BAB III Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terdakwa Tidak Didamping
C. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No :
Sda. Atas Terdakwa Yang Tidak Didampingi Penasihat Hukum
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menjerat Terdakwa Hadi Kusumo dengan pasal 111 ayat (2) Undang-undang Narkotika dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun, mengharuskan Penyidik memperhatikan dalam melaksanakan ketentuan pasal 56 ayat (1) KUHAP dalam melakukan penyidikan terhadap diri Terdakwa.
Dan dalam tahap konsultasi Penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum di dalam menangani perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum semestinya dapat mengingatkan Penyidik tentang hak Tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut, namun hal tersebut diduga kuat tidak dilakukan Jaksa Penuntut Umum, oleh karena itu Jaksa Penuntut Umum tidak bisa melepaskan tanggungjawabnya terhadap pelanggaran “Miranda Rule” seperti dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP. Dengan tidak ditunjuknya Penasihat Hukum oleh Pejabat Penyidik terhadap Terdakwa Hadi Kusumo ini maka Penyidik telah melakukan pelanggaran terhadap KUHAP dalam melakukan penyidikan terhadap para Terdakwa, khususnya telah melanggar pasal 56 ayat (1) KUHAP, dengan demikian Penyidik telah melakukan pelanggaran yang prinsipil yaitu pelanggaran terhadap Hukum Acara Pidana yang merupakan rule of the game dalam menegakkan hukum pidana, sehingga
hasil BAP Penyidik yang dijadikan dasar penyusunan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah tidak berdasarkan hukum.
Bahwa mengingat Miranda Rule yang diatur dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP bersifat imperatif (mutlak), maka mengabaikan ketentuan ini mengakibatkan “tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima“ dan mengakibatkan “hasil penyidikan tidak sah atau illegal”, hal mana pendirian dan penerapan yang demikian telah dikukuhkan dalam Putusan Peradilan Mahkamah Agung RI, yaitu : MA No. 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993 dan Putusan MA No. 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 199865.
Menurut MA dalam Putusan No 1565 K/Pid/1991 menyatakan bahwa “apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima”.
Menurut MA dalam putusannya No. 367 K/Pid/1998 menyatakan bahwa “Bahwa terlepas dari alasan-alasan tersebut di atas, ditemukan fakta bahwa terdakwa diperiksa dalam tingkat penyidikan masing-masing pada tanggal 31 Desember 19996, tanggal 3 Januari 1997 dan tanggal 6 Januari 1997 dan dalam tingkat penuntutan tanggal 1 Maret 1997, tidak ditunjuk penasihat hukum untuk mendampingi Nya, sehingga bertentangan dengan pasal 56 KUHAP, sehingga Berita Acara Pemeriksaan Penyidik dan Penuntut Umum batal demi hukum dan oleh karena itu penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang Pengadilan, terdakwa didampingi Penasehat Hukum”.
Adapun mengenai “surat pernyataan” Terdakwa yang isinya tidak bersedia didampingi oleh Penasihat Hukum, disamping secara materiil “pernyataan” tersebut didapatkan/diperoleh oleh penyidik dari terdakwa
65
Anggara, Imam Kambali (Kemat), Bantuan Hukum, dan Pembaharuan KUHAP, http://anggara.org/2008/08/29/imam-kambali-kemat-bantuan-hukum-dan-pembaharuan-kuhap/, pukul 18:30, tanggal 5 Januari 2011
dengan menggunakan tekanan/mengelabui untuk memperoleh tanda tangan dari terdakwa, sehingga pernyataan tersebut sangat diragukan kebenarannya. Dan secara substansial keberadaan “surat pernyataan” tersebut secara yuridis sesungguhnya tidak dapat melumpuhkan kehendak undang-undang yang mewajibkan Penyidik untuk menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa seperti diamanatkan di dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP,
Bahwa atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa Berita Acara Penyidikan (BAP) dari Penyidik terhadap Terdakwa Hadi Kusumo adalah ilegal karena proses penyidikan tanpa didampingi oleh Penasihat Hukum, dan oleh karenanya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap diri para Terdakwa yang dibuat atas dasar BAP tersebut adalah cacat hukum. Maka putusan dari Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan Nomor : 619/Pid.B/2010/PN Sda. atas Terdakwa Hadi Kusumo bisa dikatakan terdapat suatu ”kekhilafan hakim” atau suatu kekeliruan yang nyata.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terdakwa Hadi Kusumo merupakan seorang terdakwa yang melakukan tindak pidana narkotika, diputus perkaranya oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan pidana penjara sebelas tahun dimana pada saat pemeriksaan baik dalam pemeriksaan penyidikan, jaksa penuntut umum dan pemeriksaan pengadilan terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum. Untuk bentuk perlindungan hukum bagi terdakwa Hadi Kusumo ada dua macam yaitu : Pertama, perlindungan hukum pasif, dapat diberikan kepada Terdakwa berupa jaminan perlindungan hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang berupa bantuan hukum struktural. Kedua, perlindungan hukum aktif melalui upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali, sedangkan keseimbangan upaya paksa masih belum bisa diterapkan karena belum adanya lembaga upaya paksa tersebut.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terdakwa tidak didampingi penasihat hukum adalah adanya faktor internal dan faktor eksternal. Berkaitan dengan itu terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No : 619/Pid.B/2010/PN Sda. terdapat adanya suatu kekhilafan hakim yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan Penuntut Umum
tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
B. Saran
1. Untuk mewujudkan adanya keseimbangan upaya paksa (dwang midellen), diharapkan adanya lembaga upaya paksa / adanya perluasan pemeriksaan dari lembaga praperadilan, bagi terdakwa untuk membela dirinya apabila hak-haknya dilanggar sebagai bentuk perlindungan hukum secara aktif. 2. Bagi para pejabat penegak hukum (Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan
Hakim) diharapkan lebih mawas diri untuk mewujudkan keadilan dimasa kini maupun dimasa yang akan datang.
3. Perlu adanya ketentuan mengenai mekanisme yang mengatur kesedian Penasihat Hukum untuk ditunjuk sebagai Penasihat Hukum bagi Terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) KUHAP.
4. Perlu adanya mata anggaran khusus di tingkat penyidikan untuk menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa.
5. Kepada masyarakat diharapkan adanya peningkatan kesadaran mengenai hak-hak dan kewajibannya.