BAB III
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
F. Kompensasi
Sistem peradilan pidana merupakan unsur-unsur kelembagaan peradilan
pidana yang saling berinteraksi dan bekerjasama dalam melaksanakan proses
peradilan terhadap seorang terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana
untuk menemukan kebenaran materiil mengenai perbuatan yang didakwakan
tersebut guna menentukan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak
pidana sehinggadijatuhi pidana atau tindakan, atau sebaliknya.46
81 dan Pasal 82. Korban tindak pidana yang pada dasarnya merupakan
pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh
perlindungan sebanyak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pelaku
kejahatan sebagaimana dikemukakan oleh Andi Hamzah, 18 “Dalam membahas
hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, ada
kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka
tanpa memperhatikan pula hak-hak korban.” Rendahnya kedudukan korban dalam
penanganan perkara pidana juga dikemukakan oleh Prassell yang menyatakan:
“Victim was a forgotten figure in study of crime. Victims of assault, robbery, theft
and other offences were ignored while police, courts, and academicians
concentrated on known violators.” 47 Perlindungan hukum korban kejahatan
sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi 48
Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak yang menderita
kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang dideritanya21.
Perbedaan antara kompensasi dan restitusi adalah “kompensasi timbul dari
permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk
pertanggungjawaban masyarakat atau negara (The responsible of the society),
sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan
pidana dan dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban
terpidana49
Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat
merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran
kompensasi yang berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban dalam . Perlindungan korban dapat mencakup bentuk perlindungan yang
bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang konkret (langsung). Perlindungan
yang abstrak pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa
dinikmati atau dirasakan secara emosional (psikis), seperti rasa puas (kepuasan).
Perlindungan yang kongkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang
dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa atau bersifat materi
maupun non-materi
47
Frank. R. Prassell, Criminal Law, Justice, and Society, (Santa Monica-California: Goodyear Publishing Company Inc.,1979), h 65.
48
Dikdik. M. Arief Mansur, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 31
49
bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar oleh masyarakat
(negara).Kebijakan terhadap perlindungan kepentingan korban merupakan bagian
yang integral dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial yang tidak dapat
dilepaskan dari tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Atas dasar ini, negara harus ikut
campur tangan secara aktif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap nasib
korban secara kongkrit dan individual, salah satunya adalah
dalam bentuk kompensasi.50
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena
pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi
tanggung jawabnya.51
1. Pemberian Kompensasi Beberapa pokok penting mekanisme menurut PP No.
44 Tahun 2008, Pasal 2:
(1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh
Kompensasi.
(2) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat
kuasa khusus.
50
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), h. 2
51
(3) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
bermeterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK.
Pasal 3: Pengajuan permohonan Kompensasi dapat dilakukan pada saat dilakukan
penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat atau sebelum dibacakan
tuntutan oleh penuntut umum.
Pasal 5:
(1) LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan Kompensasi diterima.
(2) Dalam hal terdapat kekuranglengkapan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), LPSK memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk
melengkapi permohonan.
(3) Pemohon dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pemohon menerima pemberitahuan dari LPSK, wajib melengkapi berkas
permohonan.
(4) Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemohon dianggap mencabut permohonannya.52
52
Ibid, h. 66
Pasal 6:
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dinyatakan
Pasal 7: Untuk keperluan pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, LPSK dapat meminta keterangan dari Korban, Keluarga,
atau kuasanya dan pihak lain yang terkait.
Pasal 9 ayat (1): Hasil pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ditetapkan dengan keputusan LPSK, disertai
dengan pertimbangannya; ayat (2): Dalam pertimbangan LPSK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai rekomendasi untuk mengabulkan permohonan
atau menolak permohonan Kompensasi.
Pasal 10:
(1) LPSK menyampaikan permohonan Kompensasi beserta keputusan dan
pertimbangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada pengadilan
hak asasi manusia.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
permohonan Kompensasi yang dilakukan setelah putusan pengadilan hak
asasi manusia yang berat telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Dalam hal LPSK berpendapat bahwa pemeriksaan permohonan Kompensasi
perlu dilakukan bersama-sama dengan pokok perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Jaksa Agung.
(4) Salinan surat pengantar penyampaian berkas permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) disampaikan kepada Korban,
Keluarga, atau kuasanya dan kepada instansi pemerintah terkait.
(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), pengadilan hak asasi manusia
memeriksa dan menetapkan permohonan Kompensasi dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
diterima.
(2) Penetapan pengadilan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada LPSK dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal penetapan.
(3) LPSK menyampaikan salinan penetapan pengadilan hak asasi manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Korban, Keluarga, atau
kuasanya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal menerima penetapan.
Pasal 15:
(1) LPSK melaksanakan penetapan pengadilan hak asasi manusia mengenai
pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dengan
membuat berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan hak asasi manusia
kepada instansi pemerintah terkait.
(2) Instansi pemerintah terkait melaksanakan pemberian Kompensasi dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berita
acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
(3) Dalam hal Kompensasi menyangkut pembiayaan dan perhitungan keuangan
negara, pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan setelah
Pasal 16:
(1) Pelaksanaan pemberian Kompensasi, dilaporkan oleh instansi pemerintah
terkait dan/atau Departemen Keuangan kepada ketua pengadilan hak asasi
manusia yang menetapkan permohonan Kompensasi.
(2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian Kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Korban, Keluarga, atau
kuasanya, dengan tembusan kepada LPSK dan penuntut umum.
(3) Pengadilan hak asasi manusia setelah menerima tanda bukti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebut mengumumkan pelaksanaan pemberian
Kompensasi pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan.
G. Restitusi
Dalam konteks hubungannya dengan pelaku, restitusi merupakan suatu
perwujudan dari resosialisasi tanggung jawab sosial dalam diri pelaku.53
Restitusi merupakan bagian dari bentuk pemulihan hak atas korban atau
yang biasa disebut dengan istilah reparasi. Hal ini telah berkembang sejak lama,
bahkan ketika hukum belum dikenal adanya hukum HAM internasional. Hak atas
pemulihan ini biasanya diterapkan pada kasus perang antar negara lazimnya
bersifat bilateral di mana negara sebagai pelaku diharuskan membayar kerugian Dalam
hal ini, restitusi bukan terletak pada kemanjurannya membantu korban, melainkan
berfungsi sebagai alat untuk lebih menyadarkan pelaku atas perbuatan pidana
akubat perbuatannya kepada korban.
53
Marlina dan Azmiati, Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang,
perang bagi negara yang diserang. Contoh kasusnya ialah Traktak Versailles
(1919) setelah Perang Dunia I yang membuat Jerman dan negara porosnya harus
membayar kepada negara-negara lawannya.”54
Reparasi berasal dari bahasa Inggris reparation.Reparasi telah
berkembang sebagai kata yang cukup produktif sejak ratusan tahun yang lalu.
