• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan

Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kabupaten dan perusahaan pakan ternak. Hanya terdapat sebuah perusahaan pakan ternak di Kabupaten Grobogan. Dari hasil penelitian dilapangan, secara umum saluran rantai pasok jagung di kabupaten Grobogan seperti pada gambar 5.1 berikut ini:

Gambar 5.1 Saluran Rantai Pasok Jagung di Kabupaten Grobogan

a. Aktor 1 : Petani

Petani merupakan mata rantai pertama sebagai pelaku rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Petani merupakan produsen yang menghasilkan jagung dengan melakukan proses budidaya/usahatani jagung. Petani jagung melakukan proses budidaya melalui penyiapan lahan, penyiapan benih, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, panen sampai pemasaran.

Petani Pedagan PengumpulTk Kecamatan Pedagang Pengumpul Tk Desa

Pedagang Pengumpul Tk Kabupaten/ Pedagang BesarPedagang Pengumpul Tk Kabupaten/ Pedagang Besar

Perusahaan Pakan Ternak 41.67% 48% 10% 75% 25% 76.92% 69% 100% 76

(2)

commit to user

Petani pada umumnya tidak mempunyai fasilitas penyimpanan, pengeringan dan transportasi yang memadai, hal ini menyebabkan sebagian besar petani hanya menjual hasil jagungnya kepada pedagang pengumpul desa dan kecamatan yang mendatangi lokasi. Hal ini menyebabkan harga jual yang diterima petani biasanya lebih rendah dari harga pabrik. Sedangkan pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar pada umumnya memiliki fasilitas penyimpanan, pengeringan dan transportasi yang cukup baik (permanen dan mekanis) karena mereka memiliki permodalan yang cukup baik yang diperoleh dari pinjaman Bank maupun modal sendiri.

Petani sebagai produsen pada rantai pasok jagung melakukan penjualan hasil produksinya pada tiga tingkatan rantai pasok yaitu dari petani ke pedagang pengumpul tingkat desa sebanyak 41,67%, dari petani ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebanyak 48,33%, dan dari petani ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar sebanyak 10%, serta tidak ada hubungan langsung antara petani dengan perusahaan pakan ternak, seperti pada tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Perbandingan Jumlah Petani Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Pengumpul

Macam Persentase Harga Jual Volume Persentase

Saluran (%) Rata-rata (Rp/Kg) Jagung (Ton) (%)

1 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Desa 25 41,67 2.316,00 50.150 47,11

2 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Kecamatan 29 48,33 2.558,62 50.700 47,63

3 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Kab/ Besar 6 10,11 2.583,33 5.600 5,26

Jumlah 60 100,00 2.460,00 106.450 100,00

Uraian Jumlah Petani

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa sebagian besar petani jagung memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat desa daripada ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar. Dari hasil sampel menunjukkan tidak ada petani yang menjual jagungnya langsung kepada perusahaan pakan ternak (lampiran 5.1). Berdasarkan kajian melalui data primer pelaku rantai pasok jagung tingkat petani di Kabupaten Grobogan adalah

(3)

commit to user

melalui pedagang pengumpul tingkat desa dengan total produksi sebanyak 47,11% (Tabel 5.1). Alasan yang melatarbelakangi petani melakukan penjualannya kepada pedagang pengumpul tingkat desa sebanyak 41,67% adalah sebagai berikut:

1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa karena mayoritas pedagang pengumpul desa mau mengambil jagung yang siap dibeli baik dikebun maupun dirumah petani masing-masing. 2) Lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan

lokasi petani (< 5 km) serta adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian petani memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa.

3) Sebagian penelitian di Kecamatan Geyer seperti Desa Karangayar merupakan daerah berbukit dengan kondisi jalan yang sebagian rusak menyulitkan transportasi. Kondisi ini menyebabkan petani di desa tersebut sangat tergantung pada pedagang pengumpul tingkat desa untuk menjual produksi jagungnya.

4) Walaupun sebagian pedagang pengumpul desa melakukan pembayaran dengan system tenggang (36%) namun sebagian petani tetap memilih menjual hasil produksinya dengan alasan timbangan yang dilakukan oleh pedagang tersebut baik.

Sebanyak 48% petani melakukan penjualan produksi jagungnya langsung melalui pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dengan total produksi sebanyak 47,63%. Adapun alasan yang melatarbelakangi petani sebanyak 48% menjual jagungnya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah sebagai berikut:

1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya langsung kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena mayoritas pedagang pengumpul tingkat kecamatan (100%) dari responden melakukan transaksi secara tunai, hal ini karena pedagang pengumpul tingkat kecamatan biasanya memiliki modal yang lebih besar daripada pengumpul tingkat desa.

2) Petani memilih pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena adanya faktor harga yang lebih tinggi yang ditawarkan oleh pedagang tersebut dibandingkan

(4)

dengan pedagang tingkat desa, selain itu sebagian pedagang pengumpul tingkat kecamatan juga tidak segan untuk mengambil jagung langsung dari rumah petani. Harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat desa adalah Rp 2.316,00/ kg, sedangkan harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah Rp 2.558,62/kg

3) Lokasi desa yang dekat dengan ibukota kecamatan dengan sarana transportasi yang baik, sehingga petani bisa langsung menjual jagungnya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan harga yang lebih menarik.

Hanya sebanyak 6 orang DMU (10%) petani yang melakukan penjualan produksi jagungnya langsung melalui pedagang pengumpul tingkat kabupaten dengan total produksi sebanyak 5,26%. Hal ini karena lokasinya yang jauh serta keterbatasan alat transportasi yang dimiliki petani. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat kabupaten menjadi tujuan langsung penjualan jagung oleh petani sebanyak 10% adalah sebagai berikut:

1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya langsung kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten karena harga yang ditawarkan umumnya lebih tinggi dari pelaku rantai pasok lainnya. Harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten adalah Rp 2.583,33/kg

2) Petani yang menjual jagungnya ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten biasanya memiliki jumlah produksi jagung yang cukup besar.

3) Mayoritas pedagang pengumpul tingkat kabupaten (100%) dari responden melakukan transaksi secara tunai, hal ini karena pedagang pengumpul tingkat kabupaten biasanya memiliki modal yang lebih besar daripada pengumpul lainnya.

4) Sarana transportasi yang baik, menyebabkan petani bisa langsung menjual jagungnya kepada Pedagang Pengumpul tingkat kabupaten dengan harga yang lebih menarik.

(5)

commit to user

b. Aktor 2 : Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedagang pengumpul tingkat desa, merupakan mata rantai kedua dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat desa adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area wilayah desa. Peranan pedagang pengumpul tingkat desa penting dalam rangkaian rantai pasok jagung karena sebagian petani biasanya langsung menjual hasil produksinya melalui rantai pasok ini mengingat efisiensi jarak dan waktu serta sarana transportasi. Lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan lokasi petani (< 5 km) serta adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian petani memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa. Sedangkan untuk menjual hasil pengumpulan jagungnya, pedagang pengumpul tingkat desa sebagian besar memilih pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan sisanya kepada pedagang besar.

Tabel 5.2. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Desa MT 2 di Kabupaten Grobogan

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Total produksi yang dikumpulkan oleh pedagang pengumpul tingkat desa dari petani selama musim MT 2 sebesar 2.510.000 kg dengan rata-rata produksi yang dikumpulkan masing-masing DMU sebesar 313.750 kg, yang terbagi melalui dua tujuan yaitu sebagian besar kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan sisanya kepada pedagang pengumpul besar. Secara lebih jelas seperti pada tabel berikut:

DMU Alamat Tk Tujuan Jumlah Produksi Harga Jual PD

Pendidikan Penjualan (Kg) (Rp)

PD1 Geyer SD PP Kecamatan 450.000 2.500

PD2 Geyer SLTA PP Kecamatan 270.000 2.550

PD3 Geyer PT PP Kecamatan 210.000 2.626 PD4 Geyer SD PP Kecamatan 300.000 2.500 PD5 Karangrayung SD PP Kecamatan 200.000 2.550 PD6 Wirosari SD PP Kecamatan 270.000 2.450 PD7 Grobogan SD PP Besar 225.000 2.500 PD8 Grobogan SD PP Besar 585.000 2.500 Jumlah 2.510.000 20.176 Rata-rata 313.750 2.522

(6)

Tabel 5.3. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan dan Pedagang Besar MT 2 di Kabupaten Grobogan

Macam Pedagang Pengumpul Persentase jumlah Persentase Harga Jual PD

Saluran Tingkat Desa (%) Produksi (Kg) (%) Rata-rata (Rp)

1 PP Tk Desa - PP Tk Kecamatan 6 75 1.700.000 68 2.529 2 PP Tk Desa - PP Besar 2 25 810.000 32 2.500 Jumlah 8 100 2.510.000 100 2.522

Uraian

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Sebanyak 6 DMU (75%) pedagang pengumpul tingkat desa melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul kecamatan, sedangkan sisanya 2 DMU (25%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul besar/ pedagang pengumpul tingkat kabupaten. Dari hasil pengamatan dilapangan tidak ada pedagang pengumpul tingkat desa yang langsung menjual hasil dagangannya kepada perusahaan pakan ternak. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat desa lebih memilih menjual hasil pengumpulan produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebanyak 75 % (dengan volume jagung sebanyak 68%) adalah sebagai berikut:

1) Pedagang pengumpul tingkat desa merasa diuntungkan menjual produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan lokasi pedagang pengumpul tingkat kecamatan (rata-rata < 10 km).

