• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPERHENSIF LAIN KONSOLIDASIAN Untuk Tahun-tahun yang berakhir pada

3.9. Analisis Rasio Keuangan Perusahaan

Berdasarkan pengertian dan penggolongan rasio keuangan, dapat dianalisis beberapa rasio keuangan untuk melihat tingkat perkembangan seluruh aktivitas perusahaan.

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kembali seluruhnya kewajiban-kewajiban jangka pendeknya apabila telah jatuh tempo.

a. Rasio Lancar (Current Rasio) Rasio Lancar =

2015 =

x 100%

= 598,46%

2016 =

x 100%

= 726,11%

2017 =

x 100%

= 702,26%

Berdasarkan perhitungan rasio lancar pada tahun 2015, perusahaan mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 598,46% aktiva lancar, artinya perusahaan mampu membayar setiap Rp 100 hutang lancar dengan Rp 598,46 aktiva lancar.

Pada tahun 2016, perusahaan mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 726,11% aktiva lancar, artinya perusahaan mampu membayar setiap Rp 100

hutang lancar dengan Rp 726,11 aktiva lancar. Dan pada tahun 2017 perusahaan mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 702,26% aktiva lancar, artinya perusahaan mampu membayar setiap Rp 100 hutang lancar dengan Rp 702,26 aktiva lancar. Dari tahun 2015 sampai 2016 rasio perusahaan mengalami kenaikan sebesar 128%.Sedangkan pada tahun 2016 sampai 2017 rasio perusahaan mengalami penurunan sebesar 24%.Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2017 akibat peningkatan hutang lancar yang jauh lebih tinggi dari peningkatan aktiva lancarnya, perusahaan masih mampu menjamin setiap rupiah hutang lancarnya dengan lebih dari dua rupiah asset lancar. Hal ini ditunjukkan tingkat rasionya yang melebihi 200% yang merupakan standar rasio cepat yang baik.

Artinya, perusahaan memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menjamin likuiditasnya.

b. Rasio Cepat ( Quick Ratio )

Rasio Cepat =

2015 =

x 100%

= 229,21%

2016 =

x 100%

= 316,97

2017 =

x 100%

= 315,57%

37

Berdasarkan perhitungan rasio cepat pada tahun 2015, perusahaan mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 229,21% aktiva lancar, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp 229,21 aktiva lancer.Pada tahun 2016 perusahaan juga mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 316,97%

aktiva lancar, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp316,97 aktiva lancar dan pada tahun 2017 perusahaan juga mampu menjamin setiap hutang lancar dengan 315,57% aktiva lancar, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp 315,57 aktiva lancar. Dari tahun 2015 sampai 2016 rasio perusahaan mengalami kenaikan sebesar 87%.Sedangkan pada tahun 2016 sampai 2017 rasio perusahaan mengalami penurunan sebesar 1%

akibat peningkatan hutang lancar yang lebih tinggi tanpa diimbangi dengan meningkatnya aktiva lancar.Meskipun demikian, kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek cukup baik ditandai dengan angka rasio cepat diatas 100%.

c. Rasio Kas ( Cash Ratio )

Rasio Kas =

x 100%

2015 =

x 100%

= 150,82%

2016 =

x 100%

= 181,12%

2017 =

x 100%

= 188,66%

Berdasarkan rasio kas, pada tahun 2015 perusahaan mampu menjamin setiap hutang lancar sebesar 150,82%, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp 150,82 kas. Pada tahun 2016, kemampuan perusahaan menjamin setiap hutang lancar menurun menjadi 181,12%, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp 181,12 kas. Dan pada 2017, kemampuan perusahaan dalam menjamin setiap hutang lancar kembali meningkat menjadi 188,66%, artinya perusahaan dapat membayar Rp 100 hutang lancar dengan Rp 188,66 kas. Dari tahun 2015 sampai 2016 rasio perusahaan mengalami peningkatan 30%. Sedangkan pada tahun 2016 sampai 2017 rasio perusahaan mengalami kenaikan sebesar 8%. Tidak terdapat standar khusus pada rasio kas sehingga penilaiannya tergantung kebijakan perusahaan.

