• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung

Dalam dokumen BAB V HASIL PENELITIAN (Halaman 40-60)

a. Analisis Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Petani Jagung

Salah satu dari tujuan penilaian kinerja rantai pasok adalah untuk meningkatkan efisiensi kinerja pada rantai pasok jagung. Oleh karena itu dengan bantuan Data Envelopment analysis dapat menilai ketidakefisienan kinerja dengan cara membandingkan hasil pencapaian kinerja pemasok tersebut terhadap DMU (pemasok) yang efisien.

Hasil perhitungan efisiensi DMU petani jagung di Kabupaten Grobogan sangat bervariasi dari 0,268 sampai 1 dengan rata-rata tingkat efisiensi 0,689, hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab inefisiensi. Hal ini juga sekaligus menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahataninya agar dapat mencapai tingkat efisiensi. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut:

commit to user

Tabel 5.22. Statistik Deskriptif Efisiensi Petani jagung Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 5.22. kinerja antara satu petani dengan petani lainnya sangat jauh berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya 26,8 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi petani jagung di tingkat petani Kabupaten Grobogan sebesar 0,689 (lampiran 5.12).

Perhitungan dengan Constant Return to Scale (CRS) juga melihat slack dari variabel input dan output. Input slack atau input excess dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada. Output slack adalah berapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsinal agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien

Gambar 5.8. Rata-rata Input Dan Output Slack Petani jagung

Keterangan Jumlah

Jumlah DMU 60

Jumlah DMU yang effisien 10

Rata-rata nilai effisiensi 0,689

Nilai minimum effisiensi 0,268

Nilai maksimum effisiensi 1

Rata-rata Input slack

Xi : Biaya Benih 5.028,29

X2: Biaya Saprodi (Pupuk +Pestisida) 1.981,90

X3: Upah (TKLuar Kel +Mesin) 129.170,68

Rata -rata Output slack

Y1: Jumlah Produksi 1.321,00

Y2: Pendapatan 2.618.194,08

Dari Gambar 5.8. dapat dijelaskan bahwa output 2 (pendapatan) menjadi

output slack tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan

pendapatan rata-rata sebesar 2.618.194,08 tanpa menambah jumlah input yang dikeluarkan agar DMU menjadi effisien. Selain itu output slack yang masih dapat ditingkatkan adalah output 1 (produksi), dengan rata rata peningkatan sebesar 1.321 kg.

Sedangkan input slack/ input excess tertinggi terdapat pada input 3 yaitu biaya upah yang dikeluarkan oleh petani dengan rata-rata (Rp 129.170,68) yang paling banyak berpotensi dikurangi tanpa merubah jumlah output untuk meningkatkan nilai efisiensi. Input 3 yaitu merupakan total biaya upah meliputi tenaga kerja luar keluarga dan biaya dari aktivitas mesin (upah pemipilan jagung oleh mesin). Input 3 yaitu merupakan total biaya upah meliputi tenaga kerja luar keluarga dan biaya dari aktivitas mesin (upah pemipilan jagung oleh mesin). Input slack kedua terdapat pada input 1 yaitu merupakan biaya pembelian benih, dengan rata-rata input slack sebesar Rp Rp 5.028,29 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran benih masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi pada petani yang kurang effisien. Sedangkan input

slack terkecil berada pada input 2 yaitu biaya saprodi yang meliputi pupuk dan

pestisida (Rp 1.981,90), hal ini menunjukkan besarnya pemakaian biaya saprodi sudah mendekati efisiensi karena rata –rata slack hanya Rp 1.981,90. DMU petani yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari petani-petani lain yang tidak effisian seperti pada tabel berikut:

commit to user

Tabel 5.23. Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU Petani Jagung Kabupaten Grobogan

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Nilai Effisiensi P1 0,869 P19 P36 P47 P2 0,357 P47 P51 P46 P3 0,479 P50 P51 P47 P4 0,268 P50 P36 P47 P5 0,291 P51 P50 P47 P6 0,939 P47 P30 P53 P7 0,371 P47 P51 P46 P8 0,662 P30 P53 P47 P9 0,308 P47 P46 P51 P10 0,511 P46 P51 P11 0,465 P50 P51 P47 P12 0,836 P19 P36 P13 0,591 P46 P51 P14 0,472 P46 P51 P15 0,445 P47 P51 P46 P16 0,767 P46 P51 P17 0,425 P50 P51 P47 P18 0,432 P51 P46 P47 P19 1,000 P19 P20 0,501 P50 P51 P47 P21 0,872 P30 P36 P22 0,876 P30 P36 P23 0,800 P30 P53 P36 P24 0,975 P50 P36 P30 P25 0,467 P51 P47 P46 P26 0,433 P51 P47 P46 P27 0,497 P47 P51 P46 P28 0,507 P51 P47 P46 P29 0,694 P51 P47 P46 P30 1,000 P30 P31 0,891 P30 P36 P32 0,728 P51 P46 P33 0,647 P51 P47 P46 P34 0,756 P46 P51 P35 0,843 P47 P51 P46 P36 1,000 P36 P37 0,613 P50 P51 P47 P38 0,819 P50 P47 P51 P39 0,660 P50 P36 P47 P40 0,447 P47 P46 P51 P41 0,362 P50 P51 P47 P42 0,433 P47 P51 P46 P43 0,506 P46 P51 P44 0,527 P47 P51 P46 P45 0,960 P51 P50 P47 P46 1,000 P46 P47 1,000 P47 P48 0,401 P47 P51 P46 P49 0,835 P50 P36 P47 P50 1,000 P50 P51 1,000 P51 P52 1,000 P53 P53 1,000 P53 P54 1,000 P53 P55 0,737 P47 P46 P51 P56 0,630 P47 P51 P46 P57 0,802 P51 P47 P46 P58 0,814 P51 P47 P46 P59 0,834 P47 P51 P46 P60 0,965 P50 P51 P47 DMU Peers

Tabel 5.23. diatas menunjukkan bahwa terdapat 10 DMU petani yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100% dan yang menjadi peers bagi DMU petani yang lain terdapat 8 DMU diantaranya P19, P30, P36, P46, P47, P50, P51, P53. Sebagai contoh DMU petani yang tidak efisien adalah DMU petani P1 dan P2 yang memiliki nilai efisien 0,869 dan 0.537 sehingga perlu merujuk pada DMU petani yang efisien. Dimana petani P1 perlu merujuk pada petani P19, P36 dan P47 agar DMU tersebut menjadi efisien, sedangkan petani P2 perlu merujuk pada petani P47, P51 dan P46 agar DMU tersebut menjadi efisien.

Pemilihan DMU petani sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU petani yang kurang efisien. sebagai contoh DMU petani P1 merujuk pada DMU petani P19, P36 dan P47 dikarenakan ketiga petani tersebut merupakan petani yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU petani P1 seperti penggunaan kombinasi input benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

commit to user

Tabel 5.24. menggambarkan potensi peningkatan output untuk petani P1 dan P2 yang ineffisien/tidak effisien pada tahun 2013. Hasil perhitungan DEAP 2.1 menunjukkan bahwa pada DMU petani P1 dengan nilai efisiensi hanya 0,869 atau 86,9%, terdapat potensi peningkatan output 1 ( Jumlah produksi) sebesar 151,17 kg atau 15,12% menjadi 1.151,16 kg, peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp 459.409,25 menjadi Rp 2.273.209,25 tanpa mengurangi jumlah input sebelum akhirnya DMU petani No. 1 seefisien petani P19, P36 dan P47 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani P19 memberikan kontribusi sebesar 47,8%, petani P36 berkontribusi 3,7 %, dan petani P47 berkontribusi sebanyak 62,9%, dalam meningkatkan output petani P1. Oleh karena itu, DMU petani P1 sebaiknya memilih

petani tersebut sebagai benchmark (Lampiran. 5.9). Adapun ketiga petani sebagai

rujukan yaitu petani P19, P36 dan P47 mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai umur rata-rata 45 tahun yaitu merupakan kategori umur produktif; mempunyai pengalaman rata-rata 20 tahun dalam bertani sehingga sudah sangat berpengalaman dalam mengusahakan usahatani jagung; mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; memiliki rata rata pengusahaan jagung 0,58 ha; terlibat sebagai anggota dalam kelompoktani yang akan mempermudah dalam menerima adopsi dan inovasi teknologi; varietas jagung yang digunakan meliputi P27, Bisi 2 dimana varietas tersebut merupakan varietas yang cocok ditanam di kabupaten Grobogan; rata-rata jumlah benih yang digunakan sebesar 14 kg/ha masih merupakan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dalam budidaya jagung hibrida dengan total biaya benih sebesar Rp 512.000/kg; penggunaan pupuk meliputi pupuk urea dengan rata-rata pemakaian 330kg/ha sesuai dengan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dengan total biaya Rp 606 666/ha, pupuk SP36 dengan rata rata pemakaian 200kg/ha dengan biaya Rp 413.000/ha, pupuk phonska dengan rata rata pemakaian 93,33 kg/ha dengan biaya Rp168.000 /ha; dengan total biaya saprodi (pupuk dan pestisida) sebesar Rp 1.263.467/ha, dengan upah rata-rata yang dikeluarkan (tenaga kerja luar keluarga dan mesin) sebesar Rp 230.000/ha. adapun rata-rata total seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sebesar Rp 2.005.467/ha. dengan tingkat produksi rata-rata yang dicapai sebesar 3.733 kg dalam satu musim tanam, dengan tingkat penerimaan rata-rata dalam satu musim tanam adalah Rp

4.171.083/ha dan tingkat pendapatan rata rata dalam satu musim tanam adalah Rp 2.165.617/ha.

Pada DMU petani P2 dengan nilai efisiensi hanya 0,357 atau 35,7% terdapat potensi peningkatan output 1 ( Jumlah produksi) sebesar 3.237,76 kg dan potensi peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp 9.118.654,39 tanpa mengurangi jumlah input sebelum akhirnya DMU petani No. 2 seefisien DMU petani P47, P51 dan

P46 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani P47 memberikan

kontribusi sebesar 157,1%, petani P51 berkontribusi 33,8 %, dan petani P46 berkontribusi sebanyak 149,9%, dalam meningkatkan output DMU petani P2 agar menjadi efisien. Oleh karena itu, DMU petani P2 sebaiknya memilih petani P47, P51 dan P46 sebagai benchmark. (Lampiran 5.9). Adapun ketiga petani sebagai rujukan yaitu petani P47, P51 dan P46 mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai umur rata-rata 46 tahun yaitu merupakan kategori umur produktif; mempunyai pengalaman rata-rata 15 tahun dalam bertani sehingga sudah sangat berpengalaman dalam mengusahakan usahatani jagung; mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; memiliki rata rata pengusahaan jagung 0,58 ha; terlibat sebagai anggota kelompok tani; varietas jagung yang digunakan meliputi; P21 dan Bisi 2 dimana varietas tersebut merupakan varietas yang paling cocok ditanam di kabupaten Grobogan, rata-rata jumlah benih yang digunakan sebesar 15,33 kg/ha masih merupakan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dalam budidaya jagung hibrida dengan total biaya benih sebesar Rp 395.333/kg; penggunaan pupuk meliputi pupuk urea dengan rata-rata pemakaian 233.333 kg/ha dengan total biaya Rp 338.000 /ha, pupuk SP36 dengan rata rata pemakaian 116,66 kg/ha dengan biaya Rp 233.333 /ha,; dengan total biaya saprodi (pupuk dan pestisida) sebesar Rp 666.000/ha, dengan upah rata-rata yang dikeluarkan (tenaga kerja luar keluarga dan mesin) sebesar Rp 944.167/ha. adapun rata-rata total seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sebesar Rp 2.005.500/ha, dengan tingkat produksi rata-rata yang dicapai sebesar 3.600 kg dalam satu musim tanam, dengan tingkat penerimaan rata-rata dalam satu musim tanam adalah Rp 4.171.083/ha dan tingkat pendapatan rata rata dalam satu musim tanam adalah Rp 2.165.583/ha.

commit to user

b. Analisa Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Desa

Upaya peningkatan efisiensi kinerja pada rantai pasok jagung dengan bantuan

Data Envelopment Analysis adalah dengan cara menilai ketidakefisienan kinerja dan

membandingkan hasil pencapaian kinerja pemasok terhadap DMU (pemasok) yang efisien. Hasil perhitungan efisiensi DMU kinerja rantai pasok jagung pedagang pengumpul desa di Kabupaten Grobogan bernilai 0,996 sampai 1 dengan rata-rata tingkat efisiensi 1 hal ini berarti hampir seluruh decision making unit telah efisien. Hanya terdapat 1 DMU yang tidak efisien dan perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision

making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahanya agar dapat

mencapai tingkat efisiensi sempurna. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut:

Tabel 5.25. Statistik Deskriptif Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Desa di Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 5.25. kinerja antara satu rantai pasok jagung pedagang pengumpul desa dengan pedagang pengumpul desa lainnya tidak terlalu berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya

Keterangan Jumlah

Jumlah DMU 8

Jumlah DMU yang effisien 7

Rata-rata nilai effisiensi 0,995

Nilai minimum effisiensi 0,962

Nilai maksimum effisiensi 1

Rata-rata Input slack

Xi : Biaya Bahan Baku 2.625.000,00

X2: Bongkar muat dan Penjemuran 534.375,00

X3: Transportasi 1.068.750,00

Rata -rata Output slack

Y1: Jumlah Produksi

-Y2: Pendapatan 1.032.231,19

commit to user

96,2 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi Pedagang pengumpul desa di Kabupaten Grobogan sebesar 99,5% (lampiran 5.10).

Perhitungan dengan Constant Return to Scale (CRS) juga melihat slack dari variabel input dan output. Input slack atau input excess dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada. Sedangkan Output Slack adalah berapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsional agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien.

Gambar 5.9. Rata-rata Input Slack Pedagang Pengumpul Desa Kabupaten Grobogan

Dari Gambar 5.9. dapat dijelaskan bahwa output 2 (pendapatan) bernilai rata-rata Rp 1.032.231,19, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.032.231,19 agar effisien tanpa menambah jumlah input, sedangkan output slack 1 bernilai 0 artinya rata–rata produksi telah efisien

Input Slack 1 (biaya pembelian bahan baku jagung ) rantai pasok pedagang

pengumpul tingkat desa menjadi input slack/ input excess tertinggi, dengan rata-rata tertinggi (Rp2.625.000) yang paling banyak berpotensi dikurangi tanpa merubah jumlah output untuk meningkatkan nilai efisiensi. Input 2 merupakan biaya tunai yang dikelurkan oleh pedagang pengumpul tingkat desa untuk membayar bongkar muat dan penjemuran bagi usahanya. Input slack kedua terdapat pada input 3 yaitu merupakan biaya transportasi, dengan rata-rata input slack sebesar Rp 1.068.750 hal

commit to user

meningkatkan nilai efisiensi pada pedagang pengumpul tingkat desa yang kurang effisien.

DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari pedagang pengumpul tingkat desa lainnya yang tidak efisien adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.26. Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU Pedagang Pengumpul Desa Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Tabel 5.26. diatas menunjukkan bahwa terdapat 7 DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100% dan terdapat 5 DMU yang menjadi peer bagi DMU petani yang lain. DMU petani yang menjadi peers bagi DMU petani yang lain diantaranya PD1, PD4, PD5, PD6 dan PD8. Pada tabel 5.26. terlihat bahwa DMU pedagang pengumpul desa PD2 yang memiliki nilai effisien 0,996 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PD6, PD5 dan PD4 agar DMU tersebut menjadi efisien.

Pemilihan DMU pedagang pengumpul tingkat desa sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang kurang efisien. sebagai contoh DMU pedagang pengumpul desa PD2 merujuk pada DMU petani PD5, PD8 dan PD6 dikarenakan ketiga pedagang pengumpul desa tersebut merupakan pedagang yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU pedagang pengumpul desa PD2 seperti penggunaan kombinasi biaya pembelian jagung, biaya bongkar muat dean penjemuran serta biaya transportasi. Secara lebih lengkap DMU PD2 dapat dilihat pada Tabel 5.27 berikut: Nilai Effisiensi PD1 1 PD1 PD2 0,962 PD5 PD8 PD6 PD3 1 PD1 PD4 1 PD4 PD5 1 PD5 PD6 1 PD6 PD7 1 PD8 PD8 1 PD8 Peers DMU

Tabel 5.27. Potensi Peningkatan Output Pada Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Desa PD2 yang Inefisien

Tabel 5.27. menggambarkan potensi peningkatan output untuk pedagang pengumpul PD2 yang inefisien/ tidak efisien pada tahun 2013. Hasil perhitungan DEA menunjukkan bahwa terdapat potensi peningkatan output 1 (produksi) sebesar 10.782 kg atau 3,99% menjadi 280.782 kg dan potensi peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp 916.470,27 dan Rp 892.849,49 atau menjadi Rp 24.759.319,76 tanpa mengubah jumlah input sebelum akhirnya DMU pedagang pengumpul desa No. 2 seefisien pedagang pengumpul PD5, PD8 dan PD6 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani PD5 memberikan kontribusi sebesar 11%, petani PD8 berkontribusi 0,7 %, dan petani PD6 berkontribusi sebesar 94,4%, dalam meningkatkan output pedagang pengumpul desa PD2. Oleh karena itu, DMU pedagang pengumpul desa PD2 sebaiknya memilih pedagang desa tersebut sebagai

benchmark. Data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.13.

Adapun ketiga pedagang pengumpul desa sebagai rujukan yaitu PD5, PD8 dan PD6 mempunyai karakteristik sebagai berikut: mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani dan usaha sampingan sebagai pedagang pengumpul jagung; tingkat pendidikan rata rata SD; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; rata-rata menjual hasil pengumpulan jagungnya kepada pedagang pengumpul kecamatan (66,67%) dan sisanya kepada pedagang besar; jumlah produksi jagung rata-rata yang dikumpulkan dalam MT2 sebanyak 351.666,67kg berada diatas rata-rata produksi yang dikumpulkan oleh seluruh pengumpul desa

commit to user

yaitu sebanyak 313.750 kg; dengan tingkat harga beli sebesar Rp 2.333,33/kg lebih rendah daripada harga beli rata-rata pedagang pengumpul yaitu Rp 3263,50/kg dan tingkat harga jual rata-rata Rp 2.500/kg dibawah harga jual rata-rata yaitu Rp2.522; total biaya rata pemasaran sebesar Rp 60,67/kg lebih rendah dari biaya rata-rata pemasaran oleh pedagang pengumpul desa yaitu Rp 75,63 yang meliputi biaya bongkar muat (Rp14,33/kg), jemur (Rp10/kg) dan transportasi (Rp36,33/kg); dengan keuntungan rata-rata Rp106/kg diatas rata-rata keuntungan pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp 83,88/kg.

Kemampuan DMU pedagang pengumpul desa PD5, PD8, dan PD6 dalam melakukan pengumpulan produksinya diatas rata-rata pedagang pengumpul desa, serta kemampuan membeli harga produk jagung dengan harga dibawah rata-rata pedagang pengumpul desa lainnya serta kemampuan dalam menekan biaya pemasaran yang meliputi biaya bongkar muat, jemur dan transportasi merupakan faktor yang menyebabkan ketiga pedagang tersebut menjadi rujukan bagi DMU pedagang lainnya.

c. Analisa Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Kecamatan

Hasil perhitungan efisiensi DMU kinerja rantai pasok jagung pedagang pengumpul Kecamatan di Kabupaten Grobogan bernilai 0,953 sampai dengan

efisiensi 1. Terdapat 7 (53,8%) DMU yang tidak effisien dan perlu melakukan perbaikan

untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan

decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahanya agar

dapat mencapai tingkat efisiensi sempurna. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut:

Tabel 5.28. Statistik Deskriptif Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Kecamatan Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.28 kinerja antara satu rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan dengan pedagang pengumpul kecamatan lainnya tidak terlalu berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya 95,3 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan di Kabupaten Grobogan sebesar 99,1% (lampiran 5.12).

Input slack atau input excess (jumlah input yang dikeluarkan tanpa

menghasilkan output) dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada.

Gambar 5.10. Rata-rata Input Slack Pedagang Pengumpul Kecamatan Kabupaten

Keterangan Jumlah

Jumlah DMU 13

Jumlah DMU yang effisien 6

Rata-rata nilai effisiensi 0,991

Nilai minimum effisiensi 0,953

Nilai maksimum effisiensi 1

Rata-rata Input slack

Xi : Biaya Bahan Baku 18.461.538,46

X2: Bongkar muat dan Penjemuran 1.897.969,99

X3: Transportasi 2.425.758,39

Rata -rata Output slack

Y1: Jumlah Produksi

commit to user

Dari Gambar 5.10 dapat dijelaskan bahwa output slack 2 (pendapatan) bernilai rata-rata Rp 79.095.769,94, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar Rp 79.095.769,94 dalam dalam MT 2 agar efisien. Sedangkan input slack 1 (biaya bahan baku untuk pembelian produk jagung ) rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan menjadi input slack/

input excess secara rata-rata tertinggi yaitu Rp 18.461.538,46 selama MT 2

merupakan input yang paling banyak berpotensi dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi, hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan harga beli jagung. Selanjutnya input slack kedua terdapat pada input 3 yaitu merupakan biaya transportasi, dengan rata-rata input slack sebesar Rp 2.425.758,39 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran biaya transportasi masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi pada pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang kurang efisien. Pengurangan biaya transportasi dapat dilakukan dengan cara menekan biaya opersional transportasi melalui penggunaan armada transportasi yang lebih murah dan hemat ataupun menggunakan akses jalan alternatif. Selain itu penekanan biaya transportasi dapat dilakukan dengan cara memperbanyak pembelian produk jagung dengan sistem terima barang ditempat. Sedangkan input slack ketiga terdapat pada input 2 yaitu merupakan biaya bongkar muat dan penjemuran, dengan rata-rata input slack sebesar Rp 1.897.969,99 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran biaya bongkar muat dan penjemuran masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai ffisiensi pada pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang kurang effisien.

DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari pedagang pengumpul tingkat desa lainnya yang tidak effisian adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.29. Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Tabel 5.29 diatas menunjukkan bahwa terdapat 6 DMU pengumpul tingkat kecamatan yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100%. Sedangkan yang menjadi peer bagi DMU petani yang lain terdapat 5 DMU diantaranya PK1, PK2, PK4, PK10 dan PK12. Adapun DMU pedagang pengumpul kecamatan yang tidak efisien diantaranya adalah PK3, PK5, PK6, PK7, PK8, PK9 dan PK11. DMU pedagang pengumpul kecamatan yang memiliki nilai inefisien adalah: PK3 dengan nilai efisiensi 0,953 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK10 dan PK12 agar DMU tersebut menjadi efisien. Selanjutnya PK5 dengan nilai efisiensi 0,985 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK10 , PK12 dan PK4 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK6 dengan nilai efisiensi 0,990 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK12 , PK 4 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK 7 dengan nilai efisiensi 0,963 perlu merujuk pada DMU petani yang efisien yaitu PK4, PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK8 dengan nilai efisiensi 0,998 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK9 dengan nilai efisiensi 0,999 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien dan terakhir DMU pengumpul yang tidak efisien adalah DMU PK11 dengan nilai efisiensi 0,999 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien.

Nilai Effisiensi PK1 1,000 PK1 PK2 1,000 PK2 PK3 0,953 PK10 PK12

Dalam dokumen BAB V HASIL PENELITIAN (Halaman 40-60)

Dokumen terkait