Kata reparation(Inggris) berasal dari bahasa latin reparare yang masuk melalui
bahasa Prancis kuno repareryang memiliki arti suatu tindakan ganti rugi atau
kompensasi. Bahasa Inggris modern, kata reparation memiliki padanan kata kerja
to repair yang artinya memperbaiki dan Memiliki etimologi agak berbeda dengan
kata reparationdi atas. Padanan lainnya ialah kata repatriation yang artinya
merupakan suatu tindakan mengembalikan .seseorang ke tempatnya sendiri,
terlepas tempat tersebut merupakan tanah kelahirannya atau bukan. Pada
prinsipnya, kata reparation mengacu pada upaya pemulihan atau pengembalian
suatu kondisi atau keadaan semula, sebelum terjadinya suatu kerusakan.55
Hukum HAM internasional mengakui, bahwa Kejahatan kemanusiaan
masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Terjadinya
Kejahatan ini memunculkan kewajiban negara untuk memberikan pemulihan
terhadap korban. Kewajiban untuk memberikan pemulihan kepada korban
Merupakan tanggung jawab negara yang telah terangkai dalam berbagai
instrumen hak asasi dan ditegaskan dalam putusan-putusan (yurisprudensi)
komite-komite hak asasi manusia internasional ataupun regional. Kewajiban yang
diakibatkan oleh pertanggungjawaban negara atas pelanggaran hukum hak asasi
54
http://www.kontras.org/buku/bagian%20II%20priok.pdf, diakses pada tanggal 1 Juli 2017. `
55
manusia internasional memberikan hak kepada individu atau kelompok yang
menjadi korban dalam wilayah negara itu untuk mendapatkan penanganan hukum
yang relatif dan pemulihan yang adil sesuai dengan hukum internasional.56
Sub Commission on Prevention of Discrimination and Protection of
Minoritas, dalam sidangnya ke-41 dan atas dasar resolusinya Nomor 1989,
mempercayakan Theo Van Boven untuk bertugas melakukan studi atau kajian
tentang hak-hak korban pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights)
menyangkut hak atas restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi. Kemudian, studi Van
Boven ini berujung pada sebuah prinsip dasar hak korban atas pemulihan Basic
principles and Guidelines on the right to a remedy and reparation for victims of
Kewajiban untuk memberikan reparasi kepada korban merupakan
kewajiban yang tidak perlu dikaitkan dengan ada atau tidaknya proses yudisial
(pengadilan). Artinya, bahwa reparasi terhadap korban pelanggaran HAM berhak
mendapatkan pemulihan, baik ada pelaku yang dibawa ke pengadilan maupun
tidak. Hal ini sejalan dengan definisikorban pelanggaran HAM, bahwa seseorang
itu dapat dianggap sebagai korban, tanpa peduli apakah pelakunya itu berhasil
diidentifikasi atau tidak, ditangkap atau tidak, dituntut atau tidak, dan tanpa
mempedulikan hubungan persaudaraan antara si korban dan si pelaku.
Berdasarkan hukum internasional, korban itu menjadi korban apabila haknya
dilanggar. Ketika kejahatan atau kekerasan tersebut dilakukan maka pada saat
itulah orang tersebut memperoleh status sebagai korban.
56
gross vio/ations of international human rights law and serious vio/ations of
international humanitarian law, (Human Rights Resolution, 2005/35).57
Ketentuan dalam Basisland Guidelines on the Right to a Remedy and
Reparatioan for Victims of Violations of International Human Rights and
Humanitarian Law dinyatakan, bahwa para korban diberi lima hak reparasi,
yaitu:58
a. Restitusi;
b. Kompensasi;
c. Rehabilitasi;
d. Kepuasan (Satisfaction); dan
e. Jaminan
f. Ketidakberulangan (nonreccurence).
Menurut Van Boven, hak-hak para korban tersebut menunjukkan kepada
semua tipe pemulihan, baik materiil maupun nonmaterial bagi para korban
pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak tersebut telah terdapat dalam berbagai
instrument hak asasi manusia yang berlaku juga terdapat dalam yurisprudensi
komite-komite hak asasi manusia internasional ataupun pengadilan regional hak
asasi manusia.
Bentuk-bentuk reparasi tersebut dirinci secara detaii dan jelas tentang apa
yang dimaksud dengan restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan, dan jaminan
ketidakberulangan. Misalnya, ganti rugi atas hak milik atau nama baik dari si
korban. Kompensasi merujuk pada bentuk uang bagi kerugian-kerugian.
57
Kontras, Negara Wajib Pulihkan Korban, Bagian ll, l. 54. 58
Rehabilitasi di dalamnya termasuk jasa medis juga jasa psikologis.
Tindakan-tindakan untuk memuaskan (Satisfaction) termasuk di dalamnya adalah
pengakuan oleh publik, bahwa ini memang merupakan tanggung jawab negara
juga permintaan maaf secara umum yang dilakukan oleh pejabat dalam jabatan
yang cukup tinggi. Jaminan bahwa ini tidak akan terulang lagi atau nonrepetisi
dengan adanya reformasi tertentu dalam hukum dan regulasi.
Deklarasi PBB telah menganjurkan agar paling sedikit diperhatikan empat
hal menyangkut korban kejahatan sebagai berikut.”
1. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil (Access
to justice and fair treatment).
2. Pembayaran ganti rugi (restitution) oleh pelaku tindak pidana kepada korban,
keluarganya, atau orang lain yang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk
sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila terpidana tidak mampu, Negara Diharapkan membayar santunan
(Compensation) financial kepada korban, keluarganya, atau mereka yang
menjadi tanggungan korban.
4. Bantuan materiil, medis, psikologis, dan social kepada korban, baik melalui
negara, sukarelawan, maupun masyarakat (assistance).59
59
Beberapa pokok penting mekanisme pemberian restitusi, 60
(1) Untuk keperluan pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, LPSK dapat memanggil Korban, Keluarga, atau kuasanya,
dan pelaku tindak pidana untuk member keterangan. Pasal 21:
Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah pelaku
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pasal 24:
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dinyatakan
lengkap, LPSK segera melakukan pemeriksaan substantif.
Pasal 25,
(2) Dalam hal pembayaran Restitusi dilakukan oleh pihak ketiga, pelaku tindak
pidana dalam memberikan keterangan kepada LPSK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menghadirkan pihak ketiga tersebut.
Pasal 27
(1) Hasil pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 dan Pasal 25 ditetapkan dengan keputusan LPSK, disertai dengan
pertimbangannya;
(2) Dalam pertimbangan LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
rekomendasi untuk mengabulkan permohonan atau menolak permohonan
Restitusi.
60
Pasal 28:
(1) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pelaku tindak pidana
dinyatakan bersalah, LPSK menyampaikan permohonan tersebut beserta
keputusan dan pertimbangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
kepada pengadilan yang berwenang.
(2) Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum tuntutan dibacakan, LPSK
menyampaikan permohonan tersebut beserta keputusan dan pertimbangannya
kepada penuntut umum.
(3) Penuntut umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam tuntutannya
mencantumkan permohonan Restitusi beserta Keputusan LPSK dan
pertimbangannya.
(4) Salinan surat pengantar penyampaian berkas permohonan dan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan kepada
Korban, Keluarga atau kuasanya, dan kepada pelaku tindak pidana dan/atau
pihak ketiga.
Pasal 29:
(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1), pengadilan memeriksa dan menetapkan permohonan
Restitusi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
(2) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada LPSK dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal penetapan.
(3) LPSK menyampaikan salinan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan kepada pelaku
tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima penetapan.
Pasal 30:
(1) Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2), putusan pengadilan disampaikan kepada LPSK dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan.
(2) LPSK menyampaikan salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan kepada pelaku
tindak pidana dan/atau pihak ketiga dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima putusan.
Pasal 31:
(1) Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaksanakan penetapan atau
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
salinan penetapan pengadilan diterima.
(2) Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaporkan pelaksanaan Restitusi
(3) LPSK membuat berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengadilan mengumumkan pelaksanaan Restitusi pada papan pengumuman
pengadilan.
Pasal 32
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi kepada Korban melampaui jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1),
Korban, Keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada Pengadilan
yang menetapkan permohonan Restitusi dan LPSK;
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera memerintahkan
kepada pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga untuk melaksanakan
pemberian Restitusi, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal perintah diterima.61
H. Konseling
Perkembangan sekarang ini, masyarakat lebih mengenal dengan
bimbingan konseling sebagai cara untuk memberi bantuan. Arti dari bimbingan
adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami diri sendiri,
sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar,
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat
serta kehidupan pada umumnya.62
61
Ibid, h. 69 62
Sukardi, D. K, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling, (Rineka: Cipta Jakarta, 2000), h.21
kebahagaiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam
kehidupan masyarakat pada umunya. Bimbingan membantu individu mencapai
perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. Dan konseling adalah
upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya memperoleh konsep diri dan
kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah
lakunya pada masa yang akan datang. Pembentukan konsep yang sewajarnya
mengenai: diri sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya,
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan kepercayaan.