Tabel 3.8

Rasio Likuiditas akhir tahun 2015 hingga 2017 No

Sumber : Hasil Penelitian (Data diolah) (2019)

Dari Tabel 3.1 rasio likuiditas tersebut, kemampuan perusahaan melunasi hutang jangka pendeknya menurun, ini disebabkan oleh peningkatan hutang lancar yang tidak sebanding dengan peningkatan aktiva lancar.Akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi perusahaan tersebut dalam keadaan likuid

39

atau baik, hal ini ditunjukkan dengan hasil rasio yang sesuai dengan standar khusus yang ditetapkan dalam rasio-rasio likuiditas.

2. Rasio Profitabilitas

Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manjemen.

a. Pengembalian/imbalan atas investasi (Return On Investment – ROI) ROI =

2015 =

x100%

= 18,11%

2016 =

x 100%

= 18,29%

2017 =

x 100%

= 16,74%

Berdasarkan perhitungan return on investmentpada tahun 2015 sebesar 18,11%. dalam hal ini setiap Rp 100 investasi yang ditanamkan dalam perusahaan akan menghasilkan laba keuntungan sebesar Rp 18,11. Dan pada tahun 2016 return on investment sebesar 18,29% artinya setiap Rp 100 investasi yang ditanamkan dalam perusahaan akan menghasilkan laba keuntungan sebesar Rp18,29 atau mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2017 mengalami penurunan dengan return on investment sebesar 16,74% artinya setiap Rp 100 investasi yang ditanamkan dalam perusahaan akan

menghasilkan laba keuntungan sebesar Rp 16,74. Penurunan ROI pada tahun 2017 ini disebabkan oleh peningkatan laba bersih yang tidak sebanding dengan peningkatan total aktiva.

Tabel 3.9

Rasio Profitabilitas akhir tahun 2015 hingga 2017 No Rasio-Rasio

Profitabilitas 2015 2016 2017

Sumber : Hasil Penelitian, (Data diolah) (2019)

Dari komponen rasio profitabilitas tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 2016 perusahaan mampu melakukan efesiensi sebesar 18,29% yang mengalami peningkatan sebesar 0,18% dari tahun sebelumnya sebesar 18,11%.

Sedangkan pada tahun 2017 perusahaan mengalami penurunan sebesar 1,55% dari tahun sebelumnya menjadi 16,74%. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya total aktiva, tetapi laba bersihnya tidak meningkat secara signifikan. Tetapi kemampuan perusahaan memperoleh laba sudah sesuai dengan standar rata-rata industri sebesar 10%.

3. Rasio Aktivitas

Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa efektif manajemen perusahaan menggunakan aktiva yang dimilikinya dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

41

a) Total Assets Turnover

Total Assets Turnover =

Perhitungan Total Assets Turnover akhir tahun 2015 hingga 2017 Tahun Penjualan Total Aktiva Rasio

2015 4.694.947.302.382 3.267.549.674.003 1,43 2016 4.884.064.456.253 3.731.101.667.891 1,30 2017 5.877.966.660.390 4.428.840.550.479 1,32

Sumber : Hasil Penelitian (Data diolah) (2019)

Dari tabel 3.3. dapat dilihat bahwa perputaran total aktiva tahun 2015 sebanyak 1,43 kali. Artinya setiap Rp.1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp.1,43 penjualan. Pada tahun 2016 perputaran total aktiva sebanyak 1,30 kali artinya Rp.1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp.1,30 penjualan. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan penjualan yang tidak sebanding dengan total aktiva perusahaan. Dan pada tahun 2017 perputaran total aktiva sebanyak 1,32 kali artinya setiap Rp.1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp.1,32 penjualan. Hal ini berarti dari tahun 2015 hingga 2016 terjadi penurunan rasio. Dan pada 2016

hingga 2017 terjadi peningkatan. Jika dibandingkan dengan rata-rata industri untuk total assets turnover yaitu 2 kali, berarti perusahaan diharapkan meningkatkan lagi penjualannya.

b) Fixed Assets Turnover.

