• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF KEPALA RUANGAN INSTALASI RAWAT INAP DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RSUD HAJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF KEPALA RUANGAN INSTALASI RAWAT INAP DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RSUD HAJI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 GAMBARAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF KEPALA RUANGAN INSTALASI RAWAT

INAP DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RSUD HAJI

Description of Head Nurses Effective Leadership Inpatient Installation In Implementation Patient Safety Culture At Hajj Hospital

A.Era Rizki Pratiwi, Rini Anggraeni, M. Alimin Maidin

Bagian Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (andi.erarizky@gmail.com, rinianggraeni_skm@yahoo.com, aliminmaidin@gmail.com,

085242304056)

ABSTRAK

Rumah sakit dituntut memberikan pelayanan berkualitas dengan membangun dan meningkatkan budaya keselamatan pasien. Kejadian infeksi nosokomial (3,45%) di RSUD Haji sehingga keselamatan belum diterapkan secara optimal. Kepemimpinan efektif merupakan kunci keberhasilan yang berperan dalam penerapan budaya, dengan menciptakan budaya yang aman. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kepemimpinan efektif kepala ruangan di instalasi rawat inap dalam penerapan budaya keselamatan pasien di RSUD Haji. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survey deskriptif. Populasi penelitan semua kepala ruang dan perawat pelaksana berjumlah 108 orang.Teknik pengambilan sampel dengan teknik sampling jenuh. Hasil penelitian kepemimpinan efektif kepala ruang (75%) tergolong tinggi, dan perawat pelaksana menilai kepemimpinan kepala ruang (52%) tergolong tinggi. Penilaian perawat untuk kepala ruang terdapat 60 perawat (60%) menilai kepala ruang dengan kepemimpinan efektif tinggi memiliki penerapan budaya keselamatan tinggi, jika di bandingkan hasil ini lebih tinggi dari pada kepala ruang yang memilki kepemimpinan efektif rendah dan penerapan budaya keselamatan pasien tinggi, hanya terdapat 40 perawat (37,5%). Kesimpulan penelitian kepemimpinan efektif kepala ruang tergolong tinggi dalam penerapan budaya keselamatan pasien.

Kata kunci : Kepemimpinan efektif, budaya keselamatan pasien ABSTRACT

Hospitals are required to provide quality services to build and improve patient safety culture. The incidence of nosocomial infections (3,45%) at Hajj hospital so safety has not been implemented optimally.Effective leadership is the key to success in the application of the cultural role by creating a safe culture.This research aims to describe the effective leadership of head nurses in the inpatient on the application of patient safety culture in Hajj hospital. This research is a quantitative survey using descriptive.Population of this study was the entire head nurses and nurses, the number of the sample 108 people.The results showed that effective leadership is owned (75%) by head nurses is high category, and the leadership of head nurses assess (52%) by nurses is high category.Overall the components are perceived well by head nurses and knowledge are best classified (100%). Based on the assessment by nurses for head nurses there are 60 nurses (60%) assess the head nurses with high effective leadership has a high patient safety culture implementation, compared these results are higher than the head nurses that have a low effective leadership and high patient safety culture implementation, there are only 40 nurses (37.5%). The conclusion is effective leadership of the head nurses research is high in the application of patient safety culture.

(2)

2 PENDAHULUAN

Keselamatan pasien telah menjadi isu utama sejak dikeluarkannya laporan statistik yang disusun dari publikasi literatur medis tentang keselamatan dibidang perawatan kesehatan oleh Institute of Medicine “To Err Is Human: Building a Safer Health System”, pada tahun 2000 di Amerika Serikat dalam penelitiannya di rumah sakit di Utah, Colorado, dan New York, melaporkan bahwa ditemukan 3,7% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan 13,6% diantaranya meninggal.1 Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management”, sehubungan kasus KTD dengan rentang 3,2-16,6% yang tinggi pada rumah sakit di berbagai negara, yaitu Amerika, Inggris, Australia, dan Denmark.2

