• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

OLEH :

RITA DEWI BANGUN NIM. 107032051/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RITA DEWI BANGUN 107032051/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

Nama Mahasiswa : Rita Dewi Bangun Nomor Induk Mahasiswa : 107032051

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si)

Ketua Anggota

(Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS)

Tanggal Lulus : 28 Agustus 2012

Dekan

(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 28 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA

KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukanuntuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis hanya kepada Tuhan Yesus atas rencana indah

yang Dia berikan dalam kehidupan penulis. Berkat pertolonganNya yang berlimpah,

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi

Intrinsik Perawat Pelaksana terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat

Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan dan mendapat gelar kesarjanaan Magister kesehatan.

Penulis mengambil minat studi Administrasi Rumah Sakit Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyusun tesis ini tidak terlepas dari bantuan yang sangat besar dari

berbagai pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara,

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(7)

4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing

dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS, selaku anggota komisi pembimbing ,

yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan

meluangkan waktu untuk mengajari penulis mulai dari proposal hingga tesis

selasai.

5. Prof. Dr. Drs. Badaruddin M.Si, dan Masnely Lubis, S.Kep., M.A.R.S selaku

komisi penguji tesis yang dengan perhatian mengarahkan , memberi masukan

dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal

hingga penulisan tesis selesai.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan beserta jajaran yang

telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan

pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas

Sumatera Utara, dan juga sebagai tempat penelitian tesis ini dilakukan.

7. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti

selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Para rekan-rekan sekerja di Rekam Medis RSUD Dr. Pirngadi Medan yang

penuh pengertian dan dukungan moril selama penulis mengikuti pendidikan di

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

(8)

9. Ibunda tercinta Setiadat Nainggolan yang penuh kasih sayang dan doa yang

diberikan sehingga penulis selalu mendapat kemudahan dalam menjalani

pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Suami Borkat Mulia Siregar, S.H dan anakku tersayang Timothy Maylano

Siregar, serta seluruh keluarga yang penuh pengertian, kesabaran, dan

dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

dukungan moril kepada penulis.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak terutama pengambil kebijakan di

bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Rita Dewi Bangun, lahir pada tanggal 15 Oktober 1967 di Medan. Rita Dewi

Bangun sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda

Kapt. Inf. Belita Bangun, dan Ibunda Setiadat Nainggolan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah

Dasar Negeri No. 060885 Medan, selesai Tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di

SMP Kristen I Medan, selesai Tahun 1983, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1

Medan, selesai Tahun 1986, Kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, selesai Tahun 1996.

Penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Tahun 2002

di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Bekerja sebagai Staf Rekam Medik di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, Tahun 2005 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Kinerja ... 12

2.1.1. Pengertian Kinerja ... 13

2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 13

2.1.3. Penilaian Kinerja ... 15

2.1.4. Kinerja Perawat ... 17

2.2. Kepemimpinan ... 20

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan ... 20

2.2.2. Kepemimpinan Transformasional ... 23

2.3. Motivasi ... 27

2.3.1. Pengertian Motivasi ... 27

2.3.2. Motivasi Instrinsik ... 29

2.4. Landasan Teori ... 34

2.5. Kerangka Konsep ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2. Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi Penelitian ... 38

(11)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1. Jenis Data ... 40

3.4.2. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1. Variabel Bebas ... 43

3.5.2. Variabel Terikat ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 46

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 46

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 47

3.7. Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitain ... 50

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan ... 50

4.1.2. Letak Geografis Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan ... ... 52

4.1.3. Visi dan Misi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 52

4.1.4. Sumber Daya Manusia RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 54

4.1.5. Pelayanan dan Fasilitas di RSU Dr. Pirngadi Medan ... 54

4.2. Karakteristik Responden ... 55

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 55

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 55

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 56

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

4.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan 57 4.3. Analisis Univariat ... 57

4.3.1. Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang ... 58

4.3.2. Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak ... 68

4.3.3. Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 77

4.4. Analisis Bivariat ... 85

4.4.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tranformasional dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap ... 85

4.4.2. Hubungan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 87

4.5. Analisis Multivariat ... 89

4.5.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 90

(12)

4.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Tranformasional

Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana

Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak .... 91

BAB 5 . PEMBAHASAN ... 95

5.1. Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 95

5.2. Karakteristik Responden ... 97

5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 99

5.4. Pengaruh Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 103

5.5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 106

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1. Kesimpulan ... 109

6.2. Saran ... 109

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Indikator Kinerja RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2010 – 2011 ... 6

3.1. Jumlah Populasi dan Sampel dari 27 Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Pirngadi Medan ... 40

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 47

3.3. Aspek Penguikuran Variabel Terikat ... 47

4.1. Sumber Daya Manusia di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 54

4.2. Karakteristik Umur Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 55

4.3. Karakteristik Pendidikan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 55

4.4. Karakteristik Masa Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 56

4.5. Karakteristik Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 56

4.6. Karakteristik Perawat Berdasarkan Status Perkawinan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 57

4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Karisma di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 58

(14)

4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Motivasi Inspirasional di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2012 ... 60

4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi Inspirasional di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 63

4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Stimulasi Intelektual di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2012 ... 63

4.12. Distribusi Frekuensi Kategori Stimulasi Intelektual Kepemimpin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 65

4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Perhatian Individualisasi Kepemimpinan di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 66

4.14. Distribusi Frekuensi Kategori Perhatian Individualis Kepemimpin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 68

4.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Tanggung Jawab Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 68

4.16. Distribusi Kategori Tanggung Jawab Perawat di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 69

4.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Prestasi Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2012 ... 70

