• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Risiko Keuangan (Kesulitan Keuangan dan Risiko Kebangkrutan dengan menggunakan Z-Score)

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 33-42)

Analisis Kesulitan Keuangan dan Risiko Kebangkrutan menurut Toto Prihadi (2010 :177-181) :

Kebangkrutan merupakan kondisi di mana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan. Ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau kita membaca laporan keuangan secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan. Altman dikenal sebagi pionir dalam teori kebangkrutan dengan Z-Scorenya. Sampai saat ini Altman masih melakukan penelitian mengenai kebangkrutan tersebut.

Dengan common sense, seorang analis mengetahui bahwa perusahaan yang sehat dapat dikenali dengan beberapa indikasi, antara lain:

a. Laba yang tinggi, apapun ukuran labanya b. Likuiditas yang memadai

c. Utang yang tidak membebani d. Arus kas yang sehat

Kreditor atau investor surat utang sangat peduli dengan tingkat kebangkrutan perusahaan. Risiko kreditor dapat dibagi terkait dengan utangnya yaitu :

a. Tidak terbayarnya bunga b. Tidak kembalinya pokok utang

Investor menghadapi risiko lebih tinggi, mengingat mereka mempunyai klaim residual, yaitu lebih akhir dari kreditor. Yang menjadi masalah adalah pada batas angka berapa, kita bisa mengatakan bahwa perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Untuk itulah diciptakan model dengan berbagai macam variasinya. Secara umum, model dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu univariate dan multivariate.

Pendekatan tunggal (univariate) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan keuangan dengan asumsi bahwa distribusi variabel keuangan untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan berbeda dengan distribusi variabel keuangan untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Perbedaan distribusi variabel keuangan tersebut bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan keuangan.

Salah satu kelemahan model univariate adalah kemungkinan terjadinya konflik antara variabel-variabel yang dijadikan prediksi. Untuk mengatasi masalah tersebut model multivariate dikembangkan. Variabel bebas dalam model ini adalah rasio-rasio keuangan yang diperkirakan mempengaruhi kebangkrutan, sedangkan variabel tidak bebas adalah prediksi kebangkrutan dan

probabilitas kebangkrutan. Teknik statistik yang sering digunakan adalah analisis diskriminan untuk mengklasifikasikan observasi ke dalam dua kelompok : bangkrut dan tidak bangkrut (Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, 2009: 264-272).

Model multivariate yang sudah teruji lewat waktu adalah Z-Score dari Altman. Z Score adalah suatu persamaan multi variabel yang digunakan oleh Altman dalam rangka memprediksi tingkat kebangkrutan. Z-Score orisinal pertama kali dirumuskan oleh Altman dengan kondisi latar belakang antara lain: a. Sampel diambil dari perusahaan manufaktur public

b. Perusahaan berlokasi di Amerika c. Dirumuskan tahun 1968

d. Jumlah sampel 66 perusahaan, terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut.

Dimana :

X1 = Working capital/ Total asset X2 = Retained earning/ Total asset X3 = EBIT/Total asset

X4 = Market value of equity/ Book value of debt X5 = Sales/Total asset

Pedoman pengambilan kesimpulan atas Z Score orisinal : > 2.99 Kondisi tidak bangkrut

1.81 – 2.99 Daerah kelabu < 1.81 Bangkrut

Perlu dicatat bahwa bobot masing-masing rasio tersebut muncul dari algoritma computer. Jadi pemakai tidak bisa mengubah.

Dalam melakukan prediksi dengan menggunakan Z-Score maka kita sebaiknya memahami konteks rumus tersebut. Apabila kita akan melonggarkan asumsi, misalnya dengan menganggap bahwa kondisi di Amerika sama dengan di Indonesia, tetap ada yang perlu diperhatikan seperti :

a. Rumus tersebut hanya dapat digunakan untuk perusahaan public, karena memerlukan market value dari ekuitas

b. Perusahaan non manufaktur tidak dapat diprediksi dengan rumus tersebut c. Pengertian working capital dalam rumus tersebut adalah selisih antara aktiva

lancar dengan utang lancar.

Karena keterbatasan dari penggunaan Z-Score yang hanya dapat digunakan untuk perusahaan public dan manufaktur, kemudian Altman mengembangkan dua varian dari Z-Score yaitu Z’-Score (revisi) dan Z”-Score (modifikasi).

Z’-Score ditujukan untuk perusahaan non public (private) dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan, yaitu menghilangkan market value

of equity dan menggantinya dengan book value of equity. Perumusan yang

berubah dan sampel yang berbeda membuat hasil akhir rumus Z’-Score menjadi berbeda dengan Z-Score orisinal.

