• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN PERKEMBANGAN

5.2. Analisis Perkembangan Perumahan Formal di Wilayah Per

5.2.1. Analisis Perkembangan Perumahan Formal di Kecamatan

2009 sudah dilengkapi dengan pembangunan sarana prasarana, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Seperti petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota tahun 1987 dimana suatu lingkungan perumahan harus dilengkapi sarana prasarana, meliputi sarana pendidikan, kesehatan, perniagaan dan industri, pemerintah dan pelayanan umum, kebudayaan dan rekreasi, peribadatan, olahraga dan taman, sedangkan untuk prasarana antara lain prasarana air bersih, listrik, pembuangan air hujan dan air hujan, jalan lingkungan dan pembuangan sampah.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 68

Persyaratan pembangunan perumahan di Kecamatan Grogol sudah dipenuhi dengan adanya pembangunan dan penyediaan sarana pendidikan, kesehatan, perniagaan, rekreasi, peribadatan, olahraga dan taman-taman. Untuk sarana-sarana lainnya disediakan oleh pemerintah seperti puskesmas, sekolah-sekolah negeri dan kantor-kantor pemerintahan. Begitu juga dengan jaringan jalan, sampah, air bersih, listrik dan drainase.

Kelengkapan sarana prasarana harus dipenuhi oleh pengembang supaya pembangunan perumahan dapat berjalan seimbang (Sastra dan Marlina, 2005). Sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor pertimbangan masyarakat dalam memilih lokasi perumahan. Kelengkapan dan kondisi sarana prasarana yang baik akan menjadi nilai plus bagi suatu lingkungan perumahan.

Pemilihan lokasi perumahan tidak hanya dipandang dari segi kelengkapan sarana prasarana tetapi juga dipengaruhi oleh lokasi perumahan tersebut dengan pusat aktivitas sehari-hari masyarakat, harga perumahan, desain rumah, luas rumah, ketenangan dan kenyamanan, kemudahan transportasi, dan lain-lain. Pada pemilihan lokasi perumahan di Kecamatan Grogol terpilih beberapa faktor-faktor yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Untuk analisis pemilihan lokasi dalam hubungannya dengan lokasi bekerja masyarakat yang tinggal di perumahan digunakan analisis kuantitatif.

Secara perhitungan kuantitatif dengan program SPSS, dari perhitungan model summary didapatkan adanya keterkaitan antara semua variabel independent dan variabel dependent dengan koefisien korelasi sebesar 1.000. Besar koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1, maka hubungannya semakin erat. Jika nilainya mendekati 0, maka hubungan semakin lemah. Koefisien korelasi pada perhitungan ini sebesar 1, menunjukkan adanya korelasi yang erat antara pemilihan lokasi peerumahan dengan lokasi bekerja masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut.

Secara lebih detail korelasi antara variabel dijelaskan pada tabel correlation di lampiran 3. Tabel tersebut menjelaskan bahwa ada korelasi antara lokasi bekerja dengan harga terjangkau sebesar 0.922, lokasi bekerja dengan lokasi rumah yang strategis sebesar 0.931, lokasi bekerja dengan desain rumah

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 69

yang bagus sebesar 0.889, lokasi bekerja dengan luas rumah yang mencukupi sebesar 0.710, lokasi bekerja dengan fasilitas perumahan yang lengkap sebesar 0.947, lokasi bekerja dengan jauh dari keramaian kota sebesar 0.796, lokasi bekerja dengan transportasi mudah sebesar 0.890, lokasi bekerja dengan bebas polusi sebesar 0.662. Nilai-nilai hubungan tersebut memiliki arti bahwa variabel dependent yakni lokasi bekerja sangat erat hubungannya dengan semua variabel independent karena nilai hubungan mendekati 1. Variabel yang paling erat hubungannya dengan lokasi bekerja menurut urutanya adalah kelengkapan fasilitas perumahan, lokasi perumahan yang strategis, harga rumah yang terjangkau, transportasi mudah, desain rumah bagus, jauh dari keramaian kota, luas rumah mencukupi kebutuhan dan bebas polusi.

Bila dilihat dari tabel 4.5 tentang faktor pemilihan lokasi perumahan formal di Kecamatan Grogol oleh masyarakat, hasilnya sedikit berbeda dengan hasil perhitungan kuantitatif dengan menggunakan analisis SPSS. Dari tabel menunjukkan bahwa faktor yang paling banyak dipilih adalah lokasi strategis tetapi dari analisis kuantitatif variabel independent yang paling erat kaitannya dengan variabel dependent adalah kelengkapan fasilitas perumahan. Hasil pada tabel, tidak dikaitkan dengan lokasi bekerja masyarakat. Akan tetapi pada perhitungan kuantitatif, ada keterkaitan antara lokasi bekerja dengan faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan formal.

Pemilihan lokasi perumahan formal di Kecamatan Grogol membuktikan kebenaran teori dari Cahyana, Sudaryono (2002) dan teori dari Astudio (2006) mengenai faktor-faktor yang dijadikan pedoman masyarakat untuk memilih lokasi tempat tinggal seperti lokasi yang strategis dekat dengan tempat bekerja maupun beraktivitas sehari-hari, harga rumah yang terjangkau, kelengkapan fasilitas perumahan yang sudah disediakan oleh pengembang, desain rumah yang bagus dan rumah yang ditawarkan memenuhi standart kebutuhan luas rumah untuk setiap keluarga.

Untuk analisis pembangunan perumahan formal di Kecamatan Grogol dilakukan dengan membandingkan jumlah luasan rumah yang telah dibangun dengan standart luas rumah per unit, yang hasilnya dibandingkan lagi dengan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 70

standart penghuni tiap rumah. Hasil dari perhitungan tersebut adalah jumlah penduduk yang tinggal di perumahan tersebut yang nantinya digunakan sebagai analisis selanjutnya. Perhitungan tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 5.4 Analisis Pelayanan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan Grogol Tahun 1999-2009 Tahun Pembangunan Luas Perumahan (Ha) Jumlah Rumah (unit) Jumlah Penduduk Terlayani (jiwa) 2002 3,1 344 1.722 2003 1,66 184 922 2004 3,18 353 1.767 2005 0,45 50 250 2006 0,25 28 139 2007 4,88 542 2.711 2008 1,95 217 1.083 JUMLAH 15,47 1.719 8.594

Sumber : Analisis Penulis

Dari hasil perhitungan di atas, pembangunan perumahan formal yang telah dibangun dari tahun 1999-2009 di Kecamatan Grogol mampu melayani sebanyak 8.594 penduduk. Dimana penduduk tersebut adalah penduduk yang mayoritas bekerja di Kota Surakarta seperti hasil wawancara yang telah disampaikan pada bab sebelumnya. Keadaan demikian membuktikan kebenaran teori yang disampaikan oleh Dickinson dalam Yunus, 2005 yang menyatakan bahwa peruntukan permukiman di wilayah peri-urban dibangun bukan untuk petani melainkan untuk masyarakat yang bekerja di kota.

Kebenaran tersebut juga didukung dengan adanya hasil wawancara yang telah dilakukan penulis dimana memang sebanyak 100 responden dari 100 responden yang menjadi sampel menyatakan bahwa perumahan yang dibangun di Kecamatan Grogol memiliki lokasi yang strategis. Strategis yang dimaksudkan adalah dekat dengan tempat mereka bekerja, dekat dengan sarana-sarana yang dibutuhkan sehari-hari seperti sekolah, rumah sakit, tempat berbelanja, bahkan rekreasi.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 71

Indikator perkembangan perumahan dapat diukur secara obyektif yakni dengan melihat jumlah unit rumah yang dibangun setiap tahunnya dan luas pembangunan lokasi perumahan setiap tahunnya. Untuk perumahan formal di Kecamatan Grogol dilihat dari pertumbuhan luas pembangunan perumahan setiap tahunnya seperti pada grafik di bawah ini :

Gambar 5.1 Grafik Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan Grogol

Sumber : Analisis Penulis

Dari grafik di atas terlihat bahwa di setiap tahun terdapat pembangunan perumahan formal di Kecamatan Grogol. Pembangunan dimulai pada tahun 2002 dikarenakan pada tahun 1999-2001 perkembangan property di Kecamatan Grogol masih belum stabil sebagai akibat adanya krisis ekonomi tahun 1998. Pembangunan paling banyak terjadi pada tahun 2007, dilihat dari titik tertinggi pada grafik di atas dan yang paling sedikit adalah pada tahun 2006. Untuk persebaran dan pola pertumbuhan perumahan formal di Kecamatan Grogol bisa dilihat pada peta pertumbuhan perumahan formal di Kecamatan Grogol tahun 1999-2009.

Pada peta persebaran perumahan terlihat bahwa persebaran perumahan mendekati jalan utama dan berada tidak jauh dari Kota Surakarta. Pola pembangunan tersebut dimaksudkan agar mempermudah akses transportasi masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut untuk bepergian (bekerja, sekolah, belanja, berobat, dll).

Peta Pertumbuhan Perumahan Formal Kecamatan Grogol tahun 1999-2009

0 2 4 6

2002 2003 2004 TAHUN2005 2006 2007 2008

Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan Grogol

Luas Perumaha

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 72

5.2.2Analisis Perkembangan Perumahan Formal di Kecamatan Gondangrejo

Perkembangan perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo dapat dilihat dari data yang telah disajikan dalam bab sebelumnya. Pembangunan perumahan formal yang dibangun di Kecamatan Gondangrejo cenderung diperuntukkan bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini dibuktikan dengan type rumah yang dibangun antara 21-60, sedangkan di Kecamatan Grogol sampai type 150. Pembangunan perumahan pun dilengkapi dengan pembangunan sarana prasarana seperti syarat pembangunan perumahan di dalam Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota tahun 1987 oleh DPU. Pembangunan sarana prasarana perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo sudah dibangun dengan kelengkapan sarana prasarana dari pengembang, tetapi tidak selengkap di Kecamatan Grogol. Untuk sarana kesehatan, hanya ada puskesmas dari pemerintah bukan Rumah Sakit yang memang sudah direncanakan pengembang untuk dibangun di lokasi perumahan tersebut. Begitu pula dengan sarana rekreasi, berbeda dengan Kecamatan Grogol dimana pihak pengembang sudah menyediakan water park Pandawa.

Kelengkapan sarana prasarana menjadi salah satu alasan masyarakat dalam memilih lokasi tempat tinggal. Bila perumahan tidak dilengkapi dengan sarana prasarana atau pun jauh dari pusat aktivitas dimana terdapat sarana-sarana yang dibutuhkan maka perumahan tersebut tidak akan berkembang dengan pesat. Dari hasil wawancara terkait pemilihan lokasi perumahan juga mendukung pernyataan di atas. Beberapa faktor pemilihan lokasi yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya menjadi dasar masyarakat untuk memilih sebuah lokasi hunian.

Secara perhitungan kuantitatif dengan program SPSS, dari perhitungan model summary didapatkan adanya keterkaitan antara semua variabel independent dan variabel dependent dengan koefisien korelasi sebesar 1.000. Besar koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1, maka hubungannya semakin erat. Jika nilainya mendekati 0, maka hubungan semakin lemah. Koefisien korelasi pada perhitungan ini sebesar 1, menunjukkan adanya korelasi

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 73

yang erat antara pemilihan lokasi peerumahan dengan lokasi bekerja masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut.

Secara lebih detail korelasi antara variabel dijelaskan pada tabel correlation di lampiran 5. Tabel tersebut menjelaskan bahwa ada korelasi antara lokasi bekerja dengan harga terjangkau sebesar 0.964, lokasi bekerja dengan lokasi rumah yang strategis sebesar 0.956, lokasi bekerja dengan desain rumah yang bagus sebesar 0.816, lokasi bekerja dengan luas rumah yang mencukupi sebesar 0.466, lokasi bekerja dengan fasilitas perumahan yang lengkap sebesar 0.737, lokasi bekerja dengan jauh dari keramaian kota sebesar 0.546, lokasi bekerja dengan transportasi mudah sebesar 0.808, lokasi bekerja dengan bebas polusi sebesar 0.216. Nilai-nilai hubungan tersebut memiliki arti bahwa variabel dependent yakni lokasi bekerja sangat erat hubungannya dengan semua variabel independent karena nilai hubungan mendekati 1. Variabel yang paling erat hubungannya dengan lokasi bekerja menurut urutanya adalah harga rumah yang terjangkau, lokasi perumahan yang strategis, desain rumah bagus, transportasi mudah, fasilitas perumahan lengkap, jauh dari keramaian kota, luas rumah mencukupi kebutuhan dan bebas polusi.

Bila dilihat dari tabel 4.7 tentang faktor pemilihan lokasi perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo oleh masyarakat, hasilnya tidak berbeda dengan hasil perhitungan kuantitatif dengan menggunakan analisis SPSS. Dari tabel menunjukkan bahwa faktor yang paling banyak dipilih adalah harga yang terjangkau dan dari analisis kuantitatif variabel independent yang paling erat kaitannya dengan variabel dependent juga harga yang terjangkau. Hasil pada tabel yang tidak dikaitkan dengan lokasi bekerja masyarakat tetap sama dengan perhitungan kuantitatif, ada keterkaitan antara lokasi bekerja dengan faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan formal.

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa perumahan yang dibangun di Kecamatan Gondangrejo adalah perumahan yang dihuni oleh penduduk yang bekerja di Solo atau yang berasal dari wilayah luar Kota Solo yang memang bekerja di Kota Solo. Aktivitas sehari-hari masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut memang di Solo seperti hasil wawancara penulis. Dengan demikian

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 74

peruntukan perumahan di Kecamatan Gondangrejo ini memang untuk masyarakat pekerja Solo sesuai dengan teori Dickinson tentang pembangunan perumahan di wilayah peri-urban adalah untuk masyarakat yang bekerja di kota bukan untuk petani-petani yang bekerja di wilayah itu sendiri.

Pemilihan lokasi perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo juga membuktikan kebenaran atau kesesuaian fakta dengan teori Cahyana dan Sudaryono mengenai faktor-faktor pemilihan lokasi seperti lokasi yang aksesibel (mudah dijangkau, dekat dengan tempat bekerja), rumah yang dipilih sesuai dengan kebutuhan luas rumah untuk jumlah keluarga masing-masing, ketersediaan fasilitas perumahan. Pemilihan lokasi tersebut juga membuktikan teori Astudio (2006) dimana pemilihan lokasi perumahan ditentukan antara lain adalah terkait harga yang terjangkau semua kalangan masyarakat, lokasi yang strategis dekat dengan pusat kota, desain rumah yang bagus dan kelengkapan fasilitas yang ditawarkan oleh pengembang.

Untuk analisis pelayanan perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo dihitung dengan membandingkan jumlah rumah (unit) yang sudah dibangun setiap tahunnya dengan standart penghuni setiap rumah (5 orang), dimana hasilnya menunjukkan seberapa banyak jumlah penduduk yang dapat ditampung di perumahan formal yang dibangun di Kecamatan Gondangrejo selama tahun 1999- 2009. Perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.5. Analisis Pelayanan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo Tahun 1999-2009 Tahun Pembangunan Jumlah Rumah (Unit) Jumlah Penduduk Terlayani (jiwa) 2001 20 100 2002 50 250 2003 158 790 2006 1.580 7.900 2007 243 1.215 2008 564 2.820 2009 150 750 JUMLAH 2.765 13.825

Sumber : Analisis Penulis

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 75

Dari perhitungan pada tabel di atas sebanyak 13.825 jiwa dapat ditampung di perumahan Kecamatan Gondangrejo pada rentang tahun pembangunan 2001- 2009. Pertumbuhan tersebut akan lebih jelas bila dilihat dengan grafik dan juga peta. Untuk perumahan formal di Kecamatan Gondangrejo dilihat dari pertumbuhan jumlah pembangunan perumahan setiap tahunnya seperti pada grafik di bawah ini :

Gambar 5.2 Grafik Pertumbuhan Pembangunan Perumahan Formal Kecamatan Gondangrejo

Sumber : Analisis Penulis

Dari grafik di atas terlihat bahwa pembangunan dimulai pada tahun 2001 dikarenakan pada tahun 1999-2000 perkembangan property di Kecamatan Gondangrejo masih belum stabil sebagai akibat adanya krisis ekonomi tahun 1998. Pembangunan paling banyak terjadi pada tahun 2008, dilihat dari titik tertinggi pada grafik di atas dan yang paling sedikit adalah pada tahun 2006. Untuk persebaran dan pola pertumbuhan perumahan formal di Kecamatan Grogol bisa dilihat pada peta pertumbuhan perumahan formal di Kecamatan Grogol tahun 1999-2009.

Pada peta persebaran perumahan terlihat bahwa persebaran perumahan mendekati jalan utama dan berada tidak jauh dari Kota Surakarta. Pola pembangunan tersebut dimaksudkan agar mempermudah akses transportasi masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut untuk bepergian (bekerja, sekolah, belanja, berobat, dll). 0 100 200 300 400 500 600 2001 2002 2003 2006 2007 2008 2009 TAHUN

Pertumbuhan PembangunanPerumahan Kecamatan

Gondangrejo Tahun 2001-2009

Jumlah Rumah (Unit)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76

peta pertumbuhan gondangrejo

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 77

5.3

Analisis Perkembangan Perumahan Formal di Wilayah Peri-

Urban sebagai Upaya Pemenuhan Kebutuhan Rumah Kota di

Surakarta

Analisis perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban sebagai upaya pemenuhan kebutuhan perumahan Kota Surakarta digunakan untuk menganalisis semua hasil penelitian yang sudah terkumpul dan mengkaji lebih dalam hubungan antar variabel-variabel penelitian. Kedua variabel penelitian yaitu perkembangan Kota Surakarta dan perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban dibahas lebih mendalam mengenai keterkaitan keduanya beserta dengan indikator-indikator yang ada di setiap variabel. Analisis perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban diambilkan dari gabungan analisis perkembangan perumahan formal di Kecamatan Grogol dan Gondangrejo. Analisis hubungan dari kedua variabel dilihat dari faktor pemilihan lokasi perumahan yang dapat mengindikasikan apakah perumahan yang ada di wilayah peri-urban digunakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan kota di Surakarta.

Untuk analisis perbandingan antara perkembangan Kota Surakarta dilihat dari pertumbuhan penduduk dengan perkembangan perumahan formal di wilayah peri-urban dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

JU ML AH JU ML AH

commit to user

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 79

Dari grafik di atas dapat dibandingkan antara perkembangan Kota Surakarta dengan perkembangan perumahan di Kecamatan Grogol dan Gondangrejo. Pada tahun 1999-2001 tidak terdapat pembangunan perumahan formal di kedua kecamatan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. Pembangunan dimulai pada tahun 2002 dan setahun berikutnya yaitu pada tahun 2003 pertumbuhan penduduk Kota Surakarta turun yang mengindikasikan bahwa ada perpindahan penduduk dari pusat kota ke pinggiran kota / ke wilayah peri-urban. Begitu pula pertumbuhan perumahan formal yang tinggi di Kecamatan Gondangrejo pada tahun 2005 menyebabkan pertumbuhan penduduk Kota Surakarta pada tahun 2006 mengalami penurunan.

Bila dilihat dari grafik pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dari tahun 1999-2009, Kota Surakarta mengalami penurunan jumlah penduduk. Akan tetapi pada analisis sebelumnya mengatakan bahwa pembangunan permukiman, jasa dan perusahaan di Kota Surakarta mengalami peningkatan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan pendapat Adisasmita (2005) yang menguraikan bahwa jumlah penduduk di daerah perkotaan menunjukkan perkembangan yang makin meningkat karena daerah perkotaan mempunyai daya tarik yang kuat yaitu menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas, pendapatan yang lebih tinggi dan berbagai kemudahan lainnya yang beraneka ragam. Kota Surakarta mengalami pertumbuhan penduduk yang negatif tetapi kesempatan kerja semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan jasa dan perusahaan di Kota Surakarta hingga menjadi daya tarik yang kuat bagi masyarakat di luar Kota Surakarta untuk bekerja bahkan tinggal di Surakarta.

Dengan penambahan jumlah pekerja di Kota Surakarta menyebabkan jumlah permukiman semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan para pekerja tersebut akan tetapi kondisi tersebut menyebabkan penduduk dalam kota merasa tidak nyaman tinggal di kota dan akhirnya berpindah ke pinggiran kota yaitu di wilayah peri-urban Kota Surakarta. Dengan demikian jumlah rumah di Kota Surakarta terus meningkat tetapi penduduk kota menurun. Kondisi di Kota Surakarta ini relevan dengan pendapat Adisasmita (2005) bahwa pembangunan fasilitas-fasilitas kota dalam rangka memberikan pelayanan bagi masyarakat kota

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 80

diarahkan pada penyelenggaraan fungsi kota yaitu pengadaan tempat tinggal, tempat bekerja, transportasi dan rekreasi. Ketersediaan sarana prasarana perkotaan ternyata tidak mampu mengimbangi kebutuhan karena lahan perkotaan semakin terbatas sedangkan perkembangan di daerah perkotaan berlangsing semakin pesat. Dari keterangan grafik dan penjelasan di atas terlihat adanya hubungan antara perkembangan Kota Surakarta dengan perkembangan perumahan formal di Kecamatan Grogol dan Kecamatan Gondangrejo. Hubungan tersebut lebih diperdalam lagi dengan adanya perhitungan kuantitatif menggunakan analisis faktor pemilihan lokasi terhadap lokasi bekerja masyarakat yang tinggal di perumahan formal Kecamatan Grogol dan Gondangrejo.

Secara perhitungan kuantitatif dengan program SPSS, dari perhitungan model summary didapatkan adanya keterkaitan antara semua variabel independent dan variabel dependent dengan koefisien korelasi sebesar 1.000. Besar koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1, maka hubungannya semakin erat. Jika nilainya mendekati 0, maka hubungan semakin lemah. Koefisien korelasi pada perhitungan ini sebesar 1, menunjukkan adanya korelasi yang erat antara pemilihan lokasi peerumahan dengan lokasi bekerja masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut.

Secara lebih detail korelasi antara variabel dijelaskan pada tabel correlation di lampiran 6. Tabel tersebut menjelaskan bahwa ada korelasi antara lokasi bekerja dengan harga terjangkau sebesar 0.911, lokasi bekerja dengan lokasi rumah yang strategis sebesar 0.921, lokasi bekerja dengan desain rumah yang bagus sebesar 0.886, lokasi bekerja dengan luas rumah yang mencukupi sebesar 0.710, lokasi bekerja dengan fasilitas perumahan yang lengkap sebesar 0.948, lokasi bekerja dengan jauh dari keramaian kota sebesar 0.789, lokasi bekerja dengan transportasi mudah sebesar 0.869, lokasi bekerja dengan bebas polusi sebesar 0.656. Nilai-nilai hubungan tersebut memiliki arti bahwa variabel dependent yakni lokasi bekerja sangat erat hubungannya dengan semua variabel independent karena nilai hubungan mendekati 1. Variabel yang paling erat hubungannya dengan lokasi bekerja menurut urutanya adalah kelengkapan fasilitas perumahan, lokasi perumahan yang strategis, harga rumah yang

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 81

terjangkau, desain rumah bagus, transportasi mudah, jauh dari keramaian kota, luas rumah mencukupi kebutuhan dan bebas polusi.

Dengan adanya perhitungan tersebut, antara kedua variabel yaitu variabel dependent (lokasi bekerja) dengan variabel independent (faktor pemilihan lokasi) saling berhubungan. Hubungan tersebut mengartikan bahwa memang masyarakat yang tinggal di perumahan formal Kecamatan Grogol dan Gondangrejo tersebut adalah masyarakat Surakarta yang membutuhkan hunian di luar pusat kota karena berbagai alasan dari pemilihan lokasi tersebut.

5.4

Sintesis Data

Kota Surakarta mengalami perkembanga kota dilihat dari pola spasial, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan sarana permukiman dan juga pertumbuhan penggunaan lahan. Analisis pertumbuhan penduduk menyatakan dengan jelas bahwa ada penurunan jumlah penduduk, penurunan jumlah pertumbuhan penduduk bahkan penurunan kepadatan penduduk. Analisis perkembangan Kota Surakarta secara spasial, penggunaan lahan dan jumlah pertumbuhan permukiman menyatakan terdapat peningkatan. Kondisi demikian menjadikan Kota Surakarta hanya menjadi pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya karena perkembangan yang terjadi adalah di bidang jasa sedangkan penduduk mengalami penurunan karena berpindah ke wilayah peri-urban Kota Surakarta mencari lokasi hunian yang lebih nyaman.

Ada gerakan sentrifugal seperti pendapat Yunus (2005), dimana gerakan sentrifugal adalah gerakan perpindahan penduduk dari dalam ke luar kota karena kekuatan-kekuatan sentrifugal. Kekuatan sentrifugal ada dua yaitu kekuatan pendorong dan penarik, kekuatan pendorong berasal dari dalam kota sedangkan penarik dari luar kota. Kekuatan pendorong pada gerakan tersebut antara lain tingginya kepadatan penduduk, tingginya kepadatan permukiman, tingginya polusi udara, tingginya polusi air, tingginya polusi social, tingginya kriminalitas, banyaknya peraturan-peraturan yang mengikat, tingginya kepadatan lalu lintas, kurangnya lahan, tingginya harga lahan dan kurang terjaminnya privacy. Semuanya itu menjadi ciri khas dari wilayah pusat kota yang mengalami gerakan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 82

sentrifugal. Wilayah yang ditinggalkan penduduknya untuk berpindah ke bagian luar kota.

Kekuatan pendorong tersebut dimiliki oleh Kota Surakarta. Kota yang semakin padat karena perkembangan kota yang terus terjadi menjadikan Kota Surakarta tidak nyaman dan tidak cocok untuk menjadi lokasi tempat tinggal

Dokumen terkait