• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Penetapan Rendemen Individual Petani

4.2.2.2. Analisis Regresi dan Korelasi

Analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas juga dilakukan dengan menggunakan SPSS-12 dan hasilnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas

Coefficients T Sig. Correlations

Independent Variable B Std. Error Zero-order Partia l Part (Constant) .033 .419 -1.349 .180 Varietas .016 .038 -.430 .668 .093 -.038 -.005 Tingkat Keprasan -.002 .014 .126 .900 -.001 .011 .002 N .155 .117 1.320 .189 -.170 .115 .017 Kompos -.011 .015 -.731 .466 -.045 -.064 -.009 NPK -.104 .171 -.608 .544 -.270 -.053 -.008 Umur Tebu .022 .012 1.904 .059 -.123 .165 .024 Kotoran (Trash) -.007 .005 -1.321 .189 -.226 -.115 -.017 Kewayuan -.034 .019 -1.781 .077 -.723 -.154 -.023 Irigasi .047 .028 1.695 .093 -.005 .147 .022 Brix Kebun .448 .010 46.43 .000 .988 .971 .593

a Dependent Variable: Rendemen

0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 O b s e r v e d C u m P r o b 0 . 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 . 0 E x p e c te d C u m P ro b D e p e n d e n t V a r i a b l e : R e n d e m e n N o r m a l P - P P l o t o f R e g r e s s i o n S t a n d a r d i z e d R e s i d u a l

Tabel di atas menunjukkan nilai konstanta dan koefisien untuk masing-masing variabel dan besarnya korelasi parsial untuk masing-masing variabel.

Dengan demikian bentuk hubungan antara variabel-variabel bebas (komponen input) dengan variabel terikat (rendemen) dapat dinyatakan dengan persamaan :

Y = 0,033 + 0,016 X1 - 0,002 X2 + 0,155 X31 – 0,011 X32 - 0,104 X33 + 0,022 X4 – 0,007 X5 – 0,034 X6 + 0,047 X7 + 0,448 X8

dimana : Y = rendemen, %

X1 = varietas yang terdiri dari varietas PS dan bukan PS X2 = tingkat keprasan (pada tingkat 0 sampai 5)

X31 = pupuk N setara ZA, ton/ha (pada tingkat pemupukan 0 – 0,8 ton/ha)

X32 = pupuk kompos, ton/ha (pada tingkat pemupukan 0 – 3 ton/ha) X33 = pupuk NPK, ton/ha (pada tingkat pemupukan 0 – 0,3 ton/ha) X4 = umur tebu, pada tingkat 11 bulan sampai 14 bulan

X5 = kotoran, pada tingkat 0 % sampai 6 %.

X6 = kewayuan (delay time), pada tingkat 0 hari sampai 4,5 hari X7 = irigasi lahan yang terdiri dari lahan tegalan dan lahan sawah X8 = brix kebun (total padatan terlarut), %

Analisis ragam terhadap persamaan regresi tersebut ditujukan untuk menguji kelinearan persamaan regresi berganda dimaksud. Hasil analisis ragam dan ringkasan model regresi dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Ringkasan model regresi berganda

R R2 Adj. R2 Std. Error R2 Change F df1 df2 Sig. F

.989(a) .979 .977 .136 .979 544.68 11 130 0.000

a Predictors: (Constant), Eff.Pabrik, N, Varietas, Kompos, NPK, Keprasan, Irigasi, Kewayuan, Umur, Kotoran, Brix

b Dependent Variable: Rendemen

Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai R2 sangat signifikan yaitu 0.979 dengan F hitung = 544.68 dan simpangan regresi 0.136. Selain itu, hasil uji F terhadap regresi sangat berbeda nyata (berbeda nyata pada α = 0.001).

Tabel 10. Analisis ragam regresi berganda

Sumber Keragaman JK db KT F hit Sig. F Regresi Galat Total 111.613 2.422 114.034 11 130 141 10.147 0.019 544.683 0.000(a)

aPredictors: (Constant), Eff.Pabrik, N, Varietas, Kompos, NPK, Keprasan, Irigasi, Kewayuan, Umur, Kotoran, Brix

b Dependent Variable: Rendemen

Persamaan regresi diatas sangat baik untuk memperkirakan rendemen (Y) berdasarkan jenis tebu (X1), tingkat keprasan (X2), Pemupukan (X3), umur tebu (X4), tingkat kotoran (X5), kewayuan (X6), irigasi (X7), brix ( total padatan terlarut) tebu di kebun (X8), dan efisiensi pabrik saat itu (X9), karena koefisien determinasi R2 (0,979) dan F hitung (544,68) sangat tinggi. Sedangkan kesalahan untuk memperkirakan rendemen dengan persamaan tersebut (simpangan regresi) cukup rendah dibanding rata-ratanya (0,136 poin atau CV = 1,60 %).

Dari persamaan regresi yang diperoleh, dapat dijelaskan fenomena sebagai berikut: Rendemen dipengaruhi oleh jenis tebu, jenis tebu PS rendemennya lebih tinggi 0,016 poin dibanding jenis tebu Triton. Semakin tinggi tingkat keprasan dapat menurunkan rendemen, setiap peningkatan keprasan 1 kali dapat menurunkan rendemen 0,002 poin. Pemupukan N dosis 0 – 0,8 ton/ha ZA dapat meningkatkan rendemen 0,155 poin. Sebaliknya, penambahan pupuk kompos dosis 0 – 3 ton/ha dan pupuk NPK pada dosis 0 – 0,3 ton/ha justru dapat menurunkan rendemen namun besarnya tidak signifikan. Umur tebu 9 – 14 bulan mempengaruhi rendemen, karena setiap peningkatan umur 1 bulan rendemen meningkatkan rendemen 0,022 poin. Kadar kotoran (trash) 0 – 8 % tidak mempengaruhi rendemen secara signifikan, karena semakin tinggi kadar kotoran 1% rendemen hanya turun sebesar 0,007 poin. Sebaliknya tingkat kewayuan 0 – 4,5 hari memberikan dampak penurunan rendemen yang signifikan, setiap peningkatan 1 poin kewayuan dapat menurunkan rendemen sebesar 0,034 poin. Jenis lahan irigasi yang digunakan mempengaruhi rendemen, lahan sawah memberikan rendemen lebih tinggi 0,047 poin dibanding lahan tegalan. Begitu pula halnya dengan total padatan terlarut (brix) pada tebu di kebun mempengaruhi

rendemen secara signifikan, setiap peningkatan 1 poin brix dapat meningkatkan rendemen sebesar 0,448 poin.

Pada persamaan regresi di atas, penambahan komponen-komponen input berupa tingkat keprasan, pemupukan NPK dan kotoran, dapat menurunkan rendemen meskipun besarnya tidak signifikan. Hasil-hasil penelitian tentang pengaruh kotoran terhadap rendemen menunjukkan bahwa semakin besar kotoran yang terangkut dan ikut tergiling akan menurunkan rendemen dengan kecepatan 0,125 – 0,25 poin persatuan (%) kotoran (Yates, 1996 dalam Martoyo, 2000), karena kotoran berupa klaras dan pucukan yang banyak mengandung bukan-gula akan meningkatkan jumlah ampas per satuan tebu sehingga mengurangi ekstraksi nira dan kapasitas stasiun gilingan (Martoyo, 2000). Penambahan bukan-gula dalam stasiun gilingan juga akan menyebabkan gula terbawa ke dalam tetes (Santoso, et al. 1996).

Penambahan tingkat keprasan akan mengakibatkan terjadinya penurunan rendemen. Hasil penelitian Kuntohartono (2000) menyatakan bahwa hasil panen keprasan makin menurun dengan semakin besarnya ulangan pengeprasan. Karenanya, jumlah keprasan dibatasi satu sampai tiga keprasan saja. Pada penelitian Husnan, et al. (2000) di PG Cintamanis tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan produksi tebu keprasan II dibanding tebu keprasan I, dengan rata-rata penurunan produksi sebesar 7,86%. Percobaan di lahan PG Pesantren Baru oleh Kuntohartono dan Djajadi (1985) juga melaporkan keadaan yang sama, yaitu terjadi penurunan produksi rata-rata sebesar 30% pada tanaman keprasan I dan 54% pada tanaman keprasan II dibanding dengan produksi tebu baru.

Pemberian pupuk NPK dimaksud untuk meningkatkan ketersediaan hara nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) di lahan pertanaman. Namun, pemberian pupuk yang berlebihan, terutama pada lahan-lahan yang sudah jenuh ada kemungkinan justeru mendapatkan hasil negatif (Laoh B., 1970). Laoh menyarankan analisis tanah untuk menekan pengaruh negatifnya. Menurut Usman, B. (1996) penambahan unsur K yang berlebihan atau di tanah yang kaya nutrisi K ternyata

berdampak menurunkan produksi kebun, serta berdampak negatif terhadap proses pengolahan nira dan mutu gula. Hasil penelitian Usman dan Sumoyo (1991) menyimpulkan bahwa pemupukan NPK 1,5 ku/ha pada ketersediaan K2O 39-114 mg/kg mampu meningkatkan rerata 1,94 angka rendemen, dan bila dosis NPK ditingkatkan menjadi 3,0 ku/ha ternyata berdampak menurunkan sebesar 0,47 angka rendemen. Penelitian Jaffri (1980 dalam Kuntohartono, 2000) menyatakan adanya efek residu P pada tanaman keprasan tebu berikutnya, sehingga pemberian tambahan unsur P justeru akan meningkatkan kejenuhan ketersediaannya.

Kurniawan (2000) menyatakan bahwa pemberian pupuk kompos dimaksudkan untuk mengembalikan dan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik, maka efisiensi penggunaan pupuk anorganik juga menjadi tinggi, sehingga dapat mengurangi dosis pemakaiannya. Namun, jumlah dosis pupuk dan perbandingannya sangat tergantung pada kesuburan tanahnya serta respon tebu terhadap pemupukan (Laoh, 1970). Kondisi tersebut diduga menjadi penyebab adanya pengaruh negatif pemberian pupuk NPK dan pupuk kompos pada penelitian ini.

Berbeda halnya dengan pemberian pupuk N. Hara nitrogen (N) diperlukan untuk meningkatkan luas daun, memperpanjang batang, memacu pertunasan dan akhirnya meningkatkan hasil panen (Kuntohartono, 2000). Tanaman tebu, khususnya keprasan, kurang efisien menggunakan hara N, sehingga diperlukan pemberian N yang lebih tinggi pada keprasan guna menghasilkan gula yang sama dengan tebu barunya (Kuntohartono dan Hendroko, 1995; Pawirosemadi, 1996). Penambahan N diperlukan pada setiap kali pertanaman karena tidak ada efek residu pemberian N tinggi pada keprasan berikutnya (Chapman, 1983 dalam Kuntohartono, 2000). Rendahnya efisiensi penggunaan N oleh tanaman tebu diduga disebabkan oleh rasio tunas akar yang rendah pada awal pertumbuhan, kelambatan akar tunas tumbuh, serta ketidakefisienan penyerapan hara oleh akar dongkelan (Simoen dan Sumoyo, 1990). Kondisi tersebut diduga menjadi penyebab adanya pengaruh positif pemberian pupuk N pada penelitian ini.

Dokumen terkait