Dimana ada perubahan di X4 yaitu Book value of equity/Book value of debt Sehingga

X1 = Working capital/ Total asset X2 = Retained earning/ Total asset X3 = EBIT/Total asset

X4 = Book value of equity/ Book value of debt X5 = Sales/Total asset

Pedoman pengambilan kesimpulan atas Z’-Score (revisi): > 2.90 Kondisi tidak bangkrut

1.23 – 2.90 Daerah kelabu < 1.23 Bangkrut

Sedangkan untuk varian terakhir yaitu Z”-Score (modifikasi), rasio sales to

total asset dihilangkan dengan harapan industry effect, dalam pengertian ukuran

perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan. Sampel yang digunakan kemudian diganti dengan perusahaan dari negara berkembang

(emerging market), yaitu Mexico. Sehingga dapat diterapkan pada semua

perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit di negara berkembang (emerging market).

Selain eliminasi X5, Altman juga mengganti pembilang pada rasio variabel X4 yaitu dari nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas.

Sehingga

X1 = Working capital/ Total asset

X2 = Retained earning/ Total asset

X3 = EBIT/Total asset

X4 = Book value of equity/ Book value of debt

Perlu dicatat bahwa batas yang dibuat Altman dengan menambahkan konstanta 3.25 membuat batas bawah Z”-Score yang telah dimodifikasi menjadi 5.85 (Toto Prihadi, 2009: 84)

Dengan demikian, pedoman pengambilan kesimpulan atas Z’’-Score (modifikasi) adalah:

> 5.85 Kondisi tidak bangkrut 4.36 – 5.84 Daerah kelabu

< 4.35 Bangkrut

Oleh karena penelitian ini melibatkan perusahaan non manufacturing dan mengingat Z”-Score merupakan model yang paling cocok digunakan di emerging

country seperti Indonesia, maka peneliti akan mencoba menggunakan Z”-Score

(modifikasi) untuk menghitung dan menganalisis risiko kebangkrutan kedua bank tersebut.

Jadi, untuk menghitung Z”-Score (modifikasi) dibutuhkan perhitungan rasio empat variabel yaitu

1. Rasio modal kerja terhadap total aktiva.

Rasio ini mengukur likuiditas suatu perusahaan. Modal kerja merupakan selisih antara total aktiva lancar dengan total kewajiban lancar

2. Rasio laba ditahan terhadap total aktiva.

Rasio ini menggambarkan efisiensi usaha dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.

X1 = Modal Kerja Total Aktiva

X2 = Laba Ditahan Total Aktiva

3. Rasio EBIT (Laba Sebelum Bunga dan Pajak )terhadap total aktiva. Rasio ini mengukur produktivitas aktiva perusahaan terhadap laba sebelum bunga dan pajak.

4. Rasio nilai buku dari ekuitas pemilik terhadap nilai buku total hutang. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modal sendirinya.

Pedoman pengambilan kesimpulan atas Z’’-Score (modifikasi): > 5.85 Kondisi tidak bangkrut

4.36 – 5.84 Daerah kelabu < 4.35 Bangkrut

Namun demikian, Z-Score bukanlah model analisis keuangan yang sempurna dan harus dihitung serta ditafsirkan secara hati-hati. Hal-hal yang dapat menyebabkan hasil Z-Score memberikan indikasi yang salah, antara lain:

a. Nilai Z-Score bisa direkayasa keuangan lainnya. Z-Score akan efektif jika data yang dimasukkan ke dalam formula adalah data yang benar.

b. Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih X3 = EBIT

Total Aktiva

X4 = Nilai Buku dari Ekuitas Pemilik Nilai Buku Total Hutang 

rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya rendah.

c. Perhitungan Z-Score secara triwulanan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang di akhir tahun secara sekaligus.

Alat prediksi dikatakan benar apabila yang diprediksi dengan aktualnya sama. Kesalahan terjadi apabila antara yang diprediksi dengan aktualnya tidak sama. Kesalahan tipe 1 adalah kesalahan dimana alat prediksi menyatakan tidak bangkrut ternyata aktualnya bangkrut. Kesalahan tipe 1 menimbulkan biaya yang tinggi karena apabila diprediksi tidak bangkrut, maka investor bisa memilihnya sebagai sarana investasi. Setelah dilakukan investasi dan ternyata perusahaan tersebut bangkrut maka investor bisa kehilangan sejumlah nilai investasinya.

Sedangkan kesalahan tipe 2 biayanya lebih rendah. Hal ini terjadi karena apabila investor memprediksi sebuah perusahaan bangkrut dan kemudian diikuti dengan tidak melakukan investasi. Ternyata aktualnya perusahaan tersebut tidak bangkrut maka investor hanya kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan.

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 33-42)

Dokumen terkait