• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Tinjauan Tentang Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

C. Tanggapan atas Putusan Hakim dalam Perkara Perbuatan

3. Analisis Putusan

a. Putusan Hakim dalam Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian tanpa hadirnya Tergugat.

Pada dasarnya, proses pemeriksaan dan putusan verstek (default

judgement) diatur dalam Pasal 125 ayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, mengatur

verstek terhadap Tergugat, yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim :

1) Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan di luar hadirnya Tergugat;

2) Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut verstek (diluar hadirnya Tergugat)

3) Syarat atas kebolehan verstek, apabila pada sidang pertama Tergugat:

(a)Tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable default),

(b)Padahal Tergugat telah dipanggil secara sah (oleh juru sita) dan patut (antara panggilan dengan hari sidang paling sedikit 3 hari)68 (c)Padahal Tergugat telah dipanggil secara sah (oleh juru sita) dan

patut (antara panggilan dengan hari sidang paling sedikit 3 hari) Dalam kasus seperti ini, Pasal 125 ayat (1) HIR memberi hak dan kewenangan yang bersifat fakultatif kepada hakim untuk menjatuhkan putusan verstek (default judgement).

Berdasarkan pasal tersebut, hakim diberi wewenang untuk menjatuhkan putusan di luar hadir atau tanpa hadirnya Tergugat,

71

dengan syarat :69

1.1. Apabila Tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang sah (default without reason),

1.2. Dalam hal seperti ini, hakim menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum:

a.1. Mengabulkan gugatan seluruhnya atau sebagian, atau

a.2. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak mempunyai dasar hukum

Memperhatikan penjelasan di atas, pengertian teknis verstek ialah pemberian wewenang kepada hakim untuk memeriksa dan memutus perkara meskipun penggugat atau tergugat tidak hadir di persidangan pada tanggal yang ditentukan. Dengan demikian, putusan di ambil dan dijatuhkan tanpa bantahan atau sanggahan dari pihak yang tidak hadir.

Kasus perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian, antara pihak Penggugat, Gremeny Siahaan dengan pihak Tergugat yakni Tiromanta Sinambela,S.Pd, bahwa, pihak Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan pula tidak mengirimkan kuasanya yang sah untuk hadir di persidangan, walaupun telah dipanggil dengan patut sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sesuai relas panggilan yang disampaikan oleh Jurusita Pengganti, Lenta br Pinem,S.H.

Dalam hal Tergugat tidak datang menghadiri panggilan sidang tanpa alasan yang sah (default without reason), ditegaskan dalam Pasal 125 ayat

(1) HIR : 70

1. Tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau

2. Tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya,

3. Padahal tergugat telah dipanggil dengan patut, tetapi tidak menghiraukan dan menaati panggilan tanpa alasan yang sah,

4. Dalam kasus seperti ini, hakim dapat dan berwenang menjatuhkan putusan verstek, yaitu putusan di luar hadir tergugat.

Apabila Tergugat, yakni Tiromanta Sinambela,S.Pd, atau wakilnya tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan di sidang pengadilan yang ditentukan, padahal telah dipanggil dengan patut, kepada Tergugat dapat dikenakan hukuman berupa penjatuhan putusan verstek.

b. Putusan Hakim menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad).

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum bila perbuatan tersebut memenuhi lima unsur , yakni harus ada perbuatan, perbuatan tersebut harus melawan hukum, ada kerugian bagi korban, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, adanya kesalahan (schuld). Dalam hal ini, penulis akan menganalisis dari aspek perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Tergugat, berdasarkan bukti-bukti dan posita gugatan yang diajukan oleh Penggugat, serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini. Walaupun

73

putusan ini dilakukan dengan cara verstek, tetapi, masih dimungkinkan untuk Tergugat mengajukan verzet (putusan perlawanan).

1. Harus ada perbuatan

Pada dasarnya, suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya. Di dalam putusan Nomor 41/Pdt.G/2013/PN.Mdn antara Gremeny Siahaan dengan Tiromanta Sinambela, S.Pd, perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat tersebut ialah melakukan bujuk rayu dan rangkaian-rangkaian kebohongan agar Penggugat menyerahkan uang sejumlah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

2. Perbuatan tersebut melawan hukum

Bahwa sebagaimana berlaku dalam yurisprudensi sejak Hoge Raad 1919 Arrest 31 Januari 1919, mengenai perbuatan melawan hukum yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan masih berlaku hingga saat ini, maka perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang tidak saja melanggar undang-undang negara, tetapi juga termasuk pada kesusilaan, kepatutan, dan perbuatan yang melanggar hak orang lain.