Awalnya, pelayanan konseling hanya dilakukan pada setting
pendidikanlsekolah semata, namun pada akhir-akhir ini, pelayanan konseling juga
menyentuh ranah non pendidikan, seperti instansi pemerintah, dunia usaha dunia
industri, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat yang lebih luas. Pada setting
non sekolah, pelayanan konseling juga mengacu kepada pola Bimbingan
Konseling 17 Plus.63
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
consiliumî yang berarti ìdenganî atau ìbersamaî yang dirangkai ìmenerimaî atau
ìmemahamiî. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal
dari ìsellanî yang berarti menyerahkan atau menyampaikan.64
Konseling adalah suaru proses yang terjadi dalam hubungan seseorang
dengan seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat
63
repository.unp.ac.id/706/1/AFDAL_42_10.pdf. Afdal. Pelayanan Konseling Pada Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. Makalah Jurusan Bimblngan dan Konseling (Fakultas Lmu Pendidikan Unlversitas Negeri Padang 2010), h5
64
diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah memperoleh latihan
dan pengalaman untuk membantu agar klien memecahkan kesulitanya.65
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurhisan mengartikan konseling adalah semua
bentuk hubungan dua orang, dimana seorang, yaitu konseli di bantu untuk lebih
mampu untuk menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya.66
4) ada kontraknya.
Berdasarkan pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa konseling adalah proses bantuan yang diberikan
oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan
hidupnya sesuai dengan tujuannya.
Konseling pada dasarnya adalah sebuah wawancara namun mempunyai
karakteristik tertentu, yakni:
1) memiliki konteks mencari solusi;
2) bersifat terarah dan terkendali;
3) bersifat terbatas dan
67
Perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai upaya yaitu dengan memberikan rasa aman bagi
anak sebagai korban dengan pemberian akses anak korban untuk mendapatkan
65
Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007), h.18
66
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. I,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 7 67
Elly Nurhayati, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan,
keadilan atas kejahatan yang menimpanya yaitu melalui adanya ketentuan pidana
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Di Indonesia ketentuan pidana bagi
kejahatan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Anak dan perlindungan identitas anak dari pemberitaan media
massa untuk melindungi anak dari labelisasi masyarakat. Selain itu pemberian
rehabilitasi untuk anak korban tindak pidana juga merupakan upaya perlindungan
terhadap anak korban misalnya dengan pemberian konseling terhadap anak
korban yang mengalami trauma sebagai upaya mengembalikan kondisi psikologis
anak seperti semula.
Konseling pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban
sebagai akibat munculnya dampak negatif yang sifanya psikis dari suatu tindak
pidana. Pemberian bantuan dalam bentuk konseling sangat cocok diberikan pada
korban kejahatan yang menyisakan trrauma berkepanjangan seperti kasus yang
menyangkut kesusilaan.68
Tujuan konseling adalah pemecahan masalah yang dihadapi klien proses
konseling pada dasarnya dilakukan secara individual yaitu antara konselor dan
klient walaupun dalam perkembangannya kemudia ada konseling kelompok dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwan konseling adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara
dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk
68
mencapai kesejahteraan hidupnya. Menurut Bimo mengemukakan Macam-macam
bimbingan konseling :
a. Bimbingan dan konseling segi pekerjaan
b. Bimbingan dalam segi pendidikan
c. Bimbingan dan konseling dari segi kepribadian69
I. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses atau program-program penugasan kesehatan
mental atau kemampuan yang hilang yang dipolakan untuk membetulkan
hasil-hasil dari masalah-masalah emosional dan mengembalikan kemampuan yang
hilang.70
1. Motivasi dan diagnosis psikososial
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rehabiliasi
merupakan salah satu upaya pemulihan dan pengembalian kondisi bagi
penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika agar dapat kembali
melaksanakan fungsionalitas sosialnya yaitu dapat melaksanakan kegiatan dalam
masyarakat secara normal dan wajar
Rehabilitasi diberikan agar tercapainya pemulihan yang sempurna bagi diri
korban yang mengalami kekerasan seksual dan menurut pasal 35 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2011 tentang
Pembinaan, Pendampingan, dan Pemulihan Terhadap Anak yang menjadi Korban
atau Pelaku Pornografi, Rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk :
2. Perawatan dan pengasuhan
69
Bimo Walgito, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Andi, 2007), h.16 70
3. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan
4. Bimbingan mental spiritual
5. Bimbingan fisik
6. Bimbingan sosial dan konseling psikososial
7. Pelayanan aksesibilitas
8. Bantuan dan asistensi sosial
9. Bimbingan resosialisasi
10.Bimbingan lanjut
11.Rujukan.71
Rehabilitasi korban pemerkosaan adalah tindakan fisik dan psikososial
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal
dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental dan sosial dalam
kehidupannya di masa mendatang. Dalam hal korban kejahatan secara globlal,
rehabilitasi diartikan dengan pemulihan kedudukan semula, misalnya kehormatan,
nama baik dan jabatan.72
Tujuan rehabilitasi meliputi aspek medik, psikologik dan sosial. Aspek
medik bertujuan mengurangi invaliditas, dan aspek psikologik serta sosial
bertujuan kearah tercapainya penyesuaian diri, harga diri dan juga tercapainya
pandangan dan sikap yang sehat dari keluarga dan masyarakat terhadap para
korban tindak pidana perkosaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para
Simarmata, Proses Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual, Jurnal. (Yogyakarta:Fakultas Hukum. Universitas Atma Jaya 2013), hal 5
72
korban tindak pidana perkosaan selalu mendapatkan pelayanan medik psikiatrik
yang intensif.
J. Pendampingan
Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang bermakna pembinaan,
pengajaran, pengarahan yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan,
dan mengontrol. Istilah pendampingan berasal dari kata ”damping” yang berarti
memberikan pembinaan dengan menganggap posisi yang didampingi sejajar
dengan pendamping (tidak ada kata atasan atau bawahan).73
Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan
masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga
mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk memfasilitasi pada proses pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang
terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun kemampuan dalam
meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala bisnis serta
mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang partisipatif. Tujuan
pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment).
Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya),
potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang
paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).
Rakyat yang sadar adalah rakyat yang memahami hak-hak dan tanggung
jawabnya secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga sanggup membela
dirinya dan menentang ketidakadilan yang terjadi pada dirinya.
73
Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah
diubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak merupakan alat hukum yang mampu melindungi anak dalam berbagai
tindak pidana khususnya pelecehan seksual terhadap anak. Undang-undang ini
menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak pidana
sehingga pelaku dapat diajukan ke kepolisian atas pendampingan pihak terkait.
Secara khusus perlindungan anak sebagai korban pelecehan seksual telah diatur
dalam undang-undng nomor 23 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam
Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, berarti anak
sebagai korban tindak pidana pelecehan seksual berhak mendapatkan bantuan
hukum dan disembunyikan identitiasnya.74
Sebetulnya pendampingan, merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan
dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih
berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Bantuan Selain dua hal yang disebutkan, ada
pasal yang lain menjelaskan bukan hanya bantuan hukum dna identitas
disembunyikan teatapi ada upaya edukasi tentang nilai kesusilaan, rehabilitasi
sosial, pendamipingan psiko sosial pada saat pengobatan serta pendampingan
sampai ditingkat pengadilan, agar kondisi anak tersebut tidak mengalami trauma
psikis yang berkepanjangan. Kebanyakan masyarakat tidak memperdulikan
pemulihan kembali masalah fisik dan mental anak, biasanya yang masyarakt sorot
permasalahnnya adalah seberapa lama pelaku tersebut memperoleh hukuman.
pendampingan dapat berupa konsultatif dan dilakukan melalui proses konseling.
