• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (DRAINASE) 1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

operasional yakni sebelum diangkut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), disediakan bak bak penampungan sampah disetiap rumah tangga yang kemudian diangkut oleh

6.4.3 ANALISIS PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (DRAINASE) 1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Sub bidang drainase pada Bidang PU/Cipta Karya memiliki program dan Kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas genangan.

Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan yang selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkortaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan sarana

169 dan prasarana yang baik yang menjangkau kepada mesyarakat berpenghasilan menengah dan rendah.

Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan.hal ini mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parker air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai.

Hal-hal tersebut di atas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun, dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan ke laut.

Jadi, dampak pembangunan pembangunan perkotaan yang dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk dapat pula menimbulkan masaalah, misalnyadi bidang drainase. Maksud dari penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sub bidang drainase adalah:

a. Sebagai pedoman/panduan dalam penyusunan program penanganan drainase;

b. Penyiapan program penanganan drianse dengan sasaran indifidu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyelenggaraan drainase yaitu institusi pengelola system dan jaringan drainase (Dinas PU kabupaten/kota) dan di kawasan tertentu oleh swasta (developer).

Penaganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Brlainan denga paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap kedalam tanah melalui bangunan resapan buatan alamiah seperti kolam tandon, waduk lapangan, sumur – sumur resapan, penataan lansekap dan lain lain.

Hal tersebut bertujuan memotong puncak banjir yang terjadi sehingga dimensi saluran lebih ekonomis, dapat juga membantu menambah sumber – sumber air baku. Penganan drainase juga harus memakai pendekatan system, tidak secara spasial, parameter teknis ditentukan oleh factor alam setempat. Sasaran kebijakan pengembangan drainase skala nasional adalah:

170 a. Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisasi, efisien, efektif dan

terpadu;

b. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan;

c. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui minimalisasi resiko biaya social dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat gengan dan bencana banjir; dan

d. Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam penganan sistem drainase.

6.4.3.2Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Terkait dengan isu-isu strtegis yang berhubungan dengan pengelolaan drainase adalah: a. Kecenderungan perubahan Iklim

Fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang ditandai dengan kekeringan panjang, dan curah hujan yang cukuptinggi, berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan saat kemarau, dan bencana banjir saat musim hujan. Perubahan perubahan tersebut menyebabkan penganan drainase yang relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.

b. Perubahan Fungsi lahan basah

Akibat kebutuhan lahan yang sangat besar untuk pengembangan permukiman dan industri sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan berkelanjutan. Akibatnya, kawasan – kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parker air, (retarding pond), lahan basah (wet land) seperti rawa-rawa, situ- situ, dan lain-lain, sehingga akan merubah keseimbangan pola air;

c. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase

Sebagian besar drainase, selain berfungsi sebagai system pematusan air hujan, juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci. Sementara fungsi dan karakteristik system drainase berbeda dengan system air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran. d. Penanganan drainase belum terpadu

171 Seringkali sistem drainase yang dibangun oleh swasta/pengembang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut.akibat terbatasnya masterplan drainase, seringkali pihak pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal, misalnya data peil banjir, sehingga penanganan sifatnya hanya parsial untuk wilayah yang dikembangkan saja.

Beberapa program prioritas yang dapt mendukung pengembangan sistem pengelolaan drainase:

a. Program pengembangan dan perencanaan pembangunan system drainase; b. Program pengembangan pembangunan sistem drainase perkotaan;

c. Program pembangunan prasarana sistem drainase mendukung kawasan strategis/tertentu dan pemulihan dampak bencana;

d. Program pengembangan prasarana drainase skala kawasan/lingkungan berbasis masyarakat;

e. Program pengembangan kapasitas pendanaan pembangunan sistem drainase.

Sistem drainase memiliki fungsi sebagai saluran pembuangan, dalam bentuk aliran permukaan dan sebagai saluran pembuangan air hujan maupun limbah yang berasal dari aktivitas rumah tangga. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan berpengaruh dalam pembangunan sistem drainase adalah; kepadatan penduduk, kondisi jaringan yang ada (ada atau belum ada jaringan), kemiringan lereng dan curah hujan.

Berdasarkan pada kondisi topografi wilayah Kabupaten Bulukumba yang relatif datar, maka perlu penanganan khusus dalam pengembangan drainase. Secara umum jenis konstruksi yang digunakan dalam system jaringan drainase, baik saluran utama, sekunder maupun saluran tersier adalah konstruksi beton atau pasangan batu. Jenis saluran yang digunakan adalah saluran terbuka dan hanya pada kondisi tertentu seperti terbatasnya lahan, misalnya trotoar atau taman dan bagian tertentu di pusat kota yang menggunakan saluran tertutup. Sedangkan bentuk atau tipical yang digunakan adalah bentuk trapezium dan empat persegi.

Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu eksekutif atau direktur, manajer menengah dan operator. Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan, yaitu pemegang otoritas, masing-masing tingkatan, dari puncak sampai bawah memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi, misi, tujuan, obyektif, dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana ini dan evaluasi dilakukan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut. Organisasi atau

172 lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir diperkotaan harus dibentuk, tidak hanya pada kawasan perkotaan saja,tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber persalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan dan meregulasi debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab untuk mengendalikan pengambilan air tanah yang berdampak pada amblesan tanah (land subsidence).

Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara langsung kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secra mandiri/swadaya kecuali yang sifatnya sangat sederhana bahkan di daerah kota masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah namun disisi pemeliharaan bisa saja dilakukan secara partisipasi oleh masyarakat.

Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir secara konprehensif berdasakan paradigma manajemen air diiperlukan seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam pendekatan teknis, susunan institusi, finansial, perilaku masyarakat yang diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelola dan masyarakat yang menjadi stakeholder.

Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah dan masyarakat. Juga untuk menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.

Kendala dan permasalahan sistem drainase di Kota Parepare, sebagai berikut: a. Sistem pengaliran air yang tidak jelas;

b. Jaringan drainase yang ada mengalami penyumbatan dan sedimentasi;

c. Penentuan dimensi dalam pembangunan jaringan drainase tidak sesuai dengan kondisi yang ada; dan

d. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah dan menjadikan saluran drainase sebagai tempat pembuangan.

173 6.4.3.3Analisis Kebutuhan Drainase

Melihat permasalahan banjir yang selama ini terjadi, hal itu menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan prasarana drainase tersebut masih jauh dari kebutuhan, namun diakui bahwa untuk membebaskan sama sekali dari banjir yang memang kondisi geografinya, khususnya di daerah kota tentu memerlukan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan pemda dalam membiayai pembangunan drainase, perlu dilakukan sistem prioritas berdasarkan fungsi kawasan/wilayah daerah banjir tersebut sekaligus membuat skenario yang sesuai.

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu cepat telah menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang semula berupa lahan terbuka atau hutan berubah menjadi areal permukiman maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan namun sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan fungsi lahan tersebut adalah meningkatnya aliaran tanah. Akibatnya setelah distribus air yang makin timpang antara musim hujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan semakin besar. Bertolak dari permasalahan tersebut maka konsep dasar pengembangan drainase berkelanjutan meningkatkan daya guna air , meminimalkan kerugian serta memperbaiki dan konsevasi lingkungan. Diperlukan usaha-usaha konfrehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural.

Agar jaringan drainase yang direncanakan dan dilaksanakan maka setiap perencanaan yang dilakukan harus bersinergi dengan jaringan drainase yang sudah ada baik tersier, sekunder mapun primer, sehingga tidak ada satupun saluran drainase yang terputus dengan jaringan drainse lainnya. Dari hasil infestigasi yang ada sudah menunjukkan ke arah tersebut. Oleh karena itu maka master plan tentang drainase perlu lebih disempurnakan dan disosialisasikan keberadaanya bagi seluruh lapisan masyarakat.

Seluruh tahapan pembangunan sistem drainase, mulai dari studi dan perencanaan rinci sampai pelaksanaan fisik dan siap dioperasikan, direncanakan selesai dalam jangka waktu empat tahun. Umur teknis bangunan diperkirakan 50 tahun terhitung sejak dimulainya operasi. Biaya pembangunan terdiri dari biaya dasar pembangunan (investasi awal), biaya operasi, pemeliharaan dan penggantian (O/M & R). Sedangkan keuntungan yang diperoleh berasal dari hilangnya kerugian banjir dengan adanya pembangunan sistem drainase.

174 Pembangunan drainase berupa saluran dengan berbagai type pada masing-masing kawasan/areal, tergantung dari debit banjir dan luas areal kawasan. Sedang pada daerah hilir didekat muara dipasang klep otomatis yang bertujuan untuk mengatasi masuknya air laut pada saat pasang.

Untuk menyelesaikan masalah banjir yang dialami selama ini, maka perlu penanganan secara sinergis terutama masyarakat dan pemerintah dengan memperhatikan segala yang terkait terutama aspek teknis dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, agar resiko yang ditimbulkan dapat diminimalisasi.

6.4.3.4Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Drainase

Pembangunan drainase di semua kawasan sebagai saluran pengendali banjir. Pembangunan Bronjong dan talud didaerah bantaran sungai; dan Pembangunan dan rehabilitasi drainase jalan di seluruh wilayah.

Sumber dana yang diharapkan dalam pembangunan drainase, diharapkan dari pemerintah daerah melalui dana APBD, dana APBD propinsi maupun dari dana APBN dan juga partisipasi masyarakat.

6.4.4 USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN KESIAPAN PENGEMBANGAN PROYEK

Dokumen terkait