• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisis Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) Irigasi

4.3.3 Analisis Perbandingan BJPSDA Irigasi Berdasarkan Permen

. . . , : .

x 100%

= 3,91%

Jadi nilai kontribusi air untuk kegiatan pertanian di DI Delta Brantas adalah 3,91%..

Maka nilai BJPSDA irigasi berdasarkan permodelan biaya jasa dasar dengan mempertimbangkan faktor kualitas layanan dan NME yang telah disesuaikan adalah sebagai berikut :

BJPSDA irigasi = (biaya jasa dasar x faktor kualitas layanan) + (NME pertanian x faktor kontribusi air)

= (Rp. 262,-/m3 x 67,66%) + (Rp. 4.126,-/m3 x 3,91%)

= Rp. 177,-/ m3 + Rp. 161,-/ m3

= Rp. 338,-/ m3

Jadi nilai satuan BJPSDA irigasi berdasarkan permodelan biaya jasa dasar dengan

mempertimbangkan faktor kualiatas layanan dan NME adalah Rp. 338,-/m3.

4.3.3 Analisis Perbandingan BJPSDA Irigasi Berdasarkan Permen PUPERA No. 18/PRT/M/2015 dengan BJPSDA Irigasi

Menggunakan Permodelan Biaya Jasa Dasar Dengan

Mempertimbangkan Faktor Kualitas Layanan dan NME

Dari hasil analisis pada sub bab sebelumnya, diperoleh nilai BJPSDA

irigasi berdasarkan Peraturan Menteri PUPERA No. 18/PRT/M/2015 adalah

Rp. 255,-/m3, dan nilai BJPSDA irigasi berdasarkan permodelan biaya jasa dasar

dengan mempertimbangkan faktor kualitas layanan dan NME adalah

Rp. 338,-/m3.

BJPSDA irigasi berdasarkan Peraturan Menteri PUPERA No.18/PRT/M/2015 dihitung hanya berdasarkan biaya pengelolaan. Untuk menghasilkan BJPSDA irigasi, biaya pengelolaan sumber daya air berdasarkan kebutuhan nyata dibagi secara proporsional sesuai dengan pembobotan dari NME yang dihasilkan masing-masing penerima manfaat sumber daya air. Dalam penelitian ini diperoleh bobot NME pertanian adalah 62,94%. Maka nilai

114

BJPSDA irigasi adalah 62,94% dari nilai kebutuhan nyata biaya pengelolaan sumber daya air, dibagi dengan penggunaan air per hektar sawah dan didapatkan

nilai Rp. 255,-/m3.

Struktur biaya pembentuk BJPSDA berdasarkan Peraturan Menteri PUPERA No. 18/PRT/M/2015 sebenarnya hanya biaya pengelolaan. NME hanya digunakan sebagai pembobotan untuk membagi biaya pengelolaan sesuai proporsi pemanfaatannya berdasarkan nilai manfaat yang diperoleh. Biaya pengelolaan

yang dihitung hanya biaya pengelolan yang berupa variabel cost, dengan konsep

bahwa biaya tetap adalah subsidi yang diberikan pemerintah (Anwar dan Utomo, 2013). Biaya yang merupakan subsidi dari pemerintah adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan sumber daya air yang merupakan investasi, antara lain :

1. Pembangunan bendungan, embung, bangunan irigasi, serta pembangunan

fasilitas air baku.

2. Kegiatan penggelontoran, pengelolaan limbah cair, perkuatan tebing sungai,

serta pembangunan bangunan pengaman pantai.

Karena komponen utama pembentuk BJPSDA hanya biaya pengelolaan sumber daya air, maka konsep yang digunakan dalam perhitungan BJPSDA berdasarkan Peraturan Menteri PUPERA No. 18/PRT/M/2015 adalah BJPSDA

digunakan sebagai cost recovery atau pemulihan biaya pengelolaan sumber daya

air untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan.

BJPSDA irigasi berdasarkan permodelan biaya jasa dasar yang mempertimbangkan faktor kualitas layanan dan NME dihitung dari biaya jasa dasar ditambah dengan NME. Struktur biaya pembentuk BJPSDA berdasarkan permodelan ini adalah biaya jasa dasar yang dikalikan dengan faktor kualitas layanan dan ditambah dengan NME sebagai keuntungan pemanfaat air. Dari

analisis perhitungan didapatkan nilai biaya jasa dasar sebesar Rp. 262,-/m3. Biaya

jasa dasar akan selalu tetap untuk semua jenis pemanfaat air di suatu wilayah sungai.

Pelayanan yang diterima oleh pemanfaat air dapat berbeda-beda, maka untuk membedakan terhadap tiap pemanfaat air, biaya jasa dasar akan dipengaruhi oleh faktor kualitas layanan. Faktor kualitas layanan meliputi kondisi konflik,

115

tingkat pelayanan, dan kualitas air. Faktor pelayanan untuk DI Delta Brantas untuk kondisi konflik diukur melalui tingkat ketersediaan air (faktor k), tingkat pelayanan diukur melalui indeks kinerja jaringan irigasi, serta kualitas air diukur dengan tingkat mutu air. Karena nilai faktor k sudah termasuk didalam nilai indeks kinerja jaringan irigasi, maka faktor kualitas layanan di DI Delta Brantas hanya berdasarkan tingkat pelayanan dan kualitas air, dan nilainya 67,66%. Jadi biaya jasa dasar untuk DI Delta Brantas yang telah disesuaikan dengan faktor

kualitas layanan adalah Rp. 177,-/m3.

NME merupakan suatu manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari penggunaan air di suatu wilayah sungai. Nilai NME akan menghasilkan satuan biaya yang berbeda tergantung dari produk yang dihasilkan masing-masing pengguna dari pemanfaatan air. Besar NME akan berubah dan berbeda-beda sesuai dengan perubahan hasil produksi dan keuntungan yang diperoleh pemanfaat air. Dari hasil perhitungan pada sub bab sebelumnya, diperoleh NME

pertanian di DI Delta Brantas adalah Rp. 4.126,-/m3. NME seharusnya tergantung

dari kontribusi air terhadap pemanfaatan SDA. Pada kegiatan pertanian, dimana outputnya adalah produk pertanian, dan air merupakan salah satu komponen yang diperlukan untuk menghasilkan output, maka harus disesuaikan dengan faktor kontribusi pemanfaatan airnya. Nilai faktor kontribusi air untuk pertanian pada DI Delta Brantas sebesar 3,91%. Dalam perhitungan BJPSDA berdasarkan permodelan biaya jasa dasar dengan mempertimbangkan faktor kualitas layanan dan nilai manfaat ekonomi, NME yang telah disesuaikan dengan faktor kontribusi

air yaitu sebesar Rp. 161,-/m3, ditambahkan kedalam tarif dasar yang telah

disesuaikan dengan faktor kualitas layanan. Metode perhitungan BJPSDA ini

disebut procentage tarif (Anwar dan Utomo, 2013).

Menurut konsep yang diungkapkan oleh Roger, dkk (2002) dan Shatanawi (2011) dalam Sangkawati (2014) yang mendefinisikan antara biaya, nilai air dan harga air, dimana definisi nilai air adalah besaran yang dinilai dari

segi manfaat, dari para penerima manfaat dan meliputi nilai manfaat air, benefits

from returned flows, indirect benefits dan intrinsic values. Karena perhitungan BJPSDA berdasarkan permodelan ini menambahkan NME sebagai keuntungan yang diperoleh petani, maka BJPSDA berdasarkan permodelan biaya jasa dasar

116

dengan mempertimbangkan faktor kualitas layanan dan nilai manfaat ekonomi tersebut sebenarnya adalah nilai air.

Dari hasil analisis diatas dapat digambarkan perbandingan antara BJPSDA berdasarkan Peraturan Menteri PUPERA No/ 18/PRT/M/2015 dengan BJPSDA berdasarkan permodelan biaya jasa dasar seperti pada tabel 4.39 dibawah ini :

Tabel 4.39 Perbandingan Metode Perhitungan BJPSDA

No. BJPSDA Berdasarkan Permen PUPERA Permodelan Biaya Jasa BJPSDA Berdasarkan Dasar

1. Nilai Rp. 255,-/m3 Rp. 338,-/m3

2. Komponen Biaya pengelolaan, % NME, volume (luas panen atau jumlah penggunaan air)

Biaya pengelolaan, volume air total, faktor kualitas layanan, NME

Tidak dipengaruhi faktor

kualitas layanan Dipengaruhi faktor kualitas layanan NME digunakan sebagai

bobot untuk membagi biaya pengelolaan secara

proporsional

NME ditambahkan sebagai keuntungan yang diperoleh pemanfaat air

3. Jenis Subsidized cost pricing pada

biaya tetap Procentage tarif 4. Sifat Cost recovery Cost recovery + NME

pertanian

Sumber : Hasil Pengolahan (2015)

Jika berdasarkan prinsip pemulihan biaya, maka nilai BJPSDA dengan permodelan biaya jasa dasar dengan mempertimbangkan faktor kualitas layanan

adalah Rp. 177,-/m3 (biaya jasa dasar dikalikan dengan faktor kualitas layanan).

BJPSDA dengan menggunakan permodelan biaya jasa dasar lebih mudah dalam melakukan perhitungan karena hanya membagi total biaya pengelolaan sumber daya air dengan total penggunaan air di wilayah sungai. Biaya jasa dasar dikenakan sama untuk semua pemanfaat air. Yang akan membedakan adalah faktor kualitas layanan dari tiap-tiap pemanfaat air. Karena objek penelitian ini adalah DI Delta Brantas, maka faktor kualitas pelayanan yang dihitung adalah untuk kualitas layanan air irigasi di DI Delta Brantas.

117

4.4 Analisis Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)

Dalam menetapkan tarif terhadap suatu produk, harus disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar produk tersebut. Untuk

mengukur tingkat kemampuan dan kemauan masyarakat dilakukan analisis Ability

To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP).

Dalam penelitian ini, analisis ATP dan WTP dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan dan kemauan para petani untuk membayar IPAIR di DI Delta Brantas yang berbentuk Iuran Pelayanan Air Irigasi (IPAIR). Dari 4 (empat) wilayah kerja yang ada di DI Delta Brantas yaitu UPTD Sumput, UPTD Trosobo, UPTD Porong dan UPTD Prambon, analisis ATP dan WTP dilakukan hanya di UPTD Prambon. Hal tersebut dikarenakan kelembagaan HIPPA/GHIPPA yang berada di UPTD Sumput, UPTD Trosobo, dan UPTD Porong tidak aktif, sehingga tidak mengenakan IPAIR kepada petani. Sedangkan di UPTD Prambon kelembagaan HIPPA/GHIPPA masih aktif dan mengenakan IPAIR kepada para petani, sehingga dapat dilakukan analisis ATP dan WTP terhadap pembayaran IPAIR.

Data yang digunakan untuk analisis ATP dan WTP merupakan data primer yang dihimpun dari hasil kuesioner yang diberikan kepada petani di UPTD Prambon DI Delta Brantas. Berdasarkan penentuan populasi dan sampel yang telah di bahas pada sub bab 3.4, telah ditetapkan jumlah sampel untuk analisis ATP dan WTP sebanyak 379 petani yang merupakan petani pemilik atau penyewa lahan. Petani tersebut merupakan petani yang berada di wilayah kerja UPTD Prambon pada DI Delta Brantas.

ATP dan WTP merupakan persepsi dari petani atas kemempuan dan kemauan meraka dalam membayar IPAIR. Sebelum dilakukan analisis ATP dan WTP, harus lebih dahulu diketahui tarif IPAIR eksisting di DI Delta Brantas. Deskripsi tarif IPAIR eksisting, serta analisis ATP dan WTP akan dijelaskan pada sub bab berikut ini.

118