Proses konseling bukan merupakan sebuah interaksi sederhana, melainkan
berorientasi pada problem solving atau pemecahan masalah. Selama ada
kehidupan tentu ada permasalahan, namun kadang seseorang tidak dapat
memecahkan masalahnya sendiri sehingga ia memerlukan orang lain untuk
membantunya. Konseling diberikan kepada individu bermasalah yang relatif
masih normal (mampu merespon realitas secara memadai), sehingga klien yang
ditangani adalah mereka yang relatif masih dapat bereaksi secara adekuat terhadap
realitas. Konseling ini sebaiknya dilakukan oleh seorang konselor yang sudah
terlatih, mengingat konseling adalah merupakan merupakan perpaduan teknik dari
teknik komunikasi dan mewawancarai dan teknik pemecahan masalah.
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 turut mengatur adanya keterlibatan
pendamping Anak yang berhadapan dengan hukum. pendamping tersebut adalah:
a. Pembimbing kemasyarakatan, yaitu Pembimbing Kemasyarakatan adalah
pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap
Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
b. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan
sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk
c. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara
profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak.
d. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota
keluarga lain yang dipercaya oleh Anak.
e. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
f. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk mendampinginya
selama proses peradilan pidana berlangsung.
g. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah
lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.
i. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS
adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.
j. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat
LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.
k. Klien Anak adalah Anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan,
l. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana
teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.75
Peranan pendamping sangatlah dibutuhkan. Peran yang dimiliki harus
mencerminkan prinsip metode pekerjaan sosial. Adapun berbagai peranan yang
dapat ditampilkan oleh para pendamping antara lain :
1) Pembela (advocator) Pendamping melakukan pembelaan pada penerima
manfaat yang mendapatkan perlakuan tidak adil. Pendamping sebagai
pembela pada dasarnya berfokus pada anak, mendampingi penerima manfaat,
mengembangkan peranan, tugas dan sistem yang berlaku, serta melakukan
advokasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.
2) Mediator (mediator) Pendamping berperan sebagai penghubung penerima
manfaat dengan sistem sumber yang ada baik formal maupun informal.
3) Pemungkin (enaber) Pendamping berperan memberikan kemudahan kepada
penerima manfaat untuk memahami masalah, kebutuhan, potensi yang
dimilikinya, dan mengembangkan upaya penyelesaian masalah. 4) Pemberi
motivasi (motivator) Pendamping berperan memberikan rangsangan dan
dorongan semangat kepada penerima manfaat untuk bersikap positif, sehingga
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya76
75
http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/equality/article/download/779/609. Analiansyah dan Syarifah Rahmatillah, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh). (Banda Aceh: Fakultas Syariah & Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh), Jurnal. Vol. 1, No. 1, Maret 2015, h. 59-60
76
BAB IV
PENERAPAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA
TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK
(Analisis Nomor 14/Pid.SUS-Anak/2015/PN-Pdg)
MELAKUKAN PERSETUBUHAN
1. Kasus Posisi
Bahwa ia Anak (Terdakwa) bersama-sama dengan saksi IV dan saksi V (dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Jum’at tanggal 21 November 2014 sekira pukul 19,00 Wib, pada hari Sabtu tanggal 22 November 2014 sekira pukul 16.00 Wib dan pada hari Minggu tanggal 7 Desember 2014 sekira pukul 22.00 Wib atau setidak-tidaknya selama kurun waktu dalam tahun 2014, bertempat 2 (dua) kali pertama di dalam rumah Anak yaitu di Kota Padang dan 1 (satu) kali terakhir di sebuah Kedai dalam Komplek suatu Institut di Kecamatan Nanggalo Kota Padang, atau setidak tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Padang yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yaitu terhadap saksi korban yang berumur + 17 ( tujuh belas) tahun, perbuatan Anak dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Kejadianberawalpada awalbulanNovember 2014 Anak
mengantarkankembalisaksikorban ke Gurun Laweh AurDuriPadang Timur. Padahari Sabtutanggal22 November2014 sekirapukul16.00 Wib untuk kedua kalinya Anak kembali menyetubuhi saksi korban dengancara yang sama denganperbuatanyang pertamayaitu saksi korban datangke
Warnet tempatAnak bekerjadan sekirapukul19.00
WibAnakmembawasaksikorban jalan-jalandan sekirapukul02.00 Wibdini hari Anak membawa saksi korban ke rumahnya dan kembali mengajak Anak melakukan persetubuhan dengan cara yang sama denganyang perbuatanpertamakalinya,lalu padapagi harinya yaitu sekira pukul 05.00
Wib Anak kembali mengantarkan saksi korban ke
GurunLawehPadangTimur.
Bahwa padahari Minggu tanggal7 Desember2014 sekirapukul22.00 Wib ketika Anak sedang duduk-dudukdi depan Institut di Nanggalo Padangbersama-samadengan2(dua) orang temanAnakyaitusaksi IV dan saksi V (dilakukanpenuntutan terpisah) kemudiansaksi korbandatangdan menghampiriAnakdan 2(dua) orang temannya,tidakberapa lama kemudian Anak mengajak saksikorban makandi daerahSiteba setelahituAnak kembalimengajaksaksikorban ke sebuahKedaiyang beradadalam Komplek Institut di Nanggalo Padanguntuk melakukan persetubuhanyang ketiga kalinya dengancara yang sama dengan persetubuhan pertama dan kedua
kalinya, setelah Anak selesai
melakukanpersetubuhantersebutkemudianAnak mengatakankepada saksikorban bahwa2(dua) orang temannyayaitusaksiIVdan saksiV (dilakukan penuntutan terpisah) juga mau melakukan persetubuhan dengansaksi korban, kemudiansaksiIV(dilakukanpenuntutanterpisah) masuk kedalamkedaitersebutsetelahitusaksiIV(dilakukanpenuntutan
terpisah)langsungmembukacelananyasetengah lututdan memasukkan kemaluannyakedalamkemaluansaksi korban sambilmenggoyang- goyangkanpanggulnyaselamalebihkurang 3(tiga) menitsetelahselesai saksi IV (dilakukan penuntutan terpisah) segera keluar dari Kedai tersebut dan kemudian saksi V (dilakukan penuntutan terpisah) juga masukkedalamKedaitersebutuntuk melakukanpersetubuhandengan saksi korban dengan cara yang sama dengan saksi IV (dilakukan penuntutanterpisah), setelahselesaimelakukanpersetubuhankemudian saksiIV dan saksiV(dilakukanpenuntutanterpisah)langsung meninggalkanlokasikejadian, kemudianAnak langsungmengantarkan saksi korban pulangkeGurunLawehPadangTimurKotaPadang.
akhirnya orang tua saksikorban melaporkanAnakkePolrestaPadanguntukproseshukumselanjutnya.
Bahwa akibat perbuatanAnak(TERDAKWA),masadepansaksikorban menjadihancur karenasaksikorban hamilsesuaidenganVisumet Repertum
dari Rumah Sakit BhayangkaraPadang Nomor: VER/47/
I/2015/RUMKITTanggal 19 Januari2015 yang ditandatanganiolehdr. HARIADI,Sp.OG denganhasilpemeriksaan:
a. Korbandatangdalamkeadaansadardengankeadaanumumbaik. b. Kepalatidakada tanda-tanda kekerasan.
c. Leher tidakada tanda-tanda kekerasan. d. Perut tidakada tanda-tanda kekerasan.
e. Kemaluanselaputdara robek padajamsatu,enam,sembilansampaike dasarliangvagina,dapat dilewatiduajari.
f. Padapemeriksaantubuhkorban :
g. Selaputdara robek padajamsatu,enam,dan sembilansampaike dasar. h. USGsesuaikehamilanduabelasminggu
2. Dakwaan Dakwaan Kesatu
Perbuatan Anak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dakwaan Kedua
PerbuatanAnaksebagaimanadiaturdan diancampidanadalam Pasal76D Jo Pasal81 ayat (2)UURINo.35 Tahun 2014TentangPerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002 TentangPerlindunganAnakJo Pasal55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-Undang R.I No.11 Tahun 2012 TentangSistemPeradilanPidana Anak
3. Tuntutan Jaksa PenututUmum
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, dan Anak di persidangan; Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Menyatakan Anak (Terdakwa)terbukti bersalah melakukan tindak
pidana “dengan sengaja membujuk
anakmelakukanpersetubuhandengannya”sebagaimana diaturdan diancampidanadalamdakwaanKedua Pasal76D jo Pasal 81 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo
Undang-UndangR.INo.11Tahun 2012Tentang Sistem
PeradilanPidanaAnak.
