• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peternak

6.3.1 Analisis Dampak Terhadap Pendapatan Peternak

6.3.1.3 Analisis Pendapatan Usahaternak Biogas dan Non

Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak biogas dan non biogas sebesar Rp 355.036/bulan, selisih pendapatan atas total biaya sebesar Rp 143.191/bulan (Tabel 23).

Tabel 23. Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak Per Bulan

Keterangan Peternak Biogas Peternak Non Biogas Selisih Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241 Biaya Tunai 709.757 640.552 69.206

Biaya Non Tunai 981.700 769.856 211.844

Total Biaya 1.691.457 1.410.407 281.050

Pendapatan atas Biaya Tunai 1.291.134 936.339 355.036

Pendapatan atas Total Biaya 309.674 166.483 143.191

74 Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka Usahaternak biogas lebih Ekonomis dibandingkan dengan usahaternak non biogas. Hal ini terjadi dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya.

6.3.2 Analisis Pengeluaran Energi Responden

Energi yang digunakan oleh responden penelitian ini hanya meliputi penggunaan energi yang berhubungan dengan keperluan Rumahtangga untuk memasak dan penerangan. Berdasarkan data hasil kuesioner, energi yang digunakan untuk memasak yaitu, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk keperluan memasak dan sebanyak 90 responden (97%) diantaranya masih menggunakan elpiji untuk memasak. Bila dilihat dari penggunaan kayu bakar sebanyak 15 responden (44,12%) peternak biogas, 3 responden (9,37%) pengguna biogas non peternak,dan 19 responden (70,37 %) peternak non biogas pengguna kayu bakar. Responden pengguna biogas maupun non biogas masih menggunakan kayu bakar, dikarenakan kayu bakar masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di hutan dan kebun carik Desa Haurngombong sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.

Responden yang masih menggunakan minyak tanah hanya sebanyak 3 orang(3,23%), dimana 1 orang responden merupakan pengguna biogas non peternak dan sisanya peternak non biogas. Harga minyak tanah di Desa Haurngombong mencapai Rp.12.000/liter dan sulit didapatkan (langka). Jika minyak tanah tidak tersedia maka responden lebih memilih menggunakan kayu bakar dibanding menggunakan gas elpiji maupun biogas dengan alasan lebih aman dan tanpa biaya (terjangkau).

75 Penggunaan gas elpiji untuk memasak masih cukup tinggi, lebih dari separuh responden peternak sebesar 58,82% responden, peternak non biogas sebesar 81,48% dan pengguna biogas non peternak sebanyak 93,75% menggunakan gas elpiji. Responden yang menggunakan sekam padi berjumlah 2 orang yang merupakan peternak non biogas. Ketersediaan sumberdaya sekam yang melimpah serta responden memiliki kompor sekam yang dikenal dengan nama “Kompor SBY” serta responden merupakan petani padi (Tabel 24).

Tabel 24. Penggunaan Energi Responden

Penggunaan Energi Pengguna Biogas Peternak non Biogas

Total Peternak Non peternak

Memasak Kayu Bakar 15 3 19 37

Minyak Tanah 0 1 2 3 Gas Elpiji 20 30 22 72 Biogas 34 32 0 66 Sekam 0 0 2 2 Penerangan Listrik PLN 34 32 27 93 Biogas 7 0 0 7

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik PLN dan biogas. Seluruh responden baik pengguna biogas maupun non biogas menggunakan penerangan dengan listrik PLN. Pemanfaatnan biogas menjadi energi listrik masih dalam pemantauan penelitian dan proyek percontohan pada peternak dengan jumlah ternak lebih dari 5 ekor dan hanya dimanfaatkan pada saat terjadi pemadaman listrik.

Tabel 25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas

Lama Berternak

Pengguna Biogas Jenis Instalasi

Komunal Individual Peternak Non

Peternak

Plastik Fiber Beton

< 1 tahun 27 30 0 0 57 30 27

1-3 tahun 4 2 0 1 3 3 1

>3 tahun 3 0 0 3 0 0 3

76 Instalasi biogas pertama kali dibangun di Desa Haurngombong pada tahun 2004 dengan konstruksi yang terbuat dari plastik, daya tahannya tidak menentu dengan pembinaan yang dilakukan oleh UNPAD. Setelah kontruksi plastik pada tahun 2008 oleh konstruksi terbuat dari fiber, gas metan ditampung oleh plastik. Pada tahun 2010 Bapak Mamat yang selaku sebagai ketua, bekerja sama dengan SIPOS (Belanda). Pada bulan Oktober 2010 mendapat promosi biogas beton 6 m3 tanpa alat pembantu sebanyak 3 reaktor, Manfaat biogas diantaranya :

1. Bahan bakunya mudah diperoleh (kotoran) 2. Ramah lingkungan

3. Menambah nilai pendapatan peternak 4. Menghasilkan pupuk yang berkualitas

Pembangunan instalasi beton pada tahun 2011 bertambah sebanyak 100 instalasi biogas yang merupakan bantuan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari banyaknya responden dengan lama penggunaan biogas beton yang kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk lama penggunaan biogas telah digunakan selama 1-3 tahun sebanyak 3 instalasi yang merupakan instalasi percontohan, serta 3 instalasi yang terbuat dari fiber yang masih beroperasi dan terawat dikarenakan responden tersebut merupakan tenaga ahli biogas (teknisi) di Desa Haurngombong.

