• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis akan menganalisis masalah perceraian yang diputuskan oleh Pengadilan Agama tangerang tentang masalah perceraian yang diakibatkan suami mengalami kelainan seksual (biseksual).

Pada umumnya Pengadilan mengabulkan gugatan cerai disebabkan keduanya sudah tidak dapat lagi hidup rukun, berdasarkan pertimbangan hukum yaitu sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sehingga untuk membina rumah tangga bahagia dan sakinah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo pasal 3 Inpres No. 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam tidak tercapai, kemudian atas pertimbangan tersebut berdasarkan pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan talak yang dijatuhkan adalah talak satu bain sughra sesuai yang diatur dalam pasal 119 ayat (2) huruf c KHI

Dari segi pendekatan konsep, tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah

tangga yang damai dan teratur. Selain itu ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Dari definisi perkawinan menurut pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah bahwa perkawinan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.47

Manusia diciptakan oleh Allah Swt mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapatkan pemenuhan, pemenuhan naluri itu yang antara lain adalah keperluan biologisnya. Yang dengan ini, tujuan dari pernikahan bisa terlaksana, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 14 yang berbunyi:

















































47

M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Indo-Hill-co, 1990), cet. Ke-2, h. 26.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (al-Imran: 14)

Dari ayat di atas jelas bahwa kecintaan seseorang merupakan sebuah perhiasan yang diberi Allah Swt yang dengan kecintaan tersebut, maka rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah dapat terjadi.

Dalam menjalankan perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep

mawaddah wa rahmah, saling mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan menerima, saling terbuka. Sehingga dikiyaskan dalam QS An-Nisa:21, bahwa tali perkawinan sebagai ikatan yang kuat.

Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus, pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percekcokan dalam menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya. Terkadang, percekcokan itu perlu ada di tengah dinamika keluarga sebagai bumbu keharmonisan dan variasi rumah tangga, tentunya dalam porsi yang tidak terlalu banyak.

Namun, ada juga keluarga yang tidak dapat mengatasi perblomatika ini. Percikan api yang dmunculkan oleh salah satu pasangan, oleh pasangan lain disiramnya dengan minyak sehingga terjadilah kebakaran hebat. Apabila dipertahankan keutuhan rumah tangga, baik suami maupun istri akan mengalami penderitaan. Di mana masing-masing merasa teraniaya oleh yang lainyya. Dalam

kondisi seperti ini di mana dharuratnya lebih besar daripada maslahatnya, Islam memperbolehkan terjadinya talak.48

Seperti yang terjadi pada seorang istri yang mengeluhkan masalahnya ke Pengadilan Agama Tangerang tentang persoalan yang terjadi dalam rumah tangga yang dikarenakan suaminya mengalami kelainan seksual (biseksual), selain itu sering terjadi percekcokan yang terus menerus antara keduanya sehingga rumah tangga yang diidamkan tidak bisa hidup rukun kembali. Dengan keadaaan suami yang seperti ini, istri menjadi korban karena suaminya tidak bisa dan atau tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai suami, sehingga istrinya hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang. Dan akhirmya rumah tangga yang diidamkan seperti yang tercantum pada pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yaitu rumah tangga yang bahagia dan kekal tidak terwujud. Dalam putusan majelis hakim memutuskan perkara tersebut sudah tepat karena sudah terdapat alasan-alasan yang menyebabkan putusnya perkawinan.

Mengenai penetapan putusan pengadilan dalam perkara perdata ini khususnya pada cerai gugat yang disebabkan faktor biseksual pada umumnya mengandung amar putusan yang berupa:

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir.

2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek.

48

Yayan Sopyan, Islam – Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. Ke-1, h. 172.

3. Menjatuhkan talak satu bain sughra dari Tergugat (AH. BUDIMAN alias

ACHMAD BUDIMAN AS‟AD Bin AS‟AD) terhadap Penggugat

(AMINATUZZUHRIYAH alias AMINATU Binti H. ABD. GANI).

4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk menyampaikan salinan putusan perkara ini setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, Provinsi Banten.

5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara.49

Sudah kita ketahui di atas bahwa gugatan penggugat itu dikabulkan oleh majelis hakim maka kita dapat tafsirkan mengenai pertimbangan alasan majelis hakim menjatuhkan talak satu bain sughro dari tergugat (Achmad Budiman As‟Ad) ke penggugat (Aminatu Zuhriyah) adalah sesuai dengan ketetentuan hukum Islam maka telah jelas dan jatuh talak bain sughra yakni talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam iddah.

Penulis pun setuju apa yang sudah menjadi ketetapan pertimbangan dari majelis hakim Pengadilan Agama Tangerang karena alasan-alasan yang sudah didalilkan oleh penggugat, maka majelis hakim pun dapat menerapkan putusan yang sudah dipertimbangkan, kemudian kita dapat menafsirkan bahwasanya gugatan yang sudah dilayangkan oleh penggugat untuk tergugat di Pengadilan Agama Tangerang telah

49

cukup jelas bagi pengadilan mengenai biseksual dan perselisihan itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat dari pihak penggugat saja karena pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan sampai putusan dibacakan oleh majelis hakim.

Dengan telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara antara penggugat dengan terguggat telah terjadi perselisihan yang tidak mungkin lagi dirukunkan. Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik berdasarkan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tersebut pada pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 maupun berdasarkan ketentuan hukum Islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

Dalam pertimbangan majelis hakim sudah tepat mendalilkan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang mengisyaratkan adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dibuktikan oleh Penggugat dipersidangan.

Dengan demikian dijatuhkan amar terhadap putusan ini berarti Pengadilan Agama Tangerang telah memberikan pengabulan gugatan penggugat untuk menceraikan suaminya (tergugat) dalam nomor perkara 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng pada hari Jum‟at, 04 Mei 2012 M, bertepatan dengan tanggal 12Jumadil Akhir 1433 H, dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Tangerang yang terdiri dari Dra. Hj. Absari sebagai Hakim Ketua Majelis serta Drs. Arwendi dan Drs. Dudih Mulyadi sebagai Hakim-hakim Anggota sertadiucapkan oleh ketua majelis Hakim pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh

para Hakim Anggota dan H. Karso, Bc. Kn, S.Ag sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnyaTergugat.

54

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakim dalam memutuskan perkara perceraian yang disebabkan prilaku biseksual memiliki beberapa pertimbangan, diantarnya adalah:

a. Pertimbangan pertama adalah bahwa antar Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami istri yang sah hal ini dibuktikan dengan Akta Nikah No: 226/104/05/81, sehingga perkaranya dapat diputus di Pengadilan Agama. b. Pertimbangan kedua adalah antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi

selisih faham bahkan sering terjadi percekcokan yang alasannya disebabkan karena Tergugat ketahaun berselingkuh dengan beberapa wanita lain dan menjalin hubungan dengan sesama jenis.

c. Pertimbangan ketiga berdasarkan alasan-alasan tersebut telah mengacu kepada Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

2. Hakim mendasarakan putusan ini pada Pasal 19 huruf (f) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Memang kedua pasal ini tidak

menyebutkan secara rinci bahwa biseksual suami dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan dalam perceraian. Akan tetapi, akibat dari biseksual suami tersebut menyebabkan ketidak harmonisan dalam membina rumah tangga sehingga menyebabkan cekcok yang terus menerus, dan ini yang menajadi penekanan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Dan kedua pasal tersebut sudah cukup untuk memutus cerai hubungan suami istri.

B. Saran-saran

1. Bagi para orang tua, harus memulai pendidikan seks pada anak sejak dini, sehingga penyimpangan seksual bisa dicegah sebelum terlambat. Dan jaga pola asuh keluarga sejak kecil pula, karena pembentukan kepribadian dimulai sejak balita. Selain orang tuapara ulama juga berperan aktif dikehidupan masyarakat dalam membina atau membimbing serta membekali putra-putrinya dengan pengetahuan agama yang disertai penjelasan-penjelasan mengenai prilaku seksual yang menyimpang sehingga masyarakat mengerti mana perbuatan yang dilarang oleh Allah seperti kaum Nabi Luth A. S agar tidak terjadi lagi.

2. Demi terwujudnya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, kepada para calon suami atau istri yang hendak melaksanakan perkawinan harus memilih pasangan hidup dengan selektif, sehingga perkawinannya dapat terhindar dari perceraian karena sang suami seorang Bseksual.

3. Diharapkan kepada para istri yang suaminya mengalami penyimpangan seksual seperti biseksual, menunggu dan bersabar telebih dahulu, karena dengan bersabar Allah SWT akan memberikan jalan keluar yang terbaik, demikian pula suami diharapkan untuk berikhtiar dan selalu berdoa untuk penyembuhan penyakit kelainan seksual ini.

4. Bagi Majelis Hakim agar dapat lebih teliti dan bijaksana dalam menangani perkara sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan juga mampu menekan angka perceraian.

5. Bagi pemerintah, diharapkan mampu membuat aturan yang lebih jelas lagi agar dapat membantu para hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan dan diharapkan pula mampu membuat aturan sebelum kasus atau peristiwa sudah terjadi.

57

Arsip Pengadilan Agama Tangerang, putusan Nomor 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng. Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki, Perceraian salah Siapa?: Bimbingan Islam

dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, Jakarta: PT. Lentera Bisritama, 2001, cet. Ke-4

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP edisi revisi 2008, Jakarta: PT Rencana Cipta, 2006, cet. Ke-13.

Asmu‟i, Oral Sex Dalam Pandangan Islam dan Medis, Jakarta: Abla Publisher, 2004, cet. Ke-1.

Bukhori, Muhammad, Islam dan Adab Seksual, Jakarta: Bumi Aksara, 1994

Bakry, Sidi nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet. Ke-1.

Coleman, James. Abnormal Psychology and Modern Life, Fourth Edition

Djalil, Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Gemuruhnya Poltik Hukum (Hukum Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, Jakarta: kencana, 2006, cet. Ke-2

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, cet. Ke-1, ed. Ke IV

Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perawinan karena ketidakmampuansuami menunaikan kewajibannya, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989, cet. Ke-1 Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No.

7 Tahun 1989), Jakarta: PT Sarana Bakti Semesta, 1997, cet. Ke-3 Jurnal Hukum Islam “Al-„Adalah 1 Juni 2012

Kementrian Agama RI. Seksualitas Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains, Jakart: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012, cet. Ke-1.

Kertamuda, Fatchiah, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, Jakarta: Salemba Humanika, 2009.

Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995, Ed. 1, cet. Ke-1

Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan wanita, Jakarta: Salemba Medika, 2011, cet. Ke-2

Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, cet. Ke-2.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz., Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak,

Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, Cet. Ke-1

Nina Surtiretna, Seks dari A sampai Z, Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2001, cet. Ke-1.

Rusdiana, Kama. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press,2007, cet. Ke-1

Ramulyo, Muhammad Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Indo-Hill-co, 1990, cet. Ke-2

Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Pers, 2002. Ed. Ketiga

Sa‟abah, Marzuki Umar, Seks dan Kita, Jakarta: Gema Insani press, 1997, cet. Ke-1. Sohari, Sahrani dan Tihami. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:

Rajawali Pers,2009, Ed. Ke-1

Sopyan, Yayan, Islam-Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, cet. Ke-1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Dokumen terkait