Bina Remaja(PS.AABR) Budi Utomo Lubuk Alung KabupatenPadang PariamanPropinsi Sumatera Baratdanlatihankerjaselama3(tiga) bulan.
c. Membayar biayaperkarasebesar Rp. 2.000,- (Dua RibuRupiah).
4. Fakta Hukum
Menimbang,bahwa atasdakwaan Penuntut UmumtersebutAnak menyatakantelahmengertiakan isidakwaantersebut,PenasihatHukum Anak tidakmengajukanbantahan;
Menimbang,bahwauntuk membuktikandakwaannyaPenuntutUmum telahmengajukansaksi-saksisebagaiberikut:
Saksikorban (Anak Korban), dibawahSumpahpadapokoknya menerangkansebagaiberikut:
a. Bahwa anaksaksidihadapkankepersidanganini karenasebagai Anak korban atasperbuatanAnakyangtelahmenyetubuhisaksi;
b. Bahwa kejadiannyapadahari dan tanggalyang tidak dapatdiingat lagi yaitubulanAgustustahun 2014 Anakkorban kenaldengan Anakmelalui BBMdanmulaipacaransemenjak21Agustus2014;
c. Bahwa pertemuanpertamapadaawalbulan Oktober 2014 sekirapukul 12.00 Wib dengancara Anak datangke rumah Anak korban untuk menjemputAnakkorbanpergi jalan-jalan kepantai danjembatan Siti NurbayadenganmengendaraiSepedaMotorhinggajam10malam; d. Bahwa kemudian Anak korban dan Anak pergi ke rumah Anak untuk
bermalamdirumah Anak dan Anak korban tidurdenganibu kandung Anak;
e. Bahwa kemudianpadapagiharinya Anakkorban pulangkerumah untuk menjemputbajulalumenginaplagidirumah Anak selama3 (tiga) hari lamanya;
f. Bahwa kemudianpadapertengahanOktober 2014 sekirajam24.00 Wib Anakkorban dan Anakmasukkerumah Anaksecaradiam-diamtanpa sepengetahuan Ibu kandung Anak, kemudian saksi Anak korban ke dalamkamar Anak, laluAnakmengajaksaksiuntuk melakukan persetubuhan dengan berkata“Maya wak lah....” dan saksimenjawab “Iyalah....”;
g. Bahwa kemudianAnak korban sendiriyang membukacelanapanjang dancelanadalamAnakkorban;
h. BahwasetiapmelakukanpersetubuhanselalumasukkemaluanAnak ke kemaluan Anak korban danmengeluarkanair spermanya di kemaluan Anak korban ;
i. Bahwa Anak ketikamelakukanpersetubuhan dengan terlebihdahulu menciumi Anakkorban;
j. Bahwa Anakkorban keluardarirumah Anaksekitarpukul4pagi,diantar olehanak kerumahAnakkorban;
k. Bahwa dengan tenggang waktu empat hari dan seminggu kemudian Anakkorban masukkerumah Anaksekitarpukul12malamtanpa
setelahmelakukanpersetubuhanseperti yang pertama,Anakkorban keluarrumah Anaksekitarpukul 4pagidan pulangkerumahAnakkorban dengandiantarolehAnak, peristiwayang ketigaAnakkorban pulangketempatkosnya;
l. Bahwa antara Anak korban dengan Anak pernah putus komunikasi selamasebulan;
m. Bahwa sekitartanggal 7Desember2015 sekitarpukul16.00 Wibteman Anak korban yang bernamaSatria mengajakAnak korban ngumpuldi InstitutdiPadang,Anakkorban datangpukul18.00 Wib,ternyatadisana sudahada Anak, saksiIV, saksiV dan semuanya 8 orang, 2 orang perempuandenganAnakkorban;
n. Bahwa kemudiansekitarpukul22.30 WibAnak mengajak Anak korban jalan-jalandengan,mengendaraimotor Anak, kembalike depanInstitut sekitarpukul 12 malam,lauAnak mengajakAnak korban melakukan maya(persetubuhan) di warung belakangInstitut,setelah melakukan persetubuhan di Kedai belakang Institut tersebut Anak mengatakan bahwa 2 (dua) orang temannyayaitusaksiIV dan saksiVjugamau melakukan persetubuhan dengan saksinamunketika itu saksihanya diamsaja;
o. Bahwa saat saksi IV masuk kekedai Anak korban telahmemasang celana, lalu mengatakan samo abang lai dek, lalu anak korban
mengatakantidakmau, kemudian
saksiIVmengatakancapekselah,oleh karenatakut laluanak korban membukacelananya,saksiIVmelakukan persetubuhan dengan anak korban dimanaposisi anak korban tidur tertelentangdi atasmeja,kemaluansaksi-saksi IV masuk kedalam kemaluan anakkorban;
p. Bahwa setelahsaksisaksiIVselesaimelakukanpersetubuhaniakeluar, sewaktu saksi akan memasang celana masuk saksi V dengan mengatakansamoabanglai dek, lalu anak korban menjawabindak do bang anak korban lahlatiah(tidak mau bang,anak korban sudahletih), lalu oleh karena takut anak korban membuka kembali celananya, kemudiansaksiV memasukkankemaluannyakedalamkemaluananak korban, yang posisi Anakkorban tidurdibangku,setelahselesaisaksi V keluardarikedaitersebut;
q. Bahwa sekiratanggal13Desember2014 Anakkorban baru mengetahui bahwaAnak korban telahhamilkarenasejakbulanNovembersampai bulanDesemberMenstruasisaksitidaklagikeluar;
r. Bahwa setelahmengetahuihamiltersebut kemudian Anak korban memberitahukankepadaAnaknamunketikaituAnakhanyatertawa saja dantidakada tanggapandarinya;
j. Bahwa setelahmelakukanpersetubuhan yang ke-2, Anak pernah menjanjikankepadaAnakkorban yaitujikasaksihamilnantiAnakakan bertanggung jawabakan menikahiAnakkorban;
k. Bahwa Anak jugapernah memberikansejumlah uang kepada Anak korban yaitu sebanyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) untuk membelimakanan,setelahkejadianpersetubuhanke-2;
l. Bahwa setelahperkarainiberlanjutakhirnyapadatanggal 1Maret 2015 Anakmau menikahisaksidan sekarangtelahterjadiperdamaiandengan keduabelahpihak;
m. Bahwa sebelummelakukanpersetubuhan pertamaAnak korban ada
menceritakankepada Anak, bahwa Anak korban
telahpernahmelakukanpersetubuhandengan pacar Anak korban sewaktu Anak korban dudukdikelasIIISMP;
n. Bahwa Anak korban pernah KosdiGunungPanglunsetelahkejadian persetubuhanke-2dengan Anak,karena Anakkorban bertengkar dengan
ibunya,danmencarikantempatkostersebutadalahatasbantuanAnak; o. Bahwa padasaatkejadianumursaksi masih 17(tujuhbelas)tahun;
p. Bahwa sewaktukejadiandenganAnak, Anakkorban telahberhentidari SMAdiPadang;
q. Terhadap keterangan saksi, Anak memberikanpendapat bahwa keterangansaksi tersebutbenar;
Yulmiati Pgl. Tek Yul dibawah sumpah pada pokoknya menerangkansebagaiberikut:
1) Bahwa saksi tahu dihadapkan kepersidanganini karenasebagaisaksi pelaporatas perbuatanAnak yang telahmenyetubuhi anak kandung saksi yang bernama Saksi Korban.
2) Bahwa saksi mengetahui kejadian persetubuhanterhadap Anakkorban di bawah umur tersebutsejak bulan Oktober 2014 pada haridan tanggalyang tidakdapatsaksiingat lagi, setelahsaksi mendapatkan cerita dari anak kandung saksi yaitusaksi Korban bahwa ianya telah disetubuhi olehAnak bersama2 (dua) teman Anak yaitu saksi IV dan saksiV.
3) Bahwa ketikaituanak saksi mengakui bahwa dirinyatelah hamildengan Anak yang merupakan pacarnya sendiridan juga pernah disetubuhi oleh 2 (dua) orang teman anak yaitu saksi IV dansaksiV.
4) Bahwa mengetahuihal tersebut kemudian saksi bersama-sama 2 (dua)orang kakak saksi yang merupakan Omdan Tante dari Anak korban mendatangi orangtua anakuntuk meminta pertanggung jawaban atas perbuatan Anaknya untukmenikahi Anak korban, namunketikaitu orang tua Anak tidak mau menikahkan Anak denganAnak korban;
Padang untuk diproses secara hukum.
6) Bahwa setelahperkara iniberlanjut akhirnyapadatanggal 1 Maret 2015 Anak mau menikahi Anak korban dan sekarang telah terjadi perdamaian dengan keduabelahpihak;
7) Bahwapadasaat kejadian umuranak saksimasih 17 (tujuh belas) tahun;
8) Bahwa AnakKorban tidakbersekolah lagi semenjak tahun ajaran 2014/2015, karena Anakkorban menghabiskan uang pendaftaran ulang sebanyak 1,5 juta, Anak korban sering tidak malam dirumah karena alasannyaia menginap sirumah Bapaknya, saksi dengan BapakAnak korban telah bercerai, sehingga saksi tidak mengetahui dimana sebenarAnak korban bermalam;
9) Terhadapketerangan saksi, Anak memberikanpendapat bahwaketerangan saksi tersebutbenar;
Yusmaini Pgl. Uniang May, dibawahsumpah pada pokoknyamenerangkansebagaiberikut:
1) Bahwa saksi tahu dihadapkan kepersidanganinikarena sebagaisaksi atas perbuatanAnakyangtelah menyetubuhikeponakan saksiyang bernamaSaksiKorban.
2) Bahwa saksi mengetahuikejadian persetubuhanterhadap anak dibawah umur tersebut sejak bulanOktober 2014 padaharidan tanggal yang tidak dapatsaksi ingatlagi,setelahsaksi mendapatkan cerita dari keponakan saksi yaitusaksiKorbanbahwaianya telahdisetubuhiolehAnak bersama 2 (dua) temanAnak yaitu saksi IV dan saksiV.
3) Bahwa ketikaitukeponakan saksi mengakuibahwa dirinyatelahhamil dengan Anak yang merupakan pacarnya sendiridanjugapernah disetubuhi oleh 2 (dua) orang teman anak yaitusaksiIVdansaksiV 4) Bahwa mengetahuihaltersebut kemudiansaksi bersama-samaibu
kandung Anak korbandan 1 (satu) orang kakaksaksiyang merupakanOm darisaksi korban mendatangiorang tua anak untuk meminta pertanggung jawaban atasperbuatanAnaknya untuk menikahi Anak korban, namun ketika itu orang tua Anak tidak mau menikahkan Anak dengan Anak korban.
5) Bahwa karena tidak adanya bentuk pertanggungjawaban yangdiberikan olehAnakmaunpun orang tuanya akhirnyasaksi melaporkanperbuatan Anakdan 2(dua)orang teman Anakke PolrestaPadanguntuk diprosessecara hukum.
6) Bahwa setelahperkara ini berlanjut akhirnyapada tanggal 1 Maret
2015 Anak mau menikahikeponakan saksi dan
sekarangtelahterjadiperdamaian dengankeduabelahpihak.
7) Bahwa pada saat kejadianumur keponakansaksi masih 17(tujuhbelas) tahun.
dirumahkarena alasannyaiamenginap sirumah Bapaknya, saksi dengan Bapak Anakkorban telah bercerai, sehingga saksi tidak mengetahui dimana sebenar Anak korban bermalam;
9) Terhadapketerangansaksi,Anak memberikanpendapat bahwa keterangansaksi tersebutbenar;
SaksiIV,dibawahsumpahpadapokoknyamenerangkansebagaiberikut :
1) Bahwa saksi tahu dihadapkan kepersidanganinikarena sebagaisaksi atas perbuatanAnakyangtelah menyetubuhisaksi korban;
2) Bahwa yang telahmenjadikorban dalam perkara ini adalahsaksi Korban yang merupakanpacar dari Anak(TERDAKWA).
3) Bahwa saksi pernah melakukan persetubuhanterhadapsaksiKorban yang dilakukan padahari Minggu tanggal7Desember 2014 sekiralewat pukul24.00 Wibbertempat didalam KedaiKomplek Institutdi Kecamatan NanggaloPadang;
4) Bahwa saksimelakukanpersetubuhan tersebut yaitu setelah diajak oleh Anak (TERDAKWA) untuk melakukan persetubuhan denganAnakkorban dengancara bergantian,yang pertama melakukanpersetubuhan ituadalah TERDAKWAsetelahitubaru saksidan yangketigadilakukanolehsaksiV;
5) Bahwa saksimelakukanpersetubuhan tersebut kepadaAnakkorban hanya1 (satu) kali saja yaitu di belakang kampus Institut di Padang Kec. Nanggalotersebut;
6) Bahwa caranya saksi melakukan persetubuhantersebut kepadaAnak korban yaitu ketika saksi masuk ke dalam kedai tersebut saksi melihat koban sedang duduk sedang memasang celananya,kemudiansaksi membukacelanasaksi sampaikelutut dan langsung memasukkan alat kelaminsaksi kedalamkemaluansaksi
KORBAN setelahiamembukanyadan saksi
mengeluarkanairspermasaksi di luar;
7) Bahwa ketikamelakukanpersetubuhan ituumur saksimasih berkisar17(tujuh belas) tahun;
8) Bahwa sekarang ini telah terjadi perdamaian antara keluarga saksi denganAnakkorbandankeluarganya;
9) Terhadapketerangansaksi,Anak memberikanpendapatbahwa keterangansaksi tersebutbenar;
1) Bahwa saksi tahu dihadapkan kepersidanganinikarena sebagaisaksi atas perbuatanAnakyangtelah menyetubuhisaksi korban;
2) Bahwa yang telahmenjadikorban dalam perkara ini adalah saksi korban yang merupakanpacar dari Anak(TERDAKWA);
3) Bahwa saksi pernah melakukan persetubuhanterhadap saksiKorban yang dilakukan padahari Minggu tanggal7Desember 2014 sekiralewat pukul24.00 Wibbertempat didalam KedaiKomplek Institutdi Kecamatan NanggaloPadang;
4) Bahwa saksimelakukanpersetubuhan tersebut yaitu setelah diajak oleh Anak (TERDAKWA) untuk melakukan persetubuhan denganAnakkorban dengancara bergantian,yang pertama melakukanpersetubuhan ituadalah TERDAKWAsetelah itu saksi IV dan yangketigasaksi sendiriyang melakukannya;
5) Bahwa saksimelakukanpersetubuhan
tersebutkepadasaksiKORBANhanya 1(satu)kali saja yaitu di belakang kampus Institut di Padang Kec. Nanggalotersebut;
