• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan dan Pendapatan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non Program SLPTT di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan dan Pendapatan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non Program SLPTT di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

PROGRAM SLPTT DAN NON PROGRAM SLPTT DI DESA

SUKARATU, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN

CIANJUR

AGATHA KINANTHI TIOMINAR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan dan Pendapatan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non Program SLPTT di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Agatha Kinanthi Tiominar

(4)

Program SLPTT dan Non Program SLPTT di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa. Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI.

Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras yang mencapai 102 kg per kapita. Pemerintah mengeluarkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sebagai bentuk implementasi program tersebut. Desa Sukaratu merupakan salah satu produsen beras yang mendapatkan bantuan program SLPTT pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keragaan usahatani padi di Desa Sukaratu, mengevaluasi pelaksanaan program SLPTT di Desa Sukaratu, dan menganalisis pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu. Penelitian dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara kepada petani responden di Desa Sukaratu melalui metode cluster sampling, sensus, dan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan produktivitas dan pendapatan atas biaya total dari usahatani padi program SLPTT adalah 6.00 ton per hektar dan Rp 9 382 641, angka ini lebih tinggi daripada non program SLPTT yaitu 5.17 ton per hektar and Rp 6 538 504. Usahatani padi program SLPTT lebih efisien daripada non program SLPTT dengan rasio R/C atas biaya total masing-masing sebesar 1.87 and 1.66. Kata kunci: R/C, SLPTT, usahatani padi

ABSTRACT

AGATHA KINANTHI TIOMINAR. SLPTT Program and Non SLPTT Program Rice Farm Business Management and Performance Analysis in Sukaratu Village, Gekbrong Subdistrict, Cianjur Regency. Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI.

Rice is the staple food for Indonesia. This can be indicated from the high rice consumption number, which is 102 kg per capita. Government has released Program Peningkatan Produksi Bears Nasional (P2BN) with Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) as its instruments. Sukaratu village is one of the rice producers which have received the SLPTT program on year 2012. This study analyses the performance of rice farming of SLPTT and non SLPTT program, evaluates the implementation of SLPTT program in Sukaratu village, and analyses the income of rice farm business from SLPTT and non SLPTT program. The data were collected by direct structured interview with the rice farmers in Sukaratu Village. The result shows that the yield and the income of rice farm business from SLPTT program are 6.00 ton per ha and Rp 9 382 641, these numbers are higher than the non SLPTT program which are 5.17 ton per ha and Rp 6 538 504. Rice farm business from SLPTT program is more efficient than the non SLPTT program according to the R/C above total cost ratio which are 1.87 and 1.66.

(5)
(6)

CIANJUR

AGATHA KINANTHI TIOMINAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Gekbrong, Kabupaten Cianjur Nama : Agatha Kinanthi Tiominar

NIM : H34090033

Disetujui oleh

Dr Ir Andriyono Kilat Adhi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah usahatani, dengan judul Keragaan dan Pendapatan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non Program SLPTT di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Anita, SP, MSi selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Diana Lestari yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini dan Wiggo Windy, SE, keluarga Om Teguh, dan keluarga Umi yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yayat Duriat dan Bapak Nasep Sudrajat dari Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, Bapak Onih dari Kelompok Tani Citamiang, serta Bapak Papih dari Kelompok Tani Cibeleng yang telah membantu selama pengumpulan data. Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MSi atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan Agribisnis 46 IPB, keluarga IAAS IPB, dan Kemaki IPB.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Gambaran Umum Padi 4

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

(SLPTT) 5

Tinjauan Penelitian Terdahulu 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Konsep Usahatani 8

Efisiensi Pendapatan Usahatani 10

Kerangka Pemikiran Operasional 10

METODE PENELITIAN 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Metode Penentuan Sampel 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Pengolahan dan Analisis Data 12

Analisis Biaya Usahatani 13

Analisis Penerimaan Usahatani 13

Analisis Pendapatan Usahatani 13

Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani 14

GAMBARAN UMUM KEADAAN DAERAH PENELITIAN 15

Gambaran Umum Desa Sukaratu 15

Karakteristik Petani Responden 18

Usia Petani 18

Tingkat Pendidikan 19

Pengalaman Berusahatani 19

Luas Lahan Garapan Petani 20

Status Kepemilikan Lahan 21

(10)

SUKARATU 28 Mekanisme Pelaksanaan Program SLPTT di Desa Sukaratu 28 Pelaksanaan Program SLPTT di Desa Sukaratu 29 Manfaat yang Diperoleh dari SLPTT di Desa Sukaratu 40 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM PTT DAN

NON PROGRAM PTT DI DESA SUKARATU 41

Penerimaan Usahatani 41

Struktur Biaya Usahatani 42

Biaya Tunai 43

Biaya yang Diperhitungkan 47

Pendapatan Usahatani 49

Efisiensi Usahatani 51

KESIMPULAN DAN SARAN 51

Kesimpulan 51

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 52

RIWAYAT HIDUP 54

DAFTAR TABEL

1 Produktivitas padi di Indonesia 2007 – 2012 1 2 Volume dan nilai impor beras oleh Indonesia 2011 – 2012 2

3 Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasio 15

4 Keadaan Penduduk Desa Sukaratu Menurut Mata Pencaharian 16 5 Jenis Penggunaan Lahan di Desa Sukaratu tahun 2009 17 6 Luas panen dan produksi komoditas pertanian, peternakan 17 7 Karakteristik petani responden berdasarkan kelompok usia petani 18 8 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 19 9 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani 20 10 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan sawah garapan 20 11 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan 21 12 Penggunaan benih Varietas Unggul Baru petani padi program SLPTT dan

non SLPTT di Desa Sukaratu 30

13 Penggunaan benih bermutu dan berlabel oleh petani padi program SLPTT

dan non program SLPTT di Desa Sukaratu 31

14 Penggunaan pupuk organik dan jerami oleh petani padi program SLPTT dan

non program SLPTT di Desa Sukaratu 33

15 Jumlah pemupukan yang dilakukan oleh petani padi program SLPTT dan

(11)

non program SLPTT di Desa Sukaratu 36 18 Tingkat penggunaan bibit muda oleh petani padi program SLPTT dan non

program SLPTT di Desa Sukaratu 37

19 Jumlah bibit yang ditanam per lubang oleh petani padi program SLPTT dan

non program SLPTT di Desa Sukaratu 37

20 Tingkat pelaksanaan cara tanam jajar legowo oleh petani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu 39 21 Jumlah petani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa

Sukaratu 39

22 Penerimaan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di

Desa Sukaratu 42

23 Biaya benih usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di

Desa Sukaratu 43

24 Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi program SLPTT dan non

program SLPTT di Desa Sukaratu 46

25 Biaya yang diperhitungkan usahatani padi non program SLPTT di Desa

Sukaratu 48

26 Biaya yang diperhitungkan usahatani padi program SLPTT di Desa Sukaratu 48 27 Pendapatan dan efisiensi usahatani padi program SLPTT dan non program

SLPTT di Desa Sukaratu 50

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional 11

2 Kegiatan pengembalian jerami ke sawah 22

3 Membajak sawah dengan traktor 23

4 Pembuatan garis tanam dengan caplak 23

5 Kegiatan mencabut bibit siap tanam 24

6 Penanaman 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel pendapatan usahatani padi non program SLPTT di Desa Sukaratu

musim tanam Oktober 2012 – Februari 2013 54

2 Tabel pendapatan usahatani padi program SLPTT di Desa Sukaratu musim

tanam Oktober 2012 – Februari 2013 55

(12)
(13)

Sampai saat ini, beras masih merupakan makanan pokok bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi beras di Indonesia telah menurun, yakni dari 139 kg/kapita per tahun menjadi 102 kg per kapita per tahun pada akhir 20121. Namun angka ini masih sangat besar jika dibandingkan dengan negara-negara agraris ASEAN lainnya, yakni 80 kg/kapita per tahun untuk negara-negara Malaysia dan 70 kg/kapita per tahun untuk negara Thailand. Dengan jumlah penduduk sekitar 255 juta jiwa pada akhir tahun 20122, maka Indonesia harus menyediakan sekitar 26.10 juta ton beras per tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras penduduk Indonesia.