Perbuatan yang dilakukan oleh Penggugat telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHPidana71

71 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara

melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

. Hal ini diperkuat dengan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2222/Pid.B/2012/PN.Mdn, yang mana putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

penjara selama 1 (satu) tahun atas kesalahan tersebut dan terbukti melakukan tindak pidana. Maka patut dan beralasan hukum Majelis hakim menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad)

3. Ada kerugian bagi korban

Akibat dari adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat tersebut, telah menimbulkan kerugian material dan immaterial bagi penggugat. Dengan dijatuhkannya hukuman pidana dalam putusan no: 2222/Pid.B/2012/PN.Mdn, telah menunjukkan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Walaupun Tergugat telah menjalani hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun, tetapi sama sekali tidak menghapuskan kewajiban Tergugat membayar ganti rugi kepada Penggugat.

Ganti Rugi untuk korban tindak pidana pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu;72

a) melalui penggabungan perkara ganti kerugian, b) melalui gugatan perbuatan melawan hukum, dan c) melalui permohonan restitusi.

Dalam hal ini, yang akan dibahas hanya tentang poin b. Mekanisme lain yang tersedia adalah menggunakan gugatan perdata biasa dengan model gugatan perbuatan melawan hukum. Dalam gugatan ini, Penggugat, dalam hal ini korban tindak pidana, tentu harus menunggu adanya putusan Pengadilan yang telah memutus perkara pidana yang

75

dilakukan oleh Pelaku (Tergugat).

Sebagaimana di dalam Pasal 1365 KUHPerdata73

4. Adanya hubungan sebab akibat

, dikarenakan Tergugat sudah terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat, berupa perbuatan melawan hukum yaitu tindak pidana penipuan yang telah mengakibatkan kerugian bagi Penggugat dan sudah terbukti dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) maka sangat patut dan beralasan hukum untuk Tergugat membayar sejumlah ganti rugi kepada Pergugat.

Ajaran kausalitas dalam bidang hukum perdata adalah untuk mencermati adanya hubungan kausal sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Teori yang berkaitan adalah ajaran Von Buri yang dikenal dengan nama teori conditio sine

qua non yang berarti syarat mutlak. Suatu kejadian yang merupakan

akibat biasanya ditimbulkan oleh beberapa peristiwa atau keadaan atau faktor yang satu sama lainnya merupakan suatu rangkaian yang berhubungan. Karena itu teori ini disebut pula “teori-syarat” atau “teori

conditio sine qua non”. Artinya, tanpa adanya syarat itu, akibat tersebut

tidak akan timbul.74

73 Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena salahnya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Hubungan kausal yakni akibat tindak penipuan yang dilakukan oleh

74

Tergugat, dengan bujuk rayu dapat memasukkan Penggugat menjadi PNS pada ujian masuk PNS tahun 2010, dengan syarat Penggugat harus menyerahkan sejumlah uang kepada Tergugat, yakni sebesar Rp.150.000.000,- , telah mengakibatkan kerugian bagi Penggugat. Karena pada faktanya, Penggugat tidak dinyatakan lulus pada ujian masuk PNS tahun 2010 dan uang yang telah diserahkan oleh Penggugat kepada Tergugat tidak pernah dikembalikan oleh Tergugat. Dalam hal ini Tergugat telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum. Serta telah dihukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun atas pertanggungjawaban perbuatan yang telah dilakukan oleh Tergugat tersebut. Hal tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak Penggugat. 5. Adanya kesalahan

Kesalahan yang terjadi disini ialah bahwa Tergugat melakukan penipuan berupa bujuk rayu dan mengucapkan kata-kata bohong dengan bujuk rayu bahwa Tergugat mampu mengurus Penggugat menjadi PNS, yang mana hal tersebut tidak mengandung kebenaran sama sekali. Hal tersebut dilakukan oleh Tergugat dengan tujuan agar Penggugat menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp.150.000.000,- kepada Tergugat.

Akibatnya, Tergugat dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Medan pada bulan Maret 2012 atas dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dan ditentukan dalam Pasal 378 KUHPidana.

Akhirnya pada tanggal 19 Desember 2012 , perkara tersebut diputus di Pengadilan Negeri Medan dalam Putusan Nomor : 2222/Pid.B/2012/PN.Mdn

77

serta dijatuhi hukuman pidana 1 (satu) tahun penjara. Atas dasar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde), maka Penggugat mengajukan gugatan secara perdata untuk

meminta ganti rugi kepada Tergugat.

Seluruh syarat dalam perbuatan melawan hukum telah dipenuhi oleh Tergugat. Maka dapat dinyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu Majelis Hakim memutuskan agar Tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) kepada Penggugat.

Hakim juga menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat setiap harinya sejak Tergugat lalai mematuhi dan menjalankan isi putusan dalam perkara. Hal ini dikabulkan oleh Majelis Hakim karena pokok perkara telah dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Hakim juga menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul.

Biaya putusan verstek kepada yang dijatuhi verstek. Mengenai hal ini, diatur dalam Pasal 181 ayat (3) HIR. Apabila putusan dijatuhkan melalui proses verstek, kepada yang dijatuhi putusan itu, sekaligus dibebani membayar biaya perkara.75

Prinsipnya, biaya yang timbul dalam proses putusan verstek, dibebankan secara mutlak kepada pihak tergugat (yang dijatuhi putusan

verstek). Pembebanan biaya ini melekat sebagai hukuman atas

keingkarannya menghadiri panggilan sidang. Oleh karena itu, sekiranya tergugat melakukan verzet atau perlawanan, dan kemudian perlawanan dikabulkan serta putusan verstek dibatalkan, namun biaya yang timbul dalam proses verstek tersebut tetap dibebankan kepada Tergugat. Pengadilan sebagai lembaga yudikatif dalam struktur ketatanegaraan Indonesia memiliki fungsi dan peran strategis dalam memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara anggota masyarakat maupun antara masyarakat dengan lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Subekti mengemukakan bahwa pemeriksaan suatu sengketa di muka pengadilan diakhiri dengan suatu putusan atau vonis. Putusan atau vonis pengadilan ini akan menentukan atau menetapkan hubungan riil di antara pihak-pihak yang berperkara.76

Fungsi pengadilan, selanjutnya disebut peradilan, diselenggarakan di atas koridor independensi peradilan yang merdeka dari segala bentuk intervensi pihak manapun. Hal ini diamanatkan secara tegas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.77

76 M. Natsir Asnawi, Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press Yogyakarta, Yogyakarta,

2014, hal.3

77 “Segala Campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan

kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Segala intervensi dilarang dari siapapun dan dalam bentuk apapun, kecuali ditentukan lain dalam konstitusi. Independensi peradilan merupakan faktor mendasar dan paling utama bagi pengadilan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat. Tanpa independensi, tidak mungkin fungsi peradilan berjalan sebagaimana mestinya.

79

Muara dari proses peradilan yang independen seperti yang disebutkan di atas adalah lahirnya putusan. Putusan merupakan produk peradilan yang pertama dan utama karena merupakan jawaban akhir dari persengketaan yang diajukan oleh para pihak serta hasil dari proses peradilan yang dijalankan.78

Putusan sebagai produk pengadilan sejatinya lahir dari proses yang penuh kecermatan dan kehati-hatian. Hakim dalam memutus suatu perkara senantiasa dituntut untuk mendayagunakan segenap potensi yang dimilikinya untuk meng-konstatir (menemukan fakta-fakta hukum), meng-kualifisir (menemukan dan mengklasifikasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok perkara), serta meng-konstituir (menetapkan hukum dari perkara tersebut).79

Majelis Hakim juga menghukum pihak Tergugat untuk menbayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya terhitung sejak Tergugat lalai mematuhi dan menjalankan isi putusan dalam perkara tersebut, serta menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara tersebut.

Dalam putusan No.41/Pdt.G/2013/PN.Mdn, antara Gremeny Siahaan melawan Tiromanta Sinambela, S.Pd., yang diputus secara verstek di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 2 Mei 2013, Majelis Hakim mengabulkan sebagian tuntutan dari pihak Penggugat, Gremeny Siahaan.

Majelis Hakim mengabulkan tuntutan pihak Pengggugat yang menyatakan bahwa Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, serta dihukum untuk membayar ganti rugi kepada pihak Penggugat sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

78 M. Natsir Asnawi, Op.Cit., hal. 4 79 Ibid, hal.5

Untuk gugatan lain dan selebihnya yang diajukan oleh pihak Penggugat, Majelis Hakim menolak tuntutan tersebut.

Dikarenakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap perkara yang diperiksa dan diadili merupakan hasil dari proses analitis terhadap fakta-fakta hukum yang dihubungkan dengan aturan-aturan hukum serta dilengkapi dengan argumentasi hukum. Putusan Majelis Hakim merupakan muara dari tiga tahapan kerja hakim dalam memutus perkara, yaitu mengkonstatir, mengkualifisir, dan mengkonstituir. Ketiga tahapan tersebut pada asasnya ditempuh guna mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Jadi, untuk gugatan Penggugat yang tidak dipenuhi hakim, pasti telah melewati tiga tahapan kerja hakim dalam memutus perkara ini.

Kemudian pihak Tergugat, yang tidak hadir pada hari persidangan dan pula tidak mengirimkan kuasanya yang sah untuk hadir di persidangan walaupun telah dipanggil dengan patut sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, mengajukan perlawanan (verzet) ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 12 Juni 2013 dibawah Register Perdata No. 41/Pdt.Plw/2013/PN.Mdn.

Kewenangan menerima dan memeriksa perlawanan, jatuh menjadi yurisdiksi PN semula yang menjatuhkan putusan verstek.

Di dalam gugatan pihak Pelawan, yakni Tiromanta Sinambela, S.Pd, terhadap Terlawan, yakni Gremeny Siahaan, bahwa Pelawan dalam petitum gugatannya memohon kepada Ketua Pengadilan Tinggi Medan, untuk memberikan putusan yakni :

a. Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang baik. b. Mengabulkan perlawanan Pelawan untuk seluruhnya

81

c. Menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum Putusan Pengadilan Negeri Klas I-A Medan No.41/Pdt.G/2013/PN.Mdn tertanggal 08 Mei 2013

d. Menghukum Terlawan membayar seluruh biaya dalam perkara ini.

Bahwa dalam pertimbangan Majelis Hakim, menurut Memori Banding yang diajukan Pelawan/Pembanding tertanggal 29 Desember 2013 dan Kontra Memori Banding tertanggal 29 Januari 2014 oleh Terlawan/Terbanding ternyata tidak memuat hal-hal yang baru yang dapat melemahkan putusan a quo, melainkan hanya pengulangan atas hal-hal yang telah dikemukakan dalam jawab-menjawab atau pada kesimpulan masing-masing pihak, yang satu dan lainnya sudah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama, oleh karenanya Pengadilan Tinggi akan mengambil alih alasan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama.

Bahwa dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.90/PDT/2014/PT-Mdn, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan memutuskan :

1) Menerima permohonan banding dari Pelawan/Pembanding tersebut.

2) Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 20 November 2013, No.41/Pdt.Plw/2013/PN.Mdn, yang dimohonkan banding terebut. 3) Menghukum Pelawan/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam

kedua tingkat pera.dilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah.

Dapat dibandingkan bahwa baik putusan Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan tidak memiliki perbedaan. Pada Pengadilan

Tinggi Medan, Majelis Hakim menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.

1. Kasus posisi dalam perkara Putusan Nomor 41/Pdt.G/2013/PN.Mdn), dimana Penggugat, yakni Gremeny Siahaan ditawarkan oleh Tergugat, yakni Tiromanta Sinambela,S.Pd, berupa penawaran jasa pengurusan PNS, pada tahun 2010. Dimana Tergugat menawarkan jasa pengurusan PNS sebagai bujuk rayu, dengan syarat bahwa Penggugat harus menyerahkan biaya pengurusan PNS sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) kepada Tergugat. Ternyata, Penggugat tidak lulus dalam ujian PNS, tetapi uang tidak dikembalikan oleh Tergugat, maka Maret 2012 Penggugat melaporkan Tergugat dan pada tanggal 19 Desember 2012 perkara tersebut telah diputus di Pengadilan Negeri Medan dalam Putusan Nomor 2222/Pid.B.2012/PN.Mdn. Kemudian, berdasarkan Putusan Nomor 2222/Pid.B.2012/PN.Mdn, Penggugat mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Medan untuk menghukum membayar ganti rugi yang diakibatkan oleh Tergugat.

