• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Regresi Data Panel

TINJAUAN PUSTAKA

2. Analisis Regresi Data Panel

Metode data panel sebagai metode kuantitatif digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews6. Analisis model data panel dilakukan dengan tiga macam metode yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square atau PLS), metode efek tetap (fixed effect model atau FEM) dan metode efek acak (random effect model atau REM). Pemilihan model serta model mana yang paling tepat dalam pengolahan data panel harus dilakukan melalui beberapa pengujian, antara lain: Chow Test, The Breusch-Pagan LM Test dan Hausman Test. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi model dan uji kriteria ekonometrik klasik untuk mendapatkan model terbaik.

Baltagi (2005) menjelaskan beberapa keunggulan penggunaan analisis data panel secara statistik maupun teori ekonomi, antara lain:

1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antarvariabel.

2. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individu antarwaktu.

3. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

4. Dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data lebih banyak.

Sebagaimana sudah dikemukakan, bahwa pendekatan umum dalam model data panel untuk mengetahui hubungan antarvariabel tidak bebas (endogen) dengan variabel bebas (eksogen) terbagi menjadi tiga metode yaitu PLS, FEM dan

23 REM. Setelah melakukan tahap pengujian sebagaimana seharusnya dalam menentukan model mana yang paling tepat, hasilnya adalah bahwa dalam penelitian ini model yang paling tepat digunakan adalah model FEM. Secara detail tahapan pengujian dalam evaluasi pemilihan model terbaik yaitu uji Chow

maupun uji Hausman, yang selanjutnya dievaluasi dan dilakukan uji kriteria statistik maupun ekonometrika. Tahapan evaluasi model yang dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji Chow

Uji Chow atau Likelihood Test Ratio digunakan untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dibandingkan dengan model PLS berdasarkan signifikansi model diperoleh. Hipotesis yang digunakan yaitu:

H0 : model Pooled Least Square (PLS)

H1 : model Fixed Effect Model (FEM)

Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, nilai probabilitas sebesar 0.0000 lebih kecil dibandingkan taraf nyata 5% artinya tolak H0

yang menunjukkan bahwa model FEM lebih baik dibandingkan PLS. b. Uji Hausman

Uji Hausman digunakan untuk mengetahui apakah model FEM lebih baik dari model REM. Dengan mengikuti kriteria Wald, nilai statistik Hausman akan mengikuti distribusi chi-square. Hipotesis dalam pengujian yaitu:

H0 : model Random Effet (REM)

H1 : model Fixed Effect Model (FEM)

Hasil uji Hausman pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0.0000 juga lebih kecil dari taraf nyata 5% yang memiliki arti bahwa model FEM lebih baik dibandingkan model REM.

Dari hasil kedua uji tersebut, model FEM dinyatakan sebagai model terbaik dari model PLS maupun REM karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Oleh karena itu, model yang dipilih dalam penelitian ini adalah model FEM.

Perumusan Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan yang memperlihatkan sejauh mana variabel-variabel yang digunakan seperti luas lahan perkebunan, jumlah tenaga kerja perkebunan, produktivitas tanaman perkebunan dan pendapatan asli daerah memengaruhi pertumbuhan PDRB sektor perkebunan sebagai sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara. Persamaan ini menggunakan lima kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara dan dalam kurun waktu 13 tahun dari tahun 2000 hingga 2012. Hubungan antara variabel-variabel di atas digambarkan sebagai berikut:

LnPTKBit=αi+β1LnLPit+β2LnTKPit+β3LnPDVit+β4LnPADit+εit

Keterangan:

LnPTKBit : nilai PDRB sektor perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%)

LnLPit : luas total lahan perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%)

24

LnPDVit : produktivitas tanaman perkebunan kabupaten/kota i tahun t (%)

LnPADit : jumlah pendapatan asli daerah kabupaten/kota i tahun t (%)

αi : intersep model yang berubah-ubah tiap kabupaten/kota

β1-β4 : parameter yang diduga

Ɛit : error term

i : indeks dari lima kabupaten/kota t : indeks waktu (2000-2012)

Pengujian Model Penelitian 1. Kriteria Statistik

a. Uji-F

Uji ini dilakukan untuk mengatahui apakah variabel eksogen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel endogen yang digunakan. Perumusan hipotesis uji-F adalah:

H0 : β0 = β1 = β2 = ... = βt = 0

H1 : minimal ada satu βt≠ 0

Hasil regresi data panel yang dilakukan menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 siginfikan pada taraf nyata 5% (Lampiran 3). Artinya secara bersamaan tiga variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara.