Di sisi lain, produktivitas padi di Indonesia belum stabil untuk menopang kebutuhan beras nasional yang terus meningkat. Berikut ini merupakan perkembangan produktivitas padi dalam bentuk gabah kering giling pada tahun 2007-2012:

Tabel 1 Produktivitas padi di Indonesia 2007 – 2012a

Tahun Luas panen(ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi(ton)

2007 12 147 637 4.70 57 157 435

2008 12 327 425 4.89 60 325 925

2009 12 883 576 4.99 64 398 890

2010 13 253 450 5.02 66 469 394

2011 13 203 643 4.98 65 756 904

2012b 13 471 653 5.12 68 956 292

aSumber : Badan Pusat Statistik 2013, b: Angka Sementara

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produktivitas padi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan, akan tetapi masih terdapat fluktuasi, yakni penurunan produktivitas pada tahun 2010 ke 2011, di mana hal ini di antaranya disebabkan oleh penurunan luas areal padi yakni dari 13 253 450 ha pada tahun 2010 menjadi 13 203 643 pada tahun 2011. Luas panen yang menurun akibat adanya konversi lahan ke sektor non pertanian merupakan salah satu masalah di bidang pertanian, sebab di sisi lain permintaan terhadap komoditi pertanian tidak menurun, namun justru meningkat seiiring dengan pertumbuhan penduduk.

Produksi beras yang fluktuatif yang tidak dapat mendukung tingginya konsumsi membuat Indonesia harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional. Dari tabel 2 berikut dapat dilihat bahwa volume dan nilai beras yang diimpor turun, akan tetapi jumlah ini masih sangat besar untuk negara Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris sekaligus negara produsen

1 Sulihanti, Sri. 2013. Konsumsi Beras di Indonesia Masih Tertinggi di Dunia. [Internet]. [diunduh

1 April 2013]. Tersedia pada: http://www.merdeka.com/uang/konsumsi-beras-di-indonesia-masih-tertinggi-di-dunia.html.

2 KPU. 2012. Jumlah penduduk Indonesia 255 juta. [Internet]. [diunduh 1 April 2013]. Tersedia

(14)

beras yang pernah mencapai swasembada beras pada tahun 2008. Pada tahun 2011 volume beras yang diimpor sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh rendahnya produksi beras domestik pada tahun tersebut, seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. Pada tahun 2012, seiiring dengan peningkatan produksi beras domestik, volume impor berkurang, namun jumlah dan nilainya masih cukup tinggi.

.

Tabel 2 Volume dan nilai impor beras oleh Indonesia 2011 – 2012a

Tahun Volume (ton) Nilai impor (US$)

2011 2 698 989.51 1 483 046.92

2012 1 927 563.28 1 006 973.09

aSumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian, 2013

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencapai swasembada beras. Di antaranya dengan mencanangkan program Peningkatan Produktivitas Beras Nasional (P2BN) sejak tahun 2007 dan direncanakan akan terus dilanjutkan sampai tahun 2014 untuk mencapai target surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014. Salah satu instrumen pemerintah dalam melaksanakan P2BN adalah dengan menyelenggarakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT)3. SLPTT merupakan program memperkenalkan teknologi tepat guna untuk para petani palawija dan seralia, termasuk di dalamnya padi melalui pelatihan dan bantuan langsung berupa subsidi pupuk dan bibit4.

Perumusan Masalah

Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi nasional dengan produksi padi tertinggi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur dengan angka 11 403 668 ton pada tahun 2012, namun angka ini telah menurun dari tahun sebelumnya yakni sebesar 11 633 891 pada tahun 2011 (BPS 2013).

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Barat. Berdasarkan data Departemen Pertanian 2012, Kabupaten Cianjur mengalami penurunan luas areal panen pada tahun 2011 yang mengakibatkan menurunnya produksi padi kabupaten dari 849 092 ton pada tahun 2010 menjadi 787 244 ton pada tahun 2011. Untuk mengatasi penurunan produksi padi di Kabupaten Cianjur, pemerintah menyalurkan program intensifikasi pertanian diantaranya bantuan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan setempat.

Salah satu wilayah yang memperoleh program SLPTT di Kabupaten Cianjur adalah Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong. SLPTT dilaksanakan di Desa Sukaratu sejak tahun 2012, pada musim tanam Juni-September 2012.

3 Purwanto, Siwi. 2007. Implementasi Kebijakan untuk Pencapaian P2BN. Apresiasi Hasil

Penelitian Padi 2007.Hlm. 9

4

(15)

Namun terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh petani dalam penerapan teknologi SLPTT. Berdasarkan wawancara dengan petani setempat, salah satu alasan petani enggan menerapkan komponen teknologi yang diberikan dalam SLPTT adalah tidak terdapat perbedaan pendapatan usahatani antara yang menerapkan teknologi dari program SLPTT dengan yang tidak menerapkan, sulitnya menerapkan teknologi yang diberikan, serta tingginya biaya yang harus dikeluarkan jika menerapkan seluruh komponen teknologi yang dianjurkan dalam SLPTT.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keragaan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu?

2. Bagaiamana evaluasi pelaksanaan program SLPTT di Desa Sukaratu?

3. Bagaimana analisis pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan keragaan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu

2. Mengevaluasi pelaksanaan program SLPTT di Desa Sukaratu

3. Menganalisis pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Desa Sukaratu

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi Badan Penyuluh Tanaman Pangan dan Hortikultur Kecamatan Gekbrong, sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui penerapan SLPTT di tingkat petani Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Cianjur.

2. Bagi petani padi di Desa Sukaratu, sebagai rujukan untuk mengetahui cara bertanam padi yang paling menguntungkan petani.

3. Bagi peneliti lainnya, sebagai rujukan untuk melanjutkan penelitian terkait permasalahan beras lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(16)

Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Analisis pendapatan yang dilakukan terbatas pada satu musim tanam yang sama antara petani padi program SLPTT dan non SLPTT, yakni musim hujan 2012. Dalam penelitian ini yang alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan evaluasi pelaksanaan SLPTT di Desa Sukaratu, keragaan usahatani padi SLPTT dan non SLPTT, serta analisis kuantitatif pendapatan usahatani, dan rasio R/C.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Padi

Beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari berasal dari tanaman padi. Benih padi yang ditanam dipanen dalam bentuk gabah kering panen, selanjutnya dikeringkan atau dijemur menjadi gabah kering giling sebelum diproses melalui penggilingan yang pada akhirnya menghasilkan beras. Padi dapat ditanam baik pada lahan basah di dataran rendah (padi sawah) maupun lahan kering di dataran tinggi (padi ladang, seringkali dikenal sebagai padi gogo).

