim muncul pertama kali pada tahun 1974 di Samarinda namun upaya yang telah dilakukan belum membuahkan hasil yang optimal. Hal ini diindikasikan masih munculnya kasus penyakit rabies di Kaltim sampai saat ini.Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir kasus penyakit rabies terdapat di Kutai Timur, Kutai Barat dan Kutai Kertanegara pada 2011. Balikpapan dan Bontang, Samarinda serta Kutai Kertanegara (2012).Sementara Kutai Barat dan Samarinda pada 2013 serta tahun 2014 terjadi kasus positif di Bontang, Kutai Kertanegara, Paser, Kutai Barat dan Samarinda.Apabila melihat peta situasi penyakit rabies di
LKIP DISPERTAPA 2014 87 Kaltim maka terdapat kabupaten dan kota yang rawan terhadap penyakit rabies. Khususnya Kutai Kertanegara dan Kutai Barat termasuk Kabupaten Mahakam Ulu.
Indikator jumlah kasus penyakit zoonosa termasuk dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak. Outcome kegiatan yaitu menurunnya kasus zoonosis. Dan Outputnya adalah terlaksananya vaksinasi AI bagi unggas, vaksinasi rabies, pemeriksaan specimen ke lab rujukan; Terlaksananya sosialisasi penyakit menular zoonosa, pemeriksaan kesehatan hewan, pengawasan obat hewan, lalu lintas hewan, dan pemeriksaan hewan qurban.
Adapun faktor pendukung pencapaian sasaran ini adalah tersedianya sarana dan prasarana penunjang untuk kegiatan Pemeliharaan Kesehatan dan Penanggulangan Penyakit Menular Ternak, diantaranya kendaraan roda 4 untuk operasional di lapangan, pakaian kerja lapangan, obat-obatan serta vaksin.
Faktor-faktor yang masih menghambat pencapaian sasaran adalah masih kurangnya sumberdaya manusia yang kompeten untuk melaksanakan kegiatan Pemeliharaan Kesehatan dan Penanggulangan Penyakit Menular Ternak.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan capaian kinerja antara lain adalah lebih mengintensifkan pemeriksaan lalulintas ternak yang masuk ke Kota Bandung,
melaksanakan secara rutin vaksinasi, desinfeksi, depopulasi bila ada kasus kejadian, dan surveillance di wilayah Kota Bandung, meningkatkan pelayanan kesehatan hewan di Klinik Hewan. Perlu juga ditingkatkannya sosialisasi tentang
pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit menular ternak
pada masyarakat, agar di tahun yang akan datang tidak terjadi kasus penyakit ternak/zoonosa.
LKIP DISPERTAPA 2014 88 4. Analisis Pencapaian Sasaran 4
Menurunnya produk pangan segar yang tercemar
No Indikator Kinerja Satuan
Tahun 2013 % Tahun 2014 % TargetReali sasi Target Reali sasi
1 Jumlah pangan segar yang tercemar kasus 60 34 56,66 50 0 200,00 Catatan : Perhitungan indikator ini semakin persentasenya mendekati 0 itu menunjukan capaian yang baik.
Salah satu tugas pokok dan fungsi pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan adalah mengawasi dan memeriksa komoditi pangan segar yang terdiri dari komoditi peternakan (daging, susu, telur), perikanan dan komoditi tanaman pangan dan hortikultura ( sayuran, buah-buahan, beras dan palawija).
Untuk itu sangat diperlukan adanya beberapa cara/metode untuk pengawasan dan pemeriksaannya, agar dihasilkan pangan segar yang aman dan layak untuk di konsumsi.Pangan segar yang aman dan layak untuk dikonsumsi adalah pangan yang bebas dari bebagai cemaran, baik itu cemaran secara fisik, zat kimia berbahaya, cemaran mikroba dan cemaran residu antibiotic, residu hormone, residu pestisida dan juga logam berbahaya (logam berat).
Untuk Mengetahui adanya cemaran pada produk pangan segar maka perlu dilakukan pemeriksaan, baik secara Organoleftik (untuk pemeriksaan fisik Ph, suhu, dan adanya pembusukan/kualitas produk),
pemeriksaan cepat dengan
menggunakan screening tes antara lain untuk pemeriksaan zat pengawet (formalin borak dll), pemutih (khlorin, hydrogen peroksida/H2O2) dan pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa cemaran mikroba,residu antibiotic, residu hormone, residu
LKIP DISPERTAPA 2014 89 perdagangan bebas. Jaminan keamanan pangan merupakan syarat dalam memenangkan persaingan di pasar
bebas.Indikator ini penting karena indikator ini mendukung Penyelenggaraan SPM Ketahanan Pangan.