4.18. Distribusi Kategori Prestasi Perawat di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 71

4.19. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pengakuan Orang Lain pada Perawat di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 71

4.20. Distribusi Kategori Jawaban Mengenai Pengakuan Orang Lain pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

(15)

4.21. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pekerjaan Itu Sendiri pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 73

4.22. Distribusi Frekuensi Kategori Pekerjaan itu Sendiri pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 74

4.23. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kemungkinan

Pengembangan pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 74

4.24. Distribusi Frekuensi Kategori Jawaban Mengenai Kemungkinan

Pengembangan ... 74

4.25. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kemajuan pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 76

4.26. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kemungkinan Pengembangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 77

4.27. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pengkajian Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 77

4.28. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Diagnosis Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 79

4.29. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Perencanaan Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 80

4.30. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pelaksanaan Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 81

4.31. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Evaluasi Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

(16)

4.32. Distribusi Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 84

4.33. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tranformasional Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat

Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 85

4.34. Hubungan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 87

4.35. Hasil Uji Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak

di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 90

4.36. Hasil Uji Pengaruh Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang

Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 91

4.37. Hasil Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 92

4.38. Hasil Uji Determinasi dengan Variabel Bebas (Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat

Pelaksana Kontrak ) ... 93

4.39. Uji Kelinieran Variabel Bebas (Gaya Kepemimpinan

Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak ) dengan Variabel Terikat (Kinerja

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Alur Kegiatan Keperawatan di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 7

2.1. Komponen Kinerja Individual ... 14

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah

pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai

kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti

diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai

fungsi sosial (UU RI no.44, 2009).

Fungsi sosial rumah sakit adalah rumah sakit harus melaksanakan fungsi

sosial tanpa mempengaruhi mutu pelayanan yang disediakan, rumah sakit

berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam nasional atau lokal dan

melaksanakan misi kemanusiaan, serta rumah sakit mengembangkan jejaring

pelayanan medik di luar rumah sakit bekerja sama dengan puskesmas atau unit

pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 2007)

Menurut Depkes, rumah sakit adalah suatu fasilitas yang menyediakan rawat

inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan

jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif

(19)

juga berarti suatu institusi, bangunan atau sarana yang mempunyai tempat tidur bagi

dewasa dan anak, yang memberikan pelayanan selama 24 jam (Depkes RI, 2007)

Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi

jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan

pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Melihat fenomena di atas,

pelayanan keperawatan yang memiliki kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah

rumah sakit dipandang perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah

diberikan (Nursalam, 2011).

Administrasi bagi sebuah Rumah sakit sangat penting. Administrasi

didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang

didasarkan atas rasionalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya dengan memanfaatkan sarana dan prasarana tertentu secara

berdaya guna dan berhasil guna (Siagian, 1992)

Peranan administrasi yang penting menimbulkan pandangan bahwa

sesungguhnya abad sekarang ini merupakan “Abad Administrasi”. Hal ini

dikarenakan semua keputusan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya,

pertahanan dan keamanan serta berbagai bidang lainnya seperti jasa kesehatan

memerlukan pengambilan keputusan yang efektif dan efisien. Pelaksanaan berbagai

keputusan inilah yang menjadi dasar bagi keberadaan sistem administrasi tertentu

(Siagian, 1992).

Peranan Administrasi Rumah Sakit dalam industri jasa kesehatan dikelola

(20)

diharapkan mampu menanggapi kebutuhan dan harapan pasien, mampu mengambil

keputusan yang tepat, mengutamakan pelayanan yang aman melalui kajian terhadap

permasalahan yang ada dan mengupayakan intervensi dan perbaikan yang dapat

dilakukan sehingga dapat memenuhi yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien,

yaitu kesembuhan dan pelayanan yang optimal. Kepemimpinan merupakan salah satu

ketrampilan yang wajib dikuasai oleh manajer rumah sakit agar dapat menjalankan

roda organisasi dalam koridor visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan.

Perilaku Kepemimpinan keperawatan klinis cenderung sangat pragmatis.

Artinya, sedikit berkenaan dengan batasan teoritis, menyesuaikan, mengambil, dan

menggabungkan metode kepemimpinan klasik untuk memastikan kesejahteraan

pasien dan pengembangan staf.

Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan turut

menentukan mutu pelayanan kesehatan, profesionalisme dan kinerja tenaga perawat

perlu ditingkatkan kapasitasnya. Berkaitan dengan peningkatan kinerja perawat

beberapa aspek yang dapat mempengaruhi adalah kepemimpinan dan motivasi

pegawai.

Menurut Gillies (1989), kepemimpinan keperawatan yang paling nyata dan

mudah dianalisis ada dalam penampilan atau pelaksanaan manajer lini pertama

keperawatan, kepala perawat atau supervisor klinis. Manajer lini pertama (kepala

ruang) memiliki dua tanggung jawab. Tanggung jawab pertama dan yang paling berat

adalah pemberian perawatan yang efektif serta aman kepada seluruh pasien, hingga

(21)

usaha bawahannya (perawat pelaksana). Untuk memastikan pemberian perawatan

dengan kualitas yang baik pada pasien, supervisor (kepala ruang) harus mengarahkan

anggota staf (perawat pelaksana) untuk menjalankan tugas mereka menurut

kebijaksanaan dan standar kelembagaan serta harus mengawasi pelaksanaan tugas

pekerja. Tanggung jawab kedua dan yang sedikit ringan adalah memberikan

kesejahteraan fisik, emosional dan jabatan bagi sekelompok pekerja yang telah

ditentukan.