Pada umumnya padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis pada 45°LU - 45°LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi serta musim hujan 4 bulan. Curah hujan rata-rata minimal yang diperlukan adalah sebanyak 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Pada dataran rendah, padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-650 m di atas permukaan laut dengan temperatur 22-27 °C, sedangkan pada dataran tinggi padi dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 650-1.500 m dia atas permukaan laut dengan temperatur 19-23 °C. Tahapan dalam budidaya padi secara umum terdiri dari pembibitan; pengolahan lahan; penanaman; pemeliharaan tanaman yang meliputi penjarangan dan penyulaman padi, penyiangan, pengairan, dan pemupukan; dan pengelolaan hama dan penyakit.

Terdapat beberapa varietas unggul benih padi yang berkembang di Indonesia, baik untuk tipe padi sawah maupun tipe padi gogo. Varietas unggul padi sawah antara lain benih varietas IR-64, Ciherang, Ciliwung, Mekongga, Sarinah, Cigeulis, Bondoyudo, dan Batang Piaman. Masing-masing varietas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, dilihat dari tingkat produktivitas, umur tanaman, ketahanan tanaman terhadap penyakit, dan tekstur beras yang dihasilkan.

(17)

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT)

Pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Bentuk implementasi P2BN dituangkan melalui pengenalan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang dilakukan dengan pendekatan metode sekolah lapangan (SL). Tujuan dari penerapan PTT adalah untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, organism pengganggu tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu. PTT merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung.

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) merupakan suatu inovasi telah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan direncanakan akan berlangsung sampai 2014. Diharapkan dengan adanya program SLPTT yang berprinsip integrasi, interaksi, dinamis, dan partisipatif dapat mempermudah petani dalam menerima inovasi teknologi PTT yang baru serta meningkatkan motivasi petani dalam penerapannya.

SLPTT merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya di lapangan yakni sawah atau ladang milik petani. Hamparan sawah milik petani peserta program penerapan teknologi PTT disebut hamparan SL-PTT, sedangkan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium lapang (LL). Dalam sekolah lapang, yang berperan sebagai murid adalah para petani peserta sedangkan yang menjadi guru adalah pemandu lapang, namun pada kegiatan belajar-mengajar tidak terdapat sekat antara guru dan murid, sebab petani dapat pula menjadi guru bagi petani peserta yang lain dengan menceritakan hasil pengamatannya di lapang.

Program SLPTT melibatkan empat institusi manajemen yang berada di bawah naungan Kementerian Pertanian dengan fungsinya masing-masing sebagai berikut:

a. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, sebagai perencana dan pengusul dana

b. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, sebagai penyedia teknologi, pedoman umum, narasumber pelatihan, dan pendamping teknologi

c. Badan Sumberdaya Manusia Pertanian, sebagai penyelenggara pelatihan bagi pemandu SLPTT

d. Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota, sebagai pelaksana sekolah lapang

(18)

menyediakan pedoman komponen teknologi unggulan secara umum, namun pilihan mengenai komponen teknologi mana yang akan dipakai di lokasi SLPTT akan disesuaikan dengan keadaan agroekosistem dan kebutuhan petani setempat. Hal ini sesuai dengan penerapan prinsip PTT, yakni terpadu, sinergis, spesifik lokasi, dan partisipatif (Pedum Pelaksanaan SLPTT 2012).

Teknologi unggulan PTT anjuran dari Kementerian Pertanian terdiri dari enam komponen teknologi dasar dan tujuh komponen teknologi pilihan. Enam komponen teknologi dasar terdiri dari:

1. Varietas unggul baru, inbrida (non hibrida), atau hibrida, 2. Benih bermutu dan berlabel,

3. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos,

4. Pengaturan populasi tanaman secara optimum,

5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah,

6. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama Terpadu;

sementara ketujuh komponen teknologi pilihan terdiri dari: 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam

2. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) 3. Tanam bibit 1 – 3 batang per rumpun

4. Pengaturan jarak tanam (jajar legowo 2:1 atau 4:1) 5. Pengairan secara efektif dan efisien

6. Penyiangan dengan landak atau gasrok 7. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

Dari ketigabelas komponen teknologi PTT di atas, tidak seluruhnya diterapkan dalam pelaksanaan SLPTT di Desa Sukaratu. Berdasarkan hasil pengamatan petugas penyuluh lapang (PPL) desa setempat serta aspirasi dari petani peserta SLPTT, maka komponen teknologi PTT yang dianjurkan untuk diterapkan pada usahatani padi di Desa Sukaratu terdiri dari:

1. Pengaturan jarak tanam dengan legowo 4 2. Menggunakan benih berlabel dan bermutu

3. Penggunaan benih varietas unggul baru (VUB), dengan jenis benih padi yang disarankan untuk ditanam berupa varietas Mekongga dan Ciherang 4. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, dengan

ketentuan sebagai berikut (asumsi untuk lahan seluas 1 ha):

- Pemupukan I: dilakukan pada 0-7 hari setelah tanam (HST) dengan komposisi pupuk 1 ton pupuk organik, jerami kering, dan 33.33% dari 1 kuintal pupuk urea

5. Produktivitas tergantung pola tanam dan musim tanam

(19)

7. Penggunaan bibit muda yang berumur antara 17-21 hari 8. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun

9. Pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT) terpadu, dengan sering melakukan pengamatan

10.Pengairan secara efektif dan efisien dengan ketentuan sebagai berikut: 11.Melakukan penyiangan minimal sebanyak 2 kali/musim tanam dengan

ketentuan:

- Penyiangan I: dilakukan pada umur 15-25 HST - Penyiangan II: dilakukan pada umur 45 HST 12.Panen tepat waktu

13.Perontokan gabah sesegera mungkin

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Krismawati dan Angraeni (2011) dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur mengkaji penerapan PTT padi sawah di Kabupaten Madiun. Kajian dilakukan dengan membandingkan produktivitas dan pendapatan dari usahatani demplot SLPTT atau dikenal dengan Laboratorium Lapang (LL), usahatani padi SLPTT, dan usahatani padi non SLPTT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas padi demplot LL adalah sebesar 7.4 ton GKP per ha, lebih tinggi daripada produktivitas padi di usahatani SL-PTT yakni sebesar 5.2 ton GKP per ha dan di non SL-PTT sebesar 3.5 ton GKP per ha). Ini berarti, penerapan PTT meningkatkan produksi 42-111%, atau meningkatkan pendapatan 43-127% per ha. Usahatani padi di demplot/LL memperoleh pendapatan Rp. 13 785 000, lebih tinggi daripada di SL-PTT sebesar Rp 9 655 000, dan non SL-PTT Rp 6 067 500, sehingga penerapan PTT disimpulkan dapat meningkatkan pendapatan sebanyak 43-127%. Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian ini adalah dilakukannya perbandingan pendapatan usahatani antara kelompok petani yang menjadi peserta program SLPTT dengan kelompok petani yang tidak menjadi peserta program SLPTT. Perbedaan di antara kedua penelitian terletak pada lokasi dan tahun penelitian, penelitian sebelumnya melakukan perbandingan pendapatan usahatani selain antara petani peserta SLPTT dan non SLPTT juga dengan usahatani yang dilakukan pada laboratorium lapang (LL).

(20)

pendapatan petani sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa SLPTT berhasil meningkatkan pendapatan petani.

Yanuarto (2011) melakukan penelitian mengenai tingkat adopsi teknologi SLPTT dan dampak penerapan teknologi terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kabupaten Pati. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi anjuran SLPTT yang masuk kategori tinggi di daerah penelitian adalah komponen varietas unggul (94%), jumlah bibit (82.7%) dan panen tepat waktu (82.7%), sedangkan yang lainya masuk dalam kategori sedang adalah bibit muda (76.6%), sistem tanam (70%), pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun (75.3%), pemupukan organik (77.3%), pengairan berselang (76%) dan pengendalian gulma (74%). Dari hasil uji t terhadap pendapatan petani padi menunjukkan t tabel > t hitung (8,297 > 1,67) yang berarti SLPTT memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2008).

Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi 2002). Soekartawi et al. (1986) mengemukakan bahwa tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum. Konsep meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Menurut Hernanto (1988), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu :

1. Lahan Pertanian

(21)

pertanian tertentu, walaupun akhir-akhir ini pengusahaan pertanian tidak hanya didasarkan pada luasan lahan tertentu, tetapi juga pada sumberdaya lain seperti media air atau lainnya. Pentingnya faktor produksi lahan tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga dari segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, jenis penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya), dan topografi (tanah dataran pantai, rendah, dan dataran tinggi).

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berfikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil disebut usahatani skala kecil, dan biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani skala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK). Analisis ketenagakerjaan memerlukan standardisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP). 3. Modal

Setiap kegiatan membutuhkan modal dalam mencapai tujuannya, terutama dalam kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Modal dalam kegiatan proses produksi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, jenis komoditas, dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Semakin besar skala usahatani maka semakin besar modal yang dipakai, begitu juga sebaliknya. Jenis komoditas dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani.

4. Manajemen

(22)

5. Pupuk

Seperti halnya manusia selain mengkonsumsi makanan pokok, dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Tanahpun demikian, selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk juga sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik.

6. Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

7. Bibit

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga dapat bersaing di pasar.

8. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun.

Efisiensi Pendapatan Usahatani

Sejalan dengan bagaimana cara pendapatan usahatani didapatkan, maka salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R/C). Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C menunjukkan bahwa berapa satuan mata uang penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya produksi dalam usahatani. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio R/C berarti semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran.

Kerangka Pemikiran Operasional

(23)

SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan bentuk implementasi program P2BN. SLPTT terdiri dari 6 komponen teknologi dasar dan 7 komponen teknologi pilihan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman, pendapatan dan kesejahteraan petani. Desa Sukaratu merupakan penerima bantuan program SLPTT pada bulan Juni 2012. Pada penerapannya, petani peserta SLPTT mengalami berbagai kesulitan dalam menerapkan teknologi, sehingga ada kecenderungan bagi petani untuk kembali ke kebiasaan lama dalam berusahatani sebelum adanya program SLPTT. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional

Pemerintah menyelenggarakan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Pandan dan Sumberdaya Terpadu)

Petani padi di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur merupakan peserta SLPTT pada bulan Juni 2012

Petani padi alumni SLPTT cenderung kembali ke cara tanam semula (non SLPTT), diduga karena bantuan dari program SLPTT sudah habis, serta adanya kesulitan dalam mengadopsi teknologi lainnya

Perlunya analisis pendapatan usahatani yang membandingkan antara pendapatan usahatani dengan teknologi SLPTT dan tanpa SLPTT serta adanya evaluasi pelaksanaan program SLPTT di Desa Sukaratu

Kesimpulan Deskripsi keragaan

usahatani padi

Evaluasi Penerapan Program SLPTT

Pendapatan Usahatani Padi SLPTT dan Non SLPTT

(24)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan metode purposive, dengan alasan Desa Sukaratu merupakan salah satu desa di Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur yang memiliki sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani padi, mengalami surplus beras, dan merupakan salah satu desa yang telah mendapatkan bantuan program SLPTT dari pemerintah pada tahun 2012. Adapun waktu pengumpulan data berlangsung dari bulan Februari sampai Maret 2013.

Metode Penentuan Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah para petani padi yang tergabung dalam Gapoktan Mekar Tani di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan sampel dilakukan melalui dua tahap: cluster sampling dan purposive sampling. Cluster sampling digunakan untuk membagi populasi petani padi di Desa Sukaratu antara kelompok petani yang mendapat program bantuan SLPTT serta kelompok petani yang tidak mendapat program bantuan SLPTT di mana keduanya memiliki musim tanam yang sama yakni musim hujan 2012. Selanjutnya pada masing-masing kelompok diambil 20 petani responden yang dipilih secara purposive sampling sehingga jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 responden.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden, yakni petani yang merupakan peserta program SLPTT dan petani non peserta program SLPTT, serta dengan pihak Badan Penyuluh Pangan dan Hortikultur Kecamatan Gekbrong. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstuktur dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun.

Data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai bahan pustaka terkait penelitian, antara lain buku, hasil penelitian, website, dan data dari lembaga pemerintahan yaitu dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur, profil Desa Sukaratu, serta Kecamatan Gekbrong .

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(25)

program SLPTT dan non SLPTT, evaluasi pelaksanaan program SLPTT di Desa Sukaratu, sedangkan nalisis kuantitatif dilakukan untuk melakukan perhitungan biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C rasio yang diperoleh melalui pengolahan data primer menggunakan bantuan software Microsoft excel dan alat bantu hitung kalkulator, yang hasilnya dapat disajikan dalam bentuk tabel yang dapat diinterpretasikan.

Analisis Biaya Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usahatani padi. Biaya usahatani menurut Fadholi (1988) dibagi menjadi dua jenis analisis biaya, yakni analisis biaya tunai dan analisis biaya tidak tunai (pengeluaran yang diperhitungkan). Biaya tunai pada usahatani padi sawah antara lain meliputi biaya benih padi, pupuk pabrik, pestisida, sewa traktor, iuran pengairan, sewa lahan, pajak tanah, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Adapun biaya tidak tunai terdiri dari biaya pupuk organik, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan alat pertanian bagi petani yang memiliki alat pertanian.

Menurut Suratiyah (2002), penyusutan alat-alat pertanian dapat dihitung dengan bertolak pada harga pembelian (cost) alat sampai alat tersebut dapat member manfaat. Dalam penelitian ini, perhitungan penyusutan alat pertanian dilakukan dengan metode garis lurus dengan rumus sebagai berikut:

Analisis Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

TRi = Yi x Pyi

dimana:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

Dalam usahatani terdapat dua jenis sumber penerimaan, yakni penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi usahatani yang dijual, sedangkan penerimaan non tunai merupakan hasil produksi usahatani yang tidak dijual, namun digunakan oleh petani untuk keperluan lainnya, seperti untuk konsumsi atau benih.

Analisis Pendapatan Usahatani

Soekartawi (1995) menyebutkan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

(26)

dimana:

Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya

Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani

Nilai yang diperoleh dari perhitungan pendapatan usahatani belum mencerminkan tingkat efisiensi pendapatan. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk mengetahui perhitungan efisiensi usahatani berdasarkan pendapatannya. Berikut ini beberapa perhitungan efisiensi pendapatan usahatani menurut Hernanto (1991):

a. Penghasilan Kerja Usahatani per Setara Pria

dimana:

E = Penerimaan usahatani (Rp) F = Pengeluaran total (Rp)

G = Pengeluaran yang diperhitungkan (biaya tenaga kerja keluarga) b. Pendapatan per Unit Areal Usahatani

dimana:

E = Penerimaan usahatani (Rp) F = Pengeluaran total (Rp)

G = Pengeluaran yang diperhitungkan (biaya sewa lahan) c. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C) digunakan untuk dapat melihat berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap rupiah yang telah dikeluarkan untuk usahataninya sebagai manfaat. Rumus R/C rasio adalah sebagai berikut (Hernanto, 1991) :

Kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil analisis R/C rasio tersebut adalah sebagai berikut:

R/C > 1 : usahatani menguntungkan R/C = 1 : usahatani impas

R/C < 1 : usahatani rugi

(27)

akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dan jika R/C = 1 maka dikatakan kegiatan usahatani berada pada kondisi impas (keuntungan normal).

Pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai tersebut maka dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasioa

aSumber : Hernanto 1988

Perhitungan pada tabel di atas dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari total penerimaan yang dikurangi dengan biaya yang diperhitungkan, untuk pendapatan atas biaya total dihasilkan dari pengurangan antara biaya tunai dengan total biaya. Total biaya yang dimaksud adalah penjumlahan dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Perhitungan total biaya diperlukan untuk menggambarkan keadaan petani yang sebenarnya karena tidak hanya menilai biaya secara tunai. Adapun perhitungkan atas pendapatan tunai adalah penerimaan total setelah dikurangi oleh biaya tunai.

GAMBARAN UMUM KEADAAN DAERAH PENELITIAN

Gambaran Umum Desa Sukaratu

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Letak desa ini dekat dari Jalan Raya Cianjur-Sukabumi yang A. Penerimaan Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B. Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang

dikonsumsi (Kg)

C. Total penerimaan A + B

D. Biaya tunai Benih, pupuk, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sewa lahan E. Biaya diperhitungkan Tenaga kerja dalam keluarga

(TKDK), penyusutan alat

F. Total biaya D + E

G. Pendapatan atas biaya tunai C – D H. Pendapatan atas biaya total C – F

I. Pendapatan tunai A – D

(28)

merupakan jalan penghubung utama antara Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Sukabumi. Secara administratif Desa Sukaratu berbatasan dengan:

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bangbayang

Sebelah barat berbatasan dengan Desa Songgom dan Desa Gekbrong Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cikancana dan Desa Cintaasih Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Warungkondang

Wilayah Desa Sukaratu terletak pada ketinggian yang bervariasi, yakni di antara 550 sampai 1 100 m di atas permukaan laut oleh karena itu zona ketinggian di Desa Sukaratu dibagi menjadi tiga zona wilayah ketinggian yakni Zona 1 (Barat dan Selatan) memiliki ketinggian antara 1 100 – 800 m di atas permukaan laut, Zona 2 (Utara dan Tengah) memiliki ketingian 800 – 650 m di atas permukaan laut dan zona 3 (Timur) yang memiliki ketinggian 650 – 550 m di atas permukaan laut.

Letak geografis Desa Sukaratu berpotensi dalam mendukung kegiatan pertanian di wilayah tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan hidrologi seperti pengairan lahan, Desa Sukaratu memperoleh akses langsung dari mata air pegunungan karena letaknya yang berada di kaki Gunung Bubut, Gunung Masigit, Gunung Gajah dan Gunung Kancana. Jenis tanah yang ada di Desa Sukaratu yaitu latosol yang tersebar hampir disemua wiilayah desa. Kondisi iklim di Desa Sukaratu termasuk zona tropis dengan rata-rata curah hujan 3 000 - 4 500 mm/tahun, suhu rata-rata harian mencapai 19 0 C, dengan jumlah bulan hujan 5 bulan /tahun. Intensitas hujan di Desa Sukaratu sangat tinggi mencapai 150 mm/hari dengan curah hujan 3 400 mm per tahun. Intensitas hujan yang tinggi ini di satu sisi mengurangi terjadinya kekeringan lahan pada musim kemarau, namun di sisi lain pada musim hujan dapat menurunkan hasil panen yang cukup signifikan.

Jumah penduduk Desa Sukaratu berjumlah 5 513 jiwa dengan 1 327 kepala keluarga (KK). Sebanyak 1 115 KK bermata pencaharian sebagai petani sementara sisanya di luar sektor pertanian. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar keluarga di desa Sukaratu bermatapencaharian sebagai petani yaitu sekitar 86.64% dan non petani sebanyak 13.36%. Selengkapnya keadaan penduduk menurut mata pencaharian tersaji pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Keadaan Penduduk Desa Sukaratu Menurut Mata Pencahariana

Uraian Jumlah (KK) Persentase (%)

Petani

- Pemilik lahan tidak menggarap 550 41.44

- Pemilik penggarap 170 12.81

- Penggarap 130 9.79

Buruh tani 300 22.60

Jasa 74 5.57

PNS/TNI/Polri 20 1.50

Pedagang 83 6.25

Total 1 327 100.00

(29)

Wilayah Desa Sukaratu meliputi lahan seluas 922.22 ha. Sebagian besar berupa lahan darat, yakni sebanyak 718.22 ha dan sisanya berupa lahan sawah. Penggunaan lahan di Desa Sukaratu bervariasi, antara lain untuk pertanian, pemukiman, dan perkebunan.

Tabel 5 Jenis Penggunaan Lahan di Desa Sukaratu Tahun 2009a

Jenis penggunaan lahan Luas (ha)

Lahan sawah 204.00

- Irigasi teknis -

- pedesaan 200.00

- tadah hujan 4.00

Lahan darat 718.22

- ladang/tegalan 174.81

- Perkebunan 70.00

- Kolam 5.00

- Pemukiman/Pekarangan 28.00

- Kawasan Hutan Negara 440.41

Jumlah 922.22

aSumber : Profil Desa Sukaratu 2009

Dari data di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan sawah di Desa Sukaratu yakni sebesar 98.03% merupakan lahan sawah pedesaan yang menggunakan pengairan dari air pegunungan yang dikelola secara swadaya oleh para petani dengan petugas pengairan. Padi sawah merupakan komoditi unggulan dari Desa Sukaratu dengan angka produksi mencapai lebih dari 1 000 ton setiap tahunnya.

Tabel 6 Luas panen dan produksi komoditas pertanian, peternakan, dan perikanan di Desa Sukaratu tahun 2009a

Jenis Komoditi Luas panen/Populasi (ha/ekor)

Produksi (ton)

Padi sawah 204 1 122.00

Jambu Klutuk 15 75.00

Jagung 10 80.00

Ubi jalar 10 70.00

Kacang panjang 5 100.00

Ayam ras 5 200 7.80

Ikan Mas 5 000 5.00

Bebek 400 6.00

Kambing/domba 225 11.25

(30)

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa selain padi sawah, komoditi lainnya yang cukup dominan ditanam oleh petani setempat adalah singkong, ubi jalar, jagung dan sayuran. Di samping bercocok tanam, penduduk setempat juga memiliki usaha peternakan yang meliputi peternakan ayam, domba, kelinci, dan ternak ikan.