Laporan insiden keselamatan pasien di Indonesia periode Januari-April tahun 2011 ditemukan bahwa terjadi peningkatan kasus insiden keselamatan pasien, dengan rincian pada bulan Januari (0,0%), lalu terjadi peningkatan pada bulan Februari (3,9%), dan meningkat pada bulan Maret (5,15%) terjadi peningkatan signifikan pada bulan April (26,76%). Selanjutnya berdasrkan jenis insiden dilaporkan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) (18,53%) lebih tinggi dari KTD (14,41%) dan sebesar 2,6% insiden yang menyebabkan kematian.3 Pelaporan kasus-kasus insiden keselamatan pada rumah sakit di Indonesia dapat dikatakan masih langka ditemukan, padahal masalah malpraktik telah banyak terungkap melalui media massa. Hal ini dikarenakan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum optimal jika dibandingkan dengan negara maju. Meskipun pada tahun 2004 dibentuk KKP-RS, tetapi masih belum optimal.4

Dalam rangka menciptakan budaya keselamatan pasien dan mencapai pengurangan kesalahan, literatur terus merujuk bahwa peran kepemimpinan yang mendukung dalam menanamkan budaya keselamatan.5 Kemimpinan mendukung peningkatan upaya keselamatan pasien yang diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi kejadian tidak diharapkan, serta kepemimpinan merupakan salah satu dimensi yang paling menonjol dalam mengukur budaya keselamatan pasien.6 Pemimpin di rumah sakit tidak hanya mengacu kepada direktur rumah sakit saja. Tingkat kepemimpinan dalam struktur organisasi rumah sakit terbagi ke dalam tiga tingkatan, yakni manajer puncak (direktur dan wakil direktur), manajer menengah (kepala bidang, supervisor), dan manajer lini pertama (kepala ruang).7

Kepala ruang merupakan pimpinan langsung dari perawat pelaksana yang berhubungan langsung dengan proses penanganan pasien di ruang rawat dan memiliki peran yang kritis dalam

(3)

3 mendukung budaya keselamatan pasien dengan kepemimpinan efektif untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi keselamatan pasien.8 Pemimpin efektif akan mampu mempengaruhi dan mengikutsertakan bawahannya dalam kegiatan organisasi dengan tujuan yang jelas berdasarkan target waktu yang sudah ditetapkan.9 Dengan demikian, dapat dikatakan pemimpinan yang efektif mampu mengarahkan anggota dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan efektif terdiri dari enam komponen, yaitu pengetahuan, kesadaran diri, komunikasi, penggunaan energi, penentuan tujuan, dan pengambilan tindakan.10 Berangkat dari teori dan penelitian terkait kepemimpin efektif dalam penerapan budaya keselamatan pasien dapat dikatakan keberhasilan suatu organisasi, dalam hal ini rumah sakit saat ini adalah dengan membentuk citra yang baik dimata masyarakat. Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan penelitian untuk mengetahui kepemimpinan efektif kepala ruang dalam penerapan budaya keselamatan pasien.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survey deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Haji, dimulai pada 10 Maret 2014 sampai dengan 10 April 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala ruang dan perawat pelaksana di instalasi rawat inap. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kepala ruang dan perawat pelaksana berjumlah 108 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling jenuh. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan tabulasi silang (crosstabulation) dengan menggunakan alat pengolah data SPSS. Penyajian data dalam penelitian ini dengan menggunakan tabel dan narasi.

HASIL

Karakteristik responden perawat pelaksana ditinjau berdasarkan jenis kelamin sebesar sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 94%. Rata-rata usia sebagian besar responden perawat pelaksana dalam penelitian ini sebagian besar berada pada rentang 20-29 tahun yaitu sebesar 65%. Pendidikan terakhir responden yang paling banyak terdapat pada DIII Keperawatan yaitu sebesar 85% dan untuk status kepegawaian PNS dan outsourcing masing-masing sebesar 37%. Masa kerja sebagian besar perawat pelaksana yaitu sebesar 51%. Pelatihan keselamatan pasien yang pernah diikuti sebagian besar perawat yaitu sebesar 64% (Tabel 1).

(4)

4 Karakteristik responden kepala ruang ditinjau berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 50%. Rata-rata usia sebagian besar responden kepala ruang berada pada rentang 40-49 tahun yaitu sebesar 75%. Pendidikan terakhir responden yang paling banyak terdapat S1 Keperawatan yaitu sebesar 75% dan untuk status kepegawaian PNS dan outsorurcing masing-masing sebesar 37%. Masa kerja sebagian besar kepala ruang >1 tahun yaitu sebesar 62,5%. Pelatihan keselamatan pasien yang pernah diikuti sebagian kepala ruang yaitu sebesar 87,5% (Tabel 2).