6) Bahwa caranya saksi melakukan persetubuhantersebut kepadasaksi Korban yaituketikasaksimasukke dalam kedai tersebut saksi melihat koban sedang duduk di bangku/kursi tidakmemakai celana dalamkemudian saksimembuka celanasaksisampaike lutut lalu korban memegang alat kelaminsaksi kemudiansaksi langsung memasukkan alat kelamin saksi ke dalamkemaluansaksi Korbandan mengeluarkanairspermasaksi diluar;
7) Bahwa ketikamelakukanpersetubuhan itu umur saksimasih 17 (tujuh belas) tahun;
8) Bahwa sekarang ini telah terjadi perdamaianantarasaksi dengansaksi korban korban dankeluarganya;
9) Terhadap keterangan saksi, Anak memberikan pendapat bahwa keterangansaksi tersebutbenar;
Menimbang,bahwaAnakdipersidangantelahmemberikanketerangan yangpadapokoknyasebagaiberikut:
1) Bahwa Anak tahu dihadapkan kepersidangan inikarenaAnaktelah melakukanpersetubuhan dengan seorangperempuandibawah umur yangbernamaKorban;
2) Bahwa kejadiannyapadahari pada hari dan tanggal Anak tidak ingat lagisekirapukul 01.30 Wibbertempat dirumahAnakdiKota Padangsebanyak3kalidengan hari yang berbedadibulanOktober 2014 dan 1 (satu)kaliterakhirdisebuah Kedai dalam KomplekInstitut di KecamatanNanggaloKotaPadang;
4) Bahwa Anak melakukan persetubuhan yang pertama kali yaitu pada hari dan tanggal tidak ingat lagi, dibulan Oktober 2014 sekirapukul19.00 WibAnakkorban datang keWarnet diSimpangTinju NanggaloPadangtempat dimana Anak bekerja, laluAnak membawa Anakkorban makan malamdan dilanjutkan denganjalan-jalan, dan sekira pukul 01.30 Wib Anak membawa Anak korban ke rumahnyatanpasepengetahuan ibu dariAnak,ketika sampai dikamar Anak mengajak Anak korban untuk melakukanpersetubuhan dengannya;
5) BahwaAnakmelakukan persetubuhan terhadapAnak korban
dengancara menyuruhsaksi korban untukmembuka celana dalamnya,Anakmenyuruh Anak korban menghisap kemaluannya dan
memegang-megangnyasetelah kemaluan Anak menegang
kemudian Anakmemasukkan kemaluannya kedalam kemaluan Anak korban sambilAnak menggoyang-goyang turunnaik selama lebih kurang 30(tiga puluh) menit sampai Anak mengeluarkan airspermanya kekemaluanAnak korban, setelah ituAnakkorban memakai pakaiannya kembali kemudian sekira pukul05.00 Wib Anakmengantarkankembali Anak korban keGurunLawehAur Duri PadangTimur;
6) Bahwa empathari kemudianuntuk kedua kalinyaAnakkembali menyetubuhi Anak korban dengan cara yang samadengan perbuatan yangpertama yaituAnakkorban datang ke ke rumah Anak sekira pukul 14 Wib, ngobrol-ngobrol dengan teman Anak, kemudian sekira pukul 19.00 Wib Anak membawa Anak korban jalan-jalan dan sekirapukul02.00 Wibdinihari Anakmembawa Anakkorban ke rumahnya dankembali mengajak Anak korban melakukan persetubuhan dengan cara yang sama dengan yang perbuatan pertamakalinya,lalupada pagi harinya yaitu sekira pukul05.00 Wib Anakkembalimengantarkan saksi korban ke Gurun Laweh Padang Timur;
7) Bahwa demikian pulakejadianyang ketiga kalinya terjadi seminggu kemudian AnakmenjemputAnak korban ditempatkosnya diGunung Pangilun,setelah jalan-jalan ditepi pantai danjembatan Siti Nurbaya, setelah lewat tengah malam Anak dan Anak korban masukkerumah Anak tanpasepengetahuan ibu Anak, setelah melakukan persetubuhan Anak mengantar Anak korban ketempat kosnya sekitarpukul03dinihari;
NanggaloPadanguntuk melakukan persetubuhanyang keempatkalinya dengancara yang sama dengan persetubuhan pertama, kedua ketigakalinya;
9) Bahwa setelah Anak selesai melakukanpersetubuhan tersebut kemudian Anak mengatakan kepadaAnakkorban bahwa2(dua) orang temannya yaitusaksiIVdan saksiV jugamau melakukan persetubuhandenganAnakkorban;
10) Bahwa Anakmengatakansepertiitu kepada Anak Kornam, karena sewaktuanak akan masuk kedalam Kedai/warungtersebutkedua saksi berada diluarwarung, laluAnak mengatakanbahwa Anakakan melakukan maya (persetubuhan) dengan anak korban, apakah kedua saksimau maya puladengananak korban, lalu mereka mengatakan maujuga;
11) Bahwa sebab Anak menawarkan demikian kepadakedua saksi
tersebut,karenaAnak takut kedua saksi tersebut
akanmenceritakannyakepada orang- orang lain;
12) Bahwa kedua orang temanAnak yaitusaksiIVdan saksi Vjuga melakukanpersetubuhan kepada Anak korban padahari Minggu tanggal7Desember 2014 setelah giliranAnakyang melakukanadalah saksiIV,setelahitusaksi Davit bertempat dibelakangKampus InstitutdiKec.NanggaloPadang;
13) Bahwa setelahperkarainiberlanjut kemudianpada tanggal 1 Maret 2015 Anak telahmenikahisaksi korban dan telahterjadiperdamaian dengan saksi korban dan keluarganya;
14) Bahwa ketikamelakukan persetubuhan itu umur Anak maupun umurAnakkorban masih berkisar17(tujuhbelas) tahun;
Menimbang,bahwadipersidangantelahdidengar keteranganorang tua Anakyangpadapokoknyamenerangkansebagaiberikut:
1) Bahwa Anak sekolahsampaikelas 1SMA diPadang,iatidak mau sekolah denganalasan jauh dari rumah, padahal Anak kesekolah denganmengendaraisepedamotor;
2) Bahwa selamatidakbersekolahanak tidakmemilikipekerjaan;
3) Bahwa selaku orang tua Anak, tidak mengetahuikejadian persetubuhantersebutdikamarAnak;
4) Bahwa setelahpernikahanAnak dengan Anak korban, selamaini Anak korban yang dalam keadaanhamil tinggal denganorang tua Anak; 5) Bahwa orang tua Anak masih mampu untuk mendidik dan
membimbingAnakdimasayang akan datang,karena Anakadalah anaksatu-satunya dari orangtuanya;
Menimbang,bahwadipersidangantelahdibacakansurat berupaVisum
EtRepertumdari RumahSakit BhayangkaraPadangNomor
:VER/47/I/2015/RUMKIT tertanggal19 Januari 2015,
atasnamaKorbandengankesimpulan ditemukan:
1) Selaput darah robek pada jamsatu, enam dan sembilansampai kedasar.
Menimbang,bahwaberdasarkanalatbuktiyangdiajukan, diperolehfakta- faktahukumsebagaiberikut:
1) Bahwa kejadiannyapadaharipadahari dan tanggalAnaktidakingat lagisekirapukul01.30 WibbertempatdirumahAnakdiKotaPadang sebanyak3kalidenganhariyang berbedadibulanOktober 2014 dan 1 (satu) kaliterakhir disebuah Kedaidalam Komplek Institut diKecamatan Nanggalo Kota Padang, Anak telah melakukan persetubuhandenganAnakKorban
2) Bahwa awalnyabulanAgustustahun 2014Anakkorban kenaldengan Anak melaluiBBMdan mulaipacaransemenjak 21 Agustus2014, pertemuan pertama pada awalbulan Oktober 2014 sekirapukul 12.00 Wibdengancara Anak datangkerumah Anak korban untuk menjemputAnakkorban pergijalan-jalankepantaidan jembatanSiti NurbayadenganmengendaraiSepedaMotorhinggajam10 malam, kemudian Anak korban dan Anak pergi ke rumah Anak untuk bermalamdirumah Anakdan Anakkorban tidurdengan ibukandung Anak, kemudianpadapagiharinya Anak korban pulangke rumah untuk menjemputbajulalumenginaplagidirumah Anak selama 3 (tiga) harilamanya;
3) Bahwa kemudianpadapertengahanOktober 2014 sekirajam24.00 WibAnakkorban dan Anakmasukkerumah Anaksecara diam-diam tanpa sepengetahuan Ibu kandung Anak, kemudian Anak korban masuk kedalamkamar Anak,laluAnakmengajakAnakkorban untuk melakukanpersetubuhandenganberkata“Mayawaklah....”dan Anak korban menjawab“Iyalah....”,kemudian Anakkorban sendiri yang membukacelanapanjangdancelanadalamAnakkorban;
4) Bahwa setiapmelakukanpersetubuhanselalumasukkemaluanAnak ke kemaluan Anak korban dan mengeluarkan air spermanya di kemaluanAnakkorban, Anakketikamelakukanpersetubuhan dengan terlebih dahulu menciumi Anak korban, anak korban keluar dari rumah Anak sekitarpukul 4 pagi, diantarolehanak kerumahAnak korban;
5) Bahwa dengantenggangwaktu empathari dan seminggukemudian Anak korban masukkerumahAnak sekitarpukul12 malamtanpa sepengetahuan orang tua Anak, setelah melakukan persetubuhan sepertiyang pertama,Anakkorban keluarrumah Anaksekitarpukul
4pagidan pulangkerumahAnakkorban
dengandiantarolehAnak,peristiwayangketigaAnakkorban pulangketempatkosnya;
6) Bahwa sekitar tanggal 7 Desember 2015 sekitar pukul 16.00 Wib temanAnak korban yang bernamaSatria mengajak Anak korban ngumpuldiInstitutdiPadang,Anakkorban datangpukul18.00 Wib, ternyatadisanasudah ada Anak,saksiIVdan saksiVyangsemuanya 8orang,2orang perempuandenganAnakkorban;
depanInstitut sekitar pukul 12 malam,lalu Anak mengajak Anak korban melakukanmaya(persetubuhan) diwarung belakangInstitut, setelahmelakukanpersetubuhandiKedaibelakang Instituttersebut Anakmengatakanbahwa2(dua) orang temannyayaitusaksiIVdan saksi V juga mau melakukan persetubuhan dengan Anak korban namunketikaituAnakkorban hanyadiamsaja;
8) Bahwa saatsaksiIVmasukAnakkorban telahmemasang celana,lalu mengatakan samoabanglaidek, laluanak korban mengatakantidak mau, kemudiansaksiIVmengatakancapekselah,olehkarenatakut lalu
anak korban membukacelananya, saksiIV melakukan
persetubuhandengananak korban dimanaposisi anak korban tidur tertelentangdi atasmeja,kemaluansaksi IVmasukkedalam kemaluananak korban, setelah saksi IV selesai melakukan persetubuhaniakeluar;
9) Bahwa sewaktuAnakkorban akan memasangcelanamasuksaksiV denganmengatakan samoabanglaidek, laluanak korban menjawab indak do bang saksikorban (tidak mau bang,aksikorban sudah letih), lalu oleh karena takut anak korban membuka kembali celananya,kemudiansaksiV memasukkankemaluannyakedalam kemaluan anak korban, yang posisi Anak korban tidur dibangku, setelahselesaisaksiVkeluardarikedaitersebut;
10)Bahwa setelahmelakukanpersetubuhan yang ke-2, Anak pernah menjanjikankepadaAnakkorban yaitujika anak korban hamilnanti Anakakan bertanggungjawabakan menikahiAnakkorban;
11)Bahwa akibat perbuatananak, anak korban sekarangdalamkeadaan hamil, sesuai dengan Visum Et Repertum dari Rumah Sakit
BhayangkaraPadangNomor: VER/47/I/2015/RUMKIT
tertanggal19Januari 2015, atasnama Saksi Korban dengan kesimpulanditemukan:
a. Selaput darah robek pada jamsatu, enam dan sembilansampai kedasar.
b. USGsesuaikehamilanduabelasminggu.
12)Bahwa Anakkorban padawaktukejadianmasih berumur17tahun;
Menimbang,bahwa selanjutnya Hakim akan
mempertimbangkanapakahberdasarkanfakta-fakta hukum tersebutdi
atas,Anak dapatdinyatakan
telahmelakukantindakpidanayangdidakwakankepadanya;
5. Putusan Pengadilan
Menimbang,bahwa anak sekarangmasih berumur 16 tahun 11bulandalamkeadaantidakbersekolah,karenaAnak malasuntuk bersekolah, anak tidak mempunyai ketrampilan dan pengawasan orang tua yang tidak ketat terhadapanak yang tidakbersekolahlagi,Hakimsependapat
dengansarandan pendapatBapas,maka terhadap anak
dijatuhkanpidanabersyaratsebagai ketentuanPasal71 ayat
Peradilan PidanaAnak yang lamanya akan ditantukan dalamamarputusanini; Menimbang,bahwaPasal76DJoPasal81ayat (2)UURINo.35 Tahun 2014 TentangPerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002TentangPerlindungan Anak, ancaman pidananya komulatif yaitu berupa penjara dan denda, berdasarkanPasal71ayat (3)Undang-UndangNomor11 tahun 2012 Tentang SistimPeradilanPidanaAnakpidanadendadigantidenganpelatihankerja;
Menimbang,bahwauntukmenjatuhkanpidanaterhadapdiriAnak,maka perlu dipertimbangkanterlebihdahulu keadaanyang memberatkandan yang meringankanAnak;
Keadaan yang memberatkan:
PerbuatanAnaktelahmerusakmasadepanAnakkorban;
Keadaanyangmeringankan:
1) Anakbelumpernahdihukum;
2) Anak berlaku sopandipersidangandan mengakui perbuatannya dipersidangan;
3) Anak telahmenikahi Anak korban walaupun
pernikahandibawahtangan;
Menimbang,bahwaolehkarenaAnak dijatuhipidana maka haruslahdibebanipulauntukmembayarbiayaperkara;
Memperhatikan,Pasal 76D Jo Pasal81 ayat (2) UURINo.35 Tahun 2014 TentangPerubahanAtas UURINo.23 Tahun 2002TentangPerlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Undang-UndangR.I No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem PeradilanPidana Anak, serta peraturanperundang- undanganlainyangbersangkutan;
Mengadili:
1. Menyatakan anak (terdakwa) tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana ”Turut serta dengan sengaja membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya dan dengan orang lain”sebagaimana dalam dakwaan kedua Alternatif Penuntut Umum; 2. Menjatuhkan pidana kepada Anak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam)bulan, dengan ketentuan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, bahwa terpidana sebelum waktu percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir telah bersalah melakukan tindak pidana, dengan syarat khusus supaya Anak menjalani Pembinaan di luar Lembaga selama10 (sepuluh) bulan dan menjatuhkan pula pidana Pelatihan Kerja kepada Anak selama 2 (dua) bulan;
3. Memerintahkan Anak menjalani pembinaan dan latihan kerja di Lembaga Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Panti Sosial Asuh Anak dan Bina Remaja (PSAABR) Budi Utomo Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatera Barat;
4. Membebankan kepada Anak membayar biaya perkara sejumlah Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);
a. Dakwaan
Kasus yang penulis bahas dalam skripsi ini yaitu pertanggungjawaban
pidana anak dalam turut serta terhadap tindak pidana turut serta dengan sengaja
membujuk anak melakukan persetubuhan. Di mana terdakwanya masih berumur
16 tahun telah terbukti dan bersalah melakukan persetubuan terhadap korban yang
berusia 17 tahun. Pada kasus ini Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan
dakwaan alternatif yakni jenis dakwaan yang ciri utamanya terdapat kata hubung
“atau” antara dakwaan satu dengan dakwaan lainnya.
Konkretnya dalam dakwaan alternatif ini kualifikasi tindak pidana yang
satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain adalah sejenis. Seperti dalam
kasus ini, Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan melanggar Pasal 76D Jo
Pasal 81 ayat (1) dan (2) UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP Jo Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, mengenai persetubuhan yang dilakukan dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal yang didakwakan Penuntut Umum terhadap terdakwa ini tidaklah
sesuai untuk disandingkan. Sebab Pasal satu terkait dengan undang-undang yang
lebih khusus sedangkan Pasal yang lainnya bersifat umum. Hal ini erat kaitannya
dengan asas lex specialis derogat lex generalis. Artinya bahwa jika ada
undang-undang yang lebih khusus maka undang-undang-undang-undang tersebut yang didahulukan