Karakteristik Petani Responden

Usia Petani

Berdasarkan hasil penelitian di lapang, diperoleh hasil bahwa sebagian besar petani padi di Desa Sukaratu baik petani peserta program SLPTT maupun petani bukan peserta program SLPTT berusia di atas 45 tahun. Petani responden umumnya sudah lama tinggal di desa tersebut dan menjadi petani padi karena sudah merupakan pekerjaan turun-temurun.

Tabel 7 Karakteristik petani responden berdasarkan kelompok usia petani peserta program SLPTT dan petani non SLPTT Desa Sukaratu 2013a Kelompok Umur

( Tahun)

Petani SLPTT Petani Non SLPTT Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

35 – 44 5 25 1 5

45 – 54 11 55 3 15

55 – 64 3 15 13 65

65 – 74 1 5 3 15

Total 20 100 20 100

a

Sumber: Data Primer (diolah)

(31)

lain yang menjadikannya lahan fungsi non pertanian. Perincian pembagian petani responden berdasarkan usia petani dapat dilihat pada tabel 7.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan para petani padi di Desa Sukaratu tergolong rendah, di mana sebagian besar petani menamatkan pendidikannya sampai tingkat SD. Hal ini berlaku untuk petani peserta program SLPTT maupun petani non peserta program SLPTT, meskipun persentase petani yang tingkat pendidikannya sampai SD lebih besar pada kelompok petani non SLPTT, yakni sebesar 95% petani berpendidikan SD, dan tidak ada sama sekali petani yang mengenyam pendidikan sampai bangku SMA. Lain halnya dengan petani peserta program SLPTT, di mana tingkat pendidikan para petaninya menyebar baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA, meskipun proporsi terbesar terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar yakni sebesar 80%.

Tingkat pendidikan yang rendah ini dapat turut mempengaruhi kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi yang diberikan. Rata-rata sebagian besar petani berpendidikan rendah karena keterbatasan biaya serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Tabel di bawah ini menyajikan rincian sebaran tingkat pendidikan petani padi di Desa Sukaratu:

Tabel 8 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan petani program SLPTT dan petani non SLPTT Desa Sukaratu, 2013a Tingkat Pendidikan

Petani

Petani SLPTT Petani Non SLPTT Jumlah

aSumber: Data Primer (diolah)

Pengalaman Berusahatani

(32)

2012). Berikut ini merupakan data karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi:

Tabel 9 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani petani program SLPTT dan non SLPTT Desa Sukaratu, 2013a

Pengalaman Usahatani (tahun)

Petani SLPTT Petani Non SLPTT Jumlah

aSumber: Data Primer (diolah)

Luas Lahan Garapan Petani

Luas lahan garapan petani yang dimaksud dalam hal ini adalah luas lahan sawah yang ditanami padi serta digarap oleh petani responden, baik itu lahan milik sendiri, sewa, sakap (bagi hasil), maupun gadai. Data luas lahan garapan petani ini tidak mencakup lahan garapan petani responden berupa non sawah yang ditanami tanaman lain.

Sebagian besar petani padi, yakni sebanyak 40%, menggarap lahan sawah dengan luas di bawah 0.25 ha, baik untuk petani padi peserta program SLPTT maupun petani padi non peserta SLPTT. Petani padi yang menggarap luas lahan satu hektar atau lebih memiliki persentase yang kecil, yakni sebesar 15% baik untuk petani peserta program SLPTT maupun petani non peserta program SLPTT.

Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan sawah garapan petani peserta program SLPTT dan petani non SLPTT Desa Sukaratu, 2013a

Luas Lahan Garapan Petani (ha)

(33)

Rata-rata luas garapan sawah baik untuk kelompok petani padi peserta program SLPTT maupun non SLPTT relatif sama, yakni seluas 0.45 ha untuk kelompok petani peserta SLPTT dan 0.46 ha untuk kelompok petani non SLPTT.

Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan sawah yang digarap oleh petani padi di Desa Sukaratu bervariasi, secara garis besar dapat dibagi menjadi empat status kepemilikan lahan, yaitu: milik sendiri, sakap, sewa, dan gadai. Pada kelompok petani padi peserta program SLPTT, sebagian besar petani responden yakni sebesar 40% lahan sawah garapannya merupakan milik orang lain (sakap). Lain halnya dengan kelompok petani non SLPTT di mana sebagian besar responden merupakan pemilik dari lahan sawah yang digarap.

Urutan persentase terbesar dalam status kepemilikan lahan garapan selanjutnya adalah petani yang menggarap lahan sawah milik sendiri sekaligus sakap. Petani yang menggarap lahan dengan dua status kepemilikan yang berbeda umumnya memiliki luas lahan yang sangat sempit, yakni di bawah 0.1 ha, di mana seluruh hasil panennya dikonsumsi langsung oleh rumah tangga petani tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya, termasuk modal menanam padi pada musim tanam berikutnya, petani menggarap lahan sawah milik orang lain. Berikut ini adalah sebaran persentase status kepemilikan lahan garapan petani padi di Desa Sukaratu:

Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan garapan petani peserta program SLPTT dan non SLPTT Desa Sukaratu, 2013a

Status Kepemilikan Lahan Garapan Padi

Petani SLPTT Petani Non SLPTT Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Milik Sendiri 6 30 9 45

Sakap (Bagi Hasil) 8 40 5 25

Sewa 2 10 1 5

Gadai 0 0 1 5

Sendiri dan Sakap 3 15 4 20

Sendiri dan Sewa 1 5 0 0

Total 20 100 20 100

(34)

KERAGAAN USAHATANI PADI DI DESA SUKARATU

Keragaan Usahatani Padi

Teknik budidaya padi yang dilakukan oleh petani peserta program SLPTT maupun non SLPTT pada dasarnya sama, di mana proses produksi keduanya melalui tujuh tahap utama, yakni persiapan lahan, persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, dan pemanenan. Namun, pada masing-masing tahapan terdapat beberapa aktivitas yang dimodifikasi sesuai aturan yang telah ditetapkan dalam program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu).

a. Persiapan Lahan

Tahapan persiapan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan sejak setelah didiamkan pasca panen sampai siap ditanam. Tahapan persiapan lahan terdiri dari beberapa aktivitas, yaitu menetan, mengawurkan jerami, membajak lahan menggunakan traktor, meratakan tanah, menggenangi sawah dengan air, mengeringkan sawah, dan membuat garis untuk jarak tanam benih padi.

Menetan merupakan kegiatan membuat pematang sawah menggunakan cangkul. Setelah tepi petak sawah yang akan ditanam bersih dari rumput, petani mengawurkan jerami yang merupakan waste dari panen padi ke lahan sawah menggunakan gacokan. Sebagian besar petani padi peserta program SLPTT sudah menerapkan cara ini dalam usahataninya, lain halnya dengan petani padi non peserta program SLPTT yang membiarkan jerami sisa panen untuk kemudian diambil orang lain atau bahkan membakarnya, karena tingkat kesadarannya akan manfaat jerami masih rendah. Jerami yang sudah menyebar di seluruh permukaan sawah kemudian didiamkan selama satu hari satu malam sampai membusuk. Jerami yang dibusukkan di lahan ini berfungsi sebagai pupuk organik sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan membuat daun padi lebih berwarna hijau.