Kepemimpinan transformasional menunjuk kepada proses membangun

komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para

pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Menurut Bass dalam Yulk

(2009) kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi atau budaya

apapun. Para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan

penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih

daripada yang semula diharapkan dari mereka. Pemimpin mengubah dan memotivasi

para pengikut dengan (1) membuat para pengikut lebih menyadari bahwa hasil suatu

pekerjaan atau tugas adalah sangat penting, (2) mendorong para pengikut untuk lebih

mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan (3)

mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada yang lebih tinggi (Yulk,

1994). Menurut Burns dalam Yulk (1994) diartikan sebagai “ sebuah proses yang

para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi

(22)

Menurut Mathis & Jackson (2009) teori motivasi atau teori higiene

Herzberg mengasumsikan bahwa sekelompok faktor motivator, menyebabkan tingkat

kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi. Faktor-faktor higiene, dapat menimbulkan

ketidakpuasan kerja. Motivator yaitu prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,

tanggung jawab, kemajuan. Faktor higiene yaitu hubungan antarpersonal,

administrasi atau kebijakan perusahaan, pengawasan, gaji, kondisi kerja.

Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik Sumber Daya

Manusia (SDM) adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras

walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor-faktor higiene

dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan

bahwa hanya motivator yang membuat para karyawan mencurahkan lebih banyak

usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan (Mathis & Jackson,

2009).

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan adalah rumah sakit Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD) berdasarkan Surat Keputusan Walikota Medan

Nomor 900/847.K, tentang Penerapan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD) Penuh, tanggal 12 Oktober 2011. Status BLUD

yang ditetapkan pada RSUD Dr. Pirngadi merupakan peluang untuk meningkatkan

kinerja pelayanan dan memperbaiki mutu serta fasilitas rumah sakit.

Perbaikan kinerja pelayanan membutuhkan proses dalam hal menyelaraskan

(23)

hingga tahunan. Peningkatan kinerja pegawai tergantung pada kepemimpinan yang

diperoleh dari atasan dan motivasi yang ada dalam diri pegawai sendiri.

Berdasarkan survey pendahuluan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, indikator

pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1.1 Indikator Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 Tahun

No Keterangan 2010 2011

1 Bed Occupancy Rate (BOR) 64,46 64,52 2 Length Of Stay (LOS) 6,49 6,38 3 Bed Turn Over (BTO) 36,25 36,89 4 Turn Over Interval (TOI) 3,58 3,51 5 Gross Death Rate (GDR) 102,08 100,62 6 Net Death Rate (NDR) 54,51 53,30

Sumber : Bagian Pengolahan Data Rekam Medis RSUD Dr. Pirngadi Tahun 2010-2011

Menurut Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa angka BOR dan LOS dalam batas

normal, angka BTO masih sedikit dibawah normal, angka TOI sedikit diatas normal

serta angka GDR dan NDR pada tahun 2010 dan 2011 nilainya masih tetap tinggi,

walaupun terjadi penurunan yang tidak begitu signifikan. Nilai GDR seyogyanya

tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar. Nilai NDR yang dianggap masih dapat

ditolerir yaitu kurang dari 25 per 1000 penderita keluar (Nugroho, 1996).

Data ketenagaan keperawatan secara umum di ruang rawat inap berjumah 505

orang terdiri dari 328 pegawai status tetap dan 177 pegawai status kontrak. Jumlah

pegawai kontrak yang cukup besar mengindikasikan bahwa pegawai kontrak

memegang peranan yang cukup penting terutama pada bidang pelayanan keperawatan

(24)

Perawat pelaksana berstatus kontrak dalam pelaksanaan kerja mempunyai

beban kerja yang sama dengan perawat pelaksana berstatus tetap, bahkan terkadang

lebih berat. Perawat Pelaksana status kontrak dituntut untuk memiliki kinerja yang

tinggi walaupun dari segi pendapatan masih rendah, pembagian jasa berdasarkan

bobot yang lebih rendah dari perawat pelaksana status tetap, tidak mempunyai

kesempatan mengembangkan karir dan mengikuti pelatihan.

Berdasarkan hasil survei peneliti terhadap perawat pelaksana dalam

melaksanakan alur kegiatan di ruang rawat inap pada shift pagi adalah:

Gambar 1.1. Alur Kegiatan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

Sumber: Hasil Survei Peneliti di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan 2012

Perawat dinas malam serah terima pasien dengan perawat dinas pagi

Perawat dinas pagi melakukan perawatan higiene personal pada seluruh pasien

Perawat melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien rawat inap

Perawat mendampingi dokter melakukan visite terhadap pasien rawat inap

Perawat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dan tim kesehatan

(25)

Wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5 (lima) kepala ruang di ruang

rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh informasi bahwa perawat pelaksana

status kontrak dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien masih ada

yang kurang percaya diri dan ragu-ragu, lamban, kurang mandiri, masih ada yang

kurang memahami tentang diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan dan

evaluasi keperawatan, standar asuhan keperawatan tidak semua diaksanakan dan

pendokumentasian asuhan keperawatan yang masih tidak lengkap. Jumlah 5 (lima)

kepala ruang yang diwawancarai sudah cukup untuk mewakili dari keseluruhan

ruangan yang akan diteliti sesuai dengan cara Purposive Sample atau Sampel

Bertujuan (Arikunto, 2010).

Berdasarkan pendokumentasian data rekapitulasi asuhan keperawatan tahun

2011 yaitu pengkajian 84,39%; diagnosa 83%; perencanaan 83,35%; implementasi

83,21%; evaluasi 83,06%; dan uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa

kepemimpinan dari kepala ruang dan motivasi perawat pelaksana memberikan

pengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan

keperawatan yang memengaruhi kondisi dan kesembuhan pasien.