2) Harga rata-rata yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul tingkat kecamatan kepada pedagang pengumpul tingkat desa lebih tinggi yaitu sebesar Rp 2.529/kg sedangkan harga rata-rata dari pedagang besar kepada pengumpul tingkat desa hanya sebesar Rp 2.500/kg. Hal yang menyebabkan pedagang pengumpul tingkat kecamatan berani membeli harga jagung yang lebih tinggi dari pada pedagang pengumpul besar adalah karena pedagang pengumpul kecamatan tidak mengeluarkan biaya penjemuran sehingga masih memiliki keuntungan walaupun membeli dengan harga yang lebih tinggi.

(7)

commit to user

3) Adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian besar pedagang pengumpul tingkat desa memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan.

c. Aktor 3 : Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan

Pedagang pengumpul tingkat kecamatan merupakan mata rantai ketiga dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area kecamatan atau sebagai pengumpul hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat desa. Peranan pedagang pengumpul tingkat kecamatan sangat penting dalam rangkaian rantai pasok jagung karena sebagian petani biasanya langsung menjual hasil produksinya melalui rantai pasok ini.

Dari Tabel 5.4. dibawah terlihat bahwa mayoritas pedagang pengumpul tingkat kecamatan berpendidikan SD sebanyak 5 DMU (38,46 %). Selanjutnya pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan latar belakang pendidikan PT sebanyak 4 DMU (30,77%), pendidikan SLTA sebanyak 3 DMU (23,08%), dan SLTP sebanyak 1 DMU (7,69%). Karakteristik DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Kecamatan Kabupaten Grobogan

Sumber: Analisis Data Primer 2013

NO Tk Alamat Tujuan Penjualan Jumlah Harga Jual PK

DMU Pendidikan Produksi (Kg) (Rp)

PK1 PT Geyer P Besar 2.040.000 2.900

PK2 PT geyer P Besar, PMT 3.600.000 2.800

PK3 SD Karangrayung P Besar, PMT 2.880.000 2.700

PK4 SD Karangrayung P Besar 2.700.000 2.700

PK5 SLTP Karangrayung P Besar, PMT 3.840.000 2.700

PK6 SLTA Karangrayung P Besar,PMT 2.880.000 2.700

PK7 PT Wirosari PMT 6.420.000 2.650

PK8 SLTA Wirosari P Besar,PMT 6.420.000 2.650

PK9 SLTA Wirosari PMT 6.480.000 2.650

PK10 PT Wirosari P Besar,PMT 2.610.000 2.650

PK11 SD Grobogan PMT 3.060.000 2.650

PK12 SD Grobogan Pedagang Besar 3.900.000 2.550

PK13 SD Grobogan Pedagang Besar 4.800.000 2.550

Jumlah 51.630.000 34.850

(8)

commit to user

Tujuan penjualan jagung pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah melalui pedagang pengumpul besar, langsung ke perusahaan pakan ternak atau keduanya, dengan rata-rata produksi yang dikumpulkan sebesar 3.971.539 kg (selama MT 2). Harga jual rata-rata sebesar Rp2.680,77/ kg. Adapun secara lebih jelas tujuan penjualan jagung pedagang pengumpul jagung tingkat desa adalah seperti Tabel berikut:

Tabel 5.5. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Besar dan Purusahaan Pakan Ternak

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 13 DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan, sebanyak 4 DMU (30.77%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul besar dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak 13.440.000 kg (26,03%), dan sebanyak 3 DMU (23%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui perusahaan pakan ternak dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak 15.960.000 kg (30.91%), serta sebanyak 6 DMU (46%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui keduanya dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak 22.230.000 kg (43,06%). Hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengumpul tingkat kecamatan dapat melakukan penjualan hasil pengumpulan produksinya melalui pedagang pengumpul besar dan perusahaan pakan ternak sekaligus ataupun salah satunya.

Dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (46.15%) pedagang pengumpul tingkat kecamatan lebih memilih menjual jagung hasil pengumpulannya melalui keduanya yaitu melalui pedagang besar maupun perusahaan pakan ternak

Macam Jumlah PP Persentase Jumlah Persentase Harga JualPK

Saluran Tk Kecamatan (DMU) (%) Produksi(Kg) (%) Rata-rata (Rp)

1 PP Tk Kecamatan - PP Besar 4 30,77 13.440.000 26,03 2.675

2 PP Tk Kecamatan - P Pakan Ternak 3 23,08 15.960.000 30,91 2.650 3 PP Tk Kecamatan - (PP Besar dan P Pakan Ternak) 6 46,15 22.230.000 43,06 2.700

Jumlah 13 100,00 51.630.000 100,00 2.680,77

(9)

commit to user

rata rata harga jual yang diperoleh melalui keduanya yaitu sebesar Rp 2700/kg, sedangkan harga jual rata- rata yang diperoleh oleh pedagang tingkat kecamatan yang hanya menjual hasil pengumpulannya kepada pedagang besar dengan harga jual Rp 2.675/kg dan hanya dari perusahaan pakan ternak dengan harga jual hanya sebesar Rp 2.650/kg. Hal ini menunjukkan sebagian besar pedagang pengumpul tingkat kecamatan telah mampu menerapkan prinsip ekonomis dalam menjual hasil dagangannya, dengan memilih konsumen yang mampu membayar lebih tinggi.

d. Aktor 4 : Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten/ Pedagang Besar

Pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar merupakan mata rantai keempat dalam rantai pasok jagung tingkat petani di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari sebagian kecil petani produsen dalam area kabupaten atau sebagai pengumpul hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat desa dan kecamatan.

Karakteristik pedagang pengumpul jagung tingkat kabupaten berdasarkan tingkat pendidikan tersebar dari pendidikan SD (2 DMU), SLTP (1 DMU) dan Perguruan Tinggi (2 DMU).

Tabel 5.6. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Kabupaten/Pedagang Besar Di Kabupaten Grobogan

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari Tabel 5.6. diatas terlihat bahwa dari 5 decision making unit (DMU)

pedagang pengumpul tingkat kabupaten sebanyak 2 DMU (40 %) mempunyai latar belakang pendidikan SD , sebanyak 1 DMU (20%) berpendidikan SLTP, dan sebanyak 2 DMU (40%) berlatar belakang pendidikan PT.

NO Tk Alamat Tujuan Penjualan Jumlah Harga Jual PB

DMU Pendidikan Produksi (Kg) rata-rata(Rp)

PB1 PT Brati PMT 10.200.000 2.850 PB2 SLTP Brati PMT 5.100.000 2.850 PB3 PT Grobogan PMT 13.800.000 2.850 PB4 SD Wirosari PMT 12.900.000 2.800 PB5 SD Grobogan PMT 9.300.000 2.800 Jumlah 51.300.000 14.150 Rata rata . 10.260.000 2.830

(10)

Dari hasil pengamatan dilapangan 100% pedagang pengumpul tingkat kabupaten langsung menjual hasil dagangannya kepada perusahaan pakan ternak/ kandang. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat kabupaten melakukan penjualannya kepada perusahaan pakan ternak adalah sebagai berikut:

1) Pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar biasanya menjual hasil pengumpulan produksinya kepada padagang yang lebih besar dalam skala yang besar yaitu perusahaan pakan ternak.

2) Telah ada ikatan kerjasama/kontrak dalam jumlah tertentu kepada perusahaan mitranya.

e. Aktor 5 : Perusahaan Pakan Ternak

Perusahaan Pakan Ternak (PMT) merupakan mata rantai terakhir dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran perusahaan pakan ternak adalah sebagai pengumpul dan pengolah hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar. Selanjutnya hasil produksi tersebut diolah langsung dalam bentuk pakan ternak ataupun disalurkan langsung kepada rekan bisnisnya.

