• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan Pupuk SP-36 di Indonesia

Dalam membangun model permintaan untuk pupuk SP-36 sama dengan model permintaan untuk pupuk Urea, dimana pada model permintaan SP-36 diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain ; harga pupuk SP-36, harga pupuk Urea, harga gabah, jumlah produksi padi, dan luas lahan panen padi. Model dibuat dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persamaan Cobb-Douglas ini diperoleh dari transformasi fungsi penawaran dan permintaan ke dalam bentuk logaritma natural. Kemudian model tersebut diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft excel dan Minitab 14 .

Pada mulanya model permintaan pupuk SP-36 yang dibentuk dengan menggunakan variabel bebas ; Harga pupuk SP-36, harga Urea, harga gabah, jumlah produksi padi, jumlah petani, dan luas lahan panen padi. Dengan menggunakan variabel bebas tersebut diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat uji ekonometrik. Hasil yang diperoleh terdapat multikolinearitas, dimana pada model tersebut terdapat kolerasi yang kuat antara variabel bebas yang ada (Lampiran5). Variabel bebas yang digunakan mempunyai besaran VIF yang melebihi nilai yang bisa ditolerir.

Setelah diketahui bahwa model di atas tidak memenuhi syarat uji ekonometrik dimana nilai VIF nya lebih besar dari sepuluh maka untuk memperoleh model yang lebih baik maka dilakukan dengan membuang salah satu variabel bebas. Pada awalnya variabel yang dikeluarkan dari model adalah variabel luas lahan, sehingga variabel bebas yang digunakan adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan jumlah produksi padi. Setelah dilakukan analisis regresi dengan menggunakan hanya empat variabel bebas tersebut, diketahui masih terdapat multikolinearitas pada model tersebut (Lampiran 6). Kemudian dilakukan lagi analisis regresi dengan mengeluarkan variabel jumlah produksi padi dan memasukkan kembali variabel luas lahan, sehingga variabel bebas yang digunakan sebanyak empat variabel bebas yaitu harga Urea, harga SP-36, harga gabah, dan luas lahan (Lampiran 7). Setelah dilakukan analisis regresi diketahui masih terdapat multikolinieritas pada model tersebut. Selanjutnya dilakukan lagi analisis regresi dengan menggunakan tiga variabel bebas saja, yaitu dengan menggunakan variabel harga Urea, harga SP-36

dan harga gabah. Pada model dengan menggunakan tiga variabel bebas ini masih belum bisa mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi pada model tersebut.

Kemudian untuk mengatasi masalah multikoliniearitas yang terjadi pada model dilakukan dengan melakukan analisis regresi komponen utama. Dalam analisis komponen utama ini analisis dilakukan beberapa tahap sehingga diperoleh model yang baik yang sudah memenuhi syarat ekonometrika (Lampiran 9).

6.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk SP-36

Permintaan pupuk SP-36 diduga dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36 itu sendiri, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea, dipilih model regresi Cobb-Douglas (Lampiran 9).

Tabel 6.Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk SP-36

Variabel Koefisien T Hitung P-Value VIF

Konstanta 27,82364 - - -

Harga Urea -0,32014 -7,1927 0,0000* 1,0

Harga SP-36 -0,31983 -8,7332 0,0000* 1,0

Harga Gabah 0,15812 1,9461 0,0614** 1,0

Luas Lahan Padi -3,76300 -1,9064 0,0666** 1,0

Produksi Padi 5,02714 8,1769 0,0000* 1,0

R-Sq = 98,35% R-Sq (adj) = 98,00% F Hitung = 286,561 P-Value = 0,000 Keterangan : * = signifikan pada taraf nyata 5%

Sama halnya dengan evaluasi model permintaan pupuk Urea, pada evaluasi tingkat permintaan SP-36 juga dilakukan uji seperti halnya pada permintaan pupuk Urea. Pertama, untuk mengetahui uji normalitas dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-Smirnov (Lampiran 5). Titik-titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-value sebesar 0,099 lebih besar dari taraf nyata lima persen, yang berarti residual model permintaan pupuk Urea terdistribusi normal. Kedua, asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa menggunakan uji Breusch Pagan (Lampiran 5). Ketiga, masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF. Pada Tabel 6 terlihat bahwa semua variabel bebas (penjelas) mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Keempat, untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi maka dilakukan uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson menghasilkan nilai sebesar 1,3 dan berada pada selang dU < d < 4 – dU (dL = 1,07 dan dU = 1,83). Berdasarkan hipotesa awal, hal ini berarti tidak ada autokorelasi positif maupun negatif (tidak menolak H0).

Nilai R2 sebesar 98,35 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman permintaan pupuk SP-36 sebesar 98,35 persen. Sisanya yaitu 1,65 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yang dikehendaki yaitu 0,05 sehingga model yang dihasilkan cukup baik. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan pupuk SP-36.

Untuk mengetahui apakah secara statistik peubah-peubah bebas yang terpilih berpengaruh nyata atau tidak secara individu terhadap peubah tak bebas maka dilihat dari nilai P-value pada uji t. Dari hasil analisis data (Tabel 6), variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan produksi padi dimana variabel tersebut mempunyai nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Sedangkan variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk SP-36.

1. Harga Urea

Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga Urea bernilai negatif sebesar -0,32014. Artinya setiap kenaikan harga Urea sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan tingkat permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,32014, ceteris paribus. Berdasarkan tanda koefisien yang bernilai negatif menunjukkan bahwa elastisitas harga silang antara pupuk Urea dan SP-36 bersifat kompelemen, yaitu kedua jenis pupuk saling melengkapi satu sama lainnya. Berdasarkan uji t yang ditunjukkan oleh P-valuenya sebesar 0,0000, ini berarti variabel harga urea berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 karena lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Ini memperlihatkan hubungan kedua jenis pupuk yang saling melengkapi, dimana apabila harga pupuk Urea mengalami kenaikan dan menyebabkan penurunan terhadap tingkat permintaan pupuk Urea, sehingga berdampak kepada permintaan pupuk SP-36, dimana pemakaian kedua jenis pupuk harus seimbang, sesuai dengan aturan penggunaan yang telah diketahui petani.

2. Harga SP-36

Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga SP-36 memiliki nilai negatif sebesar -0,31983. Artinya, setiap kenaikan harga pupuk SP-36 sebesar satu persen akan mengurangi jumlah permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,31983 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji t yang ditunjukkan oleh P-valuenya sebesar 0,0000, variabel harga SP-36 berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 itu sendiri karena lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Keadaan ini sesuai dengan teori dimana permintaan suatu barang berbanding terbalik dengan harga barang tersebut. Apabila harga pupuk SP-36 mengalami kenaikan, maka permintaan terhadap pupuk SP-36 akan mengalami penurunan.

3. Harga Gabah

Nilai koefisien regresi variabel harga gabah menunjukkan nilai sebesar 0,15812. Artinya, jika terjadi kenaikan harga gabah sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,15812 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji t yang dilakukan variabel ini berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36. Pengaruh nyata ini menandakan bahwa harga jual gabah menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam membeli pupuk. Keadaan ini disebabkan karena pupuk digunakan sebagai input dalam usahatani sedangkan gabah adalah outputnya.

4. Luas Lahan

Nilai koefisien regresi luas lahan memiliki nilai negatif sebesar 3,76300. Artinya setiap peningkatan luas lahan sebesar satu persen

akan menyebabkan peningkatan tingkat permintaan pupuk SP-36 sebesar 3,76300 persen. Dari hasil pembuktian secara statistik diketahui bahwa tingkat luas lahan berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk SP-36. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya yang bernilai 0.0666 pada uji t dimana nilainya lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Akan tetapi kesimpulan ini bisa diabaikan karena selang kepercayaan yang kurang kuat yakni 90 persen sedangkan pada selang kepercayaan yang lebih kuat 95 persen tidak signifikan. Sehingga ini bisa diabaikan. Pengaruh yang tidak signifikan ini dipengaruhi oleh perkembangan luas lahan yang cenderung kecil dan bahkan ada yang menurun dari tahun ke tahun selama kurun waktu 30 tahun tidak seimbang dengan kenaikan permintaan terhadap pupuk SP-36. Ini bisa juga disebabkan oleh bentuk data permintaan pupuk Urea yang digunakan, dimana data permintaan pupuk SP-36 merupakan permintaan pupuk untuk sektor pertanian secara umum, sedangkan luas lahan yang digunakan merupakan luas lahan panen padi saja, sehingga luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat permintaan pupuk.

5. Produksi Padi

Berdasarkan hasil analisis regesi yang dilakukan, terlihat bahwa nilai koefisien regresi variabel harga gabah bernilai positif sebesar 5,02714. Artinya, setiap kenaikan harga gabah sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan permintaan pupuk SP-36 sebesar 5,02714 persen. Pada uji t dengan taraf nyata 5 persen, tingkat harga gabah berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat permintaan pupuk

SP-36. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya 0,000 dimana nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen.

Dokumen terkait