(35)

Sekitar 15 hari setelah jerami disebar (atau ketika benih sudah berusia 15 hari setelah tanam), lahan sawah dibajak menggunakan traktor. Rata-rata biaya sewa traktor termasuk upah borongan pekerjanya dan bahan bakar solar adalah sebesar Rp 70 000 – Rp 100 000/1 000m2. Sebagian besar petani padi di Desa Sukaratu sudah menggunakan traktor untuk membajak sawahnya baik petani peserta program SLPTT maupun petani non peserta program SLPTT , hanya sebagian kecil petani yang masih menggunakan cangkul untuk membajak sawahnya, yakni petani yang luas garapan sawahnya kurang dari 1 000m2.

Selanjutnya, lahan sawah yang sudah dibajak diratakan menggunakan sorongan, kemudian digenangi melalui saluran air (kemalir) selama 3 hari. Proses terakhir adalah pengeringan sawah dan membuat jarak tanam padi menggunakan caplak. Proses terakhir dalam tahapan persiapan lahan ini umumnya bersamaan dengan umur benih 20-25 hari setelah tanam.

b. Persemaian

Membuat persemaian merupakan aktivitas yang berjalan beriringan dengan aktivitas persiapan lahan. Luas persemaian benih yang dianjurkan oleh

Gambar 3 Membajak sawah dengan traktor

(36)

PPL adalah 4 persen dari luas tanam padi, misalnya untuk luas tanam 1 000 m2, maka luas persemaiannya adalah 40 m2. Jumlah bibit yang optimal untuk ditanam sesuai ketentuan pada program SLPTT adalah sebanyak 25 kg per ha. Namun petani peserta program SLPTT menyatakan jumlah tersebut tidak mencukupi untuk luas tanam satu hektar, di antaranya: tidak seluruh bibit yang disemai tumbuh menjadi benih (ada bibit yang mati), banyaknya hama berupa keong yang memakan bibit yang sedang disemai sehingga perlu adanya cadangan bibit, serta sebagian besar petani peserta program PTT tidak mengikuti aturan tanam benih yakni 2-3 rumpun per lubang tanam, tetapi menanam 6-10 rumpun benih per lubang tanam.

Ketentuan umur benih yang ditanam adalah kurang dari 21 hari setelah bibit disebar. Sebagian besar petani peserta program SLPTT sudah melaksanakan ketentuan tersebut, lain halnya dengan petani padi non peserta program SLPTT yang sebagian besar menanam benih padi berumur 22-25 hari.

Setelah bibit yang disemai mencapai umur 20-25 hari, pada saat tersebut pula lahan sawah sudah siap ditanam. Kegiatan mencabut benih padi dari tempat persemaian di Desa Sukaratu dikenal dengan istilah ngababut. Setelah benih padi dicabut, maka benih tersebut siap ditanam.

c. Penanaman

Salah satu komponen teknologi pilihan dalam program SLPTT adalah menerapkan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo adalah pola tanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2012). Tujuan dari penerapan sistem tanam ini adalah untuk meningkatkan populasi tanaman padi per hektarnya, yakni dari 160 000 rumpun per ha dengan sistem tanam tegel (yang umumnya diterapkan oleh petani) menjadi sekitar 170 000 rumpun per ha dengan sistem tanam legowo 4, bahkan 231 000 rumpun per ha dengan legowo 2.

(37)

Sebagian kecil petani padi peserta program SLPTT di Desa Sukaratu sudah menerapkan sistem tanam jajar legowo 4, sesuai yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian dari BPP Kecamatan Gekbrong, karena sistem jajar legowo 2 tidak cocok diterapkan di Desa Sukaratu. Namun di sisi lain sebagian besar petani baik peserta program SLPTT maupun non peserta program SLPTT masih menerapkan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm.

Rata-rata petani menanam benih sebanyak 6-10 rumpun per lubang tanam pada saat melakukan kegiatan nandur. Jumlah petani peserta program SLPTT yang mengikuti ketentuan menanam benih padi 1-3 rumpun/lubang tanam masih sedikit. Di Desa Sukaratu, kegiatan tandur ini umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Salah satu kendala yang dihadapi dalam menerapkan cara tanam jajar legowo adalah sulitnya menemukan buruh wanita yang mau dan mampu melakukan jajar legowo.

d. Penyiangan

Aktivitas penyiangan gulma dalam usahatani padi di Desa Sukaratu terdiri dari kegiatan ngabutik, ngarambet, dan ngagedag. Ngabutik merupakan kegiatan membersihkan rumput liar dan semak-semak di pinggir pematang sawah maupun di lahan tanam sawah menggunakan parang serta dilakukan oleh tenaga kerja pria. Ngabutik umumnya dilakukan dua kali dalam satu musim tanam padi, yakni sebelum tandur serta pada saat dilakukan ngarambet II. Kegiatan ngabutik bertujuan untuk membersihkan semak-semak yang menghalangi pandangan petani, sehingga petani dapat melihat jelas apabila terdapat hama yang sedang menyerang sawah, seperti keong dan tikus.

Kegiatan ngarambet dan ngagedag dilakukan secara bersamaan, oleh tenaga kerja perempuan. Ngarambet merupakan kegiatan mencabut rumput-rumput liar yang terdapat di sela-sela tanaman padi, kemudian mengacak-acak rumput yang sudah dicabut tersebut dengan pupuk yang sudah ditaburkan. Setelah pupuk dan rumput diacak-acak, kemudian digedag, atau dipukul-pukul supaya meresap ke dalam tanah dan tanaman. Inilah yang disebut dengan

(38)

istilah ngagedag. Aktivitas ngarambet dapat dilakukan 2-3 kali dalam satu musim tanam padi, bergantung pada jumlah rumput liar yang terdapat di sela-sela tanaman padi. Ngarambet I dilakukan pada saat 15-25 hari setelah tanam (HST), Ngarambet II dilakukan saat tanaman padi berusia 45 HST, selanjutnya jika masih terdapat banyak rumput saat padi mulai menguning, ngarambet III dilakukan pada saat 90 HST.

Aturan yang ditetapkan dalam komponen teknologi PTT adalah ngarambet dengan alat, berupa lalandak/gasrok. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya, yakni tenaga kerja, karena dengan gasrok kegiatan ngarambet menjadi lebih cepat dan dapat dilakukan oleh petani tersebut sendiri tanpa mempekerjakan buruh tani. Di samping itu, ngarambet dengan gasrok membuat tanah lebih gembur. Namun kenyataannya di lokasi penelitian sebagian besar petani peserta program SLPTT masih melakukan ngarambet secara manual (tangan) dengan memanfaatkan tenaga kerja wanita.

e. Pemupukan

Aturan pemupukan yang diberikan dalam program SLPTT adalah melakukan pemupukan sebanyak tiga kali dengan komposisi pupuk yang seimbang, di mana komposisi pupuk yang seimbang ini bertujuan untuk mengurangi pemakaian urea yang dapat merusak kesuburan tanah namun mensubstitusikannya dengan penggunaan pupuk organik. Sebagian besar petani peserta program SLPTT telah mengikuti anjuran jumlah pemupukan yang harus dilakukan, yakni sebanyak 3 kali, mengurangi penggunaan pupuk urea dan meningkatkan pemakaian pupuk organik (pupuk kandang), meskipun di samping itu komposisi perbandingan pupuk yang digunakan belum tepat sesuai anjuran.