Selama tahun 2014 tidak ditemukan adanya pangan segar yang tercemar dari target 50 kasus,ternyata kejadian kasusnya 0 (nol). Perhitungan ini
berbeda dengan indikator yang lain, semakin sedikit terjadinya kasus pencemaran pangan segar maka kinerjanya semakin baik. Oleh karena perhitungannya berbeda dengan indikator yang lain, seperti halnya indikator kasus penyakit zoonosa, maka perhitungan untuk indikator ini juga dipisahkan dengan perhitungan yang lain.
Pada tahun 2013 terjadi beberapa kasus tercemar yaitu 34 kasus (7 kasus beras berklorin, 3 kasus Ikan/Ikan Teri berformalin, pencemaran arsenik diatas ambang batas 9 kasus,15 kasus formalin pada komoditi pertanian (jeruk,kacang hijau, apel dan pear)), sedangkan tahun 2014 tidak ditemukan adanya kasus cemaran, berarti kinerja tahun 2014 bisa dikatakan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Kalau kita membandingkan adanya kasus cemaran bahan pengawet formalin pada komoditi pangan segar dengan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2014 adalah sebagai berikut :
No Kab/Kota Jumlah
Sampel Jenis Komoditi Negatif Formalin Positif Formalin
1 Kota Bandung 20 Buah-buahan dan ikan 20 0
2 Kab. Ciamis 6 Anggur (2), Apel (2) 2 2
3 Kota Banjar 4
Anggur, Jeruk, Apel Royal Gala, Peda Buntung
0 4
4 Kab. Subang 3 Anggur, Daging Ayam 1 2
5 Kab. Sukabumi 1 Ikan Tongkol 0 1
LKIP DISPERTAPA 2014 90 Kangkung, Pindang
Tongkol
7 Kab.Indramayu 4
Apel Merah, Jeruk Ponkam, Pear, Anggur Merah
0 4
8 Kab.Kuningan 1 Ikan Asin 0 1
Kab.Bogor 3 Bayam, Kangkung,
Apel 2 1
10 Kab.Garut 4 Apel, Anggur, Pear,
Bayam 0 4
11 Kab,Majalengka 2 Pear, Jeruk 0 2
12 Kota Cirebon 2 Apel Import 1 1
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, 2014.
Dari hasil study banding ke daerah lain mengenai pengawasan mutu komoditi hasil pertanian diperoleh kesimpulan diantaranya : bahwa masih perlu ditingkatkan pengawasan dan pemeriksaan mutu komoditi hasil pertanian khususnya Bahan Asal Hewan/ Hasil Bahan Asal Hewan (BAH/HBAH); merencanakan kegiatan Sosialiasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada pengusaha skala kecil sektor peternakan dan perikanan; dan penyempurnaan penyusunan Laporan Realisasi Pemasukan/Pengeluaran BAH/HBAH per bulan dan tahunan.
Faktor yang masih menjadi hambatan antara lain :
1. Kota Bandung bukan sebagai daerah produksi sehingga pangan segar yang dijual dan dikonsumsi masyarakatnya sebagian besar (95 %) berasal dari luar wilayah Kota Bandung. Sehingga masih ditemukan produk pangan segar yang masuk ke kota bandung sudah tercemari. 2. Alat transportasi, penyimpanan, pada umumnya tempat penjualan
yang semestinya diperlukan untuk menyimpan produk pangan segar pada umumnya tidak dimiliki oleh para pedagang terutama yang berada di pasar tradisional .
3. Pelaku usaha dan konsumen masih kurang memahami tata cara penanganan dan penyimpanan produk pangan segar serta pengetahuan tentang bahayanya penggunaan bahan-bahan pengawet yang tidak semestinya (penyalahgunaan bahan kimia berbahaya).
LKIP DISPERTAPA 2014 91 4. Terbatasnya SDM pengawas mutu terutama petugas laboratorium
yang memiliki pendidikan khusus (analis kimia).
5. Luasnya cakupan pemeriksaan dan banyaknya lokasi yang harus di awasi dan diperiksa.
Saran/Solusi untuk capaian berikutnya antara lain adalah :
1. Mengadakan sosialisasi yang seluas-luasnya kepada pelaku usaha dan konsumen mengenai pentingnya pengawasan produk pangan segar yang HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat) dan bahayanya penggunaan bahan-bahan pengawet yang tidak semestinya, serta pentingnya memilih bahan pangan segar yang aman dan layak dikonsumsi
2. Meningkatkan pengetahuan para petugas pemeriksa,melalui pelatihan ataupun magang di laboratorium sehingga dapat menambah pengetahuan tentang isu-isu yang baru
3. Menambah wawasan para petugas melalui study banding ke daerah yang bisa menghasilkan pengetahuan tambahan dan dapat diaplikasikan di Kota Bandung.
4. Menambah anggaran untuk pemeriksaan pangan segar ke laboratorium yang terakreditasi dan kebutuhan untuk pemeriksaan di lapangan ataupun di labratorium dinas.
5. Menambah SDM untuk pemeriksa khusus pangan segar di laboraturium dinas dengan latar belakang pendidikan analis kimia. 5. Analisis Pencapaian Sasaran 5
Bertambahnya pelaku usaha di bidang pertanian dan perikanan
No Indikator Kinerja Satuan
Tahun 2013 % Tahun 2014 % TargetReali sasi Target Reali sasi
1 Jumlah pelaku usaha di bidang pertanian dan perikanan :
a. Budidaya pelaku
usaha
LKIP DISPERTAPA 2014 92
b. Olahan pelaku
usaha
92 95 101,03 195 240 123.08
Selama tahun 2014, jumlah pelaku usaha budidaya bidang pertanian dan perikanan sudah mencapai 695 pelaku usaha dari target 690 pelaku usaha atau 100,72%. Pada tahun 2013 jumlah pelaku usaha budidaya sebanyak 610, berarti pada tahun 2014 telah bertambah sebanyak 85 pelaku usaha. Penambahan jumlah pelaku usaha ini diantaranya terdiri dari pelaku usaha budidaya padi, tanaman palawija, peternak sapi, peternak domba maupun budidaya ikan hias dan ikan konsumsi.
Adapun pelaku usaha olahan bidang pertanian dan perikanan sudah mencapai 240 orang dari target 195 orang atau 123,08%. Pada tahun 2013 jumlah pelaku usaha olahan sebanyak 95, berarti pada tahun 2014 telah bertambah sebanyak 145 pelaku usaha. Penambahan jumlah pelaku usaha ini diantaranya terdiri dari pelaku usaha olahan keripik singkong, olahan pindang presto dan ikan bandeng, olahan nugget, baso, sosis sapi dan ayam, olahan kerupuk kentang, olahan rangginang, olahan abon ikan lele,dan olahan duri ikan. Para pelaku usaha ini ada yang tergabung dalam satu kelompok usaha ada juga kelompok usaha perorangan. Lokasi pelaku usaha tersebar di beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Andir,
Kecamatan Mandalajati, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan Ujung Berung, Kecamatan Antapani, Kecamatan Buahbatu, Kecamatan Arcamanik, dan Kecamatan Regol.
Sasaran bertambahnya pelaku usaha di bidang pertanian dan perikanan dengan indikator jumlah
pelaku usaha bidang pertanian dan perikanan merupakan sasaran strategis baru yang ada di tahun 2014, yang merupakan salah satu janji politik
LKIP DISPERTAPA 2014 93 Walikota. Sehingga belum ada capaian
kinerja untuk sasaran strategis ini di tahun sebelumnya.
Setiap daerah (kabupaten/kota) mempunyai kelebihan/kekurangan dalam pencapaian kinerjanya. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja, akan diadakan study banding dengan daerah yang telah berhasil
dalam pencapaian kinerja khususnya pada kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian. Study banding ini dilakukan dalam rangka konsultasi, koordinasi dan pertukaran informasi.
Indikator jumlah pelaku usaha bidang pertanian dan perikanan
masuk dalam Program Peningkatan Ketahanan Pangan
(Pertanian/Perkebunan) Kegiatan Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian. Outcome kegiatan ini yaitu meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas pertanian dan pelaku usaha olahan hasil pertanian, bertambahnya sarana usaha olahan hasil pertanian yang dapat meningkatkan skala usaha di bidang pengolahan hasil pertanian.Output kegiatan yaitu terselenggaranya pelatihan olahan hasil pertanian, tersalurkannya bantuan sarana pasca panen dan olahan hasil pertanian.