Fixed Assets Turnover=

Perhitungan Fixed Assets Turnover akhir tahun 2015 hingga 2017 Tahun Penjualan Total Aktiva

Tetap Bersih Rasio 2015 4.694.947.302.382 800.154.833.207 5,86 2016 4.884.064.456.253 909.031.923.413 5,37 2017 5.877.966.660.390 1.070.568.248.167 5,49

Sumber : Hasil Penelitian (Data diolah) (2019)

Dari tabel 3.4. dapat dilihat bahwa perputaran aktiva tetap tahun 2015 sebanyak 5,86 kali artinya setiap Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 5,86 penjualan. Pada tahun 2016 terjadi penurunan, perputaran aktiva tetap tahun 2016 sebanyak 5,37 kali artinya Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 5,37 penjualan. Dan pada tahun tahun 2017 terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya,

43

perputaran aktiva tetap tahun 2017 sebanyak 5,49 kali artinya Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 5,49 penjualan. Hal ini berarti jika dibandingkan dengan rata-rata industri untuk total assets turnover yaitu 5 kali, berarti perusahaan sudah mampu memaksimalkan kapasitas aktiva tetap yang dimiliki perusahaan.

4. Rasio Leverage

Rasio Leverage digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh utang-utangnya atau dengan kata lain rasio ini dapat pula digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan dalam mendanai kegiatan usahanya apakah lebih baik menggunakan utang atau ekuitas.

Debt Ratio =

x 100%

2015 =

x 100%

= 19,54%

2016 =

x 100%

= 18,28%

2017 =

x 100%

= 20,73%

Tabel 3.12

Perhitungan Debt Ratio akhir tahun 2015 hingga 2017 Tahun Total Hutang Total Aktiva Rasio

2015 638.724.157.543 3.267.549.674.003 0,1954 2016 682.373.973.095 3.731.101.667.891 0,1828 2017 918.418.702.689 4.428.840.550.479 0,2073

Sumber : Hasil Penelitian (Data diolah) (2019)

Rasio hutang yang optimal adalah rasio yang proporsi hutang dan ekuitasnya sama seperti debt to equity ratio. Jika rasio hutang kurang dari 0,5 kali, berarti sebagian besar aset perusahaan dibiayai melalui ekuitas. Jika rasionya lebih besar dari 0,5 kali sebagian besar aset perusahaan dibiayai melalui hutang.

Dari tabel 3.5. dapat dilihat bahwa rasio hutang pada tahun 2015 hingga 2017 kurang dari 0,5 kali. Hal ini berarti sebagian besar aset perusahaan dibiayai oleh ekuitas.

b) Rasio Hutang Terhadap Ekuitas ( Debt To Equity Ratio) Debt To Equity Ratio =

x 100%

2015 =

x 100%

= 24,29%

2016 =

x 100%

= 22,38%

2017 =

x 100%

= 26,16%

45

Tabel 3.13

Perhitungan Debt To Equity Ratio akhir tahun 2015 hingga 2017 Tahun Total Hutang Total Modal Rasio

2015 638.724.157.543 2.628.825.516.460 0,2429 2016 682.373.973.095 3.048.727.694.796 0,2238 2017 918.418.702.689 3.510.421.847.790 0,2616

Sumber : Hasil Penelitian (Data diolah) (2019)

Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt To Equity Ratio) yang dapat diterima adalah berkisar antara 1,5 kali hingga 2 kali. Bagi perusahaan besar yang sudah go publik, Debt To Equity Ratio bisa mencapai 2 kali atau lebih dan masih dianggap bisa diterima. Namun bagi perusahaan kecil menengah angka tersebut tidak dapat diterima.

Secara umum, Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mungkin tidak dapat menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang rendah juga dapat menandakan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peningkatan profit/labanya secara maksimal.

Dari tabel 3.6. dapat dilihat bahwa Rasio Hutang terhadap Ekuitas pada tahun 2015 hingga 2017 kurang dari 1,5 kali. Hal ini berarti perusahaan tidak memanfaatkan peningkatan profit/labanya secara maksimal.

BAB IV

Dokumen terkait