Hasil penelitian kepemimpinan efektif, dari 8 responden kepala ruang terdapat 6 responden (75%) berada diatas nilai mean 70,38 memiliki kepemimpinan efektif tinggi, dan 2 responden (25%) memiliki kepemimpinan efektif rendah. Perawat pelaksana yang terdiri dari 100 responden terdapat 52 responden (52%) berada diatas nilai mean sebesar 64,58 menilai kepala ruang memiliki kepemimpinan efektif tinggi, dan 48 responden (48%) menilai kepala ruang memiliki kepimpinan efektif rendah. Pengetahuan kepala ruang tergolong cukup 8 responden (100%) dengan nilai diatas mean 4,00 demikian juga persepsi pengetahuan kepala ruang menurut 83 responden (83%) perawat berada diatas nilai mean 3,85 tergolong cukup. Kesadaran diri sebagian besar kepala ruang 6 responden (75%) berada diatas nilai mean 11,62 ,namun 53 responden (53%) perawat dengan nilai mean 10,37 menilai kepala ruang mempunyai kesadaran diri buruk. Komunikasi kepala ruang 7 responden (87,5%) tergolong baik dengan nilai diatas mean 13,75 demikian juga komunikasi menurut perawat 73 responden (73%) berada diatas mean 11,40 menilai komunikasi kepala ruang baik. Penggunaan energi kepala ruang 7 responden (87,5%) tergolong baik dengan nilai diatas mean 11,62, begitupun dengan penggunaan energi menurut perawat 80 responden (80%) berada diatas nilai mean 11,95. Penentuan tujuan kepala ruang 6 responden (75%) berada diatas nilai mean 14,00 namun 40 responden (40%) dengan nilai mean 12,20 menilai kepala ruang mempunyai penentuan tujuan buruk. Pengambilan tindakan kepala ruang 7 responden (87,5%) berada diatas nilai mean 15,38 tergolong baik, demikian juga pengambilan tindakan menurut perawat 61 responden (61%) berada diatas mean 15,00 termasuk baik (Tabel 3).

Hasil penelitian penerapan budaya keselamatan pasien, dari 108 responden terdapat 58 responden (53,7%) termasuk penerapan budaya keselamatan pasien tinggi, dan 50 responden (46,3%) termasuk penerapan budaya keselamatan pasien rendah. Dimensi budaya keselamatan pasien pada kerja sama terdapat 61 responden (56,5%), dan respon tidak menghukum terhadap

(5)

5 kesalahan terdapat 108 responden (100%) sudah tergolong tinggi. Namun, komunikasi terbuka terdapat 53 responden (49,1%), dan pelaporan kejadian terdapat 48 responden (44,4%) masih tergolong rendah (Tabel 4).

Hasil penelitian antara kepemimpinan efektif kepala ruang dengan penerapan budaya keselamatan pasien berdasarkan penilaian perawat pelaksana dari 100 responden terdapat 60 responden (60%) tergolong tinggi. Untuk responden dengan penerapan budaya keselamatan pasien tinggi ada pada pengetahuan cukup (83%), komunikasi baik (53,4%), penggunaan energi baik (56,2%), penentuan tujuan baik (56,8%) dan pengambilan tindakan baik (60,7%). Hanya saja ada aspek yang masih rendah dalam penerapan budaya keselamatan tinggi ada pada responden dengan kesadaran diri baik (47,8%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai kesadaran diri baik (53,7%) (Tabel 5).