b. Uji-t

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel eksogen secara individu berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : βt = 0

H1 : βt≠ 0

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari empat variabel bebas yang digunakan terdapat tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5% dan satu variabel tidak berpengaruh signifikan (Lampiran 3). Artinya tiga variabel yang signifikan tersebut masing-masing memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) merupakan angka yang memberikan persentase variasi total dalam variabel endogen yang dijelaskan oleh variabel eksogen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hasil analisis pada Lampiran 3 menunjukkan nilai R2 sebesar 0.988268, artinya sebesar 98.82% pertumbuhan sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model dan sisanya sebesar 1.18% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

2. Kriteria Ekonometrika a. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan. Gujarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi,

25 yaitu (1) dugaan parameter koefisien regresi tetap tidak bias dan masih konsisten tetapi standar errornya dapat bias ke bawah, (2) perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien, dan (3) uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic

dan t-statistic tidak dipercaya.

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) yaitu dengan membandingkan sum square resid pada weighted statistic dan

unweighted statistic. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai sum square resid pada weighted statistic sebesar 2.00 < sum square resid

pada unweighted statistic sebesar 2.55 (Lampiran 3), artinya model panel yang digunakan sudah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. b. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan linier sempurna antar variabel eksogen penyusun model. Hal ini ditandai salah satunya dengan model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki R2 yang tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menggabungkan data cross section dan time series, memanfaatkan informasi sebelumnya, mengeluarkan variabel dengan kolinearitas tinggi dan penambahan data baru (Juanda, 2009).

Hasil analisis memberikan nilai R2 sebesar 0.988268 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai matriks korelasi antarvariabel (Lampiran 1). Hal ini menjelaskan bahwa model sudah terbebas dari masalah multikolinearitas.

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau diurutkan menurut ruang (cross section). Atau dengan kata lain autokorelasi terjadi karena antara sisaan tidak menyebar bebas. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW) dan membandingkan nilai DW statistik dengan DW tabel (n=65 dan k=4). Penentuan ada tidaknya autokorelasi dibantu dengan tabel DL (1.4709) dan DU (1.7311). Selang

pengujian dalam autokorelasi yaitu:

0 < d < DL : tolak H0, ada autokorelasi positif

DL≤ d ≤ DU : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan

DU < d < 4-DU : terima H0, tidak ada autokorelasi

4-DU≤ d ≤ 4-DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan

4-DL < d < 4 : tolak H0, ada autokorelasi negatif

Hasil analisis menunjukkan nilai DW statistik sebesar 1.047 dibandingkan dengan nilai DW tabel maka nilai tersebut mengindikasikan adanya autokorelasi positif. Namun karena model yang digunakan diboboti dengan cross section weights maka hal tersebut dapat diabaikan sehingga model dianggap sudah terbebas dari masalah autokorelasi.

26

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term

mengikuti distribusi normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan yaitu: H0 : residual menyebar normal

H1 : residual tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan uji Jarque-Bera. Hasil analisis menunjukkan nilai probabilitas 0.751239 (Lampiran 7) lebih besar dari taraf nyata 5%, artinya residual dalam model sudah menyebar normal.

PEMBAHASAN

Struktur dan Kinerja Ekonomi Kalimantan Utara Secara Sektoral dan Spasial

Peranan sektor-sektor dalam PDRB yang dapat dilihat dari besarnya sumbangan setiap sektor menggambarkan struktur ekonomi wilayah tersebut. Struktur perekonomian menggambarkan pola atau tatanan ekonomi seberapa besar kemampuan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Semakin besar nilai tambah dari suatu sektor ekonomi maka akan sangat berpotensi menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian di suatu wilayah. Akan tetapi, sektor lain dengan kontribusi yang lebih kecil tidak dapat diabaikan keberadaannya. Hal ini karena masih terdapat kemungkinan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan di masa mendatang.

Struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Utara dengan pendekatan sektoral pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perekonomian di provinsi ini paling

Tabel 5 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 hingga 2012

Lapangan Usaha PDRB (Juta rupiah) Nilai Perubahan

2008 2012 Persen % Tahunan Pertanian 1,145,914 1,261,729 10.11 2.53 Pangan 635,192 764,145 20.30 5.08 Perkebunan 97,030 152,597 57.27 14.32 Kehutanan 413,692 344,987 (16.61) (4.15) Pertambangan 1,065,808 1,754,530 64.62 16.15 Ind.Pengolahan 748,264 315,984 (57.77) (14.44) Listrik 75,597 97,625 29.14 7.28 Bangunan 341,505 447,662 31.09 7.77 Perdagangan 1,384,786 1,867,077 34.83 8.71 Pengangkutan 405,347 559,098 37.93 9.48 Keuangan 237,695 326,059 37.18 9.29 Jasa-jasa 315,448 394,438 25.04 6.26 PDRB 5,720,363 7,029,910 22.89 5.72

27 banyak berasal dari kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Namun sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang paling tinggi kontribusinya baik pada tahun 2008 maupun tahun 2012 dengan peningkatan sebesar Rp 482,291 juta (34.83%) selama lima tahun tersebut. Sementara dua sektor lainnya yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan masing-masing pada tahun 2008 hingga 2012 mengalami perubahan nilai kontribusi yang berkebalikan, dimana pada tahun 2008 sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan sektor pertambangan, kemudian di tahun 2012 sektor pertambangan menggantikan sektor pertanian di urutan terbesar kedua dengan kontribusi sebesar Rp 1,754,530 juta atau mengalami perubahan 64.62%, sedangkan sektor pertanian berubah sebesar 10.11% selama lima tahun. Sedangkan sektor dengan kontribusi terendah adalah sektor industri pengolahan yang justru mengalami penurunan sebesar -57.77%. Kontribusi sektor industri pengolahan ini mengalami penurunan hingga Rp 432,280 juta dalam waktu lima tahun. Dengan melihat cepatnya pertumbuhan sektor pertambangan, tidak menutup kemungkinan jika sektor ini pada nantinya dapat menjadi sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara menggantikan sektor perdagangan.

Sementara struktur perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara secara spasial dapat dilihat pada Tabel 6. Perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 43.28% berasal dari PDRB Kota Tarakan. Sedangkan kontribusi terkecil terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Utara berasal dari Kabupaten Tana Tidung yang hanya memberikan kontribusi sebesar 2.98% dari Rp 7,029,911 juta total PDRB provinsi pada tahun 2012. Tingginya kontribusi Kota Tarakan disebabkan berkembangnya sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi lebih dari 40% dari total PDRB sedangkan nilai kontribusi Kabupaten Tana Tidung yang jauh lebih kecil dari kabupaten lainnya diduga karena sebagian besar lahan di kabupaten ini merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), sehingga kegiatan perekonomian ini Kabupaten Tana Tidung khususnya kegiatan pertambangan yang merupakan sektor paling mendominasi terhadap PDRB menjadi sangat terbatas.

Perkembangan pesat sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara ternyata mampu memberikan dampak buruk bagi perkembangan sektor-sektor lain khususnya sektor pertanian. Menurut pemerintah setempat, dampak dari

Tabel 6 Kontribusi PDRB masing-masing kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara tahun 2012

Kabupaten/Kota Nilai

PDRB (juta rupiah) Kontribusi (%)

Malinau 869,810 12.37 Bulungan 1,273,418 18.11 Nunukan 1,634,317 23.25 Tana Tidung 209,717 2.98 Tarakan 3,042,649 43.28 Total Provinsi 7,029,911 100

28

perkembangan sektor pertambangan diperkirakan dapat meningkatkan upah pertanian dan sektor lainnya. Jika hal ini terjadi, maka pihak-pihak berkepentingan di sektor pertanian dan sektor lainnya harus mengeluarkan biaya lebih untuk kenaikan upah para pekerjanya tersebut. Selain itu, kegiatan konversi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan dikhawatirkan akan menurunkan produksi pertanian karena berkurangnya kapasitas tanam komoditi pertanian. Dampak yang lebih parah adalah kerusakan lingkungan pada lahan bekas tambang.

Kondisi geografis wilayah Provinsi Kalimantan Utara untuk tahun 2011 dijelaskan pada Tabel 7. Kabupaten Malinau merupakan wilayah terluas dengan luas 39,799.90 km2 dan merupakan satu dari dua kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Pada tahun yang sama, luas lahan perkebunan di kabupaten ini sebesar 8,242 Ha dengan nilai produktivitas tanaman perkebunan sebesar 391 kg/ha dengan komoditi perkebunan yang paling dominan adalah kakao. Sedangkan Kota Tarakan adalah wilayah dengan luas yang hanya sebesar 250,80 km2 namun merupakan pusat perekonomian dan jasa terbesar serta pusat transportasi di Provinsi Kalimantan Utara. Luas wilayah tersebut sebesar 639 Ha digunakan sebagai lahan perkebunan dengan produktivitas 900 kg/ha dan hanya memiliku satu komoditi perkebunan yaitu kelapa dalam. Luas lahan perkebunan terbesar berada di Kabupaten Nunukan yaitu seluas 77,930 Ha dengan produktivitas mencapai 368,564 kg/ha dari berbagai komoditi perkebunan yang di antaranya dominan adalah kelapa sawit dan kakao.

Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengembangkan sektor pertanian termasuk di dalamnya sektor perkebunan, di antaranya pengembangan satu juta hektar sawit. Tahun 2008 kontribusi yang diberikan sektor perkebunan terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara adalah sebesar Rp 97,030 juta dan meningkat menjadi Rp 152,597 juta pada tahun 2012. Pertumbuhan sektor perkebunan dapat meningkat pesat dengan dukungan dari pemerintah dan instansi lainnya yang memfokuskan pada inovasi pembangunan pertanian sesuai dengan visi tahun 2010 hingga 2014. Penyediaan teknologi pertanian yang tepat dapat membantu peningkatan mutu produk, daya saing, nilai tambah dan proses pemasaran.

Perubahan kebijakan pada pengembangan sektor pertambangan ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sektor migas yang selalu menjadi unggulan. Hal ini dilakukan mengingat ketersediaan sumberdaya migas

Tabel 7 Gambaran umum kabupaten dan kota Provinsi Kalimantan Utara tahun 2011 Wilayah Luas Wilayah (km2) Lahan Produktivitas Perkebunan (Kg/Ha) Komoditi Perkebunan Dominan Pertanian (Ha) Perkebunan (Ha) Malinau 39,799.90 12,543 8,242 391 Kakao

Bulungan 18,010.50 14,266 41,611 5,275 Kelapa sawit

Nunukan 14,493.00 13,390 77,930 9,983 Kelapa sawit

Tana Tidung 4,828.58 4,056 4,401 647 Kelapa sawit

Tarakan 250.80 60 639 900 Kelapa dalam

Kaltara 77,382.78 44,315 132,823 17,196

29 yang akan habis dalam beberapa waktu ke depan, sehingga apabila perekonomian tetap bergantung pada sektor ini, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian daerah maupun nasional. Pengembangan sektor ekonomi selain pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara sangat diperlukan terlebih lagi sektor yang dapat diperbaharui, salah satunya yang sudah memberikan hasil nyata adalah sektor pertanian khususnya sektor perkebunan yang telah mampu meningkatkan pendapatan terhadap PDRB sebesar Rp 55,566 juta selama lima tahun.

Selain kontribusi terhadap pembentukan PDRB, sektor perkebunan juga telah banyak menyerap tenaga kerja. Data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja di bidang perkebunan mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2012. Pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja di perkebunan sempat mengalami penurunan menjadi 57,835 tenaga kerja meskipun di tahun 2012 kembali meningkat. Hal ini cukup membuktikan bahwa berkembangnya sektor perkebunan akan meningkatkan penyerapan terhadap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran di Provinsi Kalimantan Utara.

Sektor lain yang juga berpotensi mendominasi perekonomian Provinsi Kalimantan Utara adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan persentase pertumbuhan mencapai 37.93% dan nilainya sebesar Rp 153,750 juta. Namun demikian, sektor lain seperti sektor bangunan, perdagangan dan keuangan juga memiliki persentase pertumbuhan yang mencapai 30% selama tahun 2008 hingga 2012. Bahkan nilai pertumbuhan sektor perdagangan melebihi sektor pengangkutan yaitu sebesar Rp 482,291 juta.

Analisis Sektor Basis dan Wilayah Pengembangan Sektor Basis

Sektor basis pada dasarnya harus dapat memberikan kontribusi untuk berswasembada dan memenuhi kebutuhan di wilayah lain serta dapat menghasilkan PDRB dalam jumlah yang besar. Setiap wilayah umumnya akan memiliki satu atau lebih sektor yang menjadi unggulan di wilayah tersebut. Sektor basis tersebut juga harus memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan sektor lainnya dan juga berdaya saing. Daya saing serta peranan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan analisis shift share.

Analisis Sektor Basis di Provinsi Kalimantan Utara

Identifikasi sektor basis di Provinsi Kalimantan Utara dengan menggunakan metode analisis shift share dijelaskan sebagai berikut:

Dokumen terkait