Pengaruh gaya kepemimpinan mempunyai peranan yang penting dalam

meningkatkan kinerja pegawai. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh

gaya kepemimpinan adalah searah dengan kinerja pegawai atau dengan kata lain gaya

kepemimpinan yang baik atau tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai

yang baik atau tinggi, demikian sebaliknya bila gaya kepemimpinan rendah atau

(26)

Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan

kesehatan di rumah sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu

pelayanan, sehingga menuntut adanya profesionalisme perawat pelaksana maupun

perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan keperawatan

kepada pasien. Kontribusi yang optimal dalam mewujudkan pelayanan berkualitas

akan terwujud jika perawat pelaksana memiliki motivasi intrinsik didalam dirinya.

Penelitian Juliani (2007), mengungkapkan bahwa variabel motivasi intrinsik

yang dimiliki oleh perawat pelaksana baik dari prestasi, rasa ingin diakui orang lain,

tanggung jawab, peluang untuk maju dan kepuasan kerja berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan teori dan telaah dari beberapa

penelitian terdahulu maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang kinerja

perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ditinjau

dari gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan motivasi intrinsik

perawat pelaksana kontrak.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional

kepala ruang dan motivasi intrinsik perawat pelaksana kontrak terhadap kinerja

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di

ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh motivasi intrinsik perawat

pelaksana kontrak terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat

inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.

3. Untuk menganalisis dan\ mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional kepala ruang dan motivasi intrinsik perawat pelaksana

kontrak secara bersama-sama terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di

ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4 Hipotesis

1. Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang

terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr.

Pirngadi Medan.

2. Terdapat pengaruh motivasi intrinsik perawat pelaksana kontrak terhadap

kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi

Medan.

3. Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan

(28)

kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi

Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu

pengetahuan manajemen sumber daya manusia, terutama yang terkait dengan

pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan motivasi intrinsik

terhadap kinerja.

2. Manfaat praktis

Dapat memberi masukan yang berarti bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam

meningkatkan kinerja pegawai pada unit pelayanan keperawatan, khususnya

melalui perspektif gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan

motivasi intrinsik perawat pelaksana.

3. Manfaat bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Kesehatan pada minat studi Administrasi Rumah

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja pada dasarnya adalah yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh

karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi

elemen sebagai berikut: kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari

hasil, kehadiran, kemampuan bekerjasama (Mathis & Jackson, 2009).

Kriteria pekerjaan atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan

mengidentifikasikan elemen yang paling penting dalam pekerjaan. Sebagai contoh,

pekerjaan seorang dosen perguruan tinggi mungkin meliputi kriteria pekerjaan

mengajar, riset dan pelayanan. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting yang

dilakukan orang dalam pekerjaan karena mendefenisikan tentang yang dibayar

organisasi untuk dilakukan oleh karyawan; oleh karena itu, kinerja dari individu pada

kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadap standar, dan kemudian

hasilnya dikomunikasikan kepada karyawan (Mathis & Jackson, 2009).

Standar kinerja mendefenisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja, dan

merupakan “pembanding kinerja” atau “tujuan” atau “target” tergantung pada

pendekatan yang diambil. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami

dengan jelas, akan bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya. Hal-hal

(30)

didefinisikan dengan baik memastikan setiap orang yang terlibat mengetahui tingkat

pencapaian yang diharapkan ( Mathis & Jackson, 2009).

Menurut Bernandin dalam Gomes (2003) memberi batasan mengenai kinerja

atau performansi. Kinerja yaitu catatan outcome atau hasil akhiryang dihasilkan dari

fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu.

2.1.2Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Gibson et.al. (1997), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi

kinerja seseorang, yaitu:

a. Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan, latar

belakang dan demografis.

b. Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur, dan disain pekerjaan.

c. Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan

motivasi.

Menurut Mathis & Jackson (2009), banyak faktor yang memengaruhi kinerja

karyawan. Tiga faktor utama yang memengaruhi individu dalam bekerja adalah: (1)

kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, (2) tingkat usaha yang dicurahkan,

(3) dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur

manajemen sebagai: Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha

(31)
[image:31.612.120.500.112.509.2]

Gambar 2.1. Komponen Kinerja Individual

Sumber: Mathis & Jackson (2009)

Kinerja individual dapat ditingkatkan dengan adanya ketiga faktor dalam diri

karyawan, akan tetapi kinerja berkurang jika salah satu faktor dikurangi atau tidak ada.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan

melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan Usaha yang dicurahkan

- Motivasi - Etika kerja - Kehadiran - Rencana tugas

Kemampuan individual - Bakat

- Minat

- Faktor kepribadian

Dukungan organisasional - Pelatihan dan

pengembangan

- Peralatan dan teknologi - Standar kinerja

Kinerja individual (termasuk kuantitas dan

(32)

kemudian mengkomunikasikan informasi yang didapat kepada karyawan. Penilaian

kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja,

evaluasi kinerja dan penilaian hasil. Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk

mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan karyawan (Mathis & Jackson, 2009).

Penilaian kinerja yang dilakukan dengan buruk akan membawa hasil yang

mengecewakan untuk semua pihak yang terkait. Tanpa penilaian kinerja formal akan

membatasi pilihan pemberi kerja yang berkaitan dengan pendisiplinan dan

pemecatan. Penilaian kinerja dapat menjawab pertanyaan mengenai apakah pemberi

kerja telah bertindak adil atau bagaimana pemberi kerja mengetahui bahwa kinerja

karyawan tidak memenuhi standar (Mathis & Jackson, 2009).