PEMBAHASAN

Kepemimpinan efektif di rawat inap RSUD Haji tergolong tinggi berdasarkan kepala ruang yang menilai dirinya sendiri pada seluruh komponen kepemimpinan. Hal sejalan dengan hasil penelitian Dewi Seseorang yang memberikan penilaian atau memiliki persepsi baik terhadap orang lain akan memiliki kecenderungan untuk mengikuti arahan dari orang yang dipersepsikan baik.11 Setowati mengungkapkan penilaian diri pemimpin itu sendiri cenderung bersifat sebjektif dan kurang objektif dalam checklist kepemimpinan atasan.8 Sama halnya dengan diatas hasil penelitian Marpaung bahwa dalam menilai sendiri seseorang akan cenderung menonjolkan ciri positif mengenai dirinya.12 Pemimpin yang efektif mampu mempengaruhi dan mengikutsertakan bawahannya dalam kegiatan organisasi dengan tujuan yang jelas berdasarkan target waktu yang sudah ditetapkan.9 Dengan demikian, dapat dikatakan pemimpinan yang efektif mampu mengarahkan anggota dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Perawat pelaksana yang menilai kepemimpinan kepala ruang secara keseluruhan tergolong tinggi, hanya saja pada komponen kesadaran diri dan penentuan tujuan kepala ruang masih rendah jika dibandingkan komponen lainnya. Kemampuan mengatasi masalah sendiri tanpa bantuan orang lain pada kepala ruang masih lemah. Sebagai seorang kepala ruangan harus menyadari gejala-gejala kecemasan dan cara mengatasinya, dengan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku manusia berarti ada upaya untuk mengembangkan kesadaran diri.10 Untuk penentuan tujuan perawat pelaksana merasa bahwa kepala ruang dalam memberikan informasi

(6)

6 tujuan program kerja maka tidak sepenuhnya bawahan dapat memahami dengan jelas tujuan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian Marpaung kepala ruang seharusnya dapat dikomunikasikan dan disosialisasikan apa yang ingin dicapai, sehingga menjadi pedoman bagi perawat pelaksana dalam bekerja.12 Sejalan dengan hal diatas IHI mengungkapkan bahwa pemimpin memberikan fokus yang membuat keselamatan pasien bukan hanya sekedar program tetapi menjadi prioritas tujuan, sehingga semua staf memahami bahwa keselamatan pasien bukan hanya sekedar program tetapi bagian dari deskripsi pekerjaan.13

Penerapan budaya keseluruhan responden termasuk tinggi, hanya saja pada dimensi komunikasi terbuka dan pelaporan kejadian masih cenderung rendah. Pada pemberian informasi kepada unit lain tentang masalah keselamatan pasien masih lemah. Menurut Cahyono dampak proses komunikasi dengan struktur yang kurang jelas terutama menyangkut pesan informasi yang disampaikan sangat memungkinkan terjadi kesalahan, tanpa memberdayakan keluarga pasien, khususnya dalam proses pertukaran informasi antar petugas risiko kesalahan lebih mudah terjadi untuk mengurangi kejadian tidak diharapkan.14 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wardhani bahwa perlunya dibangun jalur komunikasi sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera terlapor kepada pemimpin, jika komunikasi diterapkan kurang baik dapat menganggu kelancaran pembeian pelayanan pasien, sehingga dapat memberikan dampak negatif bagi keselamatan pasien.15 Dengan demikian, penggunaan komponen-komponen kepemimpinan efektif oleh kepala ruang mampu mengarahkan perawat berperan menuju keberhasilan penerapan budaya keselamatan pasien. Untuk pelaporan kejadian perawat merasa belum penting melaporankan kejadian yang tidak menimbulkan cedera pada pasien, padahal pedoman pelaporan kejadian yang diterbitkan oleh KKP-RS Tahun 2008 dapat digunakan sebagai tolak ukur pelaporan kejadian keselamatan pasien di rumah sakit, dimana pelaporan kejadian akan digunakan untuk memperbaiki sistem keselamatan pasien. Hasting mengemukakan belajar dari pengalaman, meskipun itu suatu kesalahan merupakan pengalaman berharga yang akan mendorong budaya pelaporan, mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien.16

Hasil tabulasi silang antara komponen kepemimpinan efektif dengan penerapan budaya keselamatan sudah tergolong tinggi. Namun, untuk komponen kesadaran diri termasuk rendah. Sesuai dengan hasil penelitian Marpaung bahwa tidak terdapat hubungan bermakna kesadaran diri dengan budaya kerja perawat pelaksana.12 Setiowati mengungkapkan bahwa kesadaran diri

(7)