Di sisi lain, petani non peserta program SLPTT pada umumnya menggunakan pupuk urea dalam jumlah yang besar dan sedikit yang menggunakan pupuk organik dalam usahatani padinya. Pemupukan rata-rata dilakukan sebanyak dua kali, hal ini dikarenakan petani tidak melakukan pemupukan dasar, yakni pemberian pupuk dasar berupa pupuk organik pada 0-7 hari HST.

f. Penyemprotan

Pengendalian hama padi di Desa Sukaratu telah mengikuti ketentuan yang dianjurkan dalam SLPTT yakni menyemprotkan pestisida sesuai dengan kebutuhan, yakni ketika hama sudah terlihat menyerang tanaman padi. Penyemprotan umumnya dilakukan 2-3 kali dalam satu musim tanam dengan sprayer, sesuai dengan banyaknya hama. Obat yang digunakan sebagian besar masih berupa obat-obatan kimiawi baik padat maupun cair. Petani yang menggunakan obat organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti air tajin, pelepah daun pisang, bawang merah dan diracik sendiri jumlahnya masih sedikit.

g. Pemanenan

(39)

merugikan salah satu pihak, ketika tebakan produksi tidak sesuai dengan kenyataan setelah gabah hasil panen ditimbang.

Sebagian besar petani padi di Desa Sukaratu menjual hasil panennya dalam bentuk gabah basah kepada tengkulak. Setelah tanaman padi berumur kurang lebih 100-110 HST, tanaman padi diala dari pagi sampai siang (ngabedug) kemudian didiamkan/ditumpuk selama satu malam, selanjutnya digebuk/dirontokkan keesokan paginya. Proses panen ini tidak sesuai dengan anjuran dari program SLPTT yang menyarankan bahwa sebaiknya padi yang sudah dipanen langsung dirontokkan menggunakan mesin, tidak didiamkan terlebih dahulu karena dapat pengapuran gabah yang dapat menurunkan rendemen gabah.

Kendala yang Dihadapi dalam Usahatani Padi

Petani di Desa Sukaratu menghadapi berbagai kendala dalam melaksanakan usahatani padi. Baik petani padi program SLPTT maupun petani padi non program SLPTT di mana sebagian besar menghadapi permasalahan di sektor hulu. Ketersediaan benih dan pupuk cukup banyak dan mudah diakses di Desa Sukaratu, akan tetapi harga komponen kedua input ini, khususnya benih terus mengalami kenaikan setiap musim tanamnya. Contohnya adalah harga benih VUB Mekongga Label Biru yang awalnya Rp 38 000 per 5 kg pada musim tanam Juni-September 2012 menjadi Rp 45 000 /5 kg pada musim tanam Oktober 2012- Februari 2013.

Kesulitan lain yangdihadapi di subsistem hulu adalah ketersediaan tenaga kerja (buruh tani) yang semakin sedikit setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya regenerasi dari petani berusia tua ke generasi selanjutnya, yakni generasi muda lebih memilih untuk menjadi buruh pabrik daripada bekerja di sawah. Jumlah tenaga kerja yang semakin minim membuat petani harus menunda aktivitas usahataninya atau berani membayar dengan upah yang lebih mahal dibandingkan yang lainnya. Peningkatan upah buruh tani ini akhirnya berdampak pada peningkatan biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani.

Adanya penggalian semen di Gunung Bubut yang merupakan sumber pengairan lahan sawah Desa Sukaratu mengakibatkan air yang digunakan untuk mengaliri sawah tidak lagi jernih, tetapi berwarna keabu-abuan, dan beraroma tidak sedap tercemar limbah penggalian. Kualitas air yang memburuk ini diduga turut mempengaruhi produktivitas tanaman padi.

(40)

jumlah benih yang lebih banyak daripada jumlah yang seharusnya juga berdampak pada peningkatan biaya tunai yang harus dikeluarkan petani.Jenis hama lainnya yang banyak mengurangi hasil panen padi adalah hama tungro yang membuat daun padi kekuning-kuningan dan mematikan tanaman padi sebelum masa malai (berisi).

Angin kencang dan curah hujan yang tinggi pada musim tanam Oktober 2012 – Februari 2013 dikeluhkan petani sangat mengurangi hasil panen pada musim tanam ini. Angin kencang mengganggu pertumbuhan padi saat bulir padi akan mengisi, akibatnya adalah biji padi yang dipanen hampa (kosong). Menurut petani, cuaca dan iklim pada musim hujan dapat menurunkan pendapatan usahatani hingga 30%.

Pada subsistem off-farm, masalah yang terjadi adalah petani masih menjual gabah kepada tengkulak, bahkan sebagian besar petani masih menjual hasil panennya dengan sistem ‘tembak’ di mana tengkulak dibiarkan menghargai ‘nilai’ areal panen petani, tanpa menimbang berapa sesungguhnya hasil produksi dari areal panen tersebut. Sistem penjualan seperti ini tentu sangat merugikan petani, sebab petani tidak mengetahui secara riil berapa produksi padi yang dihasilkan. Jika ternyata hasil sistem ‘tembak’ nilainya berada di bawah nilai hasil produksi jika ditimbang, maka petani mengalami kerugian.

Masalah lain dari usahatani padi di Desa Sukaratu pada subsistem off farm yakni belum berkembangnya subsistem pengolahan padi. Sebagian besar petani di Desa Sukaratu masih menjual padi dalam bentuk primer, yakni berupa gabah kering panen. Hal ini disayangkan, sebab Desa Sukaratu telah memiliki penggilingan beras sendiri, serta kelompok tani yang telah berjalan dalam waktu yang cukup lama. Kondisi ini merupakan potensi bagi Desa Sukaratu untuk mengembangkan subsistem pengolahan komoditas padi, di antaranya dengan menjual beras melalui kelompok tani, sehingga bargaining position petani lebih tinggi dan harga beras yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah dapat meningkatkan pendapatan petani. Di samping itu dapat juga dikembangkan pengolahan pakan ternak dari sekam hasil penggilingan yang hasilnya dapat digunakan untuk pemasukan kelompok tani, maupun pengembangan makanan berbasis beras seperti rengginang.

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM SLPTT DI DESA

SUKARATU

Mekanisme Pelaksanaan Program SLPTT di Desa Sukaratu

Gambar

Tabel  1 Produktivitas padi di Indonesia 2007 – 2012a
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Tabel  3 Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasioa
Tabel 4 Keadaan Penduduk Desa Sukaratu Menurut Mata Pencahariana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendukung proses pengelolaan pengetahuan tersebut Perusahaan telah menyediakan Knowledge Management System yang diberi nama KAMPIUN yang dapat di akses di

Dalam sumber yang sama, dijelaskan bahwa dengan membiasakan siswa mengerjakan soal-soal tipe PISA akan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa (Aisyah,

a. Izin pemanfaatan ruang pada masing-masing wilayah yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa

Belut (Monopterus albus, Zuiew 1793) adalah sejenis ikan anggota suku Synbranchidae, ordo Synbranchiiformes, yang mempunyai nilai ekonomi dan ekologi. Secara

Oleh karena itu, dalam proses untuk mencapai keharmonisan keluarga, BP4 di Babakan Cikao memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan keharmonisan dan

Penulis menghaturkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karunia, anugerah dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan segala referensi, mendoakan, serta memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan perangkat lunak pendeteksi warna berdasarkan kepekatan warna emas maka dapat disimpulkan bahwa penentuan posisi dan jarak