• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerimaan dari Tandan Buah Segar (TBS), Minyak Inti dan Inti Sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Interpretasi hasil regresi

5.4. Analisis Penerimaan dari Tandan Buah Segar (TBS), Minyak Inti dan Inti Sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah

Birung Ulu

Penerimaan tandan buah segar (TBS) didapatkan dari hasil perkalian antara produksi TBS selama satu tahun dengan harga rata-rata. Perhitungan ini menggunakan besarnya produksi selama satu tahun yang didasarkan pada asumsi bahwa seluruh produksi selama satu tahun terjual semua pada tahun itu juga. Jadi besarnya jumlah produksi sama dengan jumlah penjualan. Harga yang digunakan dalam perhitungan ini merupakan harga rata-rata penjualan selama satu tahun. Harga maupun penerimaan TBS selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan penerimaan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini :

Tabel 5.10. Produksi, Harga dan Penerimaan dari Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu. Tahun Produksi TBS (Kg) Harga TBS (Rp) Penerimaan TBS (Rp) 2008 10.566.010 1.182 12.486.290.114 2009 32.201.280 1.617 52.069.200.491 2010 39.520.210 1.607 63.512.274.228 2011 42.974.880 1.596 68.570.490.200 2012 40.626.110 1.406 57.127.162.729 2013 39.432.840 1.353 53.356.618.185

Gambar 5.8.Grafik Penerimaan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu.

Berdasarkan Tabel 5.10 dan Gambar 5.8 dapat diketahui penerimaan dari produksi tandan buah segar kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Birung Ulu. Jika dilihat dari harga rata-rata tandan buah segar kelapa sawit, pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 1.182 per kg, sedangkan tahun berikutnya mengalami kenaikan harga yaitu Rp.1617 per kg pada tahun 2009; Rp 1.607 pada tahun 2010 dan Rp1.596 pada tahun 2011; Rp.1.406 pada tahun 2012, dan Rp.1.353 pada tahun 2013. Harga tandan buah segar kelapa sawit ter tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.617 kg yang merupakan harga tertinggi selama tahun 2008-2013.

Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh dua komponen yaitu besarnya produksi dan harga tandan buah segar kelapa sawit. Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa besarnya penerimaan selalu mengalami perubahan. Penerimaan penjualan tandan buah segar masing-masing mulai tahun 2008 sampai dengan

tahun 2013 yaitu, untuk tahun 2008, Rp. 12.486.290.114; tahun 2009, Rp. 52.069.200.491; tahun 2010, Rp. 63.512.274.228; tahun 2011, Rp. 68.570.490.200; tahun 2012, Rp. 57.127.162.729; dan tahun 2013, Rp. 53.356.618.185. Penerimaan tertinggi selama tahun 2008-2013 yaitu terjadi

pada tahun 2011 sebanyak22 % dari total penerimaan tandan buah segar atau sebesar Rp.68.570.490.200. Hal ini dikarenakan jumlah produksi tandan buah segar yang sangat tinggi yaitu 42.974.880 kg, dan harga produksi sebesar Rp. 1.596 per kg, sehingga meskipun harga produksi pada tahun 2011 bukan merupakan harga produksi tertinggi pada periode waktu tahun 2008-2013,namun karena dipengaruhi oleh jumlah produksi pada tahun itu, maka diperoleh penerimaan tertinggi di tahun 2011 tersebut.

Tabel 5.11.Produksi, Harga dan Penerimaan dari Minyak Inti dan Inti Sawit di PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu.

Tahun Produksi Minyak + Inti (Kg) Harga Minyak + Inti (Rp) Penerimaan Minyak + Inti (Rp) Tahun 2008 2.849.703 4.213 12.006.048.186 Tahun 2009 8.494.613 5.894 50.066.538.934 Tahun 2010 10.758.009 5.677 61.069.494.450 Tahun 2011 11.488.980 5.739 65.933.163.654 Tahun 2012 10.803.138 5.085 54.929.964.163 Tahun 2013 10.280.393 4.991 51.304.440.563

Gambar 5.9.Grafik Penerimaan Minyak+Inti Sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu Tahun 2008-2013.

Berdasarkan Tabel 5.11 dan Gambar 5.9 dapat diketahui penerimaan dari minyak inti dan inti sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Birung Ulu. Jika dilihat dari harga rata-rata minyak inti dan inti sawit, pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp.4.213 per kg. Sedangkan tahun berikutnya mengalami kenaikan harga yaitu Rp. 5.894 per kg pada tahun 2009;turun lagi menjadi Rp. 5.677 pada tahun2010 dannaik lagi menjadi Rp. 5.739 pada tahun 2011; di tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu Rp.5.085, dan kembali menurun ditahun 2013 menjadi Rp. 4.991. Harga minyak inti dan inti sawit ter tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 5.894 per kg yang merupakan harga tertinggi selama tahun 2008-2013.

Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh dua komponen yaitu besarnya produksi dan harga minyak inti dan inti sawit.Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa besarnya penerimaan selalu mengalami perubahan. Penerimaan penjualan

minyak inti dan inti sawit masing-masing mulai tahun 2008 sampai dengan tahun

2013 yaitu, untuk tahun 2008, Rp. 12.006.048.186; tahun 2009, Rp. 50.006.538.934; tahun 2010, Rp. 61.069.494.450; tahun 2011, Rp. 65.933.163.654; tahun 2012, Rp. 54.929.964.163; dan tahun 2013, Rp. 51.304.440.563. Penerimaan tertinggi selama tahun 2008-2013 yaitu terjadi

pada tahun 2011 sebanyak23 % dari total penerimaan minyak inti dan inti sawit atau sebesar Rp. 65.933.163.654. Hal ini dikarenakan jumlah produksi minyak inti dan inti sawit yang sangat tinggi yaitu 11.488.980 kg, dan harga produksi sebesar Rp. 5.739 per kg, sehingga meskipun harga produksi pada tahun 2011 bukan merupakan harga produksi tertinggi pada periode waktu tahun 2008-2013,namun karena dipengaruhi oleh jumlah produksi pada tahun itu, maka diperoleh penerimaan tertinggi di tahun 2011 tersebut.

5.5. Analisis Break Even Point (BEP) pada Usahatani Kelapa Sawit PT. PerkebunanNusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu.

Analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi impas suatu usaha yang telah dilaksanakan. Pada pasar persaingan sempurna, harga bersifat tetap sehingga besarnya pendapatan marjinal (MR) sama besarnya dengan harga. Kondisi impas terjadi saat harga yang berlaku sama dengan biaya rata-rata (AC). Pada kondisi ini, keuntungan normal perusahaan adalah nol yang artinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menanggung kerugian.Sehingga dengan analisis BEP dapat diketahui besarnya produksi saat mencapai kondisi impas. Dengan demikian maka jumlah produksi tersebut dijadikan sebagai jumlah produksi minimum yang harus dicapai

perusahaan agar terhindar dari kerugian. Analisis BEP dibedakan menjadi dua yaitu BEP atas dasar unit (kg) atau jumlah produksi dan BEP atas dasar harga (Rp/Kg).

Nilai BEP atas dasar unit diperoleh dengan membandingkan antara biaya tetap dengan hasil pengurangan antara harga dan biaya variable per unit (marjin kontribusi). Nilai BEP atas dasar unit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah biaya tetap, harga dan biaya variable per unit. Jumlah biaya tetap bersifat berbanding lurus terhadap nilai BEP, artinya jika jumlah biaya tetap tinggi maka nilai BEP juga akan tinggi, dan sebaliknya. Sedangkan harga mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai BEP, artinya jika harga naik maka nilai BEP akan turun, dan sebaliknya. Marjin kontribusi yang besar akan menyebabkan penurunan pada nilai BEP.

Nilai BEP atas dasar harga diperoleh dengan membandingkan antara total biaya denganjumlah produksi. Nilai BEP atas dasar harga menunjukkan seberapa besar minimal hargayang harus dicapai perusahaan agar terhindar dari kerugian. Nilai BEP atas dasar unit dan nilai BEP atas dasar harga tersaji pada Tabel 5.12 dan Tabel 5.13 berikut :

Tabel 5.12. Break Even Point (BEP) atas dasar unit atau jumlah produksipada Usahatani Kelapa Sawit PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu Tahun 2008-2013.

Tahun Jumlah Biaya Tetap Jumlah Biaya Variabel Produksi (Kg) Biaya Variabel per Unit Harga (Rp) BEP (unit) (Kg) 2008 3.986.059.167 5.618.779.382 13.415.713 418,82 2.698 1.749.285 2009 8.804.103.254 28.448.560.304 40.695.893 699,05 3.756 2.880.502 2010 11.982.775.439 36.872.820.121 50.278.219 733,38 3.642 4.119.740 2011 10.832.146.077 41.914.384.846 54.463.860 769,58 3.668 3.737.906 2012 11.820.619.304 32.123.350.026 51.429.248 624,61 3.246 4.510.159 2013 12.275.948.765 28.767.603.679 49.713.233 578,67 3.172 4.733.664 Sumber : Analisis Data Sekunder

Tabel 5.13. Break Even Point (BEP) atas dasar harga pada Usahatani Kelapa Sawit PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu Tahun 2008-2013.

Tahun Jumlah Biaya Tetap

Jumlah Biaya Variabel

Total Biaya Jumlah Produksi BEP Harga (Rp/Kg) 2008 3.986.059.167 5.618.779.382 9.604.838.549 13.415.713 716 2009 8.804.103.254 28.448.560.304 37.252.663.558 40.695.893 915 2010 11.982.775.439 36.872.820.121 48.855.595.560 50.278.219 972 2011 10.832.146.077 41.914.384.846 52.746.530.923 54.463.860 968 2012 11.820.619.304 32.123.350.026 43.943.969.330 51.429.248 854 2013 12.275.948.765 28.767.603.679 41.043.552.444 49.713.233 826 Sumber : Analisis Data Sekunder

Nilai BEP atas dasar unit menunjukkan seberapa besar minimal produksi yang harus dicapai perusahaan tersebut selama satu tahun agar terhindar dari kerugian atau telah mampu menutup semua biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabelnya. Berdasarkan Tabel 5.12, dapat diketahui bahwa selama tahun 2008-2013 nilai BEP selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2008 saat rerata harga TBS, minyak dan inti sawit Rp 2.698, kondisi impas terjadi pada produksi 1.749.285kg. Sedangkan produksi TBS, minyak dan inti sawit yang telah dihasilkan perusahaan pada tahun 2008 sebesar 13.415.713 kg.Dengan demikian maka jumlah produksi tersebut telah melampaui titik impas dan menghasilkan keuntungan.

Pada tahun 2009, rerata harga TBS, minyak dan inti sawit mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu menjadi Rp 3.756, seiring dengan peningkatan jumlah produksi yaitu 40.695.893 kg.Hal ini menyebabkan peningkatan nilai produksi saat mencapai kondisi impas yaitu2.880.502kg.Dengan jumlah produksi tersebut, maka perusahaan telah melampaui titik impasnya pada tahun 2009.

Pada tahun 2010, rerata harga TBS, minyak dan inti sawit mengalami penurunan yaitu Rp 3.642 sehingga jumlah produksi saat mencapai kondisi impas mengalami peningkatan yaitu 4.119.740 kg. Jika dibandingkan dengan jumlah produksi yang telah dicapai perusahaan maka dapat dikatakan bahwa jumlah produksi tersebut telah mampu melampaui titik impas.

Pada tahun 2011, rerata harga TBS, minyak dan inti sawit mengalami peningkatan meskipun dengan persentase yang kecil yaitu 0,7 persen dengan nilai harga sebesar Rp 3.668. Hal ini menyebabkan penurunan pada nilai BEP menjadi 3.737.906 kg. Pada tahun 2011, jumlah produksi yang dihasilkan perusahaan terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 54.463.860 kg. Dengan demikian, jumlah produksi tersebut telah melampaui titik impasnya.

Pada tahun 2012, rerata harga TBS, minyak dan inti sawitkembali mengalami penurunan yaitu Rp 3.246 sehingga jumlah produksi saat mencapai kondisi impas mengalami peningkatan yaitu 4.510.159 kg. Jika dibandingkan dengan jumlah produksi yang telah dicapai perusahaan maka dapat dikatakan bahwa jumlah produksi tersebut telah mampu melampaui titik impas, meskipun pada tahun 2012 jumlah produksi mengalami penurunan sebasar 51.429.248 kg atau sekitar 5,57 persen.

Pada tahun 2013,kondisi impas terjadi saat produksi sebesar 4.733.664 kg.Jumlah ini merupakan kondisi impas tertinggi jika dibandingkan dengan tahun 2008-2012.Hal ini terjadi karena rerata harga TBS, minyak dan inti sawityang berlaku di pasar mengalami penurunan kembali yaitu sebesar Rp 3.172.Dengan harga yang rendah, maka semakin besar jumlah yang harus dicapai perusahaan untuk melampaui titik impasnya.Dimana jumlah produksi pada tahun 2013juga mengalami penurunan yaitu sebesar 49.713.233 kg.Meskipun demikian jumlah tersebut tetap mampu melampaui kondisi impas.

Berdasarkan data tersebut, nilai BEP atas dasar unit tertinggi terjadi padatahun 2013 dan terendah terjadi pada tahun 2008. Sementara itu, produksi TBS, minyak dan inti sawit selama periode 2008-2013 selalu lebih besar dari nilai BEP-nya. Sehingga jika dibandingkan antara nilai BEP dengan jumlah produksi TBS, minyak dan inti sawit, maka dapat dikatakan bahwa jumlah produksi TBS, minyak dan inti sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu telah melampaui break even point/titik impas.Pada keadaan tersebut maka PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulusetiap tahunnya mendapatkan keuntungan dari usaha tani kelapa sawit tersebut.

Berdasarkan Tabel 5.13, dapat diketahui bahwa selama tahun 2008-2013 nilai BEP selalu mengalami perubahan yaitu mengalami peningkatan sampai tahun 2010 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Nilai BEP atas dasar harga dari tahun 2008 sampai tahun 2010 secara berturut-turut yaitu pada tahun 2008 sebesar Rp.716/kg; pada tahun2009 sebesar Rp. 915/kg; pada tahun2010 sebesar Rp 972/kg; kondisi impas atas dasar harga mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar Rp 968/kg; dan pada tahun 2012meningkat kembali menjadi Rp 854/kg; peningkatan nilai BEP atas dasar rupiah juga kembali terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp. 826/kg. Nilai BEP atas dasar harga tersebut jika dibandingkan dengan jumlah penerimaan TBS, minyak dan inti sawit, maka dapat dikatakan bahwa jumlah penerimaanTBS, minyak dan inti sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu telah melampaui break even point/titik impas.Hal ini menunjukkan bahwa PT. Perkebunan

Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulutelah mendapatkan keuntungan dari usaha tani kelapa sawit yang dikelolanya.

Berikut adalah grafik rata-rata BEP usaha tani kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Birung Ulu tahun 2008-2013. A Kondisi BEP pada Tahun 2008

Gambar 5.10. Grafik Kondisi BEP Tahun 2008

Berdasarkan Gambar 5.10 dapat diketahui bahwa besarnya pendapatan marjinal (MR) sama dengan harga yaitu Rp 2.698. Hal ini terjadi karena jenis pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan sempurna, sehingga berapapun besarnya produksi, harga yang berlaku adalah sama. Kondisi impas terjadi saat besarnya biaya rata-rata (AC) sama dengan besarnya harga yaitu

terjadi saat produksi sebesar 1.749.285 kg. Pada kondisi tersebut keuntungan normal perusahaan adalah nol yang artinya pendapatan penjualan sama besarnya dengan biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan.

b. Kondisi BEP pada Tahun 2009

Gambar 5.11. Grafik Kondisi BEP Tahun 2009

Berdasarkan Gambar 5.11 dapat diketahui bahwa pada harga jual TBS, minyak dan inti sawit Rp3.756, perusahaan mencapai titik impas pada produksi 2.880.502 kg. Pada tingkat produksi tersebut biaya rata-rata sama besarnya dengan pendapatan marjinal. Pendapatan marjinal pada pasar persaingan sempurna bersifat tetap yaitu sama besarnya dengan harga.

Pada kondisi impas menunjukkan laba normalnya adalah nol yang artinya pendapatan penjualan sama besarnya dengan biaya totalnya

c. Kondisi BEP pada Tahun 2010

Gambar 5.12. Grafik Kondisi BEP Tahun 2010

Berdasarkan Gambar 5.12, dapat diketahui bahwa pada harga jual TBS, minyak dan inti sawit Rp 3.642, perusahaan mencapai titik impas pada produksi 4.119.740 kg. Pada tingkat produksi tersebut biaya rata-rata sama besarnya dengan pendapatan marjinal. Pendapatan marjinal pada pasar persaingan sempurna bersifat tetap yaitu sama besarnya dengan harga.

Pada kondisi impas menunjukkan laba normalnya adalah nol yang artinya pendapatan penjualan sama besarnya dengan biaya totalnya.

d. Kondisi BEP pada Tahun 2011

Gambar 5.13. Grafik Kondisi BEP Tahun 2011

Berdasarkan Gambar 5.13, dapat diketahui bahwa besarnya pendapatan marjinal (MR) sama dengan harga yaitu Rp 3.668. Hal ini terjadi karena jenis pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan sempurna, sehingga berapapun besarnya produksi, harga yang berlaku adalah sama. Kondisi impas terjadi saat besarnya biaya rata-rata (AC) sama dengan besarnya harga yaitu terjadi saat produksi sebesar 3.737.906 kg. Pada kondisi tersebut keuntungan normal perusahaan adalah nol yang artinya pendapatan penjualan sama besarnya dengan biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan

e. Kondisi BEP pada Tahun 2012

Gambar 5.14. Grafik Kondisi BEP Tahun 2012

Berdasarkan Gambar 5.14, dapat diketahui bahwa pada harga jual TBS, minyak dan inti sawit Rp3.246, perusahaan mencapai titik impas pada produksi 4.510.159 kg. Pada tingkat produksi tersebut biaya rata-rata sama besarnya dengan pendapatan marjinal. Pendapatan marjinal pada pasar persaingan sempurna bersifat tetap yaitu sama besarnya dengan harga.

Pada kondisi impas menunjukkan laba normalnya adalah nol yang artinya pendapatan penjualan sama besarnya dengan biaya totalnya.

f. Kondisi BEP pada Tahun 2013

Gambar 5.15. Grafik Kondisi BEP Tahun 2013

Berdasarkan Gambar 5.15, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan harga jual TBS, minyak dan inti sawit yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan harga ditahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 3.172. Harga tersebut tentunya akan mempengaruhi pihak perusahaan dalam pengelolaan produksi dikarenakan jumlah produksi minimal yang harus dicapai untuk menutup seluruh biaya menjadi semakin tinggi. Hal ini dapat juga dilihat dari nilai break even point (BEP) atas dasar unit mengalami peningkatan menjadi 4.733.664, dan begitu juga dengan jumlah produksi di tahun 2013 yang mengalami penurunan yakni sebesar 49.713.233 kg. Berdasarkan data grafik tersebut dapat diketahui bahwa kondisi titik impas yang sangat tinggi terjadi pada tahun 2013.Pada kondisi tersebut keuntungan normal perusahaan adalah nol yang artinya pendapatan

penjualan sama besarnya dengan biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan.Meskipun jumlah dan harga produksi selama tahun 2013 tergolong rendah, namun jumlah tersebut masih tetap mampu melampaui kondisi break even point dan menghasilkan laba bagi perusahaan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN