• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2.2 Analisis Populasi Fauna Air Antar Stasiun

Gambar 7. Kondisi fisik stasiun 9 dan 10 di jetti Benoa

3.2.2 Analisis Populasi Fauna Air Antar Stasiun

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel secara sistematik dengan 3 kali ulangan yang dikomposit, maka lokasi pengambilan sampel dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kelompok satu merupakan titik 1 dan 2 yang berada di dalam lokasi kegiatan, kelompok II adalah stasiun 3, 4, 5 dan 6 yaitu titik-titik sampel di ekosistem mangrove yang paling dekat dengan lokasi PLTD/G atau selokan dari lokasi kegiatan. Adapun stasiun 7 dan 8 adalah lokasi yang walaupun dekat dengan lokasi kegiatan, namun jauh dari selokan pembuangan limbah sehingga merupakan ekosistem mangrove yang masih alami.

Kelompok 1 merupakan stasiun 1 dan 2 yang lokasinya ada di dalam lokasi kegiatan PLTD/G, kedua titik tersebut ada didalam selokan, titik 1 terletak 25 meter dari pengolahan limbah, sedangkan titik 25 meter dari effluent yang menuju mangrove titik 3. Baik titik 1 mupun 2 tidak ada indikasi ditemukannya fauna air, baik yang di badan air maupun sedimen atau substrat. Kondisi substrat berwarna hitam, berupa lumpur yang halus disertai bau minyak/oli yang menyengat seperti tercantum pada gambar 3. Hal ini kemungkinan WWG masih belum berfungsi maksimal atau masih perlu disempurnakan sehingga akan menghasilkan air buangan dan substrat yang kandungan minyak/oli dapat dieliminasi. Sludge atau substrat yang ada di selokan, secara periodik (3 bulan) diambil kemudian diolah di luar Bali, hal ini ditunjukkan bahwa pertemuan air

limbah dari selokan dengan sungai di luar area kegiatan masih dindikasikan adanya kehidupan ikan.

Kelompok II yaitu di area mangrove yang berada di sebelah selatan dan barat Indonesia Power yaitu : S3, S4, S5 dan S6. Stasiun tiga terletak disebelah selatan lokasi kegiatan yang area dan mangove yang sangat sedikit serta paling dekat dengan luaran limbah dari selokan. Sebagian lokasi stasiun tersebut sudah direklamasi, sehingga fauna air yang ditemukan juga tidak banyak jenis maupun jumlah individunya. Stasiun 3, 4 dan 5 merupakan kelanjutan dari stasiun 3 yang berada di sebelah barat lokasi, lokasi tersebut jenis mangrove dan kerapatannya lebih tinggi, namun terindikasi adanya sampah organik dan sedikit minyak/oli. Kondisi habitat secara fisik dicantumkan pada gambar ...

Gambar 8. Kondisi hutan mangrove di stasiun 4,5 dan 6

Kematian mangrove dalam stasiun ini, kemungkinan disebabkan interaksi sampah organik, minyak/oli dan juga oleh adanya ternak sapi yang ditempatkan disetiap pematang mangrove. Titik 4, 5 dan 6, walaupun sudah tidak alami, akan tetapi masih relatif banyak ditemukan fauna air, terutama fauna penggali yaitu beberapa jenis kepiting canggah (Uca sp), seperti yang tercantum pada gambar 8.

Gambar 9. Jenis-jenis Uca sp yang ditemukan di area mangrove.