2. Dalam perbuatan melawan hukum, bentuk ganti kerugian yang lazim dipergunakan berupa uang, oleh karena menurut ahli-ahli hukum Perdata maupun Yurisprudensi, uang merupakan alat yang praktis, yang paling sedikit menimbulkan selisih dalam menyelesaikan sesuatu sengketa. Pada Putusan Nomor 41/Pdt.G/2013/PN.Mdn ini, Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk mengganti rugi uang sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) kepada Tergugat

3. Pertimbangan Hukum oleh Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 41/Pdt.G/2013/PN.Mdn yaitu menggunakan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata tentang ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum. Tergugat dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim dan dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) karena Tergugat telah menimbulkan kerugian kepada pihak Penggugat. Disamping itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman uang paksa (dwangsom) serta membayar ongkos perkara yang timbul dalam persidangan tersebut. Dalam hal perlawanan (verzet) yang dilakukan oleh Tergugat, Pengadilan Tinggi Medan dalam Putusan Nomor 90/PDT/2014/PT-MDN, kembali menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 20 November 2013, No.41/Pdt.Plw/2013/PN-Mdn, yang dimohonkan banding tersebut, serta kembali menghukum Pelawan/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).

B. Saran

1. Bahwa untuk ganti rugi korban tindak pidana, salah satu cara yang dapat dilakukan dengan melakukan gugatan perdata, dengan syarat sudah ada putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

2. Untuk ganti rugi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap Tergugat, sudah benar. Majelis Hakim sudah menerapkan hukum yang sesuai dengan

85

fakta-fakta hukum yang ada, serta mengabulkan gugatan Penggugat hanya sebagian.

3. Putusan Majelis Hakim terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada Tergugat sudah benar. Majelis Hakim menjatuhkan hukuman denda Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), pembayaran uang paksa (dwangsom), serta membayar ongkos perkara yang timbul dalam persidangan tersebut.

BAB II

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Titel 3 Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang. Pengertian perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah dirumuskan secara eksplisit. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur apabila seseorang mengalami kerugian karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, maka ia dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pengadilan negeri. Jadi pasal tersebut bukan mengatur mengenai

onrechtmatigedaad, melainkan mengatur mengenai syarat-syarat untuk menuntut

ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum.13

Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia yang melanggar hukum, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.14

Pasal ini mempunyai sejarah yang panjang. Pada tahun 1910 HR Belanda menerbitkan suatu kaidah hukum tentang perbuatan melawan hukum. Arrest ini dikenal dengan nama Zuthpense Waterleiding Arrest HR 10 Juni 1910, No. 108 Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

13 M.A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta,

1982, hal.18 14

14

HR. Menurut arrest ini, perbuatan melawan hukum ialah perbuatan yang melanggar undang-undang (hukum yang tertulis).

Peristiwanya sebagai berikut :15

Pada tahun 1919, Hoge Raad dalam Arrest yang dikenal dengan nama

Arrest Lindenbaum-Cohen tahun 1919 HR 31 Januari, Hoetink No. 110

memperluas arti dari perbuatan melawan hukum menjadi sebagai berikut:

Di dalam sebuah gudang terdapat satu saluran air yang sewaktu-waktu dapat meledak. Keran utama dari saluran itu berada di tingkat atas gudang tersebut. Akan tetapi, penghuninya tidak mau menutup keran tersebut, sehingga gudang banjir air. Ketika penghuni tersebut digugat untuk ganti rugi, ia membela diri dengan pendapat bahwa undang-undang tidak mewajibkan untuk menutup keran utama sehingga ia tak dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan pendirian ini dibenarkan Mahkamah Agung Negeri Belanda.

Kaidah hukum ini merupakan ajaran sempit.

16

Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

Berbuat atau tidak berbuat yang dengan kesalahannya melanggar hukum tertulis dan tidak tertulis, melanggar hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat, bertentangan dengan kesusilaan (moral) ataupun sifat berhati-hati sebagaimana patutnya di dalam lalu lintas masyarakat yang diakui sebagai norma hukum.

15

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata Buku Ketiga, Penerbit: Citra Aditya, bandung, 2015, hal.146

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian).

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Jika ditilik dari model pengaturan KUH Perdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum lainnya, sebagaimana juga dengan KUH Perdata di

Dokumen terkait