• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM PTT DAN NON PROGRAM PTT DI DESA SUKARATU

Analisis pendapatan yang akan dilakukan merupakan analisis perbandingan pendapatan antara usahatani padi yang dilakukan oleh petani yang menjadi peserta program SLPTT dengan usahatani padi yang dilakukan oleh petani yang tidak menjadi peserta program SLPTT. Dalam program SLPTT dilakukan pengarahan dan pembelajaran secara partisipatif, pemberian bantuan input usahatani yang diharapkan dapat memotivasi dan mempercepat penerapan teknologi oleh petani peserta program. Analisis pendapatan usahatani merupakan salah satu indikator tercapai atau tidaknya tujuan pelaksanaan SLPTT 2012 yaitu untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani padi.

Dalam analisis pendapatan usahatani akan dijelaskan mengenai perbedaan penerimaan usahatani yang diperoleh, dilihat dari produktivitas dan harga gabah yang dihasilkan, perbedaan struktur biaya antara usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT, perbedaan pendapatan, perbedaan efisiensi usahatani antara kedua jenis usahatani melalui pendekatan rasio R/C. Analisis penerimaan dan biaya yang digunakan adalah penerimaan dan biaya tunai dan yang diperhitungkan, untuk mengetahui pendapatan usahatani secara utuh.

Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani yang dianalisis terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai diperoleh dari hasil penjualan gabah kering panen kepada tengkulak, sedangkan penerimaan yang diperhitungkan merupakan bagian dari hasil panen yang disimpan untuk konsumsi rumah tangga petani. Usahatani padi program SLPTT memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada non program SLPTT, dengan jumlah masing-masing sebesar 6.00 ton/ha dan 5.17 ton/ha. Produktivitas yang lebih tinggi ini berdampak pada penerimaan tunai yang lebih tinggi pula. Penerimaan tunai dari usahatani padi program SLPTT adalah sebesar Rp 16 841 796.59 dan memiliki proporsi 84.09% dari total penerimaan. Di sisi lain penerimaan tunai dari usahatani padi non

program SLPTT adalah sebesar Rp 13 710 688.60 dan memiliki proporsi sebesar 83.44% dari total penerimaan.

Jumlah gabah yang disimpan untuk konsumsi dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar daripada usahatani padi non program SLPTT, di mana masing-masing sebanyak 952 kg dan 849 kg per hektar setiap musim tanam. Baik petani padi program SLPTT maupun non program SLPTT di Desa Sukaratu merupakan petani komersil karena sebagian besar hasil panen yakni lebih dari 80% dijual kepada tengkulak dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Penerimaan usahatani padi program SLPTT yang lebih tinggi disebabkan oleh jumlah produksi dan harga gabah/kg yang lebih tinggi. Rata-rata produksi gabah kering dari usahatani padi program SLPTT mencapai 6.00 ton/ha, sementara non program SLPTT hanya 5.17 ton/ha. Produksi yang lebih tinggi mengaikbatkan hasil produksi yang dapat dijual maupun dikonsumsi lebih tinggi. Selain terdapat perbedaan jumlah produksi, antara gabah kering panen hasil produksi program SLPTT dan non program SLPTT terdapat pula perbedaan harga meskipun dengan selisih yang rendah, yakni sebesar Rp 141.2/kg gabah kering panen. Menurut petani padi program SLPTT, gabah yang dihasilkan dengan mengikuti program SLPTT memiliki kualitas bulir yang baik, yakni lebih berisi dibandingkan usahatani dengan cara yang lama sebelum mengikuti program SLPTT. Namun, dikarenakan tidak semua komponen teknologi yang dianjurkan dalam SLPTT diterapkan, selisiha harga yang terjadi tidak terlalu besar, karena harga merupakan harga rata-rata seluruh petani responden. Rincian penerimaan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT terdapat pada tabel 22:

Tabel 22 Penerimaan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Jenis Penerimaan

Program SLPTT Non program SLPTT

Volume (GKP/ha) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp) Volume (GKP/ha) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp) Penerimaan Non Tunai 952.50 3 344.35 3 185 508.81 849.52 3 203.3 2 721 254.75 Penerimaan Tunai 5 035.89 3 344.35 16 841 796.59 4 280.17 3 203.3 13 710 688.60 Total 5 988.39 20 027 305.40 5 129.69 16 431 943.40

aSumber: Data primer (diolah)

