PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
OLEH :
RITA DEWI BANGUN NIM. 107032051/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RITA DEWI BANGUN 107032051/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
Nama Mahasiswa : Rita Dewi Bangun Nomor Induk Mahasiswa : 107032051
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si)
Ketua Anggota
(Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS)
Tanggal Lulus : 28 Agustus 2012
Dekan
Telah diuji
pada Tanggal : 28 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS
PERNYATAAN
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DAN MOTIVASI INTRINSIK PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA
KONTRAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukanuntuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis hanya kepada Tuhan Yesus atas rencana indah
yang Dia berikan dalam kehidupan penulis. Berkat pertolonganNya yang berlimpah,
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi
Intrinsik Perawat Pelaksana terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan dan mendapat gelar kesarjanaan Magister kesehatan.
Penulis mengambil minat studi Administrasi Rumah Sakit Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyusun tesis ini tidak terlepas dari bantuan yang sangat besar dari
berbagai pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara,
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing
dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS, selaku anggota komisi pembimbing ,
yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk mengajari penulis mulai dari proposal hingga tesis
selasai.
5. Prof. Dr. Drs. Badaruddin M.Si, dan Masnely Lubis, S.Kep., M.A.R.S selaku
komisi penguji tesis yang dengan perhatian mengarahkan , memberi masukan
dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal
hingga penulisan tesis selesai.
6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan beserta jajaran yang
telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas
Sumatera Utara, dan juga sebagai tempat penelitian tesis ini dilakukan.
7. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Para rekan-rekan sekerja di Rekam Medis RSUD Dr. Pirngadi Medan yang
penuh pengertian dan dukungan moril selama penulis mengikuti pendidikan di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
9. Ibunda tercinta Setiadat Nainggolan yang penuh kasih sayang dan doa yang
diberikan sehingga penulis selalu mendapat kemudahan dalam menjalani
pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
10. Suami Borkat Mulia Siregar, S.H dan anakku tersayang Timothy Maylano
Siregar, serta seluruh keluarga yang penuh pengertian, kesabaran, dan
dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan moril kepada penulis.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak terutama pengambil kebijakan di
bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Rita Dewi Bangun, lahir pada tanggal 15 Oktober 1967 di Medan. Rita Dewi
Bangun sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda
Kapt. Inf. Belita Bangun, dan Ibunda Setiadat Nainggolan.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah
Dasar Negeri No. 060885 Medan, selesai Tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di
SMP Kristen I Medan, selesai Tahun 1983, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Medan, selesai Tahun 1986, Kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, selesai Tahun 1996.
Penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Tahun 2002
di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Bekerja sebagai Staf Rekam Medik di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, Tahun 2005 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Hipotesis ... 10
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Kinerja ... 12
2.1.1. Pengertian Kinerja ... 13
2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 13
2.1.3. Penilaian Kinerja ... 15
2.1.4. Kinerja Perawat ... 17
2.2. Kepemimpinan ... 20
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan ... 20
2.2.2. Kepemimpinan Transformasional ... 23
2.3. Motivasi ... 27
2.3.1. Pengertian Motivasi ... 27
2.3.2. Motivasi Instrinsik ... 29
2.4. Landasan Teori ... 34
2.5. Kerangka Konsep ... 35
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37
3.1. Jenis Penelitian ... 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 37
3.2.2. Waktu Penelitian ... 38
3.3. Populasi dan Sampel ... 38
3.3.1. Populasi Penelitian ... 38
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40
3.4.1. Jenis Data ... 40
3.4.2. Metode Pengumpulan Data ... 41
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43
3.5.1. Variabel Bebas ... 43
3.5.2. Variabel Terikat ... 45
3.6. Metode Pengukuran ... 46
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 46
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 47
3.7. Metode Analisis Data ... 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitain ... 50
4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan ... 50
4.1.2. Letak Geografis Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan ... ... 52
4.1.3. Visi dan Misi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 52
4.1.4. Sumber Daya Manusia RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 54
4.1.5. Pelayanan dan Fasilitas di RSU Dr. Pirngadi Medan ... 54
4.2. Karakteristik Responden ... 55
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 55
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 55
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 56
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
4.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan 57 4.3. Analisis Univariat ... 57
4.3.1. Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang ... 58
4.3.2. Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak ... 68
4.3.3. Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 77
4.4. Analisis Bivariat ... 85
4.4.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tranformasional dengan Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap ... 85
4.4.2. Hubungan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 87
4.5. Analisis Multivariat ... 89
4.5.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 90
4.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Tranformasional
Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana
Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak .... 91
BAB 5 . PEMBAHASAN ... 95
5.1. Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak ... 95
5.2. Karakteristik Responden ... 97
5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 99
5.4. Pengaruh Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 103
5.5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 106
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
6.1. Kesimpulan ... 109
6.2. Saran ... 109
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Indikator Kinerja RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2010 – 2011 ... 6
3.1. Jumlah Populasi dan Sampel dari 27 Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Pirngadi Medan ... 40
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 47
3.3. Aspek Penguikuran Variabel Terikat ... 47
4.1. Sumber Daya Manusia di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 54
4.2. Karakteristik Umur Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 55
4.3. Karakteristik Pendidikan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 55
4.4. Karakteristik Masa Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 56
4.5. Karakteristik Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 56
4.6. Karakteristik Perawat Berdasarkan Status Perkawinan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 57
4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Karisma di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 58
4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Motivasi Inspirasional di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2012 ... 60