Hasil identitifikasi dan analisis statistik, bahwa lima jenis Uca sp atau kepiting canggah dan omang-omang (Anomura sp), kepiting canggah merupakan hewan air penggali dengan kulit luar yang keras, sedangkan omang-omang tubuhnya terlindung dalam cangkang hewan lain yang sudah kosong dan berada di permukan substrat (tanah). Berdasarkan pengamatan in situ secara visual, kondisi subtrat bersifat alami dengan tidak ada indikasi adanya minyak/oli. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan, indeks keragaman mempunyai nilai antara 1,038-1,767 yang berarti bahwa ekosistem mangove pada tingkat baik berdasarkan keberadaan fauna air, akan tetapi pada stasiun satu telah mendekati tingkat buruk. Indeks kesamaan (similarity index) menunjukkan ke empat stasiunnlebih besar dari 0,9, sehingga dapat dikatakan jumlah jenis yang ditemukan pada setiap stasiun hampir sama atau tidak berbeda secara signifikan. Nilai Indeks dominansi antara 0,167- 0,374 menunjukkan bahwa komunitas fauna air yang berada pada habitat tersebut tidak didominasi oleh satus jenis fauna air tertentu. Banyaknya jenis dan jumlah individu kepiting canggah (Uca sp) kemungkinan adanya morfologi tubuh berkulit tubuh keras, dan sebagai hewan pemakan detritus atau

filter feeder dengan perilaku sebagai hewan penggali tanah.

Stasiun 7 dan 8 merupakan kelanjutan stasiun sebelumnya yaitu stasiun 6 yang jaraknya kira-kira 1500 meter, namun lokasinya dekat dengan lokasi PLTD/G Indonesia Power bagian utara dan terletak di sebelah barat. Kondisi lebih alami

dibanding stasiun sebelumnya baik ekosistem mangrovenya maupun substrat atau lapisan tanahnya. Didekat lokasi stasiun delapan merupakan tempat bersatunya selokan dari pemukiman yang kemudian menuju ke perairan laut Benoa. Kondisi lokasi stasiun tujuh tercantum pada gambar....dengan ekosistem mangrove yang alami dan sedang dilakukan perbaikan. Indeks keragaman menunjukkan nilai lebih tinggi dari pada stasiun-stasiun sebelumnya yaitu: indeks keragaman S7= 1,728, sedangkan S8 sedikit lebih tinggi yakni 1,861. Kedua lokasi tersebut nilai indeks keragaman diatas 1,5 dan mendekati kearah 2,0, sehingga memiliki kecenderungan kearah tingkat yang lebih baik atau stabil. Kedua stasiun masing-masing terdapat tujuh jenis fauna air yang didimonasi jenis kepiting canggah (Uca sp) yang tidak sama jenisnya dengan jenis Uca yang ditemukan di stasiun sebelumnya. Di stasiun tersebut juga ditemukan adanya, jenis moluska yang merupakan indikator kondisi lingkungan pada tingkat alami atau baik yaitu Cirithidia cingulata dan bivalvia seperti yang tercantum pada gambar 9 yaitu bivalvia.

Benoa.

Gambar 11. Fauna air jenis bivalvia yang ditemukan di stasiun 7

Lokasi penelitian di lingkungan jetti sangat berbeda dengan stasiun sebelumnya yakni, paling jauh jaraknya dari lokasi kegiatan PLTD/G, akan tetapi merupakan bagian dari kegiatannya yaitu tempat untuk mengalirkan bahan bakar menuju PLTD/G Pesanggaran Benoa. Di lokasi ini tempat sandar kapal pertamina, sehingga indikasi ceceran minyak/oli lebih banyak dibanding stasiun sebelumnya. Substrat didominasi dengan bongkahan-bongkahan batu, sedikit pasir dan lumpur, sama sekali tidak ada flora atau tumbuhan. Hasil pengamatan di titik ini, menunjukkan bahwa fauna lebih beragam, dan oleh karena lokasi tersebut terdapat tiga habitat yaitu hamparan pasang surut, perairan dan dinding pembatas maka pengamatan fauna air dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Lokasi hamparan pasang surut dilakukan pengamatan kuantitatif yaitu stasiun 9 dan 10, sedangkan yang lain secara kualitatif.

Hasil identifikasi spesies fauna air di stasiun 8 dan 9 secara kuantitatif dan kualitatif tercantum pada tabel 2 dan 4. Analisis kuantitatif fauna air di stasiun tersebut ditemukan 8 jenis, sedangkan stasiun 10 lebih sedikit yaitu enam jenis. Jenis fauna airnya lebih beragam yaitu polikheta, moluska, udang dan kepiting, akan tetapi tidak ditemukan kepiting canggah (Uca sp). Hasil analisis menunjukkan bahwa stasiun 9 nilai indeks keragaman lebih tinggi dibanding dengan stasiun (3, 4, 5, 6, 7 dan 8) , yaitu: S9 = 2,042, sedangkan S10 = 1,707. Tingginya nilai indeks keragaman pada stasiun 9 pada level sangat baik pada

batas bawah lebih banyak, disebabkan oleh kondisi habitat yang berbatu sehingga banyak tersedia relung-relung (niche) bagi fauna air untuk memanfaatkan ruang tersebut. Fauna air berkulit keras mendominasi di habitat tersebut, terutama yang sessil atau tidak bergerak aktif. Daya adaptasi yang tinggi dan sering terpapar oleh minyak dan oli juga menyebabkan fauna-fauna tersebut tetap hidup atau eksis dan berkembang di area tersebut. Indikasi adanya adaptasi bagi fauna sessil juga ditunjukkan adanya kehidupan jenis sponge dan koral seperti tercantum pada gambar 10. Pengamatan kualitatif yang dilakukan di stasiun 9 dan 10 tercantum pada tabel 3 dan 4.

Gambar12. Sponge dan koral yang ditemukan pada S9 jetti Pertamina Benoa

e. Analisis Kuantitatif Fauna Air Secara Keseluruhan dan Kondisi Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis data secara kuantitatif dengan tolok ukur pencemaran yakni: Indeks Keragaman H= Index Diversity, Indeks Kesamaan

Index Similarity dan Indeks Dominansi C= Index Dominance sepert tersaji pada

Tabel 2. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa secara umum lokasi dilingkungan pembangkit PLTD/ PLTG/PLTGU Indonesia Power Pesanggaran yang berkaitan dengan pembuangan limbah minyak/oli menunjukkan

kecenderungan tidak terlalu stabil, terutama area mangrove yang berdekatan atau kira – kira 500m dari lokasi PT Indonesia Power. Penelitian fauna air pada yang dilakukan Maret 2016 telah dianalisis kuantitatif secara keseluruhan, maka didapatkan hasil bahwa keberadaan fauna air masih dalam kategori sedang yang rentan terhadap perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis ketiga indeks yakni: Indeks keragaman (H= 2,539), Indeks kesamaan (E = 0,937) dan Indeks dominansi (C = 0,075).

Nilai indeks keragaman yang berada pada kisaran 1 dan 3 yaitu H = 2,539 berarti keragaman fauna secara keseluruhan di area tersebut berada pada tingkat sedangn dan telah mendekati batas bawah kestabilan komunitas, sedangkan sebaran jumlah individu tiap-tiap jenis juga masih berada pada kisaran tingkat tinggi dengan nilai kesamaan mendekati E=1 yaitu : E=0,937. Secara keseluruhan, kondisi demikian mengindikasikan bahwa perairan tersebut masih dikatakan terjadi indikasi pencemaran pada tingkat ringan, akan tetapi sudah menuju mendekati ketingkat komunitas yang lebih stabil, berdasarkan nilai indeks keragaman secara keseluruhan yaitu H= 2,539 yang mendekati nilai H = 3. Nilai indeks keseragaman atau E= 0,937 menunjukkan bahwa adanya variasi jumlah spesies pada masing-masing stasiun, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kestabilan komunitas fauna air di lokasi tersebut.

Nilai indeks dominansi secara keseluruhan adalah rendah yaitu ID = 0,075, hal ini menunjukkan bahwa dalam ekosistem tersebut secara keseluruhan tidak ada satu jenis fauna air yang mendominasi, dengan kata lain walaupun terdapat perbedaan jumlah individu tetapi tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata secara keseluruhan. Dengan demikian, dalam ekosistem tersebut terjadi kestabilan rantai makanan (food chain) dan jaring-makanan (food web) antar jenis fauna air.

Tingkat komunitas fauna air pada kondisi sedang yang mengarah ketingkat stabil mungkin disebabkan masih belum optimalnya fungsi 3 separator, hal ini diindikasikan bahwa stasiun 1 dan 2 tidak ditemukan kehidupan fauna air, sedimen (sludge) berwarna hitam bau minyak dan oli. Penumpukan sampah dan matinya beberapa tanaman bakau terutama stasiun 4, 5 dan 6 serta kondisi relatif sedikitnya genangan air di area mangrove yang mungkin disebabkan terjadinya

musim kemarau berkepanjangan. Minimnya genangan air menyebabkan terjadinya migrasi sebagian fauna air, kematian fase larva dan juvenil, terpaparnya kondisi ekstrim lingkungan secara langsung, sehingga hanya sejumlah fauna air yang hidup menggali dan bercangkang yang kemungkinan besar dapat survival atau bertahan hidup sebagai upaya menghindari buruknya kondisi lingkungan. Pada penelitian tersebut, stasiun 3, 4, 5, 6, masih terdapat pengaruh langsung pasang surut harian terutama pada saat pasang tertinggi, namun tidak sebesar yang terjadi pada musim penghujan, hal ini ditunjukkan bahwa pada pengamatan periode tersebut sangat sedikit air yang tergenang di permukaan tanah. Stasiun 3 yang berada jauh dari jangkauan pasang surut juga masih ditemukan fauna air jenis kepiting canggah, walaupun jumlah dan jenisnya paling rendah dibanding stasiun lainnya di lingkungan ekosistem mangrove.

Nilai indeks keseragaman (Similarity Index) secara keseluruhan menunjukkan nilai yang mendekati angka1, yaitu E= 0,937 yang artinya suatu nilai tersebut mengindikasikan bahwa keseragaman fauna air berada pada tingkat ekosistem yang stabil, namun belum mencapai puncak. Hal ini juga ditunjukkan oleh jumlah individu tiap – tiap jenis fauna air yang perbedaannya sangat kecil sehingga dapat mempengaruhi tingginya nilai indeks keseragaman.

Berdasarkan nilai indeks dominansi (C = 0,075) menunjukkan bahwa perairan disekitar lingkungan pembangkit PLTD/PLTG/PLTGU Pesanggaran tidak ada fauna air yang mendominasinya, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada jenis-jenis fauna air yang menguasai perairan tersebut. Tidak didominasinya perairan tersebut oleh salah satu hewan air, mengindikasikan bahwa ekositem di lingkungan kegiatan pembangkit PLTD/PLTG/PLTGU Pesanggaran relatif stabil yang berarti rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web) berinteraksi secara seimbang. Dengan kata lain, jenis-jenis fauna air yang hidup dilingkungan tersebut adalah fauna yang tahan (resisten) terhadap kondisi lingkungan yang sedikit tidak menguntungkan.

Muara selokan dari pembuangan Indonesia Power (effluent) langsung dialirkan ke sungai, sehingga pada stasiun 3, 4, 5 dan 6 walaupun masih terindikasi minyak/oli, tetapi merupakan sisa dari sistem sebelumnya yaitu effluent langsung dialirkan ke area mangrove. Keberadaan sampah pada ekosistem

mangrove merupakan sisa dari sampah yang bersumber dari aliran sungai. Sebagian stasiun 3 sudah direklamasi, namun masih ditemukan jenis fauna air dan effluent dari PT. Indonesia Power langsung ke arah sungai sehingga tidak terkena langsung pada ekosistem mangrove.

Kepiting canggah (Uca sp) merupakan fauna air yang keberadaannya selalu ada pada ekosistem mangrove yakni S3, 4, 5, 6, pada stasiun 7 dan 8 oleh karena sudah tidak terdapat timbunan tanah, maka juga telah ditemukan adanya kepiting canggah. Jumlah jenis dan jumlah individu kepiting canggah antar stasiun satu dengan lainnya pada ekosistem mangrove hampir sama karena area mangrove telah terhindar oleh minyak/oli serta sampah dengan adanya tanggul sungai. Fauna jenis tersebut merupakan penghuni tetap pada ekosistem mangrove dengan menempati relung (niche) substrat berlumpur alami, walaupun kondisi lingkungannya kering dan juga relatif sedikit tergenang air serta berminyak, kecuali apabila lapisan minyak sangat tebal dan berupa sludge (lumpur).

