• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Analisis Rasio

Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical

relationship) antar suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dengan

menggunakan alat analisa berupa ratio ini akan menjelaskan atau meberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka-angka ratio tersebut dibandingkan dengan angka ratio pembanding yang digunakan sebagai standar (Munawir, 1983: 64).

Widiatmoko (1999) meneliti dengan judul Analisis laporan Keuangan untuk menilai Kondisi Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas dan Kecepatan Arus Kas

studi kasus pada PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk. Penelitian menggunakan rasio keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Hasil yang diperoleh cukup bervariasi dengan adanya kenaikan dan penurunan dengan likuiditas tertinggi tahun 1994 sebesar 178% pada rasio current ratio dan 161% pada quick

ratio. Penelitian yang dilakukan dalam periode 1994 hingga 1998 ini perusahaan

solvabel pada tahun 1994 dan 1995, cenderung menurun pada tahun 1997 sebesar 57% dari tahun 1996 karena perusahaan mengambil hutang jangka panjang.

Surya (2003) meneliti dengan judul Analisis Perkembangan Kinerja

Keuangan Perusahaan dengan Analisis Rasio dan Common Size. Surya meneliti

dengan menggunakan rasio keuangan PT. Dian Kencana Adi Wisata Yogyakarta selama periode 1996 hingga 2000 untuk mengetahui kinerja keuangan dalam beberapa tahun dan perkembangannya terhadap perkomponen secara komparatif. Perusahaan rata-rata selama periode 1996 hingga 2000 dalam kondisi likuid, solvabel dan rentabel baik dari rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri.

Rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas juga dipergunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan. Cahyono (1999) menggunakan rasio-rasio tersebut dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Laporan Keuangan Untuk Menilai

Kinerja Keuangan studi kasus PT. Cemako Lestari Indonesia. Hasil yang

diperoleh kemudian dihitung lagi dengan metode Altman sebagai metode untuk memprediksi kebangkrutan. Hasil penelitian menunjukkan laba bersih selama lima tahun menurun.

Analisis rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Analisis Rasio Likuiditas

Analisa rasio likuiditas adalah suatu analisis rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya (Hanafi&Halim, 2003: 75).

Rasio likuiditas yang digunakan antara lain: a. Rasio Lancar

Lancar Utang Lancar Aktiva Lancar Rasio =

(Hanafi & Halim, 2003: 77).

Rasio lancar atau current ratio adalah kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar, (Riyanto, 2001: 332).

Menurut Hanafi dan Halim (2003: 77) rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis).

Aktiva lancar digunakan untuk menyatakan kas/bank dan sumber-sumber lain yang dapat diharapkan dicairkan menjadi kas atau bank, dijual atau dipakai habis dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan jika melampaui satu tahun (Munawir, 1983: 28)

Utang lancar atau utang jangka pendek adalah utang-utang yang pelunasannya akan memerlukan penggunaan sumber-sumber yang digolongkan dalm aktiva lancar atau dengan menimbulkan suatu utang baru (Baridwan, 1990: 26-27). b. Rasio Cepat Lancar Utang Piutang Efek Kas Cepat Rasio + + = (Riyanto, 2001: 333).

Rasio cepat atau quick (acid test) ratio adalah kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick asset) (Riyanto, 2001: 333).

Kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan (IAI, 2002: 29).

Efek adalah surat-surat berharga (securities) (Riyanto, 2001: 175).

Surat berharga merupakan bentuk penyertaan sementara dalam rangka pemanfaatan dana yang tidak dipergunakan (IAI, 2002: 29).

Piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari si penjual kepada si pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi (Jusup, 2001: 52).

2. Analisis Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas adalah suatu analisa rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. (Hanafi&Halim, 2003: 81).

Solvabilitas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansiilnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasikan (Riyanto, 2001: 32). Sehingga pengertian solvabiltas dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang).

a. Aset Total Hutang Total Aset Total Terhadap Hutang Total = (Hanafi&Halim, 2003: 82).

Rasio total hutang terhadap total aset untuk menghitung seberapa jauh dana disediakan oleh kreditur. Interpretasi atas hasil penghitungan rasio adalah setiap hutang dari hasil penghitungan dijamin oleh Rp. 1 aset perusahaan (Hanafi&Halim, 2003: 82). b. Bunga (EBIT) Pajak dan Bunga Sebelum Laba = Earned Interest Times (Hanafi&Halim, 2003: 82).

Rasio times interest earned digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar hutang dengan laba sebelum pajak. Bisa juga dikatakan rasio ini untuk menghitung laba sebelum pajak yang tersedia untuk menutup beban tetap bunga (Hanafi&Halim, 2003: 82).

EBIT (Earning Before Interest and Taxes) merupakan laba sebelum

bunga dan pajak adalah laba sebelum diperhitungkannya biaya bunga dan pajak.

Salim (2000) mengukur kinerja keuangan perusahaan PT. Darya-Varya Laboratoria. Tbk menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Judul yang diambil Salim adalah Analisis Laporan Keuangan

Kinerja Keuangan Perusahaan. Hasil penghitungan berbeda setiap

terjadi pada rasio likuiditas tahun 1996 terhadap standar industri sejenis. Penurunan terjadi lagi pada rasio rentabilitas tahun 1999.