4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi Inspirasional di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 63
4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Stimulasi Intelektual di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2012 ... 63
4.12. Distribusi Frekuensi Kategori Stimulasi Intelektual Kepemimpin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2012 ... 65
4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Perhatian Individualisasi Kepemimpinan di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 66
4.14. Distribusi Frekuensi Kategori Perhatian Individualis Kepemimpin di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2012 ... 68
4.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Tanggung Jawab Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 68
4.16. Distribusi Kategori Tanggung Jawab Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 69
4.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Prestasi Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2012 ... 70
4.18. Distribusi Kategori Prestasi Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 71
4.19. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pengakuan Orang Lain pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 71
4.20. Distribusi Kategori Jawaban Mengenai Pengakuan Orang Lain pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
4.21. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pekerjaan Itu Sendiri pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 73
4.22. Distribusi Frekuensi Kategori Pekerjaan itu Sendiri pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2012 ... 74
4.23. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kemungkinan
Pengembangan pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 74
4.24. Distribusi Frekuensi Kategori Jawaban Mengenai Kemungkinan
Pengembangan ... 74
4.25. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kemajuan pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2012 ... 76
4.26. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kemungkinan Pengembangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 77
4.27. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pengkajian Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 77
4.28. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Diagnosis Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 79
4.29. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Perencanaan Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 80
4.30. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pelaksanaan Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 81
4.31. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Evaluasi Tindakan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
4.32. Distribusi Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 84
4.33. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tranformasional Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 85
4.34. Hubungan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak dengan Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 87
4.35. Hasil Uji Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak
di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 90
4.36. Hasil Uji Pengaruh Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang
Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 91
4.37. Hasil Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 92
4.38. Hasil Uji Determinasi dengan Variabel Bebas (Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat
Pelaksana Kontrak ) ... 93
4.39. Uji Kelinieran Variabel Bebas (Gaya Kepemimpinan
Transformasional Kepala Ruang dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak ) dengan Variabel Terikat (Kinerja
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1.1. Alur Kegiatan Keperawatan di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 7
2.1. Komponen Kinerja Individual ... 14
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai
kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti
diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai
fungsi sosial (UU RI no.44, 2009).
Fungsi sosial rumah sakit adalah rumah sakit harus melaksanakan fungsi
sosial tanpa mempengaruhi mutu pelayanan yang disediakan, rumah sakit
berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam nasional atau lokal dan
melaksanakan misi kemanusiaan, serta rumah sakit mengembangkan jejaring
pelayanan medik di luar rumah sakit bekerja sama dengan puskesmas atau unit
pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 2007)
Menurut Depkes, rumah sakit adalah suatu fasilitas yang menyediakan rawat
inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan
jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif
juga berarti suatu institusi, bangunan atau sarana yang mempunyai tempat tidur bagi
dewasa dan anak, yang memberikan pelayanan selama 24 jam (Depkes RI, 2007)
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi
jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Melihat fenomena di atas,
pelayanan keperawatan yang memiliki kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah
rumah sakit dipandang perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah
diberikan (Nursalam, 2011).
Administrasi bagi sebuah Rumah sakit sangat penting. Administrasi
didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya dengan memanfaatkan sarana dan prasarana tertentu secara
berdaya guna dan berhasil guna (Siagian, 1992)
Peranan administrasi yang penting menimbulkan pandangan bahwa
sesungguhnya abad sekarang ini merupakan “Abad Administrasi”. Hal ini
dikarenakan semua keputusan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan serta berbagai bidang lainnya seperti jasa kesehatan
memerlukan pengambilan keputusan yang efektif dan efisien. Pelaksanaan berbagai
keputusan inilah yang menjadi dasar bagi keberadaan sistem administrasi tertentu
(Siagian, 1992).
Peranan Administrasi Rumah Sakit dalam industri jasa kesehatan dikelola
diharapkan mampu menanggapi kebutuhan dan harapan pasien, mampu mengambil
keputusan yang tepat, mengutamakan pelayanan yang aman melalui kajian terhadap
permasalahan yang ada dan mengupayakan intervensi dan perbaikan yang dapat
dilakukan sehingga dapat memenuhi yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien,
yaitu kesembuhan dan pelayanan yang optimal. Kepemimpinan merupakan salah satu
ketrampilan yang wajib dikuasai oleh manajer rumah sakit agar dapat menjalankan
roda organisasi dalam koridor visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan.
Perilaku Kepemimpinan keperawatan klinis cenderung sangat pragmatis.
Artinya, sedikit berkenaan dengan batasan teoritis, menyesuaikan, mengambil, dan
menggabungkan metode kepemimpinan klasik untuk memastikan kesejahteraan
pasien dan pengembangan staf.
Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan turut
menentukan mutu pelayanan kesehatan, profesionalisme dan kinerja tenaga perawat
perlu ditingkatkan kapasitasnya. Berkaitan dengan peningkatan kinerja perawat
beberapa aspek yang dapat mempengaruhi adalah kepemimpinan dan motivasi
pegawai.
Menurut Gillies (1989), kepemimpinan keperawatan yang paling nyata dan
mudah dianalisis ada dalam penampilan atau pelaksanaan manajer lini pertama
keperawatan, kepala perawat atau supervisor klinis. Manajer lini pertama (kepala
ruang) memiliki dua tanggung jawab. Tanggung jawab pertama dan yang paling berat
adalah pemberian perawatan yang efektif serta aman kepada seluruh pasien, hingga
usaha bawahannya (perawat pelaksana). Untuk memastikan pemberian perawatan
dengan kualitas yang baik pada pasien, supervisor (kepala ruang) harus mengarahkan
anggota staf (perawat pelaksana) untuk menjalankan tugas mereka menurut
kebijaksanaan dan standar kelembagaan serta harus mengawasi pelaksanaan tugas
pekerja. Tanggung jawab kedua dan yang sedikit ringan adalah memberikan
kesejahteraan fisik, emosional dan jabatan bagi sekelompok pekerja yang telah
ditentukan.
