• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

4.4. Analisis Profil Kompetitif

Analisis ini digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Berbeda dengan analisis RCA yang menganalisis daya saing berdasarkan nilai ekspor, maka analisis profil kompetitif menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing. Analisis profil kompetitif dilakukan terhadap ikan tuna olahan dan menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi daya saing negara Indonesia dan negara-negara pesaing Indonesia. Faktor-faktor yang dianalisis adalah sebagai berikut :

1) Faktor Produksi dan Pemasaran A. Sumberdaya ikan tuna

Potensi lestari atau MSY akan sangat mempengaruhi volume produksi ikan tuna suatu negara. Semakin besar potensinya maka semakin besar kemungkinan negara tersebut meningkatkan produksi. Secara umum dan mengabaikan faktor lainnya, besarnya produksi ikan tuna akan mempengaruhi besarnya nilai ekspor tuna olahan karena adanya keterjaminan bahan baku. Urutan hasil tangkapan yang terbesar di dunia berdasarkan jenis adalah skipjack, yeloowfin, bigeye, albacore dan bluefin.Urutan negara menurut jumlah tangkapannya adalah Jepang, Taiwan, Indonesia, Spanyol, Philipina dan Korea Selatan.

B. Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan

Mutu produk yang dihasilkan akan mempengaruhi harga jual dan besarnya permintaan akan produk tersebut. Semakin baik mutu suatu produk yang dihasilkan suatu negara akan semakin mudah produk tersebut menembus pasar internasional karena dapat lolos dari persyaratan yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor.

C. Persyaratan impor di negara-negara tujuan ekspor

Negara-negara tujuan ekspor ikan tuna mempunyai persyaratan impor yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dalam memproduksi produk perlu direncanakan dulu produk dimaksud akan menembus pasar negara mana., sehingga pada saat memproduksi produk perlu diusahakan produk yang memenuhi persyaratan di negara yang akan dituju. Sebagai contoh negara-negara Timur Tengah mensyaratkan adanya sertifikasi halal. Persyaratan ini langsung dipenuhi oleh Thailand, Meskipun Thailand bukan negara yang mayoritas islam, untuk produk olahan, Thailand telah menjadi produsen produk pangan halal terbesar sehingga dapat menguasai pangsa pasar di kawasan Timur Tengah.

D. Harga ikan tuna segar dan harga bahan baku pendukung

Harga ikan tuna segar sebagai bahan baku tuna olahan akan mempengaruhi biaya total produksi. Semakin tinggi harga bahan baku maka semakin tinggi biaya produksi, dan akibatnya harga produk olahan tidak dapat bersaing di pasar internasional. Komponen harga bahan pendukung untuk tuna olahan diantaranya adalah kaleng. Apabila asal bahan baku dan bahan baku pendukung diperoleh dari impor maka pada umumnya harga bahan baku menjadi lebih tinggi dan ini akan mempertinggi biaya produksi. Dengan kata lain negara yang mempunyai sumberdaya tinggi dalam hal ini ikan tuna dan bahan baku pendukung mampu diproduksi dalam negeri secara logika akan menyebabkan rendahnya biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan menjadi efisien dan mampu bersaing dengan harga di pasar internasional.

E. Harga ikan tuna olahan di negara-negara tujuan ekspor

Harga ikan tuna di negara-negara tujuan ekspor akan mempengaruhi besarnya nilai ekspor ikan tuna, Harga di pasar luar negeri akan berkaitan dengan mutu produk yang diekspor dan juga dipengaruhi oleh kemampuan suatu negara mengatasi hambatan-hambatan di pasar tujuan ekspor. Semakin tinggi mutu ikan tuna olahan yang dijual maka akan semakin tinggi harganya. Harga ikan tuna olahan Thailand nilainya dua kali lipat daripada harga bahan baku tuna mentahnya karena produk olahan tuna Thailand memiliki mutu yang sangat baik.