Tabel 5.7. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Kecamatan dan Pedagang Besar Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Perusahaan Pakan Ternak

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar (57.32%) jumlah produksi jagung yang diperoleh oleh perusahaan pakan ternak (PPT) berasal dari pedagang pengumpul besar dengan harga beli PPT kepada PPB rata-rata Rp 2.830/ kg tertinggi dibandingkan harga yang diterima oleh pengumpul tingkat kecamatan dengan harga beli PPT terhadap PPK rata rata Rp 2.650/kg. Tingginya harga yang diterima oleh

Macam Jumlah PP Tk Kecamatan Persentase Jumlah Persentase Harga Beli PPT

Saluran / Pedagang Besar(DMU) (%) Produksi (Kg) (%) Rata-rata (Rp)

1 PP Tk Kecamatan - P Pakan Ternak 3 21,43 15.960.000 17,83 2.650 2 PP Tk Kecamatan - (PP Besar dan P Pakan Ternak) 6 42,86 22.230.000 24,84 2.700

3 PP Besar- P Pakan Ternak 5 35,71 51.300.000 57,32 2.830

Jumlah 14 100,00 89.490.000 100,00 2.727

(11)

commit to user

pedagang besar dibandingkan oleh pengumpul tingkat kecamatan adalah karena

perusahaan besar rata-rata telah melakukan proses pasca panenyaitu melakukan proses

pengeringan tambahan berupa kadar air minimum berkisar 12 -14% serta penyortiran dengan memastikan tidak adanya biji yang terinfeksi cendawan, serta tercampur benda

asing. Hal ini menunjukkan sebagian besar pedagang pengumpul besar telah

memperhitungkan mutu dalam menjual hasil dagangannya, sehingga mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi.

5.2. Penentuan Fokus Kelembagaan Rantai Pasok 5.2.1 Penyusunan Hierarki

Berdasarkan hasil wawancara pada tahap identifikasi dengan menggunakan kuisioner terhadap lima orang responden pakar jagung yang terdiri dari ketua asosiasi jagung Kabupaten Grobogan, Pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Perwakilan Pedagang Besar, Perwakilan Pedagang Pengumpul Tingkat Desa, dan KTNA (Ketua Kelompok Tani Kabupaten Grobogan). Pada tahap ini masing- masing responden menentukan variabel faktor, aktor/pelaku, tujuan dan alternatif skenario berdasarkan prioritas sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hasil kuisioner penentuan hierarki yang diisi oleh responden disusun menjadi hierarki dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan.

a. Faktor faktor yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung Yang

Efisien di Kabupaten Grobogan

Terdapat empat faktor yang menentukan rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, diantaranya: (1) harga, (2) ketersediaan produk, (3) biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan rantai pasok jagung, serta (4) kualitas/ mutu produk.

Faktor harga merupakan salah satu faktor dalam mendukung rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Harga yang sesuai dan menguntungkan merupakan harapan semua pihak dan merupakan salah satu faktor daya tarik dalam kegiatan rantai pasok jagung. Ketersediaan produk merupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, karena ketersediaan produk sangat berpengaruh dalam kelancaran pasokan pada pelanggan.

(12)

Biaya juga merupakan salah satu faktor yang membentuk manajemen rantai pasok jagung. Akses pembiayaan yang mudah dan administrasi yang tidak berbelit-belit memudahkan setiap anggota rantai pasok dalam mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika ada koordinasi dari semua unsur dan pelaku yang terkait dengan aspek pembiayaan.

Selain ketiga faktor diatas, responden juga setuju bahwa mutu produk merupakan salah satu faktor yang penting, karena mutu/ kualitas produk akan mempengaruhi harga yang akan diterima oleh pelaku rantai pasok.

Tujuan yang hendak dicapai dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan pada penyusunan hierarki, responden merekomendasikan empat tujuan yaitu: peningkatan kesejahteraan petani, keberlanjutan usaha petani dan pengumpul, peningkatan nilai produk dan kepuasan konsumen.

Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu tujuan yang diharapkan ingin dicapai dalam membentuk rantai pasok jagung yang efisien karena manajemen rantai pasok yang efisien akan meningkatkan kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Keberlanjutan usaha petani dan pengumpul termasuk salah satu tujuan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Keberlanjutan usaha dapat dilakukan jika hubungan pada rantai pasok jagung terjadi secara efisien.

Peningkatan nilai produk juga termasuk salah satu tujuan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Peningkatan nilai produk diharapkan dapat dilakukan oleh setiap pelaku usaha dalam rangka meningkatkan keuntungan.

Menurut Chopra dan Meindl (2004), tujuan utama dari rantai pasok adalah memenuhi kepuasan pelanggan. Kegiatan rantai pasok dimulai dari adanya pesanan yang diajukan oleh konsumen dan berakhir setelah kepuasan konsumen terpenuhi. Kepuasan konsumen dapat dicapai dengan adanya kuaitas produk sesuai dengan yang minta.

(13)

commit to user

b. Alternatif Skenario Untuk Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung

yang Efisien di Kabupaten Grobogan

Terdapat empat alternatif skenario dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan yaitu fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani, pengembangan teknologi dan informasi, kemitraan antar pelaku usaha, intervensi pemerintah terhadap kebijakan jagung, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani jagung.

Fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani merupakan salah satu alternatif skenario yang bisa dilakukan. Untuk menunjang peningkatan kinerja rantai pasok jagung maka sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani sebaiknya mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau, sehingga petani dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan sarana produksi pertanian yang meliputi benih unggul yang berkualitas, pupuk dan obat obatan.

Pengembangan informasi dan teknologi merupakan alternatif dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Pengembangan akses informasi dan teknologi meliputi informasi pasar maupun harga, sehingga petani dan pengumpul dapat mengetahui situasi pasar yang dihadapi oleh perusahaan, agar semua pihak bisa saling mengerti dan memahami.

Intervensi pemerintah merupakan alternatif dalam rangka manajemen rantai pasok jagung yang efisien dan sangat diperlukan terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasaran, kebijakan biaya ekspor, dan kebijakan perdagangan internasional untuk membuat iklim usaha yang kondusif.

Kemitraan juga merupakan salah satu aternatif skenario dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien, karena kemitraan melalui kerjasama antara perusahaan, pengumpul maupun petani dapat menciptakan kerjasama jangka panjang antar pihak, sehingga akan meningkatkan efisiensi rantai pasok jagung.

Alternatif skenario yang lain adalah pengembangan SDM petani jagung yang juga merupakan aternatif skenario dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien, karena melalui pengembangan SDM petani yang berkualitas dapat meningkatkan hasil dan mutu produksi jagung yang dihasilkan.

(14)

Gambar 5.2. Skema AHP (Analytical Hierarchy Process) Manajemen Rantai Pasok Jagung di Kabupaten Grobogan

Setelah faktor, tujuan dan alternatif skenario dipilih, selanjutnya ditetapkan struktur hierarki manajemen rantai pasok jagung yang efisien (gambar 5.2). Penyusunan hierarki ini akan menggambarkan hubungan elemen dari masing-masing level baik secara horizontal maupun vertikal sehingga mudah dalam pemberian penilaian tingkat kepentingan. Adapun data responden dan Hasil pengisian kuisioner AHP dapat dilihat pada lampiran 5.2 dan 5.3.

Biaya Ketersediaan Produk Kualitas/ Mutu Produk

Petani Pengumpul tk Desa Pengumpul tk Kabupaten

Peningkatan Kesejahteraan Petani Pengumpul tk Kecamatan Peningkatan Kepuasan Konsumen Peningkatan Nilai Produk

Fasilitasi Sarana dan Prasarana untuk Petani

Manajemen Rantai Pasok Jagung yang Efisien di Kabupaten Grobogan

Perush Pakan Ternak Pemerintah

Pengembangan informasi Informasi dan

Teknologi Kemitraan/ kerjasama antar pihak Intervensi pemerintah terhadap kebijakan Keberlanjutan Usaha

Petani dan Pengumpul Harga

(15)

commit to user

5.2.2. Penilaian dan Penetapan Prioritas

Dalam penentuan Manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, penilaian dan penentuan prioritas diawali dengan penilaian kepentingan relatif masing-masing elemen dalam struktur hierarki dengan menggunakan kuisioner. Masing-masing elemen pada satu tingkat tertentu dengan tingkat diatasnya dinilai dengan cara

melakukan komparasi/perbandingan berpasangan (pairwise comparision) dan penilaian

dilakukan oleh lima orang responden. Hasil penilaian dari lima orang responden selanjutnya diolah menggunakan bantuan software Expert Choice 11. Prioritas dan peringkat setiap elemen dalam hierarki manajemen rantai pasok yang efisien.