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan

baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinan penilai adalah sebagai

berikut:

a. Para supervisor yang menilai bawahan

b. Para karyawan yang menilai atasan

c. Anggota tim yang menilai sesama karyawan

d. Sumber-sumber dari luar

e. Karyawan menilai diri sendiri

f. Penilaian dari multisumber (umpan balik 360 derajat) (Mathis & Jackson, 2009).

Menurut Chung & Megginson dalam Gomes (2003), penilaian performansi

(33)

organisasi kepada organisasi. Jadi, penilaian performansi diperlukan untuk

menentukan tingkat kontribusi individu, atau performansi. Tujuan dari penilaian

performansi, secara umum, dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yakni:

1. Untuk penghargaan performansi pada waktu yang lalu

2. Untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang.

Penilaian kinerja menurut Robbins (2008) memiliki sejumlah tujuan dalam

berorganisasi, yaitu :

1. Membantu manajemen membuat keputusan sumber daya manusia secara

umum, seperti : promosi, perpindahan bagian dan pemutusan hubungan

kinerja.

2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan untuk

meningkatkan kecakapan dan kompetensi karyawan.

3. Menjadi kriteria bagi manajemen untuk memvalidasi seleksi dan program

pengembangan sehingga dapat mengidentifikasi karyawan baru yang

memiliki kinerja buruk.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan tentang cara organisasi melihat

kinerja karyawan.

5. Merupakan dasar bagi alokasi, imbalan, siapa yang berhak mendapat

kenaikan gaji dan imbalan.

Menurut Handoko (2005), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui

(34)

penilaian dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan

umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja karyawan.

2.1.4 Kinerja Perawat Pelaksana

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat. Melalui

evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat mengetahui

tujuan organisasi yang telah dicapai. Hasil evaluasi berguna membantu kepuasan

perawat untuk memperbaiki pelaksanaan kerja, memberitahu bahwa pelaksanaan

kerja perawat kurang memuaskan serta menganjurkan metode perbaikan,

mempromosikan jabatan atau kenaikan gaji, mengenal perawat yang memenuhi

syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan, serta

menentukan pelatihan dasar untuk karyawan yang memerlukan bimbingan khusus

(Gillies, 1989).

Penetapan standar bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian asuhan

keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah

menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar

praktik kepetrawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA

(PPNI, 2002). Standar praktik keperawatan menurut PPNI, 2002 adalah:

Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien.

Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

(35)

Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi

rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan

dalam asuhan keperawatan.

Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan pasien dalam mencapai hasil

akhir yang sudah ditetapkan.

Menurut Nursalam (2011), penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada

pasien menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan dapat

membuat pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar praktik keperawatan

telah dijabarkan oleh PPNI yaitu mengacu pada tahapan proses keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi.

Standar I: Pengkajian Keperawatan

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik, serta dari pemeriksaan penunjang;

2. Sumber data adalah pasien,keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan,

rekam medis dan catatan lain;

3. Data fokus yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi: status kesehatan pasien

masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status

biologis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang

(36)

Standar II: Diagnosis Keperawatan

1. Proses diagnosis terdiri atas analisa, interpretasi data, identifikasi masalah

pasien, dan perumusan diagnosis keperawatan;

2. Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah (P), penyebab (E), dan tanda

atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE);

3. Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosis keperawatan;

4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data

terbaru.

Standar III: Perencanaan Keperawatan

1. Perencanaan, terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana

tindakan keperawatan;

2. Bekerja sama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan;

3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

pasien;

4. Mendokumentasi rencana keperawatan.

Standar IV: Implementasi

1. Bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan;

2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain;

(37)

4. Memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan

yang digunakan;

5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respon pasien.

Standar V: Evaluasi Keperawatan

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,

tepat waktu dan terus-menerus;

2. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur

perkembangan ke arah pencapaian tujuan;

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat;

4. Bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan;

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.2. Kepemimpinan

2.2.1.Pengertian Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan secara luas diajukan oleh Yukl (1994) yaitu sebagai

proses-proses memengaruhi, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok atau

organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai

(38)

hubungan kerjasama dan tim kerja, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari

orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.

Menurut Gillies (1989), kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu

pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk menunjukkan dan memengaruhi

perilaku yang lain dibanding dipengaruhi oleh pihak lain. Jadi fungsi kepemimpinan

didasarkan pada kekuasaan antara pihak-pihak terkait.

Stogdill dalam Stoner (1992) mendefinisikan kepemimpinan manajerial

sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan

tugas dari anggota kelompok. Ada 3 (tiga) implikasi yang penting dari definisi ini:

1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain –bawahan atau pengikut.

Kesediaan karyawan menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota

kelompok membantu menentukan status pemimpin dan memungkinkan

proses kepemimpinan.

2. Kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merata dari kekuasaan

diantara pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai

wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok,

yang tidak dapat secara serupa mengarahkan kegiatan pemimpin.

3. Selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut, pemimpin

juga dapat mempunyai pengaruh. Pemimpin tidak hanya dapat

menyatakan kepada bawahan yang harus dikerjakan tetapi juga dapat

(39)

Seseorang jika mencoba memengaruhi perilaku sesuatu kelompok tanpa

menggunakan kekuasaan paksaan, kita menggambarkan hal memengaruhi sebagai

upaya kepemimpinan. Menurut Fleishman dalam Gibson (1997) kepemimpinan

adalah upaya untuk memengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu .

Menurut Gibson (1997) defenisi kepemimpinan adalah suatu upaya

penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive ) untuk memotivasi

orang-orang mencapai tujuan tertentu. Unsur pertama menunjukkan bahwa kepemimpinan

melibatkan penggunaan pengaruh dan karenanya semua hubungan dapat merupakan

upaya kepemimpinan. Unsur kedua dari kepemimpinan menyangkut pentingnya

proses komunikasi. Kejelasan dan ketepatan komunikasi memengaruhi perilaku dan

prestasi pengikut.