F. Hambatan tarif dan non tarif

Negara pengimpor suatu produk akan melindungi negaranya dari serbuan barang impor dan melindungi keamanan pangan khususnya untuk impor produk pangan. Untuk itu, negara-negara tujuan ekspor tersebut menerapkan penetapan tarif bea masuk. Semakin besar bea masuk yang diterapkan akan menyebabkan kenaikan biaya bagi negara produsen. Hubungan bilateral yang baik ataupun menjadi anggota organisasi internasional dapat dilakukan untuk menurunkan hambatan tarif ini. Sebagai contoh negara-negara yang

tergabung dalam kelompok ACP (African, Caribbean and Pacific) memperoleh fasilitas penurunan tarif yang berlaku di EU. Hambatan non tarif menyangkut tentang isu mutu, sanitasi, keamanan pangan, kesehatan, terorisme, isu lingkungan dan hambatan adminstratif.

G. Organisasi perdagangan dunia, regional dan bilateral

Keikutsertaan dalam organisasi dunia, regional dan bilateral sangat mendukung kinerja ekspor suatu produk. Sebagai contoh untuk ikan tuna adalah organisasi Commission for conservation of Southtern Bluefin Tuna (CCSBT). CCSBT mempunyai wewenang untuk mengatur pemberlakuan quota ekspor khususnya untuk tuna siirip biru selatan. Anggota CCSBT adalah Austalia, Selandia Bau, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Beberapa organisasi lain yang mengatur konservasi, menajemen penangkaan dan perdagangan tuna yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), International Convention on Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT) dan Western and Central Pasific Fisheries Commission WCPFC). Anggota IOTC adalah China, Comoros, Komisi Eropa, Eriteria, Perancis, Guinea, India, Iran, Jepang, Kenya, Korea Selatan, Thailand, Vanuatu, United Kingdom dan Malaysia. Indonesia belum masuk menjadi anggota IOTC, yang mengakibatkan nelayan Indonesia tidak dapat menangkap tuna di Samudera Hindia dan Pasifik. Padahal jarak nelayan Indonesia ke fishing ground ini relatif dekat dibanding beberapa negara lain.

H. Penyebaran informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor yang berlaku di negara-negara tujuan ekspor

Pemerintah perlu menyebarkan informasi terkait prosedur ekspor dan persyaratannya sehingga para eksportir ikan tuna olahan mempunyai pedoman dan pengetahuan yang jelas terkait prosedur ekspor. Penyebaran informasi terkait persyaratan impor dari negara-negara tujuan ekspor juga perlu disosialisasikan kepada para pengusaha (eksportir maupun pengolah). Dengan pengetahuan tersebut maka pengolah dapat memproduksi tna olahan sesuai dengan apa yang diminta pasar.

I. Pengembangan market intellegence dan Promosi

Market intellegence adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi pasar internasional terkait apa produk yang diminta, berapa volume permintaan, persyaratan produk yang diinginkan pasar, kapan pasar tersebut membutuhkan produk dan informsi lainnya terkait kebutuhan pasar untuk produk tuna di negara-negara tujuan ekspor maupun penjajagan negara- negara lain yang mungkin sebenarnya potensial tetapi belum terindentifikasi

2) Faktor Manusia dan Kelembagaan

A. Tingkat Upah Minimum yang diberlakukan

Upah tenaga kerja juga sangat mempengaruhi biaya produksi. Dilihat dari ketersediaan SDM maka Indonesia memiliki keunggulan karena penduduk Indonesia yang besar. Upah tenaga kerja di Indonesia yang masih relatif rendah juga sangat mendukung pengembangan industri pengolahan ikan tuna. Untuk mengehemat tenaga kerja, kalangan industri Thailand melakukan mekanisasi

B. Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu

Dalam mengembangan industri olahan tuna yang berdaya saing maka ketersediaan SDM yang mampu menangani mutu sangat diperlukan, sehingga pabrik pengolahan dapat menghasilkan produk yang bernutu. SDM yang mampu dalam penanganan mutu ini juga diperlukan dalam pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan. Penanganan mutu untuk olahan tuna dilakukan mulai dari saat penangkapan sampai dengan saat pemasaran.

C. Kemampuan manajerial

Kemampuan menejerial juga sangat diperlukan dalam mengelola suatu industri pengolahan. Kemampuan menejerial ini juga menyangkut manajemen produksi, termasuk bagaimana mengatur ketersediaan bahan baku, mengatur berapa produksi harus dihasilkan pada periode tertentu

sehingga kontinuitas ketersediaan produk terjamin, bagaimana mengatur manajemen terkait profit dan keberlangsungan perusahaan

D. Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna

Pengembangan industri olahan tuna sangat memerlukan dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa keterjaminan bahan baku, dukungan terhadap bahan baku pendukung lainnya seperti fasilitasi impor terhadap kaleng dll.