Struktur Biaya Usahatani

Menurut Tjakrawiralaksana (1985), penggolongan biaya usahatani berdasarkan bentuk pengeluaran dapat dibagi menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani terdiri dari komponen input berupa pembelian benih, pupuk organik dan anorganik, pestisida cair dan padat, upah tenaga kerja luar keluarga, upah aktivitas borongan seperti sewa traktor dan panen, iuran irigasi, pajak lahan untuk petani pemilik lahan dan sewa lahan untuk

petani penyewa. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, benih yang berasal dari hasil panen sendiri, sewa lahan yang diperhitungkan untuk petani pemilik, dan penyusutan peralatan pertanian.

Biaya Tunai

Biaya tunai dalam usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu terdiri dari:

a. Benih Padi

Benih yang digunakan dalam usahatani padi di Desa Sukaratu merupakan benih sebar (BR) label biru (bersertifikat) yang merupakan benih sekali pakai, atau hanya dapat digunakan untuk satu musim tanam. Varietas yang digunakan merupakan Varietas Unggul Baru (VUB) Mekongga dan Ciherang. Harga kedua varietas benih ini relatif sama, yakni berkisar antara Rp 35 000 sampai Rp 45 000 per 5 kg. Ketersediaan benih label biru cukup banyak di Desa Sukaratu, sehingga petani tidak mengalami kesulitan untuk memperolehnya. Jumlah benih padi VUB bersertifikat yang digunakan dalam usahatani padi program SLPTT adalah sebanyak 36.38 kg per hektar dimasukkan ke dalam komponen biaya tunai, sementara sisanya sebanyak 17.36 kg berupa benih non sertifikat yang merupakan sisa dari hasil panen musim tanam sebelumnya dan dimasukkan ke dalam komponen biaya yang diperhitungkan. Di sisi lain, usahatani padi non program SLPTT menggunakan benih bersertifikat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan usahatani padi program yakni sebanyak 40.39 kg per hektar dan benih non sertifikat sebanyak 12.99 per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa baik usahatani padi program SLPTT maupun non SLPTT menggunakan benih sertifikat dalam jumlah yang relatif sama.

Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi program SLPTT untuk input benih lebih besar dibandingkan usahatani padi non program SLPTT. Hal ini disebabkan oleh rata-rata harga beli benih bersertifikat dari usahatani padi program SLPTT lebih tinggi dibandingkan non program SLPTT dengan selisih Rp 500 per kg. Rincian mengenai penggunaan benih bersertifikat dan non sertifikat dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 23 Biaya benih usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Biaya Benih Program SLPTT Non program SLPTT Jumlah Harga/kg Total

biaya Jumlah Harga/kg

Total biaya Benih bersertifikat 36.38 8 610.00 313 191.89 40.39 8 110.00 327 593.77 Benih non sertifikat 17.36 5 000.00 86 807.36 12.99 5 000.00 64 970.24 Total 53.74 13 610.00 399 999.25 53.38 13 110.00 392 564.01

b. Pupuk Anorganik

Jenis-jenis pupuk anorganik yang digunakan dalam usahatani padi program SLPTT berbeda dengan jenis pupuk anorganik yang digunakan dalam usahatani padi non program SLPTT. Usahatani padi program SLPTT seharusnya menggunakan 2 jenis pupuk anorganik yakni pupuk NPK Phonska dan pupuk urea, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa usahatani padi program SLPTT juga menggunakan jenis pupuk lainnya yakni pupuk KCL dan pupuk TSP. Padahal kandungan dalam pupuk KCL telah disubstitusi dengan pengembalian jerami kering sisa hasil panen ke lahan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa petani peserta program SLPTT memerlukan penyesuaian dalam adopsi teknologi dari SLPTT dan belum dapat menghilangkan penggunaan pupuk KCL dan TSP sepenuhnya.

Di sisi lain petani responden dalam usahatani padi non program SLPTT tidak menggunakan pupuk KCL dalam usahataninya. Tidak adanya penggunaan pupuk KCL dan pengembalian jerami ke lahan sawah mengakibatkan lahan sawah usahatani padi non program SLPTT mengalami kekurangan kandungan kalium.