Kepemimpinan transformasional menunjuk kepada proses membangun
komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para
pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Menurut Bass dalam Yulk
(2009) kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi atau budaya
apapun. Para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan
penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih
daripada yang semula diharapkan dari mereka. Pemimpin mengubah dan memotivasi
para pengikut dengan (1) membuat para pengikut lebih menyadari bahwa hasil suatu
pekerjaan atau tugas adalah sangat penting, (2) mendorong para pengikut untuk lebih
mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan (3)
mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada yang lebih tinggi (Yulk,
1994). Menurut Burns dalam Yulk (1994) diartikan sebagai “ sebuah proses yang
para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi
Menurut Mathis & Jackson (2009) teori motivasi atau teori higiene
Herzberg mengasumsikan bahwa sekelompok faktor motivator, menyebabkan tingkat
kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi. Faktor-faktor higiene, dapat menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Motivator yaitu prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, kemajuan. Faktor higiene yaitu hubungan antarpersonal,
administrasi atau kebijakan perusahaan, pengawasan, gaji, kondisi kerja.
Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras
walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor-faktor higiene
dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan
bahwa hanya motivator yang membuat para karyawan mencurahkan lebih banyak
usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan (Mathis & Jackson,
2009).
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan adalah rumah sakit Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) berdasarkan Surat Keputusan Walikota Medan
Nomor 900/847.K, tentang Penerapan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) Penuh, tanggal 12 Oktober 2011. Status BLUD
yang ditetapkan pada RSUD Dr. Pirngadi merupakan peluang untuk meningkatkan
kinerja pelayanan dan memperbaiki mutu serta fasilitas rumah sakit.
Perbaikan kinerja pelayanan membutuhkan proses dalam hal menyelaraskan
hingga tahunan. Peningkatan kinerja pegawai tergantung pada kepemimpinan yang
diperoleh dari atasan dan motivasi yang ada dalam diri pegawai sendiri.
Berdasarkan survey pendahuluan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, indikator
pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 1.1 Indikator Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 Tahun
No Keterangan 2010 2011
1 Bed Occupancy Rate (BOR) 64,46 64,52 2 Length Of Stay (LOS) 6,49 6,38 3 Bed Turn Over (BTO) 36,25 36,89 4 Turn Over Interval (TOI) 3,58 3,51 5 Gross Death Rate (GDR) 102,08 100,62 6 Net Death Rate (NDR) 54,51 53,30
Sumber : Bagian Pengolahan Data Rekam Medis RSUD Dr. Pirngadi Tahun 2010-2011
Menurut Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa angka BOR dan LOS dalam batas
normal, angka BTO masih sedikit dibawah normal, angka TOI sedikit diatas normal
serta angka GDR dan NDR pada tahun 2010 dan 2011 nilainya masih tetap tinggi,
walaupun terjadi penurunan yang tidak begitu signifikan. Nilai GDR seyogyanya
tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar. Nilai NDR yang dianggap masih dapat
ditolerir yaitu kurang dari 25 per 1000 penderita keluar (Nugroho, 1996).
Data ketenagaan keperawatan secara umum di ruang rawat inap berjumah 505
orang terdiri dari 328 pegawai status tetap dan 177 pegawai status kontrak. Jumlah
pegawai kontrak yang cukup besar mengindikasikan bahwa pegawai kontrak
memegang peranan yang cukup penting terutama pada bidang pelayanan keperawatan
Perawat pelaksana berstatus kontrak dalam pelaksanaan kerja mempunyai
beban kerja yang sama dengan perawat pelaksana berstatus tetap, bahkan terkadang
lebih berat. Perawat Pelaksana status kontrak dituntut untuk memiliki kinerja yang
tinggi walaupun dari segi pendapatan masih rendah, pembagian jasa berdasarkan
bobot yang lebih rendah dari perawat pelaksana status tetap, tidak mempunyai
kesempatan mengembangkan karir dan mengikuti pelatihan.
Berdasarkan hasil survei peneliti terhadap perawat pelaksana dalam
melaksanakan alur kegiatan di ruang rawat inap pada shift pagi adalah:
Gambar 1.1. Alur Kegiatan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan
Sumber: Hasil Survei Peneliti di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan 2012
Perawat dinas malam serah terima pasien dengan perawat dinas pagi
Perawat dinas pagi melakukan perawatan higiene personal pada seluruh pasien
Perawat melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien rawat inap
Perawat mendampingi dokter melakukan visite terhadap pasien rawat inap
Perawat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dan tim kesehatan
Wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5 (lima) kepala ruang di ruang
rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh informasi bahwa perawat pelaksana
status kontrak dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien masih ada
yang kurang percaya diri dan ragu-ragu, lamban, kurang mandiri, masih ada yang
kurang memahami tentang diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan dan
evaluasi keperawatan, standar asuhan keperawatan tidak semua diaksanakan dan
pendokumentasian asuhan keperawatan yang masih tidak lengkap. Jumlah 5 (lima)
kepala ruang yang diwawancarai sudah cukup untuk mewakili dari keseluruhan
ruangan yang akan diteliti sesuai dengan cara Purposive Sample atau Sampel
Bertujuan (Arikunto, 2010).