Menurut Robbins (2008) kepemimpinan sebagai kemampuan untuk

memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan

yang ditetapkan. Sumber pengaruh bisa bersifat formal, seperti yang diberikan oleh

pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Sedangkan kepemimpinan

yang bersifat non formal, yaitu: kemampuan untuk memengaruhi orang lain yang

muncul dari luar struktur formal suatu organisasi.

Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar

efektivitasnya optimal. Di dunia yang serba dinamis seperti sekarang, kita

(40)

visi masa depan, dan mengilhami anggota-anggota organisasi untuk secara sukarela

mencapai visi organisasi.

2.2.2 Kepemimpinan Transformasional

Pendekatan kepemimpinan transformasional awalnya digagas oleh Burns

tahun 1978. Burns membedakan 2 (dua) jenis kepemimpinan yaitu kepemimpinan

transaksional dan kepemimpinan transformasional.

Menurut Burns dalam Yukl (1994) menjelaskan kepemimpinan

transformasional sebagai sebuah proses. Para pemimpin dan pengikut saling

menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin

mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita

yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan

kemanusiaan bukan didasarkan atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan dan

kebencian. Menurut Burns, kepemimpinan yang mentransformasi dapat diperlihatkan

oleh setiap orang dalam organisasi pada jenis semua posisi. Dapat menyangkut

orang-orang yang memengaruhi teman-teman sejawat dan para atasan dan juga para

bawahan.

Pemimpin transformasional menginspirasi para pengikutnya untuk

mengeyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan

pemimpin transformasional mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para

pengikut. Pemimpin transformasional menaruh perhatian terhadap kebutuhan

pengembangan diri para pengikut ; mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu

(41)

yang baru; serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya

untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama. Kepemimpinan

transformasional lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional dan

menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa

dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang ditetapkan. Para pemimpin

transformasional mendorong bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif (Robbins,

2008).

Menurut Bass dalam Yukl (1994) tingkat seorang pemimpin disebut

transformasional terutama diukur dalam hubungan efek kepemimpinan terhadap para

pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya

kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan para

pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan.

Pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan:

1. Membuat para pengikut lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu

pekerjaan

2. Mendorong para pengikut untuk lebih mementingkan organisasi atau tim

daripada kepentingan diri sendiri, dan

3. Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada kebutuhan yang lebih

tinggi.

Komponen-komponen yang terdapat dalam kepemimpinan transformasional

(42)

a. Karisma, didefinisikan sebagai sebuah proses seorang pemimpin

memengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan

identifikasi dengan pemimpin transformasional.

b. Stimulasi Intelektual adalah sebuah proses para pemimpin meningkatkan

kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para

pengikut untuk memandang masalah-masalah yang ada dari sebuah perspektif

yang baru.

c. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membesarkan

hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada

para pengikut.

d. Motivasi Inspirasional didefinisikan seorang pemimpin mengkomunikasikan

sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan

usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai.

Perilaku-perilaku komponen dari kepemimpinan transformasional saling

berhubungan untuk memengaruhi perubahan-perubahan pada para pengikut, dan

efek-efek yang dikombinasikan membedakan antara kepemimpinan transformasional

dan karismatik (Yukl, 1994).

Aspek-aspek yang terdapat dalam kepemimpinan transformasional menurut

Robbins (2008) adalah :

a. Pengaruh yang ideal: memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan,

(43)

b. Motivasi yang inspirasional : mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi,

menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan

tujuan-tujuan penting secara sederhana

c. Stimulasi Intelektual : meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan

masalah yang cermat

d. Pertimbangan yang bersifat individual : memberikan perhatian pribadi,

memperlakukan masing_masing karyawan secara individual, serta melatih

dan memberikan saran.

Hasil penelitian Anikmah (2008), kepemimpinan transformasional berpengaruh

positif terhadap kinerja karyawan PT. Jati Agung Arsitama. Artinya semakin baik

kepemimpinan transformasional yang dijalankan, maka kinerja karyawan akan

meningkat.

Pada setiap tahap dari proses transformasional, keberhasilan sebagian akan

tergantung kepada sikap, nilai, dan keterampilan pemimpin. Para pemimpin

transformasional yang efektif mempunyai atribut-atribut sebagai berikut :

1. Melihat diri sendiri sebagai agen-agen perubahan

2. Para pengambil resiko yang berhati-hati

3. Yakin pada orang-orang dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan para

pengikut

4. Mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku

(44)

6. Mempunyai ketrampilan kognitif, dan yakin kepada pemikiran yang berdisiplin

dan kebutuhan akan analisis masalah yang hati-hati

7. Orang-orang yang mempunyai visi yang mempercayai intuisi.

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan cara mengarahkan daya dan potensi

bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan

mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2007).

Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,

menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan

antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer

membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan

terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 2007).

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota

organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan

keterampilan, tenaga dan waktu untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang

menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajiban, dalam rangka pencapaian tujuan

dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan. Motivasi merupakan kesediaan

(45)

Menurut Stanley Vance dalam Danim (2004) mengatakan bahwa pada

hakekatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang berada dan bekerja

pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan

dilihat dari perspektif organisasi, dan Robert Dubin (1985) mengartikan motivasi

sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang berkeinginan memulai dan

menjaga kondisi kerja dalam organisasi. Motivasi menurut Damin sendiri diartikan

sebagai kekuatan yang muncul dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan dan

keuntungan tertentu di lingkungan dunia kerja atau di pelataran kehidupan pada

umumnya.