Harga pupuk anorganik baik pupuk urea, TSP, KCL, maupun NPK Phonska cukup mahal yakni berkisar di antara Rp 95 000 sampai Rp 115 000 per karung dengan volume 50 kg. Hal ini mengakibatkan persentase biaya pupuk anorganik cukup besar dalam komponen biaya usahatani yakni sebesar 10.24% dalam usahatani padi program SLPTT dan 11.32% dalam usahatani padi non program SLPTT. Meskipun usahatani padi program SLPTT menggunakan jenis pupuk anorganik yang lebih banyak dibandingkan usahatani padi non program SLPTT, biaya tunai yang dikeluarkan untuk input pupuk anorganik lebih kecil dibandingkan usahatani non program SLPTT. Biaya tunai yang dikeluarkan untuk pupuk anorganik adalah sebesar Rp 1 119 343 untuk usahatani padi non program SLPTT dan Rp 1 089 448 untuk usahatani padi program SLPTT. Hal ini disebabkan oleh rata-rata harga beli pupuk anorganik usahatani padi program SLPTT lebih rendah daripada usahatani padi non program SLPTT.

c. Pupuk Organik

Dalam program SLPTT, pupuk organik dianjurkan sebagai komponen pupuk utama dengan dosis anjuran 1 ton per hektar. Namun dosis ini belum diikuti sepenuhnya oleh petani responden usahatani padi program SLPTT. Usahatani padi program SLPTT menggunakan pupuk organik sebanyak 339.11 kg pupuk organik per hektar sedangkan usahatani padi non program SLPTT menggunakan sebanyak 118.69 kg per hektar. Dengan harga rata-rata pupuk organik sebesar Rp 25 000 – Rp 30 000 per 40 kg, maka biaya tunai untuk komponen pupuk organik yang dikeluarkan dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar daripada usahatani padi non program SLPTT.

Perbedaan jumlah penggunaan pupuk organik yang cukup besar antara usahatani padi program SLPTT dan usahatani padi non program SLPTT disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah petani responden usahatani padi program SLPTT yang menggunakan pupuk organik dalam usahataninya. Menurut petani responden dalam usahatani padi program SLPTT, harga pupuk

organik yang lebih terjangkau dapat mengurangi penggunaan pupuk urea dan dapat menghijaukan daun padi.

d. Obat-obatan Padat

Usahatani padi program SLPTT menggunakan beberapa jenis obat-obatan padat, sementara usahatani padi non program SLPTT tidak menggunakan obat padat sama sekali. Obat-obatan padat yang digunakan dalam usahatani padi program SLPTT berupa Furadan, untuk menghindarkan benih padi dari cacing, Mipcinta untuk membunuh hama wereng, serta Antrakol untuk menyuburkan tanaman padi. Harga obat-obatan padat relatif terjangkau dibandingkan obat-obatan cair, sehingga persentase biaya untuk obat-obatan padat dalam biaya usahatani sangat kecil, yakni sebesar 0.48% dari total biaya usahatani.

e. Obat-obatan Cair

Usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT keduanya menggunakan obat-obatan cair untuk merawat tanaman padinya. Harga obat- obatan cair cukup bervariasi dan penggunaannya dalam jumlah yang cukup banyak.

Obat-obatan cair yang digunakan dalam usahatani padi program SLPTT maupun non program SLPTT adalah merek Decis, Score, Rizotin. Harga untuk Decis berkisar antara Rp 95 000 – Rp 125 000 per 500 ml, Rizotin seharga Rp 40 000 per 500 ml, sedangkan pestisida termahal adalah merek Score dengan harga Rp 45 000 – Rp 60 000 per 80 ml. Tingkat penggunaan pestisida kimawi yang tinggi dalam usahatani padi program SLPTT menunjukkan bahwa petani masih sangat bergantung pada pestisida kimiawi dalam perawatan tanamannya.

f. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Komponen input yang memiliki proporsi terbesar dalam biaya tunai baik untuk usahatani padi program SLPTT maupun non program SLPTT adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yakni masing-masing sebesar 21.17% untuk usahatani padi program SLPTT dan 29.45% untuk usahatani padi non program SLPTT. Persentase upah TKLK terhadap biaya total lebih besar pada usahatani non program SLPTT karena usahatani ini menggunakan lebih banyak TKLK daripada tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

g. Sewa Traktor

Rata-rata biaya sewa traktor adalah sebesar Rp 70 000 – Rp 100 000 per 1 000 m2 tergantung pada tingkat kekerasan tanah dan ketersediaan traktor. Biaya ini sudah termasuk solar dan upah tenaga kerja yang mengoperasikan traktor. Persentase biaya sewa traktor terhadap total biaya dalam usahatani padi program SLPTT adalah sebesar 8.27% sedangkan dalam usahatani padi non program SLPTT adalah sebesar 7.80%. Perbedaan tingkat persentase ini disebabkan oleh perbedaan biaya rata-rata upah borongan sewa traktor antara usahatani padi program SLPTT dan usahatani padi non program SLPTT. h. Biaya Pemanenan

Biaya pemanenan padi di Desa Sukaratu relatif sama yakni sebesar Rp 250 per kg gabah basah. Biaya panen dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar dibandingkan non program SLPTT karena produksi usahatani padi program SLPTT yang lebih besar. Pada musim tanam Oktober – Februari rata-

rata produksi gabaha basah pada usahatani padi program SLPTT adalah sebesar 6.00 ton sedangkan pada usahatani padi program non SLPTT adalah sebesar 5.17 ton.

i. Iuran Irigasi

Iuran irigasi bergantung pada hasil panen yang diperoleh petani. Semakin banyak hasil panennya, maka semakin tinggi iuran irigasi yang harus dibayarkan. Rata-rata iuran irigasi di Desa Sukaratu adalah sebesar Rp 10 000 per kuintal gabah basah. Oleh karena itu, iuran irigasi yang dibayarkan dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar daripada iuran irigasi dalam usahatani padi non program SLPTT. Iuran irigasi dalam usahatani padi program SLPTT adalah sebesar Rp 81 970 sedangkan iuran irigasi dalam usahatani padi non program SLPTT adalah sebesar Rp 53 433.

j. Pajak Lahan

Pajak lahan umumnya dibayarkan oleh petani pemilik sawah. Namun beberapa petani penggarap sawah ikut membawar pajak lahan dengan membagi dua pajak lahan dengan pemilik sawah. Hal ini yang menyebabkan nilai pajak lahan yang harus dibayarkan dalam usahatani padi program SLPTT sedikit lebih tinggi dibandingkan usahatani padi non program SLPTT.

Tabel 24 Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Komponen Biaya Tunai

Program SLPTT Non program SLPTT

Jumlah Harga/satuan Total biaya Jumlah Harga/satuan Total biaya Benih 36.37 8 610.00 313 191.89 40.39 8 110.00 327593.77 Pupuk Kimia Urea 216.11 1 956.00 422 711.61 261.47 1 928.00 504112.97 TSP 66.90 2 209.00 147 792.62 99.58 2432.00 242178.28 KCL 25.83 2 172.00 56 110.00 0.00 0.00 0.00 NPK Phonska 210.95 2194.00 462 835.51 151.77 2 458.00 373053.04 Pupuk Organik 339.11 693.75 235 261.62 118.69 718.75 85311.41 Pestisida Cair Decis 0.25 209 937.50 53 786.71 0.08 230 750.00 18762.17 Score 0.10 633 750.00 65 931.95 0.21 539 625.00 116245.51 Rizotin 0.69 85 400.00 59 603.62 0.31 86 250.00 27189.28 Pestisida padat Mipcinta 0.35 81 000.00 28 615.25 0.00 0.00 0.00 Antrakol 0.13 93 100.00 12 164.79 0.00 0.00 0.00 Furadan 0.86 12 500.00 10 833.33 0.00 0.00 0.00 TKLK 52.98 42 760.00 2265512.20 66.69 43 680.00 2913200.85 Sewa Traktor 884 886.25 771785.63 Biaya Panen 1501252.86 1293120.70 Iuran Irigasi 81 970.42 53433.33 Pajak Lahan 43 358.99 40820.75 Sewa Lahan 1 178333.33 195000.00 Total 7 822206.54 6961807.70

Pada tabel 24 di atas dapat diliat biaya tunai usahatani padi program SLPTT adalah sebesar Rp 7 822 206.54 sedangkan untuk usahatani padi non program SLPTT adalah sebesar Rp 6 961 807 70 atau memiliki selisih sebesar Rp 806 962.44. Biaya usahatani padi program SLPTT besar daripada non program SLPTT karena usahatani padi program SLPTT menggunakan komponen input yang lebih banyak dibandingkan program non SLPTT. Usahatani padi program SLPTT seperti yang telah disebutkan pada penjelasan evaluasi program SLPTT tidak mengikuti semua anjuran komponen teknologi yang diberikan dalam sekolah lapang, sehingga yang terjadi bukan penghematan melainkan peningkatan biaya. Misalnya, dalam sekolah lapang telah dianjurkan bahwa pupuk yang dipakai cukup 3 jenis, yakni pupuk organik, NPK Phonska, dan urea. Akan tetapi kenyataan di lapang menunjukkan petani peserta program SLPTT masih menggunakan jenis pupuk di luar yang dianjurkan, bahkan masih menggunakan pupuk KCL yang kandungannya sebenarnya sama dengan jerami kering yang dikembalikan ke sawah. Tingkat penggunaan pestisida kimiawi yang lebih tinggi juga menjadikan biaya yang dikeluarkan oleh petani padi peserta program SLPTT lebih tinggi dibandingkan non program SLPTT, di mana usahatani padi program SLPTT menggunakan pestisida cair dan padat, sementara usahatani padi non program SLPTT hanya menggunakan pestisida cair.

Komponen lainnya yang membuat biaya tunai usahatani padi program SLPTT lebih tinggi dibandingkan non program SLPTT adalah tingginya biaya sewa lahan yang harus dikeluarkan oleh petani padi program SLPTT. Hal ini disebabkan oleh jumlah petani padi program SLPTT yang status lahan garapannya berupa sewa lebih banyak dibandingkan petani padi dari kelompok non program SLPTT.

Dari keseluruhan komponen biaya tunai yang dalam usahatani padi, baik untuk usahatani padi program SLPTT maupun non program SLPTT, komponen biaya yang memiliki proporsi terbesar dalam biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Persentase TKLK pada usahatani padi program SLPTT adalah sebesar 21.18% dari total biaya secara keseluruhan, sedangkan pada usahatani padi non program SLPTT adalah sebesar 29.45% (lampiran 1 dan 2). Persentase upah TKLK pada usahatani padi non program SLPTT yang lebih besar daripada program SLPTT disebabkan oleh jumlah TKLK yang digunakan oleh usahatani padi non program SLPTT lebih besar dibandingkan program SLPTT, yakni masing-masing sebesar 66.69 hari orang kerja (HOK) dan 52.98 HOK. Usahatani padi program SLPTT menggunakan jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang lebih banyak dibandingkan non program SLPTT sehingga biaya tunai yang dikeluarkan untuk upah lebih rendah, namun biaya yang diperhitungkan untuk membayar upah TKDK lebih besar.

Biaya yang Diperhitungkan

Biaya yang diperhitungkan terdiri dari komponen tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), benih yang berasal dari hasil panen musim tanam sebelumnya, sewa lahan yang diperhitungkan untuk petani pemilik lahan, dan penyusutan

peralatan pertanian. Berikut ini merupakan rincian biaya yang diperhitungkan dari usahatani padi non program SLPTT di Desa Sukaratu:

Tabel 25 Biaya yang diperhitungkan usahatani padi non program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga/satuan Nilai (Rp) Pembelian Benih kg/ha 12.99 5 000.00 64 970.24 Penyusutan Alat Rp 27 386.27 TKDK HOK 30.28 43 680.00 1 322 607.63 Sewa Lahan Rp 1 516 666.67 Total Rp 2 931 630.81

aSumber: Data primer (diolah)

Pada usahatani padi non program SLPTT, komponen biaya yang memiliki proporsi terbesar terhadap biaya yang diperhitungkan adalah biaya sewa lahan dengan persentase sebesar 51.73% dari total biaya yang diperhitungkan. Lain halnya dengan struktur biaya yang diperhitungkan oleh usahatani padi program SLPTT di Desa Sukaratu, di mana komponen biaya yang memiliki proporsi terbesar adalah upah yang diperhitungkan untuk membayar tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dengan persentase sebesar 54.77% dari total biaya yang diperhitungkan. Hal ini disebabkan usahatani padi program SLPTT lebih banyak menggunakan TKDK dibandingkan usahatani padi non program SLPTT, namun di sisi lain jumlah petani yang berperan sebagai petani penggarap di usahatani padi program SLPTT lebih banyak dibandingkan non SLPTT sehingga biaya yang diperhitungkan untuk sewa lahan pun lebih rendah. Rincian biaya yang diperhitungkan pada usahatani padi program SLPTT dapat dilihat pada tabel 26:

Tabel 26 Biaya yang diperhitungkan usahatani padi program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga/satuan Nilai (Rp) Pembelian Benih kg/ha 17.36 5 000.00 86 807.36 Penyusutan Alat Rp 22 018.45 TKDK HOK 36.84 42 760.00 1 575 401.50 Sewa Lahan Rp 1 191 666.67

Total Rp 2 875 893.98

aSumber: Data primer (diolah)

Dari tabel 25 dan tabel 26 dapat disimpulkan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani padi program SLPTT lebih rendah daripada usahatani padi non program SLPTT dengan selisih sebesar Rp 55 736.83. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya yang diperhitungkan untuk sewa lahan pada usahatani padi non program SLPTT.

Total biaya usahatani secara keseluruhan merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Total biaya usahatani padi program SLPTT lebih besar daripada usahatani padi non program SLPTT dengan nilai masing-masing sebesar Rp 10 698 100.50 dan Rp 9 893 438.5. Namun besarnya peningkatan biaya total usahatani padi program SLPTT ini diikuti pula oleh peningkatan penerimaan total usahatani.

Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menentukan pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani padi sawah. Suatu usahatani dikatakan untung apabila selisih antara penerimaan dengan total biaya atau pendapatan usahatani bernilai positif.

Pendapatan usahatani dibagi menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total dari usahatani padi program SLPTT lebih besar daripada usahatani padi non program SLPTT di mana pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani padi program SLPTT adalah sebesar Rp 12 258 535 26 dan Rp 9 382 641.27 sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani padi non program SLPTT adalah sebesar Rp 9 329 204.87 dan Rp 6 538 504.88.

Pendapatan usahatani padi program SLPTT yang lebih besar disebabkan oleh total penerimaan usahatani yang lebih besar daripada total penerimaan usahtani padi non program SLPTT. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa usahatani padi program SLPTT mengeluarkan biaya total yang lebih besar daripada usahatani padi non program SLPTT, namun di sisi lain memperoleh penerimaan total yang lebih besar pula. Pada tabel 27 di bawah ini dapat dilihat bahwa usahatani padi program SLPTT mengalami peningkatan biaya total sebanyak 8.13% tetapi di samping itu juga mengalami peningkatan penerimaan total yang lebih besar, yakni sebanyak 21.88%. Menurut Tjakrawiralaksana (1985), jika peningkatan penerimaan lebih besar daripada peningkatan pengeluaran, maka dapat dinyatakan bahwa teknologi yang mengakibatkan adanya perbedaan antara keadaan sebelum penggunaan teknologi dan sesudah penggunaan teknologi bermanfaat. Dari informasi di atas dapat dilihat bahwa peningkatan penerimaan total yang diperoleh dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar dibandingkan peningkatan biaya total yang harus dikeluarkan akibat penggunaan teknologi, sehingga dapat disimpulkan bahwa teknologi PTT yang disalurkan melalui pendekatan metode sekolah lapang (SL) memberikan manfaat kepada petani padi di Desa Sukaratu.

Tabel 27 Pendapatan dan efisiensi usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu, 2013a

Program SLPTT Non program SLPTT Total penerimaan Rp 20 027 305.40 Rp 16 431 943.40

Biaya tunai Rp 7 822 206.54 Rp 6 961807.70

Biaya yang diperhitungkan Rp 2 875 893.98 Rp 2 931 630.81

Total biaya Rp 10 698 100.50 Rp 9 893 438.50

Pendapatan atas biaya tunai Rp 12 205 098.85 Rp 9 470 135.69 Pendapatan atas biaya total Rp 9 329 204.87 Rp 6 538 504.88

R/C atas biaya tunai 2.56 2.36

R/C atas biaya total 1.87 1.66

aSumber: Data primer (diolah)

Pada tabel 27 terlihat bahwa selisih pendapatan baik atas biaya total

Dokumen terkait