3. Analisis Rasio Rentabilitas

Kurniawaty (2000) meneliti dengan judul Analisis Perkembangan

Rentabilitas untuk mengetahui rentabilitas dan perkembangannya dalam

waktu beberapa tahun perusahaan The Indonesian Knitting Factory LTD. NV di Semarang. Rentabilitas mengalami penurunan, dikarenakan perbandingan kenaikan dan penurunan rentabilitas ekonomi lebih besar penurunannya sebesar 14,93% dan penurunan ini dipengaruhi perubahan profit margin.

Profit margin mengalami penurunan karena selama periode 1995 hingga 1999

kenaikan profit margin hanya 3,38% yang lebih kecil daripada penurunannya sebesar 6,69%. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan harga jual per unit dan volume penjualan dimana harga jual per unit tiap tahun meningkat yang diikuti penurunan volume penjualan.

Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas ialah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, dan umumnya dirumuskan sebagai berikut:

% 100 M

L

L adalah jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu dan M adalah modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001: 35).

a. Rentabilitas Ekonomi

Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001: 36).

Modal yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan (operating

capital/assets). Dengan demikian maka modal yang ditanamkan dalam

perusahaan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek (kecuali perusahan-perusahaan kredit) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi (Riyanto, 2001: 36).

Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasinya perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian maka yang diperoleh dari usaha-usaha di luar perusahaan atau dari efek (misalnya deviden, coupon dan lain-lain) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi (Riyanto, 2001: 36).

Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan

efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya (Riyanto, 2001: 37).

Bagaimana tingkat rentabilitas dapat dipertinggi? Dalam hal ini pertama-tama kita harus mengetahui faktor-faktor apakah yang menentukan tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi / earning power

(Riyanto, 2001: 37).

Tinggi rendahnya earning power menurut Riyanto dalam Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan ditentukan oleh 2 faktor yaitu:

1) Profit Margin x100% Net Sales ing Income Net Operat = (Riyanto, 2001: 37).

Profit margin untuk menghitung sejauh mana kemampuan

perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu (Hanafi&Halim, 2003: 84). 2) x % Assets Operating Net Sales Assets Operating Of Turnover = 100

(Riyanto, 2001: 37).

Operating assets adalah semua aktiva kecuali kewajiban jangka

panjang dan aktiva lain-lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan (Munawir, 1983: 87).

Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu

kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu.

Turnover tersebut dapat ditentukan dengan membagi net sales dengan

operating assets” (Riyanto, 2001: 37).

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa profit margin

dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan sales, sedangkan “operating assets turnover” dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating assets dalam periode tertentu. Hasil akhir dari percampuran kedua efisiensi profit margin dan operating assets

turnover menentukan tinggi rendahnya earning power. Oleh karena

itu makin tingginya profit margin atau “operating assets turnover” masing-masing atau kedua-duanya akan mengakibatkan naiknya

earning power (Riyanto, 2001: 37-38).

Hubungan antara profit margin dan operating assets turnover dapatlah digambarkan sebagai berikut:

Profit margin x operating assets turnover = Earnings Power.

(Riyanto, 2001: 38).

Tentang earning power, Riyanto (2001: 37) menyatakan sebagai berikut:

Earning power as the ability of a given investment to earn to return from

it use (Howard & Upton, 1971). Earning power, the relation of net

operating income to the net operating assets (Johnson, 1966).

Bila diterjemahkan, earnings power merupakan kemampuan dalam pemberian investasi untuk mendapatkan hasil dari penggunaannya. Terjemahan menurut Johnson (1966), earnings power merupakan relasi pendapatan bersih operasi (net operating income) ke aset bersih operasi (net operating assets).

b. Rentabilitas Modal Sendiri

Rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan (Riyanto, 2001: 44).

Rasio rentabilitas modal sendiri menurut Riyanto (2001: 44) adalah: 100% x Sendiri Modal EAT Sendiri Modal as Rentabilit Rasio =

EAT (Earnings After Tax ) diterjemahkan laba setelah pajak. Pada contoh penghitungan menurut Riyanto (2001: 44) EAT merupakan selisih keuntungan sebelum bunga dan pajak dengan bunga dan pajak pendapatan.

Modal sendiri menurut Baridwan (1983: 28-30) adalah perbedaan antara aktiva dengan utang dan merupakan kewajiban perusahaan kepada pemilik. Ditunjukkan dalam beberapa elemen, yaitu:

1) Modal disetor

Jumlah uang yang disetorkan. 2) Laba tidak dibagi

Kumpulan laba tahun-tahun sebelumnya yang tidak dibagi sebagai dividen. Laba tidak dibagi merupakan elemen modal yang berasal dari perusahaan.

3) Modal penilaian kembali

Selisih antara nilai buku lama dengan nilai buku baru jika dilakukan penilaian kembali terhadap aktiva-aktiva perusahaan.

4) Modal sumbangan

Diperoleh apabila perusahaan memperoleh aktiva yang berasal dari sumbangan.

Dwisetyawati (1999) mengukur efisiensi keuangan dengan menggunakan rasio rentabilitas. Rasio rentabilitas yang digunakan adalah

gross profit margin, net profit margin dan operating ratio. Dwisetyawati

juga membandingkan hasil perhitungan rasio perusahaan dengan standar industri. Judul penelitian Dwisetyawati adalah Penilaian Efisiensi Kinerja Operasi Perusahaan Melalui Analisis Rasio Keuangan.

Dokumen terkait