E. Peran Pemerintah dalam regulasi pengaturan ekspor dan persyaratan impor Regulasi pengaturan ekspor dan impor sangat mempengauhi daya saing produk suatu negara. Sebagai contoh Indonesia mempunyai sumberdaya alam khususnya ikan tuna yang cukup baik. Namun demikian, regulasi ekspor yang masih dalam penataan meyebabkan Indonesia masih mengekspor tuna segar kepada Thailand. Thailand mendapat pasokan bahan baku ikan tuna segar dari Indonesia dan kemudian mengolah dan akhirnya Thailand menguasai pasar tuna kaleng dunia.

F. Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing Illegal fishing merupakan masalah krusial yang perlu penanganan khusus karena akibat illegal fishing ini negara mengalami kerugian yang cukup besar. Ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan juga sangat dipengaruhi oleh adanya illegal fishing. Illegal fishing yang dilakukan nelayan asing di wilayah Indonesia dengan sasaran penangkapan tuna sangat marak.

G. Peran Pemerintah dalam pembinaan mutu olahan tuna

Pembinaan Pemerintah sangat diperlukan untuk peningkatan dan pengawasan mutu produk olahan tuna terutama terhadap pengusaha skala menengah ke bawah yang biasanya kurang pengetahuan terhadap penanganan mutu produk.

H. Peran Pemerintah terhadap peningkatan akses terhadap lembaga keuangan dan asuransi

Peran pemerintah dalam peningkatan akses terhadap lembaga permodalan dan asuransi sangat diperlukan khususnya bagi para pengolah tingkat menengah ke bawah

Melalui analisis matriks kompetitif dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang paling penting dalam mengembangkan industri pengolahan tuna yang berdaya saing. Faktor-faktor tersebut tentunya harus mendapat perhatian ekstra dari seluruh stakeholders agar daya saing ikan tuna olahan Indonesia dapat lebih ditingkatkan.

Bedasarkan hasil analisis matriks profil kompetitif terhadap faktor produksi dan pemasaran diperoleh hasil 3 faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot yaitu 1) mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan, 2) hambatan tarif dan non tarif, dan 3) pengembangan market intellegence dan promosi. Bobot dari masing-masing faktor produksi dan pemasaran dan besarnya skor dari masing-masing negara pengekspor dapat dilihat pada Tabel 10 dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 7 dan Lampiran 9.

Tabel 10. Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Produksi dan Pemasaran

Faktor Strategis Bobot Skor Mauri -tius El Sal- vador Thai- land Phili- phina Italia Spa- nyol Indo- nesia Equa- dor Faktor Fisik 1,000 2,271 1,911 2,899 2,241 2,142 2,743 2,218 2,409 A Sumberdaya ikan tuna 0,105 0,233 0,222 0,327 0,222 0,210 0,257 0,338 0,280 B Mutu Ikan Tuna Olahan di

Pasar Internasional

0,143 0,349 0,269 0,460 0,349 0,333 0,396 0,317 0,412

C Pemenuhan persyaratan di negara-negara tujuan ekspor

0,098 0,272 0,185 0,294 0,229 0,218 0,272 0,207 0,272

D Harga Ikan Tuna segar dan bahan baku pendukung

E Harga Ikan Tuna olahan di pasar internasional

0,109 0,230 0,218 0,339 0,254 0,218 0,303 0,242 0,230

F Hambatan tarif dan Non Tariff 0,114 0,253 0,215 0,316 0,240 0,228 0,316 0,215 0,316 G Organisasi Perdagangan dunia,

regional dan multilateral

0,107 0238 0,238 0,285 0,238 0,226 0,321 0,190 0,261

H Penyebaran informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor yang berlaku di negara-negara tujuan ekspor

108 0,216 0,168 0,288 0,240 0,240 0,336 0,216 0,204

I Pengembangan Market intellegence dan Promosi

0,110 0,208 0,183 0,305 0,244 0,289 0,305 0,220 0,220

Hasil analisis profil kompetitif tersebut maka 3 faktor produksi dan pemasran yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot adalah sebagai berikut :

1. Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan

Mutu produk yang dihasilkan juga akan mempengaruhi harga jual dan besarnya permintaan akan produk tersebut di pasar internasional. Semakin baik mutu suatu produk akan semakin mudah produk tersebut menembus pasar internasional karena dapat lolos dari persyaratan.

Mutu pangan dapat didefinisikan melalui dua pendekatan yang saling berkaitan, yaitu pendekatan karakter pangan dan kepuasan konsumen. Ditinjau dari pendekatan karakteristik pangan, mutu pangan adalah nilai pangan yang ditentukan atas dasar aspek keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pendekatan ini mutu dikategorikan atas dua hal:

a) Mutu eksternal adalah kriteria mutu pangan yang dapat dilihat dan diraba tanpa harus dicicip konsumen

b) Mutu internal adalah kriteria mutu pangan yang dapat dideteksi dengan pencicipan atau melakukan pengukuran atau analisis terhadap produk

pangan tersebut, yang mencakup aspek rasa, kandungan, protein, kadar air dan sebagainya.

Ditinjau dari penerimaan pasar (kepuasan konsumen), mutu pangan adalah hal-hal tertentu yang membedakan antara produk yang satu dengan yang lainnya, terutama yang berhubungan dengan daya terima dan kepuasan konsumen. Perusahan yang mengembangkan mutu produk dengan berorientasi kepada daya terima dan kepuasan konsumen adalah perusahan yang telah berwawasan strategi pemasaran bagi produk yang diproduksinya. Perusahaan yang demikian telah mengembangkan produk berdasarkan penentuan keistimewaan produk (product feature) serta pemrosesan produk yang bebas dari defisiensi (freedom from deficiency).

Tuna olahan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang banyak mengandung omega-3 dan protein yang berperan dalam peningkatan kecerdasan, menurunkan kolesterol dan menghambat terjadinya proses arteriklerosis (penyumbatan pembukuh darah). Tuna juga mengandung seleniumyang berfungsi dalam mengaktifkan enzim antioksidan glutathionineperoxidase yaitu enzim yang berperan dalam melindungi tubuh terhadap serangan radikal bebas. Tuna juga mengandung kalium yang mencegah penyakit gondok dan meningkatkan kecerdasan anak,Tuna juga sangat baik untuk mengurangi risiko penyakit jantung karena kandungan kalium dan natrium.

Dari hasil analisis matriks kompetitif nilai bobot untuk faktor mutu adalah sebesar 0,143. Hal tersebut dapat diartikan bahwa mutu produk tuna olahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan daya saing tuna olahan. Persyaratan terhadap impor barang khususnya bahan pangan yang sangat ketat diterapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Masing-masing negara pengimpor mempunyai persyaratan khusus untuk memasukkan bahan pangan ke negara tersebut. Oleh karena itu, produk yang bermutu akan lebih mudah menembus persyaratan ekspor tuna olahan di negara-negara konsumen.

Keberhasilan Thailand dan Spanyol dalam menguasai pasar diantaranya adalah karena kedua negara tersebut menghasilkan tuna olahan yang sangat baik, sehingga dapat diterima di pasar. Thailand dengan motto sebagai “kitchen of the

world” industri pengolahan tuna bersedia menjadi taylor made yaitu mengerjakan sesuai dengan pesanan dan mampu memenuhi aneka dan keragaman permintaan. Produk olahan tuna Thailand tersedia dalam berbagai bentuk dengan bumbu dan rasa menyesuaikan dengan terget pasar yang dituju.

Thailand juga melakukan penghematan pengemasan dengan menghilangkan surplus serta menurunkan spec namun kualitas produk tetap dijaga.

2. Hambatan tarif dan non tarif

Negara pengimpor suatu produk akan melindungi negaranya dari serbuan barang impor dan melindungi keamanan pangan khususnya untuk imporproduk pangan. Untuk itu, negara-negara tersebut menerapkan berbagai peraturan baik yang berkaitan dengan tarif maupun hambatan non tarif. Dari hail analisis profil kompetitif, kemampuan negara untuk dapat menembus hambatan tarif dan non tarif mendapat bobot nomor 2 terbesar dengan besar bobot sebesar 0,114. Ini berarti hambatan tarif dan non tarif ini perlu mendapat perhatian serius dalam peningkatan daya saing tuna olahan.

Negara Eropa menerapkan fasilitas GSP-Plus artinya negara-negara yang telah memenuhi persyaratan seperti telah meratifikasi persetujuan di sektor publik dan perjanjian tenaga kerja dengan International Labor Organization (ILO) akan diberikan fasilitas bebas membayar tarif bea masuk. Strategi Spanyol dalam hal tarif adalah dengan membangun industri pengolahan tuna kaleng dna tuna loin di Amerika Tengah dan Andean Community untuk memenuhi pasar spanyol dengan tarif bea masuk nol.

Dalam hal mengatasi hambatan tarif, Thailand menempuh perundingan- perundingan melalui pembahasan Free Trade Agreement (FTA) dengan negara- negara tujuan ekspor. Hal ini dilakukan karena mekanisme penurunan tarif melalui World Trade Organization (WTO) memerlukan waktu yang lebih panjang.

Hambatan non tarif dapat berupa larangan kandungan zat tertentu yang membahayakan kesehatan manusia, persyaratan eco label, isu sustainable dan lain-lain. Negara Jepang menerapkan skim informasi ketertelusuran serta kewajiban pelabelan yang mencakup pencantuman nama species dan asal-usul

ikan pada penjualan eceran di Jepang. Pencantuman ecolabel juga disyaratkan beberapa negara importir. Metode penangkapan dengan menggunakan long line dengan kedalaman 50-60 meter di bawah permukaan air laut sehingga mengurangi hasil tangkapan yang tidak perlu (bycacth) dan meminimumkan gangguan ekologis atau disebut Eco-Friendly and Enviromentally Sustainable Catching Method. Dengan metode ini diharapkan isu atau hambatan Tuna dolphin save juga dapat terpenuhi.

Persyaratan keamanan pangan seperti larangan terhadap kandungan methil mercury dan kandungan histamin juga menjadi persyaratan beberapa negara tujuan ekspor. Penggunaan karbon monoksida (CO) juga dilarang dibeberapa negara seperti Jepang dan Uni Eropa. Alasan larangan penggunaan CO karena penggunaan CO dapat memperbaiki penampilan menjadi terlihat lebih segar, sehingga dianggap menyembunyikan mutu yang sebenarnya dan dianggap sebagai tindakan kriminal. Penambahan hydroprotein di dalam tuna kaleng juga dilarang di pasar UE dan penggunaan bahan tambahan seperti minyak nabati dalam tuna kaleng atau dalam pouch yang berasal dari bahan tanaman hasil rekayasa genetika juga dilarang di Uni Eropa.

3. Pengembangan market intellegence dan Promosi

Market intellegence adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi pasar internasional terkait apa produk yang diminta, berapa volume permintaan, persyaratan produk yang diinginkan pasar, kapan pasar tersebut membutuhkan produk dan informsi lainnya terkait kebutuhan pasar untuk produk tuna di negara-negaa tujuan ekspor maupun penjajagan negara-negara lain yang mungkin sebenarnya potensial tetapi belum terindentifikasi. Pengembangan market intellegence dan promosi perlu mendapatkan perhatian ekstra karena faktor ini menjadi urutan ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dengan besar bobot 0,110.

Secara keseluruhan faktor-faktor produksi dan pemasaran yang mempengaruhi daya saing ikan tuna olahan, Indonesia memperoleh angka yang paling kecil dibandingkan negara pengekspor lainnya yaitu sebesar 2,218 dan

menduduki urutan keenam. Ranking pertama diduduki oleh Thailand dengan angka sebesar 2,899 dan selanjutnya berturut-turut adalah negara Spanyol dengan angka 2,743, Equador (2,409), Mauritius (2,271) dan Philipina (2,241). Hal ini menggambarkan bahwa daya saing ikan tuna olahan Indonesia masih jauh di bawah negara-negara tersebut berdasarkan faktor produksi dan pemasaran yang dianalisis. Oleh karena itu untuk mengembangan tuna olahan yang berdaya saing, Indonesia harus memperhatikan 3 faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna. Para pelaku industri pengolahan tuna harus terus meningkatkan mutu tuna olahan dengan selalu melakukan quality controll terhadap produknya. Pemerintah juga harus lebih aktif berperan dalam melakukan pembinaan kepada para pelaku pengolahan ikan tuna.

Dari sisi hambatan tarif, Indonesia harus lebih aktif untuk mengikuti atau menjadi anggota organisasi bilateral maupun multilateral dengan negara-negara tujuan ekspor dan mengadakan lobi-lobi untuk penurunan tarif bea masuk. Sedangkan dari sisi hambatan non tarif, disamping melakukan negoisasi bilateral untuk hambatan yang bersifat administratif tetapi juga harus membenahi produksi di dalam negeri, agar produksi dalam negeri mampu menembus hambatan- hambatan yang diterapkan oleh negara pengekspor.

Pengembangan market intelegence dan promosi produk juga perlu dilakukan, sehingga para stakeholders mengetahui jenis-jenis tuna apa yang dikehendaki pasar, berapa kebutuhannya, kapan dibutuhkan, berapa harga jual produk tersebut di pasar internasional. Hasil dari market intellegence tersebut dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku usaha dalam menghasilkan produknya. Sedangkan promosi perlu juga dilakukan untuk lebih mengenalkan produk-produk ikan tuna yang dihasilkan Indonesia.

Untuk faktor manusia dan kelembagaan, hasil analisis matriks profil kompetitif terdapat 3 faktor manusia dan kelembagaan yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot yaitu 1) peran pemerintah dalam pengembangan industri tuna olahan, 2) Ketersediaan SDM yang mampu dalam penangnan mutu dan 3) peran pemerintah dalam penanggulangan illegal fishing. Bobot dari masing-masing faktor manusia dan kelembagaan dan besarnya skor dari masing-masing negara pengekspor dapat

dilihat pada Tabel 11 dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 8 dan Lampiran 10.

Tabel 11. Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Manusia dan Kelembagaan

Faktor Strategis Bobot Skor Mauri -tius El Sal- vador Thai- land Phili- phina Italia Spa- nyol Indo- nesia Equa- dor Faktor Manusia dan kelembagaan 1,000 2,320 1,824 2,747 2,296 1,892 2,486 2,208 2,372 A Upah Tenaga Kerja pada

industri pengolahan

0,115 0,372 0,244 0,321 0,282 0,167 0,231 0,359 0,346

B Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu

0,135 0,301 0,211 0,376 0,286 0,256 0,301 0,301 0,316

C Kemampuan menejerial 0,123 0,288 0,233 0315 0,274 0,261 0,329 0,247 0,288 D Peran Pemerintah dalam

Pengembangan Industri Tuna Olahan

0,147 0,360 0,229 0,540 0,376 0,278 0,393 0,344 0,409

E Peran Pemerintah dalam pengaturan regulasi ekspor dan impor

0,114 0,254 0,203 0,318 0,280 0,216 0,305 0,267 0,280

F Peran Pemerintah dalam penanggulangan illegal fishing

0,130 0,290 0,275 0,304 0,304 0,246 0,304 0,174 0,304

G Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu Ikan Tuna Olahan

0,122 0,245 0,231 0,313 0,258 0,258 0,326 0,245 0,231

H Peran Pemerintah terhadap peningkatan akses terhadap lembaga keuangan dan asuransi

0,111 0,211 0,198 0,260 0,235 0,211 0,297 0,272 0,198

Secara rinci ketiga faktor utama yang mempengauhi daya saing adalah sebagai berikut :

I. Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna

Pengembangan industri olahan tuna sangat memerlukan dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa keterjaminan bahan baku, dukungan terhadap bahan baku pendukung lainnya seperti fasilitasi impor terhadap kaleng dll, dukungan disisi hulu khususnya dalam penangkapan tuna maupun dukungan fasilitas/sarana dan prasarana pengembangan industri tuna. Peran pemerintah dalam pengembangan industri tuna mendapat bobot paling tinggi dibandingkan dengan faktor yang lain dengan bobot sebesar 0,147. Hal ini berarti, faktor peran pemerintah dalam pengembangan industri olahan tuna ini menjadi faktor sangat penting dalam meningkatkan daya saing ikan tuna.

Dukungan yang juga amat penting adalah mempermudah proses birokrasi dan tatalaksana ekspor, mendorong maskapai penerbangan untuk memberikan pelayanan khusus serta menjaga kestabilan kondisi ekonomi dan keamanan. Penerapan regulasi yang mendukung industri pengolahan tuna juga sangat diperlukan. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan dukungan yang penuh dengan adanya amanat UU Nomor 45 / 2009 tentang

Dokumen terkait