Jumlah penggunaan energi responden yang digunakan untuk memasak yang bersumber dari kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji dan biogas, baik sebelum maupun setelah penggunaan biogas terjadi perubahan tingkat konsumsi energi dari masing-masing jenis sumber energi yang digunakan. Pembangunan biogas, tingginya harga minyak tanah dan tingkat kepraktisan dan ketersediaan

77 jumlah sumberdaya yang cukup mendorong perkembangan pemanfaatan biogas di Desa Haurngombong (Tabel 26).

Tabel 26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden

Sumber Energi

Peternak Biogas Peternak Non Biogas

Rumah Tangga Pengguna Biogas

Sebelum Setelah Sebelum Sesudah

Kayu Bakar (kg) 24,67 9,03 28,67 2,87 1,34

Minyak Tanah

(liter)

6,83 0 5,63 2,31 1,62

Gas Elpiji (tabung gas 3kg)

8,67 2,91 5,70 2,40 1,02

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

Dari data hasil kuesioner diperoleh rata-rata jumlah penggunaan energi responden, rata-rata penggunaan kayu bakar responden yang merupakan peternak biogas mengalami penurunan sebanyak 15,64 kg kayu bakar, penggunaan minyak tanah menurun sebanyak 6,83 liter serta penurunan penggunaan gas elpiji sebanyak 5,76 tabung gas elpiji ukuran 3 kg. Rata-rata penggunaan energi bagi responden pengguna biogas non peternak mengalami penurunan serta penggunaan energi pada responden non peternak sebagian besar masih menggunakan kayu bakar dikarenakan kayu bakar yang tersedia dan terjangkau. Tingkat harga konversi kayu bakar sebesar Rp 1.000/kg, minyak tanah Rp 12.000/liter dan gas elpiji Rp 16.000/tabung 3 kg.

Pengeluaran rata-rata energi responden untuk kegiatan memasak dan kebutuhan lainnya di Desa Haurngombong dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan jenis energi yang digunakan. Penghematan pengeluaran energi per bulan peternak sebelum dan sesuadah penggunaan biogas sebesar Rp 189.760/bulan. Penghematan pengeluaran energi dari responden pengguna biogas non peternak sebesar Rp 31.890/bulan. Selisih pengeluaran energi rata-rata perbulan antara

78 responden peternak biogas dan non biogas sebesar Rp 131.840/bulan (Tabel 27). Penggunaan energi biogas merupakan suatu langkah penghematan alokasi biaya untuk energi dan dapat digunakan untuk alokasi lainnya seperti biaya kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Selain itu, penggunaan energi biogas merupakan sumber energi alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan suber energi lainnya seperti: BBM, LPG dan kayu bakar. Pengurangan ketergantungan tersebut secara tidak langsung berdampak pada perbaikan kondisi sumberdaya dan lingkungan.

Tabel 27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden per Bulan Sumber Energi Peternak Biogas Peternak

Non Biogas

Pengguna Biogas Non Peternak

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Kayu Bakar 24.670 9.030 28.670 2.870 1.340 Minyak Tanah 81.960 0 67.560 27.720 19.440 Gas Elpiji 138.720 46.560 91.200 38.400 16.320 Total 245.350 55.830 187.430 68.990 37.100 Selisih Sebelum dan Setelah 189.760 31.890 Selisih Biogas dan Nonbiogas 131.840

Sumber : Data Primer (diolah), 2012

6.4 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak di Desa Haurngombong

Pada saat ini pengembangan biogas semakin penting dikarenakan minyak tanah mengalami kelangkaan dan harganya yang tinggi, BBM dan LPG yang mahal, pupuk organik yang mahal. Mahalnya BBM dapat memicu kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfer) dikarenakan penggunaan kayu bakar meningkat, sedangkan kelangkaan dan mahalnya pupuk organik dapat menyebabkan menurunnya kesuburan lahan akibat penggunaan pupuk kimia. Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya

79 konservasi. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak meliputi: dampak sosial yang dilihat dari perubahan perilaku peternak dan non peternak, kegiatan masyarakat dan hubungan antar masyarakat sebelum dan setelah adanya pemanfaatan limbah ternak. Sedangkn untuk dampak lingkungan dilihat dari perubahan kondisi lingkungan yang dirasakanoleh responden.

6.4.1 Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non Peternak

Sebelum masuknya teknologi biogas ke Desa Haurngombong, peternak melakukan pengelolaan limbahnya masih secara tradisional yaitu: sebgian peternak telah memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk dan sebagian peternak masih membuang limbah kotoran ternak langsung dibuang ke tempat pembuangan air (saluran air/selokan/sungai kecil), dialirkan langsung ke parit persawahan, ditimbun dengan menggunakan tanah, serta dibiarkan begitu saja di lahan kebun.

Setelah teknologi biogas diperkenalkan, dan peternak diberikan bantuan hibah instalasi biogas dari pemerintah setempat, peternak mulai mengadopsi upaya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Perkembangan penggunaan teknologi biogas ini ternyata mampu mengurangi jumlah kotoran yang dibuang begitu saja serta terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat di Desa Haurngombong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga ketua kelompok ternak yang ada di Desa Haurngombong, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial masyarakat menjadi lebih erat dan harmonis dikarenakan sistem pembangunan instalasi biogas yang dilakukan secara gotong royong. Selain itu sering dilaksanakannya kegiatan rutin penyuluhan, sosialisasi dan evaluasi kegiatan membuat hubungan antar warga semakin erat dan saling peduli satu sama lain.

80 Fungsi kelembagaan kelompok peternak di Desa Haurngombong mempunyai program kepanitiaan tersendiri untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pemanfatan biogas. Rutinitas kegiatan kelompok peternak sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas, intensitas pelaksanaan kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan evaluasi lebih sering, serta hubungan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, instansi pendidikan, dan pihak swasta dalam upaya pemanfaatan limbah seperti UNPAD, ITENAS, Yayasan Cahaya Keluarga, dan PT. PLN setempat.

Dampak sosial terhadap perilaku non peternak di sekitar lokasi usahaternak, sebelum adanya pemanfaatan biogas masyrakat merasa terganggu dengan bau yang ditimbulkan serta sering terjadinya konflik kecil. Setelah adanya program pemanfaatan biogas rumah tangga yang dapat digunakan oleh 1-3 KK untuk skala Rumah tangga dan 4-7 KK untuk instalasi biogas skala komunal. Masyarakat sekitar lokasi peternakan tidak lagi hanya mendapat eksternalitas negatif saja, sekarang masyarakat sekitar dapat memanfaatkan biogas untuk memasak, walaupun kadang terjadi permasalahan dalam pengelolaan dan pembagian kerja dalam perawatan biogas.

Dampak sosial secara langsung dengan adanya program biogas adalah dapat memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil observasi penyerapan tenaga kerja akibat adanya pemanfaatan biogas sangat kecil dikarenakan skala usahaternak di Haurngombong masih kecil.

81

Tabel 28. Dampak Sosial terhadap perubahan Perilaku peternak dan Non peternak

Keterangan Sebelum Setelah

Perilaku Peternak

Pengelolaan limbah dilakukan secara tradisional :

dijadikan pupuk

dibuang begitu saja ke saluran

air/ parit persawahan, ditimbun/ dibiarkan di lahan kebun

pengelolaan limbah menjadi pupuk, biogas dan energi listrik.

 meningkatkan fungsi kelembagaan kelompok peternak melalui kegiatan pembangunan biogas Meningkatkan kerjasama

dengan pemerintah dan pihak swasta, seperti: UNPAD, ITENAS, YCK, PLN, SIPOS Belanda.

Perilaku Non Peternak

konflik kecil akibat pencemaran

limbah

melakukan penebangan pohon di

hutan dan kebun carik desa untuk

memenuhi kebutuhan kayu

bakar.

meningkatkan budaya

gotong royong

konflik kecil akibat mis management operasional pengisian bahan baku biogas.

Mengurangi

ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil seperti : minyak tanah, LPG, kayu bakar. Sumber: Data Primer (diolah), 2012

6.3.2 Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak

Berdasarkan hasil kuesioner menggunakan pertanyaan terbuka, persepsi terhadap dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa Haurngombong yaitu: sebanyak 87 responden (94%) merasakan adanya perubahan yang signifikan mengenai kondisi lingkungan dan berkurangnya bau dari tumpukan kotoran sapi yang sering ditumpuk atau dialirkan begitu saja ke saluran air terdekat. Peternak biogas merasakan adanya peningkatan kesehatan ternak dan kualitas susu hasil pemerahan lebih terjamin kebersihanya. Tingkat kualitas susu menentukan harga beli koperasi terhadap susu tersebut yang ditunjukan dengan ukuran total solid (TS) yang merupakan penilaian dari total

82

fat dan bakteri yang terkandung pada susu. Beberapa responden menyatakan adanya perubahan nilai TS yang biasanya berkisar 10,1 menjadi 11,2 dalam satuan TS (nilai dari kualitas susu).

Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar antara lain: berkurangnya kegiatan penebangan pohon oleh masyarakat desa untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat karena tidak mengeluarkan asap, kandang hewan menjadi semakin bersih karena limbah kotoran kandang langsung dapat diolah, sisa limbah yang dikeluarkan dari biodigester dapat dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan, dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, penggunaan biogas relatif lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran. Selain itu, dengan adanya rumah pupuk sehingga kotoran ternak/limbah biogas dapat dijual dan menambah penerimaan baik bagi peternak biogas maupun non biogas.

1. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih (kesehatan ternak dan kualitas susu meningkat)

2. Berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat.

3. Berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar.

83

Dokumen terkait