• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Proksimat dan Ultimate

4.2.1 Analisis Proksimat

(karbon). Karbonisasi cangkang kelapa sawit dilakukan dalam furnace yang tidak dilengkapi oleh sistem vakum, sehingga menyebabkan rendemen arang (karbon) aktif menjadi rendah.

4.2 Analisis Proksimat dan Ultimate

Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui apakah karbon aktif yang telah disintesis dari cangkang kelapa sawit telah memenuhi syarat kualitas karbon aktif standar. Kualitas karbon aktif standar mengacu pada SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis.

4.2.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat cangkang kelapa sawit dan karbon aktif meliputi, kadar air, kadar zat mudah menguap, dan kadar abu (%w). Hasil analisis proksimat cangkang kelapa sawit dan karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 6 dan secara rinci pada Lampiran 2.

Tabel 6. Analisis Proksimat Cangkang Kelapa Sawit dan Karbon Aktif

Parameter Analisis Cangkang Kelapa Sawit Karbon Aktif SNI 06-3730-1995 (%) Analisis Proksimat Air (%) 9,997 2,356 Maks. 15 Zat Mudah Menguap (%) 73,896 38,594 Maks. 25 Abu (%) 1,178 3,672 Maks. 10

Karbon Terikat (%) 14,929 55,378 Min. 65

Penetapan kadar air, zat mudah menguap, dan abu dilakukan dengan metode gravimetrik. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis karbon aktif. Kadar air cangkang kelapa sawit pada suhu 105℃ adalah 9,997% lebih besar dari kadar air karbon aktif sebesar 2,356%. Hal ini karena,

44 bertambahnya suhu dan waktu karbonisasi menyebabkan molekul air dalam karbon aktif semakin berkurang (Siahaan et al., 2013). Kadar air dalam karbon aktif sebesar 2,356% memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995, yaitu maksimal 15% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Kadar air yang dihasilkan relatif kecil, hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam karbon aktif lebih dahulu keluar selama proses dehidrasi dan karbonisasi. Kandungan air karbon aktif yang kecil dapat meningkatkan kualitas dari daya adsorpsi yang dimilikinya (Suhendrawati et al., 2013).

Kadar zat menguap cangkang kelapa sawit pada suhu 950℃ adalah 73,896% lebih besar dari kadar zat menguap karbon aktif sebesar 38,594%. Hal ini disebabkan, senyawa-senyawa volatil dalam karbon aktif sebagian telah hilang selama proses karbonisasi. Peningkatan suhu karbonisasi sebesar 450℃ dan waktu karbonisasi selama 3 jam akan mengurangi kadar zat menguap dalam karbon aktif. Kadar zat menguap dalam karbon aktif sebesar 38,594% tidak memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 25% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Hal ini disebabkan oleh kandungan volatile matter (zat yang mudah menguap) yang terperangkap dalam karbon aktif belum seluruhnya menguap selama proses karbonisasi, karena suhu karbonisasi hanya 450℃, sedangkan suhu untuk analisis penetapan kadar zat menguap, yaitu 950℃. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat volatile matter yang tidak akan menguap pada suhu karbonisasi, karena sebagian volatile matter akan menguap pada suhu diatas 450℃ untuk senyawa volatile matter yang memiliki berat molekul besar (Sudradjat et al., 2005).

45 Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat-zat penyusun karbon aktif akibat proses pemanasan selama karbonisasi dan bukan merupakan komponen penyusun karbon aktif (Pari, 2004). Karbon aktif dengan kadar zat menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula. Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendra et al., (2000) bahwa besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan suhu karbonisasi. Jika proses karbonisasi lama dan suhunya dinaikkan, maka akan semakin banyak zat yang menguap, sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Menurut Pari (2004), yaitu meningkatnya suhu karbonisasi akan menguapkan senyawa volatil yang masih tertinggal, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk bertambah banyak.

Kadar abu cangkang kelapa sawit pada suhu 750℃ adalah 1,178% lebih kecil dari kadar abu karbon aktif sebesar 3,672%. Hal ini karena, adanya peningkatan suhu dan waktu karbonisasi menyebabkan kadar abu semakin tinggi (Pari, 2004). Kadar abu karbon aktif pada suhu 750℃ sebesar 3,672% memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 10% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Penetapan kadar abu karbon aktif dilakukan untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Oksida logam merupakan senyawa antara logam dengan oksigen.

Kadar abu, yaitu sisa mineral yang tertinggal pada saat dibakar, karena bahan alam sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif tidak hanya mengandung senyawa karbon, tetapi juga mengandung beberapa mineral, dimana sebagian dari mineral ini telah hilang pada saat karbonisasi, sebagian lagi diduga masih

46 tertinggal dalam karbon aktif (Suhendrawati et al., 2013). Garam-garam mineral yang terdapat dalam abu, diantaranya yaitu natrium, kalsium, vanadium, magnesium, silikon, besi, nikel, dan aluminium. Kandungan abu sangat berpengaruh pada kualitas karbon aktif. Keberadaan abu yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori karbon aktif, sehingga luas permukaan karbon aktif menjadi berkurang (Schroder, 2006).

Kadar karbon terikat, yaitu fraksi karbon (C) yang terikat di dalam karbon aktif, selain fraksi air, zat mudah menguap, dan abu. Kadar karbon terikat dalam cangkang kelapa sawit sebesar 14,929% lebih kecil dari kadar karbon terikat dalam karbon aktif sebesar 55,378%. Kadar karbon terikat yang terlalu rendah dari cangkang kelapa sawit disebabkan cangkang kelapa sawit masih memiliki kandungan kadar air dan kadar zat mudah menguap yang masih tinggi, sehingga perlu waktu proses karbonisasi yang lebih lama (Gustama, 2012).

Kadar karbon terikat yang lebih tinggi dari karbon aktif, karena rendahnya nilai kadar air dan kadar zat terbang yang disebabkan proses karbonisasi. Kadar karbon terikat akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu dan waktu karbonisasi (Siahaan et al., 2013). Hal ini karena, pada suhu karbonisasi yang lebih tinggi molekul air dan kandungan volatil menguap lebih banyak, sehingga kadar karbon terikatnya semakin meningkat. Menurut Pari (1996), bahwa tinggi rendahnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh nilai kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan karbon aktif. Tingginya kadar karbon yang terikat menunjukkan bahwa fraksi karbon yang terikat di dalam masih tinggi. Hal ini menyebabkan luas

Dokumen terkait