Berdasarkan pendokumentasian data rekapitulasi asuhan keperawatan tahun
2011 yaitu pengkajian 84,39%; diagnosa 83%; perencanaan 83,35%; implementasi
83,21%; evaluasi 83,06%; dan uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa
kepemimpinan dari kepala ruang dan motivasi perawat pelaksana memberikan
pengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang memengaruhi kondisi dan kesembuhan pasien.
Pengaruh gaya kepemimpinan mempunyai peranan yang penting dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh
gaya kepemimpinan adalah searah dengan kinerja pegawai atau dengan kata lain gaya
kepemimpinan yang baik atau tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
yang baik atau tinggi, demikian sebaliknya bila gaya kepemimpinan rendah atau
Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu
pelayanan, sehingga menuntut adanya profesionalisme perawat pelaksana maupun
perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan keperawatan
kepada pasien. Kontribusi yang optimal dalam mewujudkan pelayanan berkualitas
akan terwujud jika perawat pelaksana memiliki motivasi intrinsik didalam dirinya.
Penelitian Juliani (2007), mengungkapkan bahwa variabel motivasi intrinsik
yang dimiliki oleh perawat pelaksana baik dari prestasi, rasa ingin diakui orang lain,
tanggung jawab, peluang untuk maju dan kepuasan kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan teori dan telaah dari beberapa
penelitian terdahulu maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang kinerja
perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan ditinjau
dari gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan motivasi intrinsik
perawat pelaksana kontrak.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
kepala ruang dan motivasi intrinsik perawat pelaksana kontrak terhadap kinerja
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di
ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh motivasi intrinsik perawat
pelaksana kontrak terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat
inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.
3. Untuk menganalisis dan\ mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional kepala ruang dan motivasi intrinsik perawat pelaksana
kontrak secara bersama-sama terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di
ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.4 Hipotesis
1. Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang
terhadap kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr.
Pirngadi Medan.
2. Terdapat pengaruh motivasi intrinsik perawat pelaksana kontrak terhadap
kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi
Medan.
3. Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan
kinerja perawat pelaksana kontrak di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi
Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu
pengetahuan manajemen sumber daya manusia, terutama yang terkait dengan
pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan motivasi intrinsik
terhadap kinerja.
2. Manfaat praktis
Dapat memberi masukan yang berarti bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam
meningkatkan kinerja pegawai pada unit pelayanan keperawatan, khususnya
melalui perspektif gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan
motivasi intrinsik perawat pelaksana.
3. Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Kesehatan pada minat studi Administrasi Rumah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh
karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi
elemen sebagai berikut: kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari
hasil, kehadiran, kemampuan bekerjasama (Mathis & Jackson, 2009).
Kriteria pekerjaan atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan
mengidentifikasikan elemen yang paling penting dalam pekerjaan. Sebagai contoh,
pekerjaan seorang dosen perguruan tinggi mungkin meliputi kriteria pekerjaan
mengajar, riset dan pelayanan. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting yang
dilakukan orang dalam pekerjaan karena mendefenisikan tentang yang dibayar
organisasi untuk dilakukan oleh karyawan; oleh karena itu, kinerja dari individu pada
kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadap standar, dan kemudian
hasilnya dikomunikasikan kepada karyawan (Mathis & Jackson, 2009).
Standar kinerja mendefenisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja, dan
merupakan “pembanding kinerja” atau “tujuan” atau “target” tergantung pada
pendekatan yang diambil. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami
dengan jelas, akan bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya. Hal-hal
didefinisikan dengan baik memastikan setiap orang yang terlibat mengetahui tingkat
pencapaian yang diharapkan ( Mathis & Jackson, 2009).
Menurut Bernandin dalam Gomes (2003) memberi batasan mengenai kinerja
atau performansi. Kinerja yaitu catatan outcome atau hasil akhiryang dihasilkan dari
fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu.
2.1.2Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Gibson et.al. (1997), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi
kinerja seseorang, yaitu:
a. Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan, latar
belakang dan demografis.
b. Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur, dan disain pekerjaan.
c. Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan
motivasi.
Menurut Mathis & Jackson (2009), banyak faktor yang memengaruhi kinerja
karyawan. Tiga faktor utama yang memengaruhi individu dalam bekerja adalah: (1)
kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, (2) tingkat usaha yang dicurahkan,
(3) dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur
manajemen sebagai: Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha
Gambar 2.1. Komponen Kinerja Individual
Sumber: Mathis & Jackson (2009)
Kinerja individual dapat ditingkatkan dengan adanya ketiga faktor dalam diri
karyawan, akan tetapi kinerja berkurang jika salah satu faktor dikurangi atau tidak ada.
2.1.3 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan
melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan Usaha yang dicurahkan
- Motivasi - Etika kerja - Kehadiran - Rencana tugas
Kemampuan individual - Bakat
- Minat
- Faktor kepribadian
Dukungan organisasional - Pelatihan dan
pengembangan
- Peralatan dan teknologi - Standar kinerja
Kinerja individual (termasuk kuantitas dan
kemudian mengkomunikasikan informasi yang didapat kepada karyawan. Penilaian
kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja,
evaluasi kinerja dan penilaian hasil. Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk
mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan karyawan (Mathis & Jackson, 2009).
Penilaian kinerja yang dilakukan dengan buruk akan membawa hasil yang
mengecewakan untuk semua pihak yang terkait. Tanpa penilaian kinerja formal akan
membatasi pilihan pemberi kerja yang berkaitan dengan pendisiplinan dan
pemecatan. Penilaian kinerja dapat menjawab pertanyaan mengenai apakah pemberi
kerja telah bertindak adil atau bagaimana pemberi kerja mengetahui bahwa kinerja
karyawan tidak memenuhi standar (Mathis & Jackson, 2009).
Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan
baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinan penilai adalah sebagai
berikut:
a. Para supervisor yang menilai bawahan
b. Para karyawan yang menilai atasan
c. Anggota tim yang menilai sesama karyawan
d. Sumber-sumber dari luar
e. Karyawan menilai diri sendiri
f. Penilaian dari multisumber (umpan balik 360 derajat) (Mathis & Jackson, 2009).
Menurut Chung & Megginson dalam Gomes (2003), penilaian performansi
organisasi kepada organisasi. Jadi, penilaian performansi diperlukan untuk
menentukan tingkat kontribusi individu, atau performansi. Tujuan dari penilaian
performansi, secara umum, dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yakni:
1. Untuk penghargaan performansi pada waktu yang lalu
2. Untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang.
Penilaian kinerja menurut Robbins (2008) memiliki sejumlah tujuan dalam
berorganisasi, yaitu :
1. Membantu manajemen membuat keputusan sumber daya manusia secara
umum, seperti : promosi, perpindahan bagian dan pemutusan hubungan
kinerja.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan untuk
meningkatkan kecakapan dan kompetensi karyawan.
3. Menjadi kriteria bagi manajemen untuk memvalidasi seleksi dan program
pengembangan sehingga dapat mengidentifikasi karyawan baru yang
memiliki kinerja buruk.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan tentang cara organisasi melihat
kinerja karyawan.
5. Merupakan dasar bagi alokasi, imbalan, siapa yang berhak mendapat
kenaikan gaji dan imbalan.
Menurut Handoko (2005), penilaian prestasi kerja adalah proses melalui
penilaian dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan
umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja karyawan.
2.1.4 Kinerja Perawat Pelaksana
Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna
mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat. Melalui
evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat mengetahui
tujuan organisasi yang telah dicapai. Hasil evaluasi berguna membantu kepuasan
perawat untuk memperbaiki pelaksanaan kerja, memberitahu bahwa pelaksanaan
kerja perawat kurang memuaskan serta menganjurkan metode perbaikan,
mempromosikan jabatan atau kenaikan gaji, mengenal perawat yang memenuhi
syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan, serta
menentukan pelatihan dasar untuk karyawan yang memerlukan bimbingan khusus
(Gillies, 1989).
Penetapan standar bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian asuhan
keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah
menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar
praktik kepetrawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA
(PPNI, 2002). Standar praktik keperawatan menurut PPNI, 2002 adalah:
Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien.
Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi
rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan
dalam asuhan keperawatan.
Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan pasien dalam mencapai hasil
akhir yang sudah ditetapkan.
Menurut Nursalam (2011), penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada
pasien menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan dapat
membuat pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar praktik keperawatan
telah dijabarkan oleh PPNI yaitu mengacu pada tahapan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
Standar I: Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik, serta dari pemeriksaan penunjang;
2. Sumber data adalah pasien,keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis dan catatan lain;
3. Data fokus yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi: status kesehatan pasien
masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status
biologis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang
Standar II: Diagnosis Keperawatan
1. Proses diagnosis terdiri atas analisa, interpretasi data, identifikasi masalah
pasien, dan perumusan diagnosis keperawatan;
2. Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah (P), penyebab (E), dan tanda
atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE);
3. Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosis keperawatan;
4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data
terbaru.
Standar III: Perencanaan Keperawatan
1. Perencanaan, terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan;
2. Bekerja sama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan;
3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pasien;
4. Mendokumentasi rencana keperawatan.
Standar IV: Implementasi
1. Bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan;
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain;
4. Memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan
yang digunakan;
5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon pasien.
Standar V: Evaluasi Keperawatan
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus-menerus;
2. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan;
3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat;
4. Bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan;
5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
2.2. Kepemimpinan
2.2.1.Pengertian Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan secara luas diajukan oleh Yukl (1994) yaitu sebagai
proses-proses memengaruhi, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok atau
organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai
hubungan kerjasama dan tim kerja, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari
orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.
Menurut Gillies (1989), kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu
pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk menunjukkan dan memengaruhi
perilaku yang lain dibanding dipengaruhi oleh pihak lain. Jadi fungsi kepemimpinan
didasarkan pada kekuasaan antara pihak-pihak terkait.
Stogdill dalam Stoner (1992) mendefinisikan kepemimpinan manajerial
sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan
tugas dari anggota kelompok. Ada 3 (tiga) implikasi yang penting dari definisi ini:
1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain –bawahan atau pengikut.
Kesediaan karyawan menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota
kelompok membantu menentukan status pemimpin dan memungkinkan
proses kepemimpinan.
2. Kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merata dari kekuasaan
diantara pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai
wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok,
yang tidak dapat secara serupa mengarahkan kegiatan pemimpin.
3. Selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut, pemimpin
juga dapat mempunyai pengaruh. Pemimpin tidak hanya dapat
menyatakan kepada bawahan yang harus dikerjakan tetapi juga dapat
Seseorang jika mencoba memengaruhi perilaku sesuatu kelompok tanpa
menggunakan kekuasaan paksaan, kita menggambarkan hal memengaruhi sebagai
upaya kepemimpinan. Menurut Fleishman dalam Gibson (1997) kepemimpinan
adalah upaya untuk memengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu .
Menurut Gibson (1997) defenisi kepemimpinan adalah suatu upaya
penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive ) untuk memotivasi
orang-orang mencapai tujuan tertentu. Unsur pertama menunjukkan bahwa kepemimpinan
melibatkan penggunaan pengaruh dan karenanya semua hubungan dapat merupakan
upaya kepemimpinan. Unsur kedua dari kepemimpinan menyangkut pentingnya
proses komunikasi. Kejelasan dan ketepatan komunikasi memengaruhi perilaku dan
prestasi pengikut.
Menurut Robbins (2008) kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan
yang ditetapkan. Sumber pengaruh bisa bersifat formal, seperti yang diberikan oleh
pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Sedangkan kepemimpinan
yang bersifat non formal, yaitu: kemampuan untuk memengaruhi orang lain yang
muncul dari luar struktur formal suatu organisasi.
Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar
efektivitasnya optimal. Di dunia yang serba dinamis seperti sekarang, kita
visi masa depan, dan mengilhami anggota-anggota organisasi untuk secara sukarela
mencapai visi organisasi.
2.2.2 Kepemimpinan Transformasional
Pendekatan kepemimpinan transformasional awalnya digagas oleh Burns
tahun 1978. Burns membedakan 2 (dua) jenis kepemimpinan yaitu kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional.
Menurut Burns dalam Yukl (1994) menjelaskan kepemimpinan
transformasional sebagai sebuah proses. Para pemimpin dan pengikut saling
menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin
mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan
kemanusiaan bukan didasarkan atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan dan
kebencian. Menurut Burns, kepemimpinan yang mentransformasi dapat diperlihatkan
oleh setiap orang dalam organisasi pada jenis semua posisi. Dapat menyangkut
orang-orang yang memengaruhi teman-teman sejawat dan para atasan dan juga para
bawahan.
Pemimpin transformasional menginspirasi para pengikutnya untuk
mengeyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan
pemimpin transformasional mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para
pengikut. Pemimpin transformasional menaruh perhatian terhadap kebutuhan
pengembangan diri para pengikut ; mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu
yang baru; serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya
untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama. Kepemimpinan
transformasional lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional dan
menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa
dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang ditetapkan. Para pemimpin
transformasional mendorong bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif (Robbins,
2008).
Menurut Bass dalam Yukl (1994) tingkat seorang pemimpin disebut
transformasional terutama diukur dalam hubungan efek kepemimpinan terhadap para
pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya
kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan para
pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan.
Pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan:
1. Membuat para pengikut lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu
pekerjaan
2. Mendorong para pengikut untuk lebih mementingkan organisasi atau tim
daripada kepentingan diri sendiri, dan
3. Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada kebutuhan yang lebih
tinggi.
Komponen-komponen yang terdapat dalam kepemimpinan transformasional
a. Karisma, didefinisikan sebagai sebuah proses seorang pemimpin
memengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan
identifikasi dengan pemimpin transformasional.
b. Stimulasi Intelektual adalah sebuah proses para pemimpin meningkatkan
kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para
pengikut untuk memandang masalah-masalah yang ada dari sebuah perspektif
yang baru.
c. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membesarkan
hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada
para pengikut.
d. Motivasi Inspirasional didefinisikan seorang pemimpin mengkomunikasikan
sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan
usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai.
Perilaku-perilaku komponen dari kepemimpinan transformasional saling
berhubungan untuk memengaruhi perubahan-perubahan pada para pengikut, dan
efek-efek yang dikombinasikan membedakan antara kepemimpinan transformasional
dan karismatik (Yukl, 1994).
Aspek-aspek yang terdapat dalam kepemimpinan transformasional menurut
Robbins (2008) adalah :
a. Pengaruh yang ideal: memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan,
b. Motivasi yang inspirasional : mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi,
menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan
tujuan-tujuan penting secara sederhana
c. Stimulasi Intelektual : meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan
masalah yang cermat
d. Pertimbangan yang bersifat individual : memberikan perhatian pribadi,
memperlakukan masing_masing karyawan secara individual, serta melatih
dan memberikan saran.
Hasil penelitian Anikmah (2008), kepemimpinan transformasional berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan PT. Jati Agung Arsitama. Artinya semakin baik
kepemimpinan transformasional yang dijalankan, maka kinerja karyawan akan
meningkat.
Pada setiap tahap dari proses transformasional, keberhasilan sebagian akan
tergantung kepada sikap, nilai, dan keterampilan pemimpin. Para pemimpin
transformasional yang efektif mempunyai atribut-atribut sebagai berikut :
1. Melihat diri sendiri sebagai agen-agen perubahan
2. Para pengambil resiko yang berhati-hati
3. Yakin pada orang-orang dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan para
pengikut
4. Mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku
6. Mempunyai ketrampilan kognitif, dan yakin kepada pemikiran yang berdisiplin
dan kebutuhan akan analisis masalah yang hati-hati
7. Orang-orang yang mempunyai visi yang mempercayai intuisi.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan cara mengarahkan daya dan potensi
bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2007).
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan
antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer
membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan
terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 2007).
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan
keterampilan, tenaga dan waktu untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajiban, dalam rangka pencapaian tujuan
dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan. Motivasi merupakan kesediaan
Menurut Stanley Vance dalam Danim (2004) mengatakan bahwa pada
hakekatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang berada dan bekerja
pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan
dilihat dari perspektif organisasi, dan Robert Dubin (1985) mengartikan motivasi
sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang berkeinginan memulai dan
menjaga kondisi kerja dalam organisasi. Motivasi menurut Damin sendiri diartikan
sebagai kekuatan yang muncul dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan dan
keuntungan tertentu di lingkungan dunia kerja atau di pelataran kehidupan pada
umumnya.
Motivasi menurut Mathis & Jackson (2009) adalah keinginan dalam diri
seorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak
karena satu alasan: untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah dorongan
yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Kata-kata kebutuhan,
keinginan, hasrat dan dorongan semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal
dari kata motivasi.
Motivasi adalah suatu konsep yang digunakan jika menguraikan
kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan
mengarahkan perilaku. Digunakan konsep motivasi untuk menjelaskan
perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku. Perilaku yang lebih bersemangat adalah
hasil-hasil dari tingkat motivasi yang lebih kuat (Gibson,1997). Selanjutnya menurut
Stoner (1992) motivasi yaitu hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung
para manajer. Motivasi penting karena manajer, bekerja bersama dan melalui orang
lain. Motivasi membingungkan karena motif (penyebab orang lain bertindak) tidak
dapat diamati atau diukur secara langsung, motivasi harus diduga dari perilaku
manusia.
Robbins (2009) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai tujuan. Tiga
elemen utama dalam motivasi adalah intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas
berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha, dikaitkan dengan arah yang
menguntungkan organisasi, ketekunan merupakan ukuran mengenai berapa lama
seseorang bisa bertahan dalam berusaha .
2.3.2 Motivasi Intrinsik
Herzberg yang dikenal dengan teori higiene adalah pembuat teori kesamaan
motivasi membagi hirarki Maslow menjadi kebutuhan tingkat rendah (psikologis,
keamanan, dan sosial ) dan kebutuhan tingkat tinggi (pencapaian dan aktualisasi diri).
Herzber mengatakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah
mensistematiskan pekerjaan sehingga dengan mengerjakannya mendapatkan hasil dan
tantangan yang membantu untuk memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.
Menurut Herzberg, kebutuhan yang lebih tinggi tidak mungkin dipenuhi sehingga
pemberian penghargaan dan pekerjaan yang menantang akan membentuk pembangkit
motivasi (Dessler, 2007).
Herzberg menamakan dua faktor yang merupakan inti teori motivasi dengan
kebutuhan rendah berbeda dengan (motivator) yang memenuhi tingkat kebutuhan
yang lebih tinggi. Jika faktor hygiene (kondisi kerja, gaji, dan insentif) tidak
seimbang, karyawan akan merasa tidak puas. Menambah faktor hygiene (seperti
insentif) pada pekerjaan (disebut Herzberg sebagai motivasi ekstrinsik) adalah cara
paling rendah untuk memotivasi seseorang, karena kebutuhan tingkat rendah lebih
mudah terpenuhi. (Dessler, 2007)
Menurut Herzberg, pengusaha lebih tertarik dalam menciptakan tenaga kerja
yang memiliki motivasi diri harus menekankan “isi pekerjaan” atau faktor motivasi
intrinsik. Motivasi berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi akan timbul hanya
dengan melakukan pekerjaan. Teori Herzberg menyimpulkan bahwa hanya
bergantung pada insentif finansial sangat beresiko, karena itu pengusaha tidak boleh
mengabaikan manfaat dari memberikan penghargaan secara formal dan pekerjaan
yang menantang yang merupakan hasrat hampir semua orang (Dessler, 2007).
Menurut Ivancevich et al (2007) Herzberg mengembangkan teori isi yang
dikenal sebagai teori motivasi dua faktor. Kedua faktor tersebut disebut
dissatisfier-satisfier, motivator higiene, atau faktor ekstrinsik-intrisik. Penelitian awal yang
memancing munculnya teori motivator higiene memberikan 2 (dua) kesimpulan yang
spesifik.
Pertama, adanya serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan, yang
menimbulkan ketidakpuasan antarkaryawan ketika kondisi ekstrinsik tidak ada. Jika
kondisi ekstrinsik ada, kondisi ekstrinsik tidak selalu memotivasi karyawan. Kondisi
diperlukan untuk mempertahankan, setidaknya, suatu tingkat dari “tidak adanya
ketidakpuasan”. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Gaji
2. Keamanan pekerjaan
3. Kondisi kerja
4. Status
5. Prosedur perusahaan
6. Kualitas pengawasan teknis
7. Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dengan atasan, dan dengan
bawahan.
Kedua, serangkaian kondisi intrinsik, isi pekerjaan, ketika ada dalam pekerjaan dapat
membentuk motivasi yang kuat hingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang
baik. Jika kondisi intrinsik tidak ada, pekerjaan tidak terbukti memuaskan.
Faktor-faktor dalam rangkaian intrinsik disebut satisfier atau motivator dan beberapa
didalamnya adalah :
1. Pencapaian prestasi
2. Pengakuan orang lain
3. Tanggung jawab
4. Kemajuan
5. Pekerjaan itu sendiri
Motivator secara langsung berkaitan dengan sifat pekerjaan atau tugas dari
pekerjaan. Ketika ada, faktor-faktor motivator berkontribusi terhadap kepuasan, yang
pada akhirnya akan menghasilkan motivasi tugas intrinsik.
Menurut Herpen et al dalam Koesmono (2005) hasil penelitiannya mengatakan
bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Handoko dalam
Iriani (2010) bahwa menurut sumber motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi
intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi atau dorongan yang timbul
dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, melainkan atas
dasar kemauan sendiri. Contohnya: self actualization need (keinginan untuk
mengaktualisasikan diri ).
Menurut Mathis & Jackson (2009) teori motivasi atau higiene Herzberg
mengasumsikan bahwa sekelompok faktor motivator, menyebabkan tingkat kepuasan
dan motivasi kerja yang tinggi. Akan tetapi, faktor-faktor higiene, dapat
menimbulkan ketidakpuasan kerja. Motivator : prestasi, pengakuan, pekerjaan itu
sendiri, tanggung jawab, kemajuan. Faktor higiene: hubungan antarpersonal,
administrasi atau kebijakan perusahaan, pengawasan, gaji, kondisi kerja.
Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2007), orang menginginkan dua macam
faktor kebutuhan, yaitu:
Pertama: kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan (maintenance factors).
Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh
ketenteraman dan kesehatan badaniah. Kebutuhan pemeliharaan merupakan
kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya: orang lapar akan makan, kemudian
lapar lagi, lalu makan, dan seterusnya. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas
jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan,mobil
dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lain. Hilangnya faktor
pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan (dissatisfiers = faktor
higienis). Faktor-faktor pemeliharaaan perlu mendapat perhatian yang wajar dari
pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.
Kedua: faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang.
Kebutuhan psikologis meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan
yang jika terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat,
yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi intrinsik tidak
ada, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor
intrinsik dinamakan satisfiers atau motivators.
Rangkaian intrinsik melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya yakni kandungan pekerjaan pada tugasnya. Cara terbaik untuk
memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan
guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka.
Menurut Hasibuan (2007), harus diusahakan agar faktor pemeliharaan dan
faktor motivasi dapat dipenuhi. Banyak kenyataan yang dapat dilihat dalam suatu
perusahaan, kebutuhan pemeliharaan mendapat perhatian lebih banyak daripada
pemenuhan individu secara keseluruhan. Kebutuhan peningkatan prestasi dan
untuk dikerjakan bawahan. Merupakan suatu tantangan bahwa suatu pekerjaan
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menstimulasi dan menantang pekerja
serta memberikan kesempatan bagi pekerja untuk maju.
2.4 Perawat
2.4.1 Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perawat juga
merupakan seseorang yang memiliki kemampuan serta kewenangan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan keperawatan
(Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992). Menurut Hadjam (2001), perawat adalah
karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan
mengatur bangsal. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi,
yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995).
Lokakarya Keperawatan Nasional dalam Hidayat (2004), mendefinisikan
keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu,
keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus
kehidupan manusia. Keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang
2.4.2 Perawat Pelaksana Kontrak
Perawat pelaksana merupakan sub komponen dari sumber daya manusia
khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit
pelayanan kesehatan. Perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan kesehatan
selalu berinteraksi dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain agar dapat
memberikan pelayanan yang prima. Perawat pelaksana harus peka dalam memahami
alur pikiran pasien dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien,
sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien.
Perawat pelaksana sebagai tenaga kontrak atau tidak tetap atau outsourcing
adalah perawat pelaksana yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT). Menurut Subekti (1983), kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa
seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum
yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat
kontrak. Dalam bisnis kontrak ini penting sebagai pegangan, pedoman, dan alat bukti
bagi para pihak itu sendiri. Kontrak yang baik akan memberikan perjanjian dan
kepastian yang besar kepada pihak-pihak yang terkait sehingga membantu
pelaksanaan transaksi bisnis. Tenaga kerja kontrak atau tidak tetap atau outsourcing
menurut Nurachmad (2009) adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu. Perjanjian
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan tenaga
kerja kontrak diatur dalam UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yaitu tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Pekerja atau buruh yaitu setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Khusus untuk tenaga kerja kontrak
berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia,
Nomor: KEP.100/ MEN/ VI/ 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, KEP.220/ MEN/ X/ 2004 Tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, serta KEP.101/ MEN/ VI/
2004 Tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau Buruh.
2.4.3 Peran Perawat Pelaksana
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, yang dapat dipengaruhi oleh
keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang
bersifat menetap.
Peran perawat menurut Hidayat (2004) terdiri dari:
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan: perawat memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Peran sebagai advokat pasien: perawat membantu pasien dan keluarganya dalam
lain dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang akan
diberikan.
c. Peran edukator: perawat membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari pasien.
d. Peran koordinator: perawat mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan
dapat terarah sesuai dengan kebutuhan pasien.
e. Peran kolaborator: perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, ahli gizi dengan mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan.
f. Peran konsultan: perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
g. Peran pembaharu: perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2.4.4 Fungsi Perawat Pelaksana
Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional dalam Hidayat (2004), bahwa
fungsi perawat adalah:
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber
yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.
b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan
Gambar
Garis besar
Dokumen terkait
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA RUANGAN DENGAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA.. DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DIRUANG
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA.. DI RUANG RAWAT INAP
Hubungan fungsi manajemen kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana dan karakteristik individu dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang instalasi rawat inap
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan tingkat stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Bitung dapat disimpulkan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melakukan pendokumentasian keperawatan di ruang rawat inap RSUD Dr..
Penelitian yang dilakukan oleh Pitasari (2017) tentang Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Premagana,
PROPOSAL HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP TINGKAT STRES PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS MITRA KELUARGA SURABAYA Nama : MARIA ANGELIA NIM : 2022.05.004 PRODI ALIH
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tentang “ Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi