• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKAS

2. Analisis Persamaan dan Perbedaan antara KHI dan Fiqih Madzhab

Calon Suami

Lelaki beristri mengaku tidak beristri supaya lamarannya diterima. Pendapat Ahkamul Fuqaha apabila ucapan dan pengakuan tersebut dianggap sebagai pernyataan cerai yang tidak terang (Kinayah Talaq) sedang terlaksananya perceraian atau tidak tergantung kepada niatnya sendiri.

Seandainya seorang yang ditanya, apakah anda beristri? Dan ia menjawab

“tidak”, maka jika ia tidak berniat talaq,maka istrinya tidak tertalaq karena ucapannya

tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun jika ia berniat talaq, maka talaq pun jatuh karena ucapannya memang memungkinkan akan perceraian.10

9

Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, 134.

10 Ahkamul Fuqaha’,Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,

Keputusan Muktamar,Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999): (Surabaya, LTN NU Jawa Timur dan Diantama, Oktober, 2004) 52-53.

77

Dalam Kompilasi Hukum Islam, implikasi hukum perkawinan akibat pemalsuan status perkawinan yang dilakukan oleh suami dalam pasal 71 huruf a

“seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama”

Dan diatur dalam pasal 72 ayat 1 dan ayat 2

“ Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum” dan “

seorang suami atau isteri dapan mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka

mengenai diri suami atau istri”.

Pasal 56 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua,ketiga atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama,tidak mempunyai kekuatan hukum.

Persamaan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Maadzhab Syafi’i yaitu:

Implikasi hukum perkawinan akibat pemalsuan status perkawinan calon suami adalah perkawinannya sah, akan tetapi suami yang berpoligami tidak meminta izin kepada istri pertama dan Pengadilan Agama sehingga perkawinan dapat dibatalkan oleh pihak istri yang merasa tertipu dan mengajukan gugatan ke pengadilan agama meskipun syarat-syarat dan rukun nikah telah terpenuhi dengan sah oleh calon suami dan calon istri. Perkawinan hanya dapat dibatalkan oleh hakim di pengadilan agama yang berwenang.

78

Mengenai sebab merasa tertipu oleh pihak lawan berakad maka dapat memohon ke pengadilan karena terdapat hal-hal yang tidak mungkin mendatangkan ketenteraman dalam pergaulan hidup berumah tangga mereka.11

Perbedaan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Madzhab Syafi’i yaitu:

Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB XI batalnya perkawinan pasal 71 hruf a dan pasal 72 ayat (2) bahwa perkawinannya dibatalkan. Menurut Fiqih Madzhab Syafi’i apabila tidak terdapat kemudhlaratan bagi salah satu pihak maka perkawinannya tetap sah. Namun jika dikemudian hari terdapat kemudhlaratan dalam perkawinanannya maka wajib dibatalkan (fasakh).

11

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan\

1. Pemalsuan status perkawinan yang dilakukan oleh calon suami karena suami ingin berpoligami tetapi tidak izin kepada istri pertama dan tidak izin kepada pengadilan agama serta tidak mengikuti prosedur poligami kepada pengadilan agama. Implikasi hukum pemalsuan status yang dilakukan oleh calon suami perkawinannya dibatalkan di pengadilan agama oleh seorang istri tidak terima karena dirinya merasa tertipu sesuai pasal 72 ayat 2 KHI.

2. Persamaan dari KHI dan Fiqih Madzhab Syafi’I adalah pembatalan perkawinan dilakukan di depan hakim pengadilan agama, pada zaman dahulu

disebut Qadha’ Qodhi. Calon suami dan istri telah memenuhi persyaratan

perkawinan perbedaan menurut Madzhab Imam Syafi’I perkawinan nya sah. Menurut KHI perkawinan sah akan tetapi batal demi hukum karena melanggar pasal 71 huruf a seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama.

B. Saran

1. Kepada pihak Kepala desa untuk membantu meneliti dan memeriksa semua dokumen nikah dengan menanyakan asal-usul yang jelas kepada calon pengantin sebelum dokumen diberikan kepada Kantor Urusan Agama setempat.

80

2. Kepada pihak Kantor Urusan Agama untuk meneliti dan memeriksa kembali semua dokumen dengan terus memberikan sosialisasi terhadap dampak hukum jika melakukan kesalahan sedikitpun tentang pencatatan perkawinan.

3. Kepada calon suami yang akan melakukan poligami harus mengikuti prosedur pengadilan agama dan mendapat izin dari istri pertama.

C.PENUTUP

Penulis telah berusaha untuk memberikan yang terbaik pada skripsi ini, namun ada saja kekurangan yang tidak penulis ketahui. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai upaya untuk menyempurnakan tulisan ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1995).

Kementrian Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam,(Bandung: Nuansa Aulia, 2011).

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I , (Bandung: Pustaka Setia,1999), Supiana dan M.Karman,Materi Pendidikan Agama Islam ,( Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), cet ke 3.

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi,Hikmah,Kisah, Syair, Wasiat, kata Mutiara,Alih Bahasa,Kuais Mandiri Cipta Persada. (Jakarta: Qisthi Press,2003).

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, ( Bandung: Pustaka Setia,2000).

Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1994).

Abd.Rachman Assegaf, Studi Islam Konstektual Elaborasi Paradigma Baru Muslim Kaffah (Yogyakarta: Gama Media,2005).

Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih, (Jakarta: Departemen Agama RI,1985) jilid II.

Ibnu Mas’ud dan H. Zainal Abidin.S, Fiqih Madzhab Syafi’i Buku 2

Muamalat,Munakahat,Jinayat., ( Bandung: Pustaka Setia,2007). Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnnya, Add-Ins

Wiwi Alawiyah Wahid, Kesalahan-kesalahan Seputar Tahap-tahap Pernikahan Paling Sering Terjadi (Yogyakarta: Sabil, 2012).

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah (Jakarta: Bulan Bintang,1976), cet ke I, juz I, hal 9;Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat ,( Jakarta: Prenada Media,2003). Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2010).

82

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009). Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1997).

Hasan Saleh,dkk, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008).

LM. Syarifie, Membina Cinta Menuju Perkawinan, (Gresik: Putra Pelajar, 1999). Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika,1999), cet

ke 2.

Rasyid H. Sulaiman, Fiqh islam, (Jakarta: Attahiriyah,1995).

Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009).

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih

Munakahat Khitbah,Nikah, dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2011).

H.E Hassan Saleh, Kajian FIQH Nabawi dan FIQH Kontemporer, (Rajawali Pers :Jakarta,2008).

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, ( Jakarta: Lentera Basrita, 1996).

Dokumen berdasarkan hasil wawancara kepada pihak KUA Kecamatan Sukodono, 10 Maret 2017.

Dokumen/file di berikan dari KUA Kecamatan Sukodono oleh Bapak penghulu, 6 Maret 2017.

Dokumen/file berdasarkan hasil wawancara dengan bapak penghulu KUA Kecamatan Sukodono dan dari catatan perkuliahan.

Dokumen/file dari hasil catatan perkuliahan dan praktek kerja lapangan (PKL) di KUA Kecamatan Sedati Sidoarjo pada 25 Juli 2016.

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003).

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2 terjemah, cet I, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006).

83

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 1997). Dr.Drs.Abd.Shomad, Hukum Islam Penormaan prinsip Syariah Dalam Hukum

Indonesia,(Jakarta:Kencana, 2012).

Ahkamul Fuqaha’,Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan

Muktamar,Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999):Surabaya, LTN NU Jawa Timur dan Diantama, Oktober, 2004

Dokumen terkait