Tabel 5.8. Prioritas dan Peringkat Masing-Masing Elemen

Level Hierarki Elemen Penyusun Nilai Prioritas Peringkat

Harga 0.396 1 Biaya 0.109 4 Ketersediaan Produk 0.366 2 Kualitas/ Mutu 0.130 3 Petani 0.270 2 Pengumpul Tk Desa 0.121 4 Pengumpul Tk Kecamatan 0.120 5 Pengumpul Tk Kabupaten 0.150 3

Perusahaan Pakan Ternak 0.282 1

Pemerintah 0.059 6

Peningkatan Kesjahteraan Petani 0.119 4

Keberlanjutan Usaha Petani dan Pengumpul 0.339 2

Kepuasan Konsumen 0.199 3

Peningkatan Nilai Produk 0.344 1

Fasilitasi Sarana dan Prasarana Petani 0.387 1

Pengembangan Informasi dan Teknologi 0.157 4

Kemitraan / Kerjasama antar pihak 0.195 2

Intervensi Pemerintah Terhadap Kebijakan 0.068 5

PengembanganSDM 0.193 3 Faktor

Pelaku/ Actor

Tujuan

Alternatif Skenario

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Hasil analisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

diperoleh bahwa faktor yang paling menentukan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah faktor harga. Faktor harga memiliki nilai prioritas tertinggi sebesar 0,396, peringkat kedua ketersediaan produk dengan nilai prioritas 0,366, selanjutnya faktor kualitas atau mutu produk dengan nilai 0,130 serta yang terakhir adalah faktor biaya dengan nilai 0,109.

(16)

Dari Tabel 5.8. terlihat bahwa aktor yang paling berperan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah perusahaan pakan ternak, dengan nilai prioritas tertinggi yaitu 0,282, aktor kedua adalah petani dengan nilai prioritas 0,270, dikuti oleh pengumpul Tk kabupaten dengan nilai prioritas 0,150, pengumpul tingkat desa 0,121, pengumpul tingkat kecamatan dengan prioritas 0,120, serta pemerintah sebesar 0,059.

Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, peningkatan nilai produk menjadi prioritas pertama dengan nilai prioritas sebesar 0,344, disusul keberlanjutan usaha petani dan pengumpul dengan nilai prioritas sebesar 0,339, selanjutnya kepuasan konsumen dengan nilai prioritas 0,199 dan peningkatan kesejahteraan petani dengan nilai 0,119.

Dari analisis hasil alternatif skenario yang hendak dicapai, terlihat bahwa fasilitasi sarana dan prasarana petani menjadi prioritas pertama dengan nilai 0,387, selanjutnya kemitraan/ kerjasama antar pihak yang terlibat dalam rantai pasok jagung dengan nilai prioritas 0,195, pengembangan SDM Petani 0,193, pengembangan informasi dan teknologi dengan nilai prioritas 0,157, selanjutnya dan terakhir intervensi pemerintah terhadap kebijakan dengan nilai 0,069.

Hasil penilaian prioritas untuk membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut:

(17)

commit to user

Gambar 5.3. Hasil Penilaian Prioritas Untuk Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung yang Efisien di Kabupaten Grobogan

5.2.3. Interprestasi Masing-masing Kriteria

a. Peranan Faktor dan Proporsinya dalam Skenario

Menurut responden para ahli, faktor yang paling mendukung manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah harga (0,396), diikuti oleh ketersediaan produk (0,366), kualitas/ mutu produk (0,130) dan terakhir faktor biaya

(18)

(0,109). Hal ini berarti faktor harga menjadi prioritas utama dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien.

Gambar 5.4. Grafik Sensitivitas terhadap faktor yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung Yang Efisien

1) Harga

Harga menjadi faktor yang sangat penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan karena harga yang dianggap layak akan mendorong para pelaku rantai pasok untuk terus terlibat dalam kegiatan pasok jagung. Selain itu harga yang layak akan meningkatkan penerimaan yang berimbas pada peningkatan pendapatan pelaku rantai pasok.

2) Ketersediaan Produk

Ketersediaan produk jagung menjadi prioritas kedua sebagai faktor yang mempengaruhi manajemen rantai pasok jagung yang efisien, ketersediaan jagung yang kontinu merupakan sumber usaha pengumpul yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Sedangkan bagi petani ketersediaan produk dari hasil usahatani merupakan sumber penerimaan mereka setelah panen.

3) Kualitas/ Mutu Produk

Kualitas/ mutu produk menjadi faktor ketiga dalam manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan, karena kualitas/mutu produk

(19)

commit to user

akan mempengaruhi harga jual jagung. Penentuan mutu jagung berdasarkan pada kadar air saat dijual, keseragaman serta ada tidaknya kandungan aflaktosin.

4) Biaya

Walaupun kecil pengaruhnya namun peranan biaya sangat vital dalam rantai pasok jagung, karena setiap pelaku usaha pada prinsipnya akan melakukan usahanya jika biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pendapatan yang diperoleh.

Dengan prioritas skenario yang sama yaitu fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani, perusahaan pakan ternak dianggap sebagai aktor yang sangat berperan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien, hal ini terlihat dari nilai prioritasnya sebesar 0,282, tertinggi diantara aktor yang lain, yaitu petani sebesar 0,270, pengumpul tingkat kabupaten sebesar 0,150, pengumpul tingkat desa sebesar 0,121, pengumpul tingkat kecamatan sebesar 0,120 dan pemerintah sebesar 0,059. Adapun hasil nilai masing-masing aktor didapat dari perhitungan dengan menggunakan metode bayes (Lampiran 5.4). Besarnya nilai aktor pengumpul tingkat desa dengan tingkat kecamatan menunjukkan peran kedua aktor tersebut nyaris sama besarnya. Namun untuk membentuk rantai pasok yang efisien, berapapun nilai prioritasnya semua pihak harus saling bekerjasama untuk mencapai goal yang diinginkan.

Gambar 5.5. Grafik Aktor/Pelaku yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung 1) Perusahaan Pakan Ternak (0,282)

Perusahaan pakan ternak mempunyai peranan yang paling penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Karena peranan perusahaan pakan ternak sebagai konsumen akhir menjadi pihak yang secara tidak langsung memberikan jaminan pemasaran produk yang dihasilkan.

(20)

Dengan adanya perusahaan yang selalu membutuhkan produk jagung sebagai bahan baku utamanya, pelaku rantai pasok akan memiliki pasar yang jelas. 2) Petani (0,270)

Petani merupakan ujung tombak rantai pasok jagung, sangat membutuhkan fasilitasi sarana dan prasarana yang akan mendukung budidaya jagung. Dengan cukupnya sarana dan prasarana bagi petani, hal ini akan mendukung hasil produksi yang lebih efisien. Sarana dan prasarana petani yang meliputi tersedianya benih unggul jagung dengan harga yang terjangkau, kemudahan mendapatkan pupuk dan pestisida yang semuanya merupakan hal prinsip dalam budidaya jagung. Tersedianya sarana dan prasarana bagi petani dengan harga yang terjangkau akan membuat petani lebih semangat dalam budidaya jagung.

3) Pengumpul Kabupaten Tingkat Kabupaten (0,150)

Pengumpul tingkat kabupaten memiliki peranan yang cukup penting dengan menduduki prioritas ketiga dibanding aktor lainnya dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan karena peran pengumpul tingkat kabupaten merupakan perantara ataupun kepanjangan tangan dari perusahaan pakan ternak. Pengumpul tingkat kabupaten mendapat pasokan produk jagung dari pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pengumpul tingkat desa ataupun langsung dari petani. Dalam prakteknya sebagian petani dapat menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten dengan harga harga jual yeng lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat desa.

4) Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (0,121)

Pengumpul tingkat desa memiliki peranan yang penting dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan. Pengumpul tingkat desa mendapatkan pasokan jagung langsung dari petani baik secara langsung mendatangi petani ataupun didatangi petani. Petani biasanya memilih menjual jagung langsung kepada pedagang pengumpul desa dengan

(21)

commit to user

alasan produksi yang dihasilkan hanya sedikit dan karena jarak tempuh yang dekat, selain itu karena faktor kekeluargaan.

5) Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan (0,120)

Pengumpul tingkat kecamatan memiliki peranan yang hampir sama dengan pengumpul tingkat kecamatan dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan, hal ini terlihat dari angka prioritasnya yang hampir sama. Pengumpul tingkat kecamatan mendapatkan pasokan jagung dari petani secara langsung maupun dari pedagang pengumpul desa baik secara langsung mendatangi petani/ pengumpul desa ataupun didatangi petani/ pengumpul desa. Wilayah jangkauan pedagang pengumpul kecamatan biasanya meliputi beberapa desa sekitarnya dalam satu kecamatan. Petani biasanya memilih menjual jagung kepada pedagang pengumpul kecamatan dengan alasan harga yang lebih tinggi dari pada pengumpul desa dan jarak tempuh yang masih relatif dekat.

6) Pemerintah (0,061)

Pemerintah dinilai sangat kecil pengaruhnya dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Kecilnya nilai aktor pemerintah dikarenakan kurangnya perannya pemerintah dalam pengendalian faktor harga, dimana harga jagung saat ini dilepaskan dipasaran. Sehingga besarnya harga jagung lebih dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Padahal banyak pihak yang berharap pemerintah selaku penentu kebijakan ikut serta dalam penentuan harga jagung dipasaran. Selama ini peranan pemerintah di Kabupaten Grobogan masih terbatas pada bagaimana mencapai hasil produksi jagung sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Intervensi pemerintah masih dirasa kurang di tingkat pengusaha. Peranan pemerintah masih dianggap hanya sebatas pada kecukupan produksi jagung padahal kebijakan pemerintah diharapkan dapat membantu petani maupun pengusaha jagung dalam memperluas usahanya, Peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam menciptakan efisiensi rantai pasok jagung

(22)

commit to user

Dalam rangka pencapaian Goal, perumusan tujuan sangat berperan dalam

menentukan skenario yang akan diambil. Adapun hasil nilai masing-masing tujuan didapat dari perhitungan dengan menggunakan metode Bayes (Lampiran 5.5). Dalam hal ini, seberapa besar skenario yang telah dibuat dapat menjawab tujuan yang diinginkan untuk mencapai goal, seperti pada gambar 5.6 berikut:

Gambar 5.6. Grafik Tujuan yang Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung 1) Peningkatan Produk (0.344)

Peningkatan produk menjadi tujuan terpenting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Peningkatan produk berupa peningkatan kuantitas yang diikuti oleh kualitas jagung. Dalam rangka peningkatan produk diperlukan peningkatan teknologi berupa benih unggul bersertifikat dan teknik budidaya jagung yang sesuai dengan lokasi. Adanya adopsi teknologi benih jagung hibrida yang sesuai dengan potensi dan lokasi daerah setempat sangat membantu peningkatan hasil produksi jagung.

2) Keberlanjutan Usaha Petani dan Pengumpul (0,339)

Keberlanjutan usaha petani dan pengumpul menjadi tujuan penting kedua dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Hubungan saling membutuhkan antara petani dan pelaku rantai pasok lainnya perlu dipertahankan dengan prinsip saling menguntungkan semua pihak. Peranan setiap mata rantai pasok jagung sesuai dengan fungsinya akan mempertahankan keberlanjutan usaha dan

(23)

commit to user

dianggap sangat penting karena banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan rantai pasok jagung, baik petani sebagai produsen maupun pedagang pengumpul tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.

3) Kepuasan Konsumen (0,199)

Kepuasan konsumen merupakan prioritas tujuan ketiga dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Kepuasan konsumen dapat di diperoleh jika kebutuhan konsumen dapat diperoleh dengan mutu yang baik, lebih cepat mendapatkan produk serta sesuai dengan harga yang diharapkan.

4) Peningkatan Pesejahteraan Petani (0,119)

Peningkatan kesejahteraan petani mendapat prioritas yang paling kecil, karena responden berpendapat bahwa dalam peningkatan kesejahteraan petani akan mengikuti ketiga tujuan diatas, peningkatan kesejahteraan petani akan tercapai jika terjadi peningkatan produk yang meliputi kualitas dan kuantitas dengan tingkat harga yang diharapkan oleh petani yang terjadi secara berkelanjutan. Peningkatan produk yang diikuti oleh tingkat harga yang sesuai akan menyebabkan peningkatan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani.

b. Prioritas Skenario Dalam Mencapai Goal

Menurut hasil analisis dengan menggunakan program AHP dalam rangka mencapai goal, prioritas tertinggi skenario adalah fasilitasi sarana dan prasarana bagi petani (0,387), skenario selanjutnya adalah kemitraan/ kerjasama antar pihak (0,195), Pengembangan SDM (0,193), pengembangan informasi dan teknologi (0,157), serta intervensi pemerintah terhadap kebijakan (0,068), dengan nilai rasio konsistensi

sebesar 0,06 yang berarti ≤ 0,10, hal ini menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan

(24)

commit to user

Gambar 5.7. Grafik Sensitivitas Prioritas Skenario dalam Mencapai Goal 1) Fasilitasi Sarana dan Prasarana untuk Petani (0,387)

Fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani menjadi alternatif skenario yang paling prioritas, hal ini karena jika sarana dan prasarana untuk produksi pertanian terpenuhi dengan jumlah yang mencukupi, kualitas yang baik serta harga yang terjangkau akan menghasilkan produksi jagung yang tinggi yang pada akhirnya akan berimplikasi pada tingkat penerimaan dan pendapatan petani. Ketersediaan sarana dan prasarana bagi petani yang meliputi benih unggul, pupuk dan obat-obatan serta sarana penunjang lainnya pada akhirnya akan menciptakan manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan.

2) Kemitraan / Kerjasama Antar Pihak (0,195)

Kemitraan/ kerjasama antar pihak menempati prioritas kedua sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Kemitraan dapat terjadi antara petani, pedagang pengumpul dan perusahaan pakan ternak. Kemitraan biasanya berupa kontrak kerjasama untuk memenuhi sejumlah pasokan jagung sesuai dengan mutu dan jumlah yang ditentukan. Dalam melakukan kemitraan biasanya selain diikat dengan kontrak kerjasama secara tertulis juga dapat dilakukan melalui kesepakatan tak tertulis. Kerjasama tak tertulis biasanya memerlukan pemahaman bersama terhadap aturan yang diberlakukan, dengan menerapkan prinsip transparansi serta kejujuran terhadap informasi pasar maupun harga. Kemitraan dapat dilakukan oleh petani melalui koperasi maupun KUD ataupun koperasi/ KUD dengan perusahaan

(25)

commit to user

3) Pengembangan SDM petani (0,193)

Pengembangan SDM petani menjadi prioritas ketiga sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Kualitas SDM petani merupakan penunjang yang cukup penting dalam menghasilkan produk jagung yang sesuai dengan jumlah dan kualitas yang diminta konsumen.

4) Pengembangan Akses Informasi dan Teknologi (0,157)

Berdasarkan analisa hasil dari AHP, Pengembangan akses informasi dan Teknologi menjadi prioritas strategi keempat setelah Pengembangan SDM petani. Akses informasi dan teknologi dalam rangka mencapai rantai pasok jagung yang efisien dapat berupa pengetahuan terhadap harga serta kondisi pasar jagung. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan petani dan pengumpul memiliki posisi tawar yang baik dalam rantai pasok. Akses informasi dapat diperoleh melalui temu lapang antara kelompok tani, informasi dari penyuluh lapangan atau dinas terkait, berita baik dari media cetak dan elektronik. Sedangkan pengembangan teknologi dapat diperoleh melalui hasil pembelajaran dan pengalaman baik secara pribadi maupun dengan kelompok tani di lapangan, hasil adopsi melalui pertemuan lapang antara petani dengan penyuluh maupun dengan perusahaan pengada saprodi, melalui media cetak maupun elektronik.

5) Intervensi Pemerintah Terhadap Kebijakan

Intervensi pemerintah menempati prioritas terakhir sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Walaupun peranannya dianggap kecil intervensi pemerintah sangat diperlukan terutama dalam hal penyediaan sarana prasarana (penentuan harga pupuk), kebijakan ekspor/ impor jagung, kebijakan perdagangan internasional termasuk tarif bea keluar/ masuk, aturan karantina dan sebagainya. Kecilnya nilai yang diberikan responden terhadap intervensi pemerintah dikarenakan selama ini peranan pemerintah masih kecil didalam mengendalikan harga jagung yang merupakan faktor yang dianggap paling penting didalam menciptakan efisiensi rantai pasok

(26)

commit to user

jagung. Intervensi pemerintah masih dirasa kurang di level pengusaha. Peranan pemerintah masih dianggap hanya sebatas pada kecukupan produksi jagung padahal kebijakan pemerintah diharapkan dapat membantu petani maupun pengusaha jagung dalam memperluas usahanya, Peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam menciptakan efisiensi rantai pasok jagung.

5.3. Kinerja Rantai Pasok

5.3.1. Parameter Pengukuran Kinerja

Analisis efisiensi kinerja rantai pasok jagung menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan adalah data berdasarkan musim panen MT 2 (April - September 2013). Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara tujuan manajemen rantai pasok yang ingin dilakukan. Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan dengan membandingkan antara satu pelaku dengan pelaku yang lainnya di dalam satu rantai pasok. Setiap atribut kinerja mempunyai indikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja dari sebuah organisasi.

Setiap parameter dalam pengukuran merupakan indikator bagi tujuan manajemen rantai pasok. Pada penelitian ini pengukuran kinerja tidak dilakukan terhadap perusahaan pakan ternak dengan alasan karena hanya terdapat satu pelaku maka tidak bisa diperoleh efisiensi pelaku karena tidak ada unit (DMU) pembanding di

dalam proses Benchmarking.

Dalam pengukuran kinerja melalui pendekatan DEA, atribut kinerja terdiri dari variabel input dan output. Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada pembahasan sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja para pelaku rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan dengan mengunakan pendekatan DEA adalah sebagai berikut :

a. Parameter Kinerja di Tingkat Petani

(27)

commit to user

Merupakan kebutuhan biaya benih yang dikeluarkan masing-masing DMU petani

- Biaya Saprodi (pupuk dan pestisida) (X2)

Dalam Perhitungan menggunakan software DEAP 2.1, data pupuk digabungkan dengan pestisida yaitu merupakan total pengeluaran pupuk dan pestisida dalam rupiah oleh masing masing DMU. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu variabel karena beberapa DMU tidak menggunakan pestisida, yang menyebabkan data tidak dapat diolah. Sedangkan penggabungan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan pupuk dan pestisida dalam bentuk nominal rupiah dilakukan karena sebagai berikut: pertama, tidak semua DMU menggunakan ukuran pupuk dan pestisida dalam jenis yang sama yaitu kg dan liter. Kedua, berdasarkan data yang dikumpulkan dari DMU, jenis pupuk dan pestisida yang digunakan sangat beragam baik jenisnya maupun pengukurannya, misalnya terdapat DMU yang menggunakan pupuk atau pestisida dalam bentuk cair dengan satuan liter, serta pupuk padat dengan satuan kilogram dan lain sebagainya. Ketiga, pada sebagian DMU lebih mengingat nominal yang dikeluarkan untuk setiap pengaplikasian pestisida dan pupuk.

- Biaya tenaga kerja (X3)

Merupakan biaya tenaga kerja luar keluarga yang harus dikeluarkan dalam usahatani oleh masing-masing DMU petani.

2) Faktor output pada rantai pasok tingkat petani yang terdiri atas: - Jumlah Produksi yang dikumpulkan (Y1)

- Pendapatan pengumpul yang merupakan hasil dari input yang dikeluarkan

(Y2).

Data yang digunakan sebagai keluaran (output) (Y) meliputi jumlah produksi petani (Y1) dan djumlah pendapatan petani (Y2) akibat dari input yang dikeluarkan oleh DMU petani, dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah biaya benih yang digunakan (X1), jumlah biaya pupuk dan pestisida (X2), biaya tenaga kerja (X3.

Pengukuran kinerja terhadap petani melibatkan 60 pelaku rantai pasok dianggap mewakili secara umum kondisi petani jagung di Kabupaten Grobogan.

(28)

Pengukuran kinerja yang digunakan didalam studi adalah Multiple Input Charness Cooper Rhodess dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU).

Penentuan variabel lain seperti usia decision making unit, usia usahatani, lama

menempuh pendidikan formal, jenis kelamin, status pemilikan lahan, tidak digunakan langsung dalam model analisis efisiensi ini, tetapi digunakan sebagai penjelas dari hasil olahan.

b. Parameter Kinerja di Tingkat Pedagang Pengumpul

1) Faktor input pada rantai pasok jagung tingkat pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten terdiri atas:

- Biaya pembelian produk jagung (X1)

- Biaya bongkar muat dan penjemuran (X2)

- Biaya transportasi (X3)

2) Faktor output pada rantai pasok jagung tingkat pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten terdiri atas jumlah produksi dan pendapatan dari input yang dikeluarkan.

Pengukuran kinerja terhadap pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan dan kabupaten melibatkan semua pelaku rantai pasok yang dianggap mewakili secara umum kondisi pedagang pengumpul jagung di Kabupaten Grobogan. Pengukuran

kinerja yang digunakan didalam studi adalah Multiple InputCharness Cooper Rhodess

Data Envelopment analysis dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU).

Data produksi (Y1) dan pendapatan (Y2) digunakan sebagai output, dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah biaya pembelian produk jagung (X1), biaya bongkar muat dan penjemuran (X2), biaya transportasi (X3). Nilai variabel (X2) merupakan kalkulasi dari biaya bongkar muat dan penjemuran selama satu masa tanam. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol yang menyebabkan data tidak dapat diolah dikarenakan tidak semua DMU melakukan penjemuran.

(29)

commit to user

5.3.2. Analisis Kinerja Rantai Pasok Jagung

Analisis kinerja pelaku rantai pasok di hitung dengan menggunakan metode DEA dengan asumsi CRS yang berorientasi output. Artinya, seberapa besar output yang harus dihasilkan dengan menggunakan jumlah input yang sama, sehingga DMU tersebut menjadi efisien. Analisis kinerja pelaku rantai pasok dilakukan terhadap pelaku dalam rantai pasok jagung yaitu: petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang penggumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar. Pengukuran kinerja pada perusahaan pakan ternak di Kabupaten Grobogan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode DEA karena hanya ada satu perusahaan pakan ternak Com Fedd di daerah tersebut, sehingga tidak ada

pembanding untuk dilakukan benchmarching. Pengukuran efisiensi pelaku rantai

pasok dengan pendekatan DEA dilakukan dengan bantuan solver DEAP 2.1. Data

yang dimasukkan ke dalam solver merupakan variabel atribut output dan input yang

telah dilakukan perhitungan nilai kuantitatifnya selama satu musim tanam. Penelitian

ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit terhadap seluruh

tingkatan kinerja pelaku rantai pasok. Analisis efisiensi teknis pelaku rantai pasok dilakukan berdasarkan input dan output yang dihasilkan.

a. Analisis Kinerja Rantai Pasok Jagung Tingkat Petani

Perhitungan kinerja petani melibatkan 60 sampel yang terdapat di empat kecamatan berbeda. Hasil olahan dibawah ini menggambarkan hasil perhitungan efisiensi petani jagung berdasarkan software DEAP 2.1 sebagai berikut :

Tabel 5.9. Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Petani Jagung Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase

(Orang) (%) 1 0 < x ≤ 0.1 0 0,00 2 0.1 < x ≤ 0.2 0 0,00 3 0.2 < x ≤ 0.3 2 3,30 4 0.3 < x ≤ 0.4 4 6,70 5 0.4 < x ≤ 0.5 12 20,00 6 0.5 < x ≤ 0.6 6 10,00 7 0.6 < x ≤ 0.7 6 10,00 8 0.7 < x ≤ 0.8 4 6,70 9 0.8 < x ≤ 0.9 12 20,00 10 0.9 < x < 1.0 4 6,70 11 1 10 16,70 Jumlah 60 100,00

(30)

Berdasarkan Tabel 5.9, sebaran nilai yang diperoleh dari 60 (enampuluh) decision making unit, hanya terdapat 10 DMU petani (16,7%) yang memiliki capaian efisiensi (100%) atau bernilai 1, dengan capaian efisiensi rata-rata 0,689. Hasil analisis efisiensi DMU petani jagung secara lengkap terdapat pada lampiran 5.6.

Karakteristik DMU berdasarkan usia petani tersebar mulai dari yang berusia diatas 20 tahun hingga DMU yang berumur lebih dari 60 tahun serta menghabiskan setengah dari hidupnya untuk bertani.

Tabel 5.10. Sebaran Efisiensi Berdasarkan Umur Petani Jagung kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari Tabel 5.10 diatas terlihat bahwa petani yang mengusahakan jagung di Kabupten Grobogan mayoritas berumur 40 sampai dengan 50 tahun (48,33%), selanjutnya petani dengan kisaran umur 50 sampai dengan 60 tahun (20%), sedangkan yang paling sedikit mengusahakan jagung adalah petani dengan kisaran umur 20-30 tahun, dan tidak ada petani yang mengusahakan jagung dibawah umur 20 tahun, hal ini mencerminkan sebagian besar penduduk dengan usia dibawah 30 tahun lebih menyukai sektor lain diluar usahatani jagung.

Petani jagung yang mempunyai nilai efisiensi 1 (100 %) terbanyak terdapat pada kisaran 40-50 tahun (10%), hal ini karena pada umur tersebut petani sedang dalam masa produktif sebagai petani dengan tingkat pengalaman yang lebih banyak dan semangat yang lebih tinggi dalam berusahatani, sehingga menghasilkan hasil yang optimal serta memiliki kemauan untuk belajar dan mencari informasi.

Umur Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase (%) Persentase (%) Persentase(%) DMU Efisien

Effisien 1 DMU DMU Efisien Terhadap Range umur

<20 0 0 - - -20≤ x <30 2 2 3,33 3,33 100,00 30≤ x <40 8 0 13,33 - -40≤ x <50 29 6 48,33 10,00 20,69 50 ≤ x <60 12 2 20,00 3,33 16,67 ≥ 60 9 0 15,00 - -Jumlah 60 10 100,00 16,67 16,67

(31)

commit to user

Tabel 5.11. Sebaran Efisiensi berdasarkan Kepemilikan Lahan kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa petani sewa/sakap dari perusahaan perhutani yang bekerjasama dengan petani dengan sistem pinjam mempunyai jumlah peserta yang lebih efisien ( 15%) dari pada petani pemilik (1,67%). Lebih banyaknya jumlah petani sewa yang efisien disebabkan karena petani penyewa biasanya lebih termotivasi dalam melakukan usahatanianya. Sebanyak 30 orang petani yang meminjam lahan dari perusahaan perhutani dengan sistem kemitraan melalui kelompok kerja. Dimana petani yang dipinjami merupakan kelompok tani yang ikut sebagai pekerja perusahaan dan membentuk kelompoktani. Areal yang ditanami merupakan areal lahan perhutani yang berumur kurang dari 5 tahun atau areal yang belum ditanami oleh perusahaan. Dalam hal ini petani tidak mengeluarkan biaya sewa untuk lokasi yang digarap.

Sedangkan karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.12. Sebaran Efisiensi berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani Jagung Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

No Luasan Jumlah DMU Jumlah DMU Effisiensi

(Ha) sawah Tegal Pekarangan Jumlah DMU Persentase sawah Tegal Pekarangan Jumlah DMU Persentase (Orang) yang Effisien (%) (Orang) (Orang) (Orang) Yang efisien 1 DMU (Orang) (Orang) (Orang) Yang efisien 1 DMU (Orang)

(Orang) Yang Efisien (Orang) Yang Efisien

1 ≤ 0.25 - 14 - 1 1,67 - 10 - 6 10,00 24 7 11,67 2 0.25< x ≤ 0.50 - 12 - 0 - - 11 - 1 1,67 23 1 1,67 3 0.50< x ≤ 0.75 - 1 - 0 - - 2 - 0 - 3 0 -4 0.75< x ≤ 1 - 3 - 0 - - 5 - 1 1,67 8 1 1,67 5 > 1 - 0 - 0 - - 2 - 1 1,67 2 1 1,67 Jumlah - 30 - 1 1,67 - 30 - 9 15,00 60 10 16,67

Milik sendiri Sewa/ Sakap

Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase Persentase

(Orang) Efisien (Orang) (%) DMU DMU Effisien 1 (%)

Tidak sekolah 5 1 8,33 1,67 Tdk tmt SD 4 1 6,67 1,67 SD 38 6 63,33 10,00 SMP 8 2 13,33 3,33 SMA 5 0 8,33 -PT 0 0 - -Jumlah 60 10 100,00 16,67 Tingkat Pendidikan

(32)

Dari Tabel 5.12 diatas terlihat bahwa DMU petani tersebar dari petani yang tidak pernah sekolah sampai dengan petani yang pernah mengenyam pendidikan SMA, serta tidak ada petani jagung (DMU) yang berpendidikan Perguruan Tinggi yang bertani jagung sebagai mata pencahariannya di Kabupten Grobogan. Mayoritas petani yang mengusahakan jagung berpendidikan SD 38 orang (63,33%), hal ini mencerminkan sebagian besar petani jagung di Kabupaten Grobogan hanya mempunyai tingkat pendidikan SD. Selanjutnya petani dengan pendidikan SMP sebanyak 8 orang (13,33%), sedangkan yang paling sedikit mengusahakan jagung adalah petani yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang (6,67%). Dari data diatas, petani jagung yang mempunyai efisiensi 1 (100 %) terbanyak juga terdapat pada tingkat pendidikan SD sebanyak 6 orang (10%) diikuti oleh tingkat pendidikan SMP sebanyak 2 orang (3,33%). Selanjutnya tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD masing masing 1 DMU (1,67%), serta tidak ada DMU yang efisien pada tingkat pendididkan SMU.

Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidikan, tidak terdapat pola DMU yang

memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi yang tinggi, hal ini karena minimnya pelajaran pertanian di sekolah, dan tidak semua sekolah memberlakukan pelajaran mengenai budidaya pertanian di sekolah. Selain itu kemauan untuk tetap belajar dan bekerja tekun serta pengalaman yang lebih banyak dalam berusahatani dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal.

Pada Tabel 5.12, sebagian besar petani jagung Kabupaten Grobogan menggunakan jumlah benih jagung antara 10 – 20 kg per ha yaitu sebanyak 53 DMU (88,33%). Selanjutnya urutan kedua adalah kisaran > 20 sebanyak 4 petani (6,67%) ,

dan terakhir < 10 kg/ha. Secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5.7.

Tabel 5.13. Sebaran Efisiensi berdasarkan Jumlah Penggunaan Benih Jagung per Ha Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Penggunaan Benih Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase

Per Ha DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%)

< 10 3 0 5,00

-10 ≤ x ≤ 20 53 10 88,33 16,67

> 20 4 0 6,67

(33)

commit to user

Dari tabel 5.13 diatas terlihat bahwa efisiensi 100% hanya tercapai pada pemakaian benih dengan kisaran 10-20 kg/ha. Sedangkan petani yang menggunakan benih >20 kg/ha dan < 10 kg/ha tidak ada yang memperoleh angka efisiensi. Banyaknya jumlah DMU yang effisien pada penggunaan benih kisaran 10 – 20 kg karena jumlah tersebut merupakan anjuran yang tepat untuk penggunaan benih jagung hibrida berkisar ±15 kg/ha yang disesuaikan dengan spesifikasi lokasi dan varietas benih. Dari hasil penelitian di lapangan seluruh DMU 100% menggunakan jagung hibrida.

Tabel 5.14. Sebaran Efisiensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Benih Jagung di Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Berdasarkan Tabel 5.14. Penggunaan varietas benih jagung di Kabupaten Grobogan diantaranya adalah P-21, P-27, P-11, NK-33, NK-99, DK, Bisi 2, Bisi 16, dan kapal terbang. Adapun penggunaan varietas benih jagung yang paling banyak ditanam petani adalah varietas jagung P-21 sebanyak 29 DMU (48,33%) selanjutnya adalah varietas Bisi-2 sebanyak 18 DMU (30%), varietas P-27 sebanyak 4 DMU (6,67%), varietas NK-33 sebanyak 3 DMU (5%), selebihnya menyebar pada varietas P-11, NK-99, DK, Bisi-16, dan kapal terbang dengan masing masing sebanyak 1 DMU (1,67%). Data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.7. Dari hasil perhitungan dan pengamatan terhadap petani, jumlah DMU yang mencapai efisiensi 1 atau 100% terdapat pada 10 DMU dengan varietas terbanyak adalah varietas P-21 dan Bisi 2, masing-masing sebanyak 4 DMU (6,67%), selanjutnya pada varietas P-27, NK33, masing masing sebanyak 1 DMU (1,67%). Sedangkan untuk varietas P-11, NK-99,

Varietas Benih Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase Jagung DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%) P-11 1 - 1,67 -P-27 4 1 6,67 1,67 p-21 29 4 48,33 6,67 NK-33 3 1 5,00 1,67 NK-99 1 - 1,67 -DK 1 - 1,67 -Bisi 2 18 4 30,00 6,67 Bisi 16 1 - 1,67 -Deka 1 - 1,67 -Kapal Terbang 1 - 1,67 -Jumlah DMU 60 10 100,00 25,00

(34)

DK, Bisi-16 dan Kapal terbang tidak ada DMU yang effisien, hal ini berarti kelima varietas tersebut tidak effisien jika ditanam di Kabupaten Grobogan.

Sebagian besar petani Kabupaten Grobogan juga telah menggunakan pupuk untuk tanaman jagung dalam usahataninya. Adapun jenis pupuk yang digunakan diantaranya adalah: Pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk ZA, pupuk phonska serta pupuk NPK basal. Hampir 95 % DMU petani menggunakan pupuk urea dan 83,33% DMU petani menggunakan pupuk SP-36 sedangkan hanya sebagian kecil yang menggunakan pupuk lainnya diantaranya: pupuk phonska (25%), pupuk ZA (3,33%), pupuk NPK Basal (3,33%). Sebaran pemakaian pupuk per ha dapat dilihat pada lampiran 5.8 Dari Lampiran tersebut terlihat bahwa rata–rata penggunaan pupuk terbanyak petani adalah pupuk urea dengan rata-rata penggunaan sebesar 327,84 kg/ha, dengan pengeluaran rata rata di tingkat petani adalah Rp 733.264,05 / ha. Selanjutnya pemakaian terbanyak kedua adalah pupuk Sp-36 sebesar 189,58 kg/ha, dengan rata rata pengeluaran di

tingkat petani sebesar Rp 419.590,32/ ha. Sedangkan rata-rata penggunaan pupuk

terkecil adalah pupuk ZA hanya sebesar 6,67 kg/ha, dengan rata rata pengeluaran di tingkat petani sebesar Rp 12.666,67/ ha, hal ini karena dari seluruh DMU petani hanya ada 2 orang (3,33%) yang menggunakan pupuk ZA.

Karakteristik efisiensi petani berdasarkan penggunaan pupuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.15. Sebaran Efisiensi Berdasarkan Penggunaan Pupuk Urea Per Ha pada Tanaman Jagung di Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Penggunaan Pupuk Urea Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase Per Ha DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%)

Tidak Menggunakan 3 1 5,00 1,67 < 100 6 0 10,00 -100 ≤ x < 200 1 0 1,67 -200 ≤ x < 300 12 2 20,00 3,33 300 ≤ x < 400 8 1 13,33 1,67 400 ≤ x < 500 18 5 30,00 8,33 500 ≤ x < 600 5 1 8,33 1,67 600 ≤ x < 700 6 0 10,00 -700 ≤ x < 800 0 0 - -≥ 800 1 0 1,67 -Jumlah DMU 60 10 100,00 16,67

(35)

commit to user

Dari Tabel 5.15. diatas terlihat bahwa penggunaan pupuk urea di Kabupaten Grobogan menyebar dari yang tidak menggunakan pupuk urea sampai dengan pemakaian pupuk urea lebih dari 800 kg/ ha. Sebagian besar petani menggunakan pupuk Urea (95%) dan

hanya tiga orang petani (5% ) yang tidak menggunakan pupuk Urea. Hasil pengolahan

menggunakan Deap 2.1 menunjukkan bahwa efisiensi maksimal sebesar 100% (bernilai1) terdapat paling banyak pada DMU yang menggunakan pupuk urea sebanyak 400 – 500 kg/ ha, yaitu sebanyak 5 orang (8,33%), selanjutnya terbanyak kedua pada DMU yang menggunakan pupuk Urea sebanyak 200- 300 kg/ha sebanyak 2 orang (3,33 persen). Banyaknya jumlah DMU yang effisien pada penggunaan pupuk 200 - 500 kg menunjukkan bahwa jumlah tersebut merupakan ukuran yang tepat untuk penggunaan pupuk Urea berdasarkan spesifikasi lokasi di daerah tersebut. Secara lebih lengkap penggunaan jenis pupuk per ha dapat dilihat pada lampiran 5.8.

b. Analisis Kinerja Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pengukuran kinerja pedagang pengumpul tingkat desa melibatkan 8 sampel pelaku yang yang berhubungan langsung dengan petani maupun pedagang pengumpul diatasnya. Seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5.16. Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Desa Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEAP.2.1, dari 8 DMU ternyata hampir seluruhnya dinyatakan efisien yaitu 7 DMU (87,5%). Hanya terdapat 1 DMU yang belum mampu menyamakan kinerja dengan pelaku yang sudah mencapai nilai efisiensi 100 % (lampiran 5.9).

No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase

(Orang) (%) 1 0 < x ≤ 0.1 0 -2 0.1 < x ≤ 0.2 0 -3 0.2 < x ≤ 0.3 0 -4 0.3 < x ≤ 0.4 0 -5 0.4 < x ≤ 0.5 0 -6 0.5 < x ≤ 0.6 0 -7 0.6 < x ≤ 0.7 0 -8 0.7 < x ≤ 0.8 0 -9 0.8 < x ≤ 0.9 0 0,00 10 0.9 < x < 1.0 1 12,50 11 1 7 87,50 Jumlah 8 100,00

(36)

commit to user

Karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan pedagang pengumpul desa, tersebar dari pendidikan SD (6 DMU), SLTA (1 DMU) dan Perguruan Tinggi (1 DMU).

Tabel 5.17. Sebaran Efisiensi berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani jagung kabupaten Grobogan Tahun 2013

Sumber: Analisis Data Primer 2013

Dari Tabel 5.17. diatas terlihat bahwa mayoritas pedagang pengumpul desa berpendidikan SD sebanyak 6 DMU (75 %). Selanjutnya petani dengan pendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi masing-masing sebanyak 1 DMU (12.5%). Adapun pedagang pengumpul desa dengan latar belakang pendidikan SD semuanya memperoleh efisiensi 1 DMU (100 %) atau (75% ) dari total responden DMU, Pedagang pengumpul desa berpendidikan PT juga 100% effisien , sedangkan pedagang pengumpul desa dengan berpendidikan SLTA sebanyak 1 DMU (100%) atau 12,5 % dari total responden hanya memiliki tingkat efisiensi 0.996. Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidikan, tidak ada pola DMU yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi yang tinggi, hal ini mencerminkan kemauan untuk tetap belajar dan bekerja tekun serta pengalaman yang lebih banyak dalam berusahatani dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal. Selain itu tingkat pendidikan yang tinggi tidak selalu mencerminkan pembelajaran pertanian di bangku sekolah.

c. Analisis Kinerja Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan

Pemilihan pedagang pengumpul tingkat kecamatan juga diselaraskan dengan jalur distribusi pasokan didalam satu wilayah kecamatan sehingga penetapan jumlah sampel pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang akan menjadi unit pengukuran

Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase Persentase (Orang) Efisien (Orang) (%) DMU Efisien 1 (%)

Tidak sekolah 0 0 - -Tdk tmt SD 6 6 75,00 75,00 SD 0 0 - -SMP 0 0 - -SMA 1 0 12,50 -PT 1 1 12,50 12,50 Jumlah 8 7 12,50 87,50 Tingkat Pendidikan

Gambar

Gambar 5.1 Saluran Rantai Pasok Jagung di Kabupaten Grobogan
Tabel  5.2.  Karakteristik  Pedagang  Pengumpul    Jagung  Tingkat  Desa  MT  2  di  Kabupaten Grobogan
Tabel 5.4.  Karakteristik Pedagang Pengumpul  Jagung Tingkat Kecamatan Kabupaten  Grobogan
Tabel  5.7.  Perbandingan  Jumlah  Pedagang  Pengumpul Kecamatan  dan  Pedagang  Besar Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Perusahaan Pakan Ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian perawat untuk kepala ruang terdapat 60 perawat (60%) menilai kepala ruang dengan kepemimpinan efektif tinggi memiliki penerapan budaya keselamatan tinggi, jika

Pada Gambar 3.4 menjelaskan mengenai prinsip metode magnetik yang diilustrasikan menggunakan sebuah objek berbentuk kubus, lalu komponen- komponen yang digunakan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN HASIL PERCOBAAN GAYA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUALITATION, INTELLECTUALLY) (Penelitian

Manifestasi kinik APS terjadi akibat adanya trombosis dan emboli yang tersebar pada pembululuh darah besar dan kecil yang menyebabkan kelainan multidimensi berupa

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pretest maka peneliti memilih untuk menerapkan model pembelajaran berbeda dari model yang biasa digunakan. Model pembelajaran

kemampuan multitasking, workgroup, Plug n play. Penanganan dalam proses sistem operasi dikenal beberapa istilah, seperti : Multiprogramming, Suatu metode yang memungkinkan

Scale adalah problema produksi dalam sistem air, karena perubahan tekanan, suhu dan pH sehingga keseimbangan ion-ion melebihi kelarutannya dan membentuk endapan

Berdasarkan Tabel 15 terdapat data primer yaitu durasi waktu satu siklus 118 detik, merujuk pada jurnal Meiliana dan Maryono (2014) langkah selanjutnya adalah melakukan pembagian