• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Proses Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter

Pelaksanaan pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter melalui pengintegrasian dalam mata pelajaran yang disisipkan pada silabus dan RPP secara konseptual sangat strategis, segenap pendidik berperan serta dan menjadikan dirinya sebagai sosok teladan serta mengajar sesuai dengan tujuan utuh pendidikan (Hasan,

3. Kegiatan UKS; KIR; Olah raga, Seni; OSIS ƒBimbingan Konseling

Pemberian layanan bagi anak yang mengalami masalah

2000:6), dan diharapkan tujuan internalisasi karakter lewat mata pelajaran berjalan secara terpadu.

Sehubungan dengan pembelajaran terpadu, Cohen menyebutkan bahwa ada tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif, yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Adapun pendidikan karakter yang diintegrasikan dengan semua mata pelajaran sasarannya adalah pada materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa (Degeng, 1989:78). Agar pembelajaran terpadu berjalan efektif dan sesuai dengan harapan, kejelian para guru sangat dituntut dalam upaya mengungkap nilai-nilai karakter, mengimprovisasi kaitan-kaitan koseptual intra atau antar mata pelajaran; serta penguasaan materi bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996:102).Dengan demikian, penanaman nilai-nilai yang telah digariskan diharapkan dapat dicapai. Kelemahan pendidikan karakter yang diintegrasikan dengan semua mata pelajaran seperti ini adalah ketika para guru tidak memiliki kesiapan, pola ini tidak dapat berjalan sesuai harapan jika para guru tidak kompeten.

Pendidikan karakter melalui mata pelajaran mulok semisal PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup) merupakan program yang sangat strategis baik dalam subject matter maupun pemberian dan penggalian nilai-nilai karakternya. Dalam pola ini guru dituntut mampu menyeleksi pengalaman belajar peserta didik yang disesuaikan dengan tujuan nilai karakter yang ingin dicapai, setiap pengalaman belajar mesti melibatkan peserta didik sehingga memuaskannya, mulai dari merancangannya hingga pelaksanaannya, satu pengalaman belajar kemungkinan mencapai tujuan yang berbeda-beda. Dan upaya untuk mempertahankan minat dan bakat peserta didik menjadi tantangan sendiri bagi pendidik dalam pola ini.

Pengembangan pendidikan karakter melalui pengembangan diri merupakan program yang dilaksanakan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, seperti kegiatan rutin sekolah, kegiatan yang bersifat spontan, keteladanan, dan pengkondisian.Mengupayakan proses pembiasaan dan penanaman nilai yang tidak hanya dilakukan pada jam pelajaran efektif tetapi juga di luar jam pelajaran. Hal ini dapat mengakselerasi penanaman nilai dan kesadaran anak, karena di luar jam efektif, kemerdekaan anak dalam membuat keputusan sikap lebih disadari, dalam iklim seperti

Kendala di lapangan kita temukan, bahwa “PD” mengalami reduksi pragmatis, pelaksanaannya menyempit tidak lebih dari ruang lingkup pembelajaran di kelas.

Begitupun program pengembangan diri yang seharusnya berlangsung pada setiap kegiatan dan waktu yang ada di sekolah, dalam implementasinya justru menjadi mata pelajaran tersendiri, sehingga menjadikan program pengembangan diri menjadi kaku dan tidak aplikatif. Proses pembiasaan yang menjadi semangat dari program pengembangan diri menjadi bias dalam pelaksanaannya. Faktor kesadaran, kepahaman, kesiapan dan kekakuan dari pihak yang melaksanakan pendidikan merupakan di antara penyebab hal ini terjadi, sehingga program pengembangan diri yang seharusnya menjadi proses pembiasaan bagi siswa menjadi bersifat formal dan keluar dari esensinya.

Pengembangan pendidikan karakter yang diupayakan melalui program budaya sekolah pada dasarnya merupakan langkah yang tepat. Karena budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama di antara seluruh unsur dan personil sekolah, baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.Zamroni menambahkan, budaya sekolah merupakan kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah yang dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah (Zamroni, 2003:149). Nilai-nilai yang akan dikembangkan melalui program budaya sekolah sesungguhnya tidak hanya terkait denga siswa tetapi juga seluruh komponen yang ada di sekolah.

Namun perlu dicatat bahwa budaya sekolah tidak selalu bermakna positif. Menurut Mardapi, budaya sekolah terdiri atas beberapa unsur, yaitu: 1) budaya sekolah yang positif, yakni kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan; 2) budaya sekolah yang negatif, yakni kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu pendidikan, misalnya siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah; 3) budaya sekolah netral, yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi positif tehadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain (Mardapi, 2003:28). Untuk itu, perlu kehati-hatian dalam memanfaatkan budaya sekolah sebagai program pendidikan budaya dan

Dengan demikian, pendidikan karakter pada tingkatan institusi seharusnya mengarah pada pembentukan budaya sekolah yang benar-benar menyeluruh, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Dengan demikian, sasaran program dari pengembangan pendidikan karakter adalah semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah.

Bentuk-bentuk pengembangan yang telah diuraikan di atas, tentu saja memerlukan usaha keras untuk dapat direalisasikan. Kerjasama di antara warga sekolah dan stakeholder sangat diperlukan agar pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter dapat tercapai secara maksimal sesuai harapan.

D. Simpulan

Dari uraian singkat mengenai pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:

1. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengukir karakter (akhlak) melalui proses knowing the good, loving the good, acting or doing the good yaitu proses melibatkan aspek kognitif, emosi dan fisik sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart dan hands. Merupakan proses yang dilakukan untuk membentuk kepribadian peserta didik menuju perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan sehingga menjadi kebiasaan tertanam dalam kehidupannya.

Kurikulum berbasis pendidikan karakter adalah segala kesempatan belajar yang dipersiapkan untuk memberikan perubahan sikap, pengetahuan dan pengalaman dalam upaya menghasilkan lulusan dengan perilaku-perilaku baik yang menjadi kebiasaan yang tertanam dalam kepribadiannya secara kuantitatif maupun kualitatif.

Pengembangan kurikulum adalah upaya terus menerus tanpa henti, progress bergerak maju dari waktu ke waktu memberikan kesempatan-kesempatan belajar kepada peserta didik yang meliputi tujuan, metode dan materi, penilaian, dan feedback.

2. Pendidikan karakter maupun pengembangan kurikulum berbasis karakter pada prinsipnya memiliki landasan yang cukup jelas, baik ditinjau dari landasan preskriptif (ideal) maupun deskriptif (logis-empiris).

3. Pengembangan kurikulum berbasis karakter setidaknya memiliki dua makna, yakni kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, pengembangan kurikulum berbasis karakter meliputi internalisasi nilai-nilai karakter ke dalam kegiatan pembelajaran, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler serta kegiatan keseharian dalam masyarakat. Secara kualitatif, semua peristiwa baik di sekolah atau di masyarakat yang memberikan pengaruh pada perubahan kepribadian meliputi sikap, pengetahuan dan pengalaman subyek didik ke arah yang lebih baik.

4. Pengembangan kurikulum berbasis karakter memiliki peluang yang besar untuk terus berkembang karena memiliki landasan yang jelas dan sangat diperlukan sebagai kebutuhan masyarakat saat ini. Namun demikian, tantangan yang dihadapi tetap akan selalu ada, sehingga diperlukan upaya yang lebih keras dalam proses pengembangannya, terutama yang terkait dengan konsep pelaksanaannya di lapangan yang disandingkan dengan pembudayaan mulai tahap idiofact, sosiofact hingga artifact

Dokumen terkait