Kepiting canggah (Uca sp) merupakan salah satu jenis kepiting yang hidup di habitat mangrove, di samping itu, ada jenis kepiting lainnya yakni : dari famili grapsidae, portunidae dan gecarcinidae (Costa dan Negreiros, 2002). Dominasi kepiting canggah yang bersifat dimorfisme tersebut di lokasi penelitian pada ekosistem mangrove, kemungkinan dipengaruhi oleh karakter morfologi, cara makan, perilaku, jenis pakan sehingga mempunyai daya adaptasi sangat tinggi. Sebelas kepiting jenis Uca terdapat di seluruh Indonesia (Crane, 1975), sembilan jenis telah ditemukan di hutan Mangrove Information Centre (MIC) (Mulyono, 2007). Kepiting tersebut mempunyai perilaku makan khusus, yaitu memakan partikel detritus di lingkungan lumpur dengan memisahkan partikel detritus dari material anorganik melalui proses penyaringan substrat yang dilakukan oleh sekumpulan rambut di sekeliling mulutnya (Nybakken, 1998). Tingkatan adaptasi kepiting juga ditunjukkan dengan adanya vaskularisasidinding ruang insang, sehingga seperti paru-paru. Fauna air jenis omang-omang (Anomura sp) juga dapat beradaptasi dari ditempat berair maupun sedikit air. Ditemukannya fauna air seperti pici-pici (Cirithidia cingulata) pada stasiun 5, 6 dan

7 mengindikasikan bahwa kualitas perairan di lingkungan mangrove pada stasiun ini menuju kesifat alaminya.

Lingkungan mangrove di sekitar pembangkit PT Indonesia Power Pesanggaran dan Dermaga Benoa merupakan lingkungan yang terbuka (open

acces), sehingga memungkinkan adanya sumber pencemar berasal dari berbagai

sumber yang sulit diketahui (non – point pollution). Pada penelitian Maret 2016,

effluent dari PT Indonesia Power dialirkan ke muara sungai sebelah utara

bergabung dengan air yang berasal dari sungai lainya yang lebih besar, sehingga tidak langsung mengalir pada ekosistem mangrove disekitar Indonesia Power. Stasiun 3, 4, 5 dan 6 sudah tidak terindikasi adanya minyak/oli, tetapi warna substrat masih belum alami atau sedikit kehitaman, sedangkan stasiun 7 dan 8 kondisinya sudah mendekati kondisi sebelum adanya timbunan tanah. Keberadaan fauna air yang merupakan karakter mangrove yaitu kepiting canggah sudah nampak, bahkan ditemukan 2 individu bivalvia. Nilai indeks keragaman pada stasiun tersebut pada level tingkat rendah menuju sedang yakni : S7 = 1,861 dan S8 = 1,764. Hal ini mengindikasikan bahwa, pengaruh timbinan tanah terhadap fauna air bersifat sementara atau temporer.

Keberadaan komunitas fauna air pada stasiun 9 dan10 dihuni oleh jenis-jenis yang sudah beradaptasi dengan lingkungan yang terpapar oleh minyak/oli dari kegiatan bongkar muat minyak serta kegiatan pelabuhan lainnya. Secara periodik keberadaan jenis-jenis fauna airnya kadang muncul kadang menghilang, hal ini sesuai dengan siklus hidupnya. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan identifikasi secara keseluruhan didapatkan 15 jenis fauna air dengan jumlah sebanyak 102 individu. Adapun berdasarkan analisis struktur komunitas dengan mengacu ketiga indeks yakni indeks keragaman, indeks dominansi dan indeks kesamaan, maka didapatkan bahwa nilai indeks keragaman sebesar (IK = 2,539). Nilai tersebut berada pada kisaran 2,5-3,0 yang berarti ekosistem tersebut dalam tingkat yang tidak terindikasi adanya pencemaran atau dalam tingkat komunitas fauna yang stabil. Walaupun secara visual sebagian stasiun terdapat minyak, namun keberadaan fauna air telah mampu beradaptasi pada kondisi ini, sehingga fungsi fisiologi dan reproduksi dapat berjalan normal

Dokumen terkait