7 Head nurse akan mempengaruhi hubungan dengan bawahan maka perlu ditingkatkan dengan pengaturan diri sendiri melalui emotional, spritual,serta social intelligence, motivasi diri, empati, dan melakukan sosialisasi.8

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepemimpinan efektif kepala ruang tergolong tinggi (75%) dalam penerapan budaya keselamatan pasien, kemudian kepemimpinan efektif kepala ruang dipersepsikan oleh perawat pelaksana tergolong tinggi (52%). Untuk penerapan budaya keselamatan pasien oleh seluruh responden termasuk tinggi (53,7%). Antara kepemimpinan efektif dengan penerapan budaya keselamatan pasien diperoleh responden dengan kepemimpinan efektif tinggi (60%) mempunyai penerapan budaya keselamatan pasien yang tinggi dibanding responden dengan kepemimpinan efektif rendah (37,5).

Disarankan agar meningkatkan kesadaran diri kepala ruang akan nilai keselamatan pasien untuk membentuk kepercayaan diri perawat yang dapat membangun kerjasama diruang rawat. Penguatan komponen kepemimpinan efektif yang sudah baik, dan peningkatan komponen kepemimpinan yang masih rendah pengaplikasiannya untuk mematangkan budaya keselamatan pasien yang telah ada di RSUD Haji.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas et al. Incidence and Types of Adverse Events and Negligence Care in Utah and Colorado. Medical Care. 2000; 3 (38), 261-271.

2. WHO. Collaborating Centre for Patient Safety Solutions. Geneva: WHO Press; 2007.

3. Depkes RI. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety): Utamakan Keselamatan Pasien edisi 2. Jakarta: Depkes RI; 2008.

4. Beginta, Romi. Hubungan Budaya Keselamatan Pasien, gay kepemimpinan, Tim Kerja dengan Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Pelaporan Kejadia di RSUD Bekasi [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2011

5. Ruchlin, H. et al. The Role of Nursing Leadership in Establishing a Safety Culture. Proquest Health Management. 2003; 6 (21), 296-297.

6. Ginsburg et al. The Relationship Between Organizational Leadership for Safety and Learning from Patient Safety Events. Journal Health Research. 2010; 45 (3), 607-615.

(8)

8 7. Swansburg, R.C. Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan untuk Perawat

Klinis. Jakarta: EGC; 2000.

8. Setiowati, Dwi. Hubungan Kepemimpinan Efektif Head Nurse dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUPN Dr. Cipto Mangkusumo Jakarta. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2010.

9. Dollan, J, Sellwood,M. How Be an Effective Leader. Journal of Friends and Earth; 2008. 10. Tappen, Ruth M. Essential of Nursing Leadership and Management: Third Edition.

Philadelphia: F. A Davis Company; 2004.

11. Dewi, Candra. Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang Dan Karateristik Perawat Dengan Penerapan Keselamatan Pasien Dan Perawat Di IRNA RSUP.DR.Sardjito Yogyakarta [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2011.

12. Marpaung, J. Persepsi Perawat Pelaksana tentang Kepmeimpinan Efektif Kepala Ruang dan Hubungannya dengan Budaya Kerja Perawat Pelaksana dalam Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUP Adam Malik Medan [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2005.

13. IHI. Seven Leadership Guide to Patient Safety Resources and Tools for Establishing and Maintaining Patient Safety. 2005; 2-22 [diakses 2 Januari 2014]. Available at: http://www.wsha.org/files/82/IHILeadershipGuidetoPatientSafety.

14. Cahyono. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran.Yogyakarta: Kanisus; 2008.

15. Wardhani. Hubungan Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan Dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar; 2013.

16. Hasting, G. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service Journal. 2006; 116 (6003) : 28-9.

17. Mulyadi. Hubungan Kepemimpinan Efektif Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSKM Cilegon [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan burnout perawat pelaksana di ruang rawat

Hasil Uji Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA RUANGAN DENGAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA.. DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DIRUANG

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang inap RSUD

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat terkait dengan hubungan komunikasi efektif SBAR dengan insiden keselamatan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat

Kepemimpinan efektif merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan penerapan budaya keselamatan pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan

Hasil penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara gaya kepemimpinan demokrasi karu dengan disiplin kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Labuang