Motivasi menurut Mathis & Jackson (2009) adalah keinginan dalam diri

seorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak

karena satu alasan: untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah dorongan

yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Kata-kata kebutuhan,

keinginan, hasrat dan dorongan semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal

dari kata motivasi.

Motivasi adalah suatu konsep yang digunakan jika menguraikan

kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan

mengarahkan perilaku. Digunakan konsep motivasi untuk menjelaskan

perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku. Perilaku yang lebih bersemangat adalah

hasil-hasil dari tingkat motivasi yang lebih kuat (Gibson,1997). Selanjutnya menurut

Stoner (1992) motivasi yaitu hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung

(46)

para manajer. Motivasi penting karena manajer, bekerja bersama dan melalui orang

lain. Motivasi membingungkan karena motif (penyebab orang lain bertindak) tidak

dapat diamati atau diukur secara langsung, motivasi harus diduga dari perilaku

manusia.

Robbins (2009) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan

intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai tujuan. Tiga

elemen utama dalam motivasi adalah intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas

berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha, dikaitkan dengan arah yang

menguntungkan organisasi, ketekunan merupakan ukuran mengenai berapa lama

seseorang bisa bertahan dalam berusaha .

2.3.2 Motivasi Intrinsik

Herzberg yang dikenal dengan teori higiene adalah pembuat teori kesamaan

motivasi membagi hirarki Maslow menjadi kebutuhan tingkat rendah (psikologis,

keamanan, dan sosial ) dan kebutuhan tingkat tinggi (pencapaian dan aktualisasi diri).

Herzber mengatakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah

mensistematiskan pekerjaan sehingga dengan mengerjakannya mendapatkan hasil dan

tantangan yang membantu untuk memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.

Menurut Herzberg, kebutuhan yang lebih tinggi tidak mungkin dipenuhi sehingga

pemberian penghargaan dan pekerjaan yang menantang akan membentuk pembangkit

motivasi (Dessler, 2007).

Herzberg menamakan dua faktor yang merupakan inti teori motivasi dengan

(47)

kebutuhan rendah berbeda dengan (motivator) yang memenuhi tingkat kebutuhan

yang lebih tinggi. Jika faktor hygiene (kondisi kerja, gaji, dan insentif) tidak

seimbang, karyawan akan merasa tidak puas. Menambah faktor hygiene (seperti

insentif) pada pekerjaan (disebut Herzberg sebagai motivasi ekstrinsik) adalah cara

paling rendah untuk memotivasi seseorang, karena kebutuhan tingkat rendah lebih

mudah terpenuhi. (Dessler, 2007)

Menurut Herzberg, pengusaha lebih tertarik dalam menciptakan tenaga kerja

yang memiliki motivasi diri harus menekankan “isi pekerjaan” atau faktor motivasi

intrinsik. Motivasi berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi akan timbul hanya

dengan melakukan pekerjaan. Teori Herzberg menyimpulkan bahwa hanya

bergantung pada insentif finansial sangat beresiko, karena itu pengusaha tidak boleh

mengabaikan manfaat dari memberikan penghargaan secara formal dan pekerjaan

yang menantang yang merupakan hasrat hampir semua orang (Dessler, 2007).

Menurut Ivancevich et al (2007) Herzberg mengembangkan teori isi yang

dikenal sebagai teori motivasi dua faktor. Kedua faktor tersebut disebut

dissatisfier-satisfier, motivator higiene, atau faktor ekstrinsik-intrisik. Penelitian awal yang

memancing munculnya teori motivator higiene memberikan 2 (dua) kesimpulan yang

spesifik.

Pertama, adanya serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan, yang

menimbulkan ketidakpuasan antarkaryawan ketika kondisi ekstrinsik tidak ada. Jika

kondisi ekstrinsik ada, kondisi ekstrinsik tidak selalu memotivasi karyawan. Kondisi

(48)

diperlukan untuk mempertahankan, setidaknya, suatu tingkat dari “tidak adanya

ketidakpuasan”. Faktor-faktor tersebut diantaranya :

1. Gaji

2. Keamanan pekerjaan

3. Kondisi kerja

4. Status

5. Prosedur perusahaan

6. Kualitas pengawasan teknis

7. Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dengan atasan, dan dengan

bawahan.

Kedua, serangkaian kondisi intrinsik, isi pekerjaan, ketika ada dalam pekerjaan dapat

membentuk motivasi yang kuat hingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang

baik. Jika kondisi intrinsik tidak ada, pekerjaan tidak terbukti memuaskan.

Faktor-faktor dalam rangkaian intrinsik disebut satisfier atau motivator dan beberapa

didalamnya adalah :

1. Pencapaian prestasi

2. Pengakuan orang lain

3. Tanggung jawab

4. Kemajuan

5. Pekerjaan itu sendiri

(49)

Motivator secara langsung berkaitan dengan sifat pekerjaan atau tugas dari

pekerjaan. Ketika ada, faktor-faktor motivator berkontribusi terhadap kepuasan, yang

pada akhirnya akan menghasilkan motivasi tugas intrinsik.

Menurut Herpen et al dalam Koesmono (2005) hasil penelitiannya mengatakan

bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Handoko dalam

Iriani (2010) bahwa menurut sumber motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi

intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi atau dorongan yang timbul

dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, melainkan atas

dasar kemauan sendiri. Contohnya: self actualization need (keinginan untuk

mengaktualisasikan diri ).

Menurut Mathis & Jackson (2009) teori motivasi atau higiene Herzberg

mengasumsikan bahwa sekelompok faktor motivator, menyebabkan tingkat kepuasan

dan motivasi kerja yang tinggi. Akan tetapi, faktor-faktor higiene, dapat

menimbulkan ketidakpuasan kerja. Motivator : prestasi, pengakuan, pekerjaan itu

sendiri, tanggung jawab, kemajuan. Faktor higiene: hubungan antarpersonal,

administrasi atau kebijakan perusahaan, pengawasan, gaji, kondisi kerja.

Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2007), orang menginginkan dua macam

faktor kebutuhan, yaitu:

Pertama: kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan (maintenance factors).

Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh

ketenteraman dan kesehatan badaniah. Kebutuhan pemeliharaan merupakan

(50)

kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya: orang lapar akan makan, kemudian

lapar lagi, lalu makan, dan seterusnya. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas

jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan,mobil

dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lain. Hilangnya faktor

pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan (dissatisfiers = faktor

higienis). Faktor-faktor pemeliharaaan perlu mendapat perhatian yang wajar dari

pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.

Kedua: faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang.

Kebutuhan psikologis meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan

yang jika terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat,

yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi intrinsik tidak

ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor

intrinsik dinamakan satisfiers atau motivators.

Rangkaian intrinsik melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang

dikerjakannya yakni kandungan pekerjaan pada tugasnya. Cara terbaik untuk

memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan

guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka.

Menurut Hasibuan (2007), harus diusahakan agar faktor pemeliharaan dan

faktor motivasi dapat dipenuhi. Banyak kenyataan yang dapat dilihat dalam suatu

perusahaan, kebutuhan pemeliharaan mendapat perhatian lebih banyak daripada

pemenuhan individu secara keseluruhan. Kebutuhan peningkatan prestasi dan

(51)

untuk dikerjakan bawahan. Merupakan suatu tantangan bahwa suatu pekerjaan

direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menstimulasi dan menantang pekerja

serta memberikan kesempatan bagi pekerja untuk maju.

2.4 Perawat

2.4.1 Definisi Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah

Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perawat juga

merupakan seseorang yang memiliki kemampuan serta kewenangan tindakan

keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan keperawatan

(Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992). Menurut Hadjam (2001), perawat adalah

karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan

mengatur bangsal. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi,

yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995).

Lokakarya Keperawatan Nasional dalam Hidayat (2004), mendefinisikan

keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,

berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu,

keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus

kehidupan manusia. Keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang

(52)

2.4.2 Perawat Pelaksana Kontrak

Perawat pelaksana merupakan sub komponen dari sumber daya manusia

khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit

pelayanan kesehatan. Perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan kesehatan

selalu berinteraksi dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain agar dapat

memberikan pelayanan yang prima. Perawat pelaksana harus peka dalam memahami

alur pikiran pasien dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien,

sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien.

Perawat pelaksana sebagai tenaga kontrak atau tidak tetap atau outsourcing

adalah perawat pelaksana yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu

(PKWT). Menurut Subekti (1983), kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa

seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum

yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat

kontrak. Dalam bisnis kontrak ini penting sebagai pegangan, pedoman, dan alat bukti

bagi para pihak itu sendiri. Kontrak yang baik akan memberikan perjanjian dan

kepastian yang besar kepada pihak-pihak yang terkait sehingga membantu

pelaksanaan transaksi bisnis. Tenaga kerja kontrak atau tidak tetap atau outsourcing

menurut Nurachmad (2009) adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja

waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk

mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu. Perjanjian

(53)

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan tenaga

kerja kontrak diatur dalam UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

yaitu tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

untuk masyarakat. Pekerja atau buruh yaitu setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Khusus untuk tenaga kerja kontrak

berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia,

Nomor: KEP.100/ MEN/ VI/ 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu, KEP.220/ MEN/ X/ 2004 Tentang Syarat-syarat Penyerahan

Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, serta KEP.101/ MEN/ VI/

2004 Tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau Buruh.

2.4.3 Peran Perawat Pelaksana

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, yang dapat dipengaruhi oleh

keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang

bersifat menetap.

Peran perawat menurut Hidayat (2004) terdiri dari:

a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan: perawat memperhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

b. Peran sebagai advokat pasien: perawat membantu pasien dan keluarganya dalam

(54)

lain dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang akan

diberikan.

c. Peran edukator: perawat membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan

kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi

perubahan perilaku dari pasien.

d. Peran koordinator: perawat mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi

pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan

dapat terarah sesuai dengan kebutuhan pasien.

e. Peran kolaborator: perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,

fisioterapis, ahli gizi dengan mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

diperlukan.

f. Peran konsultan: perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.

g. Peran pembaharu: perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang

sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.4.4 Fungsi Perawat Pelaksana

Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional dalam Hidayat (2004), bahwa

fungsi perawat adalah:

a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber

yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.

b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan

(55)

Gambar

Gambar 2.1. Komponen Kinerja Individual
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel dari 27 Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.Pirngadi Medan
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA RUANGAN DENGAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA.. DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DIRUANG

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA.. DI RUANG RAWAT INAP

Hubungan fungsi manajemen kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana dan karakteristik individu dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang instalasi rawat inap

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan tingkat stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Bitung dapat disimpulkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melakukan pendokumentasian keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr..

Penelitian yang dilakukan oleh Pitasari (2017) tentang Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Premagana,

PROPOSAL HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP TINGKAT STRES PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS MITRA KELUARGA SURABAYA Nama : MARIA ANGELIA NIM : 2022.05.004 PRODI ALIH

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tentang “ Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi