• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELAKUKAN PERSETUBUHAN

6. Analisis Putusan

a. Dakwaan

Kasus yang penulis bahas dalam skripsi ini yaitu pertanggungjawaban pidana anak dalam turut serta terhadap tindak pidana turut serta dengan sengaja membujuk anak melakukan persetubuhan. Di mana terdakwanya masih berumur 16 tahun telah terbukti dan bersalah melakukan persetubuan terhadap korban yang berusia 17 tahun. Pada kasus ini Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif yakni jenis dakwaan yang ciri utamanya terdapat kata hubung “atau” antara dakwaan satu dengan dakwaan lainnya.

Konkretnya dalam dakwaan alternatif ini kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain adalah sejenis. Seperti dalam kasus ini, Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan melanggar Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) dan (2) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengenai persetubuhan yang dilakukan dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal yang didakwakan Penuntut Umum terhadap terdakwa ini tidaklah sesuai untuk disandingkan. Sebab Pasal satu terkait dengan undang-undang yang lebih khusus sedangkan Pasal yang lainnya bersifat umum. Hal ini erat kaitannya dengan asas lex specialis derogat lex generalis. Artinya bahwa jika ada undang-undang yang lebih khusus maka undang-undang-undang-undang tersebut yang didahulukan daripada undang umum. Maka sebaiknya pasal yang didakwakan

undang-undang yang lebih khusus saja dalam hal ini undang-undang-undang-undang perlindungan anak. Hal ini untuk menjerat pelaku dengan sanksi yang lebih berat, sebab undang-undang yang lebih khusus biasanya hukumannya lebih berat dibandingkan dengan undang-undang yang umum, dalam hal ini KUHP.

Terkait dengan dakwaan alternatif yang Penuntut umum dakwakan terhadap terdakwa, menurut alangkah baiknya jika Penuntut umum memakai dakwaan tunggal saja karena apabila memang Penuntut umum telah yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan atau setidak-tidaknya terdakwa tidak lepas dari jerat tindak pidana yang didakwakan. Dalam praktik, sebenarnya penerapan dakwaan alternatif mengandung nuansa-nuansa yuridis, baik bersifat positif maupun negatif. Nuansa yuridis yang bersifat positif tampaknya terdakwa sulit untuk lolos dari jerat dakwaan, pembuktiannya lebih sederhana karena dapat langsung dibuktikan terhadap dakwaan mana yang dipandang terbukti baik oleh Penuntut umum maupun oleh hakim. Sebaliknya, nuansa yuridis yang bersifat negatif timbul kesan seolah-olah pada dakwaan alternatif, Jaksa Penuntut umum ragu-ragu terhadap tindak pidana yang didakwakannya. Selain itu, juga tersirat adanya ketidakmampuan Jaksa Penuntut umum untuk menguasai dengan pasti materi perkara yang dijadikan dasar dakwaan sehingga akan berhubungan erat terhadap sikap terdakwa untuk melakukan pembelaan.

Selain itu dalam dakwaan, Penuntut Umum juga memakai Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yakni mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan

Penulis sendiri awalnya tidak terlalu paham akan dakwaan yang di Juncto kan. Maksud dari arti kata Jo (Juncto) sendiri merupakan berhubungan dengan Artinya Pasal 81 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berhubungan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sebab kasus yang Penulis teliti adalah suatu tindak pidana persetubuhan yang dilakukan Turut Serta Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Dengan Sengaja Membujuk Anak Melakukan Persetubuhan. Terdakwa melakukan persetubuhan kepada korban unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Penulis temukan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengaitkannya dengan atau turut serta melakukan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 55 (1) ke-1 KUHP walaupun Pasal ini bersifat umum.

Oleh karena itu dalam hal ini Penulis pun sepakat terhadap Penuntut Umum yakni jika ada pasal yang dinilai mampu menjerat terdakwa lebih berat maka sebaiknya hubungkan saja apalagi terkait dengan kasus-kasus mengenai kejahatan seksual yang dimana korban dari kejahatan ini selamanya akan berbekas bagi korban sehingga sanksi yang dijatuhkan kepada setiap pelaku kejahatan ini harus berat. Tidak hanya itu dalam surat dakwaan maupun tuntutan, Penulis menemukan adanya kesalahan yang mengakibatkan kekaburan dimana Pasal yang dijatuhkan merupakan Pasal 81 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak akan tetapi unsur yang tertera pada Pasal tersebut bukan konteks unsur dari Pasal

81 ayat (2) tersebut, melainkan unsur dari Pasal 82 UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Seperti yang Penulis kutip dari dakwaan sebagai berikut : “bahwa oleh karena dakwaan kami susun secara alternatif, maka penulis membuktikan dakwaan yang anggap terbukti yakni dakwaan pertama Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Alternatif kedua Penuntut Umum, yaitu melanggar pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

Setiap orang

Dengan sengajamelakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan ;

b.Tuntutan

Setelah Terdakwa didakwa dengan Dakwaan Alternatif yaitu Perbuatan Anak diancam pidana dalam Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. dan Dakwaan kedua PerbuatanAnakdiancampidanadalam Pasal76D Jo Pasal81 ayat (2)UURINo.35 Tahun 2014TentangPerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002 TentangPerlindunganAnakJo Pasal55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 TentangSistemPeradilanPidana Anak.

Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut menyatakan Anak (Terdakwa)terbukti bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja membujuk anakmelakukanpersetubuhandengannya”sebagaimana diaturdan diancampidanadalamdakwaanKedua Pasal76D jo Pasal 81 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Undang-UndangR.INo.11Tahun 2012Tentang Sistem PeradilanPidanaAnak. MenjatuhkanpidanaterhadapAnak (Terdakwa) dengan pidana pembinaan selama 1 (satu) dan 6 (enam) bulan dalam Lembaga Unit Pelatihan Tekhnis Daerah (UPTD) PantiSosialAsuh Anak dan Bina Remaja(PS.AABR) Budi Utomo Lubuk Alung KabupatenPadang PariamanPropinsi Sumatera Baratdanlatihankerjaselama3(tiga) bulan.

c. Putusan

Banyaknya pertimbangan yang dapat meringankan terdakwa diantaranya

hakim menilai Anakbelumpernahdihukum, Anak berlaku

telahmenikahi Anak korban walaupun pernikahandibawahtangan; sehingga hal ini sudah tepat dan adil bagi si pelaku sebab hukuman bukan hanya sebagai pembalasan nestapa (memberi efek jera) semata akan tetapi juga memberikan penyesalan dan mencegah untuk terdakwa mengulangi perbuatannya. Dan juga menurut Penuntut Umum, putusan tidak boleh setengah dari tuntutan yang diberikan sehingga Penuntut Umum pun menerima keputusan hakim. Akan tetapi menurut Penulis sendiri demi keadilan bersama baik bagi korban maupun pelaku, suatu hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku kejahatan hendaklah adil baik adil bagi korban maupun pelaku, bukan adil menurut tuntutan jaksa maupun putusan hakim.

BAB V

Dokumen terkait