• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.3 Metode Kerja

3.3.2 Analisis Laboratorium

Ikan contoh dianalisis dengan melakukan penimbangan berat total ikan dengan menggunakan timbangan, selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik seperti panjang cagak, panjang baku, menggunakan penggaris dan caliper. Pengukuran dilakukan terhadap beberapa karakter morfometrik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penghitungan meristik dilakukan dengan menghitung jari- jari sirip dorsal pertama dan dorsal kedua seperti jari-jari keras dan jari-jari lemahnya. Jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah sisik di sekeliling badan, jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk.dan jumlah tapis insang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

8

Gambar 3. Morfometrik ikan kuro (lanjutan) Sumber : Motomura et al. (2004) Keterangan gambar:

PK = Panjang Kepala

PC = Panjang Cagak

PB = Panjang Baku

PDSP 1, 2 = Panjang Dasar Sirip Punggung 1, Panjang Dasar Sirip Punggung 2

PT = Panjang Total

PRA = Panjang Rahang Atas PRB = Panjang Rahang Bawah PSD = Panjang Sirip Dada

PDSD = Panjang Dasar Sirip Dubur

TSP 1, 2 = Tinggi Sirip Punggung 1, dan Tinggi Sirip Punggung 2 PJJK = Panjang Jari-jari Keras

PJJL = Panjang Jari-jari Lemah TDBM = Tinggi Di Bawah Mata

TP = Tinggi Pipi

LBM = Lebar Bukaan Mulut PSP = Panjang Sirip Perut TSD = Tinggi Sirip Dubur

PH = Panjang Hidung

PBKDM = Panjang Bagian Kepala di Belakang Mata

PAMDSP = Panjang Antar Mata dengan Sudut Preoperkulum

TB = Tinggi Badan

Gambar 4. Karakter meristik ikan kuro

Keterangan : jumlah sisik pada gurat sisi (hijau); jumlah sisik di depan sirip punggung (biru);jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk (kuning).

Setelah pengukuran morfometrik dan meristik selesai, ikan dibedah perutnya untuk melihat jenis kelamin dan TKG secara morfologi (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina

I Testes seperti benang, lebih

pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin

II Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar III Permukaan testes bergerigi, warna

makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan

IV Seperti TKG III tampak lebih

jelas, testes makin pejal

Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovari mengisi ½-2/3 rongga perut dan rongga perut terdesak

V Testes bagian anterior kempis dan

bagian posterior berisi

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di bagian posterior, banyak telur seperti TKG II

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Sebaran frekuensi panjang

Sebaran frekuensi panjang ikan dianalisis melalui tahapan-tahapan (Walpole 1993) :

a. Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = wilayah kelas, pb = panjang terbesar, pk = panjang terkecil ).

10

c. Menghitung lebar kelas, L = r/ jumlah kelas ( L= lebar kelas, r = wilayah kelas).

d. Memilih ujung bawah kelas interval

e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.

3.3.3.2 Hubungan Panjang- Bobot

Menurut Hile (1936) in Effendie (1997) Hubungan panjang-bobot dihitung dalam suatu bentuk rumus umum sebagai berikut :

W= aLb Keterangan :

W = bobot tubuh ikan (gram) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta

Menurut Effendie (1997), bila b = 3 maka bentuk pertumbuhan tersebut isometrik (pertambahan panjang dan bobot seimbang); b<3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan bobot); b>3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan dibanding panjang).

3.3.3.3 Faktor Kondisi

Perhitungan faktor kondisi (K) ikan bergantung dari nilai b. Jika nilai b≠3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan (Effendie 1997) sebagai berikut.

Jika b = 3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan sebagai berikut.

Keterangan : K = Faktor kondisi relatif setiap ikan W = Bobot ikan (g)

L = Panjang total ikan (mm) a dan b = Konstanta

3.3.3.3 Karakter Morfometrik

Perhitungan karakter morfometrik berbanding dengan panjang tubuh menggunakan persamaan sebagai berikut (Motomura et al. 2004).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro

Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm dan 16,88– 105,79 gram. Ikan kuro dikelompokkan menjadi 9 kelompok ukuran kelas yaitu kelompok A (142-154 mm), B (155-167 mm), C (168- 180 mm), D (181-193 mm), E (194-206 mm), F (207- 219 mm), G (220-232 mm), H (233-245 mm), dan kelompok I (246-258 mm). Ikan kuro yang banyak tertangkap adalah ikan kuro F sebanyak 40 ekor, sedangkan ikan kuro yang sedikit tertangkap adalah kelompok I sebanyak 1 ekor. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Panjang ikan kuro yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan memiliki ukuran panjang yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran panjang yang tertangkap di daerah muara Sungai Musi, Sumatera Selatan yang berukuran 113-380 mm (Djamali et al. 1985) dan di daerah perairan Utara Australia yang berukuran 203-815 mm (Ballagh et al. 2011). Umur ikan yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan pun relatif lebih muda jika dibandingkan dengan ikan kuro yang tertangkap di kedua wilayah tersebut.

Gambar 5. Jumlah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan berdasarkan selang kelas panjang di Pantai Mayangan

Ikan yang tertangkap selama penelitian semua berjenis kelamin jantan dan ukurannya relatif kecil. Hal ini dikarenakan daerah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian merupakan daerah tempat tinggal ikan kuro yang berukuran kecil. Motomura et al. (2004) menyatakan bahwa ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri yaitu ikan kuro kecil atau remaja memiliki jenis kelamin jantan yang kemudian berubah menjadi betina. Ketika kecil jantan hidup di daerah payau dan betina hidup di perairan laut. Menurut Department of Fisheries West Australia

(2010), ikan kuro berubah kelamin ketika berumur sekitar 2 tahun dan memiliki panjang lebih dari 400 mm (Tabel 2). Penjelasan tersebut memperjelas bahwa ikan kuro jantan yang masih berukuran kecil hidup di daerah mangrove.

Tabel 2. Pembagian kelompok umur berdasarkan panjang (Departmentof Fisheries West Australia 2010)

Umur(tahun) Panjang(mm)

1 245

2 400

5 635

4.2 Meristik Morfometrik Ikan Kuro

Ikan kuro yang ditemukan selama penelitian memiliki panjang total berkisar 142-254 mm. Bentuk tubuh ikan kuro pipih dan memanjang, serta memiliki 4 buah filamen dekat sirip dada. Ikan kuro memiliki dua sirip dorsal, sirip dorsal pertama terdiri dari 8 jari-jari keras (D1 . VIII) dan dorsal kedua terdiri dari 1 dan 2 jari-jari keras, dengan 13- 17 jari – jari lemah (D2 . I-II 13-17). Sirip anal terdiri dari 2 jari-jari keras dan 13-17 jari-jari-jari-jari lemah (A . II 13-17). Sirip pektoral terdiri dari 14-21 jari-jari lemah (P . 14-21). Sirip ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah (V . I 5). Perhitungan hasil morfometrik dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah sisik yang terdapat di depan sirip punggung berjumlah 24- 50 buah, sisik pipi 5-9 buah, sisik pada gurat sisi 43-75 buah, sisik di sekeliling badan 28-68. Jumlah sisik pada batang ekor 8-15 buah, jumlah sisik di atas garis rusuk 6-15 buah, jumlah sisik di bawah garis rusuk 10- 19 buah, dan jumlah tapis insang 16- 30 buah. Ikan yang tertangkap masih berukuran kecil, jika dibandingkan dengan ukuran ikan

14

yang tertangkap berdasarkan penelitian Weber dan Motomura yang berukuran besar (Tabel 4).

Tabel 3. Karakter Morfometrik

No Karakter Morfometrik Rata-rata Min- Max

1 Panjang kepala 0,20 0,14- 0,23

2 Panjang cagak 0,80 0,78-0,87

3 Panjang bagian depan sirip punggung 0,24 0,19-0,27

4 Panjang dasar sirip punggung 1 0,07 0,05-0,09

5 Panjang dasar sirip punggung 2 0,12 0,09-0,14

6 Panjang dasar sirip dubur 0,14 0,12-0,18

7 Panjang batang ekor 0,18 0,15-0,21

8 Tinggi badan 0,19 0,17-0,21

9 Tinggi batang ekor 0,09 0,08-0,10

10 Tinggi kepala 0,15 0,12-0,19

11 Tinggi di bawah mata 0,01 0,04-0,02

12 Lebar kepala 0,08 0,05-0,10

13 Lebar badan 0,08 0,06-0,12

14 Tinggi sirip punggung 1 0,13 0,06-0,15

15 Tinggi sirip punggung 2 0,15 0,09-0,16

16 Tinggi sirip dubur 0,12 0,08-0,16

17 Panjang sirip dada 0,15 0,13-0,17

18 Panjang sirip perut 0,09 0,07-0,10

19 Panjang jari-jari keras 0,13 0,09-0,17

20 Panjang jari-jari lemah 0,07 0,04-0,09

21 Panjang hidung 0,015 0,01-0,02

22 Lebar mata 0,04 0,02-0,06

23 Panjang bagian kepala di belakang mata 0,13 0,10-0,16

24 Panjang antar mata dengan sudut preoperkulum

0,09 0,07-0,14

25 Tinggi pipi 0,11 0,09-0,13

26 Panjang rahang atas 0,10 0,08-0,13

27 Panjang rahang bawah 0,07 0,06-0,08

Tabel 4. Perbandingan morfometrik ikan kuro dengan penelitian lain No Karakter Morfometrik/Panjang Tubuh Weber & Beaufort (1922) Motomura et al. (2004) Penelitian ini (2012) 1 Panjang kepala 0,26 – 0,30 0,28 – 0,31 0,14 – 0,23 2 Tinggi badan 0,25 – 0,28 0,17 – 0,21

3 Panjang rahang atas 0,14 – 0,17 0,08 – 0,13

4 Panjang rahang bawah 0,07 – 0,09 0,06 – 0,08

4.3 Hubungan Panjang - Bobot

Pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) di pantai Mayangan dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang – bobot. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan W= aLb

(Gambar 6).

Gambar 6. Grafik hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum)

Berdasarkan pengujian nilai b dengan uji-t (Lampiran 4) diperoleh nilai b ikan kuro berbeda nyata dengan nilai 3 (thit> ttab). Hal ini mengidentifikasikan bahwa pola pertumbuhan ikan kuro adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot ikan kuro lebih cepat dibandingkan panjangnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djamali et al. (1985) terhadap ikan kuro di muara Sungai Musi

16

menunjukkan bahwa nilai b untuk ikan kuro sebesar 3,038 dan setelah melalui uji-t menunjukkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik positif.

4.4 Faktor Kondisi

Faktor kondisi ikan kuro dihitung menggunakan rumus faktor kondisi yang allometrik. Pada Gambar 7 faktor kondisi rata-rata ikan kuro mengalami fluktuasi tiap bulan. Faktor kondisi yang tertinggi terdapat pada bulan Oktober dengan nilai 1,08 dan faktor kondisi terkecil terjadi pada bulan Juni sebesar 0,94, setelah diuji ternyata berbeda nyata dengan α= 0,05.

Gambar 7. Faktor kondisi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) berdasarkan bulan pengamatan

Faktor kondsi ikan kuro akan meningkat, jika isi lambungnya ditemukan ikan, sedangkan jika isi lambungnya ditemukan Crustacea maka, faktor kondisinya akan menurun (Bogarestu 2012). Hal ini terjadi pada Mei, Juni, Juli jenis makanan ikan kuro semuanya termasuk kedalam kelompok Crustacea, sedangkan pada bulan Agustus, September, dan Oktober makanan ikan kuro berupa ikan. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa kondisi ikan tergantung kepada ketersediaan makanan di dalam perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa hal-hal yang memengaruhi faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ukuran, dan kondisi lingkungan.

4.5 Tingkat kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan pada setiap selang kelas panjang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. TKG I terdapat pada selang kelas 140-219 mm dan TKG II pada selang kelas 180-259 mm, TKG III dan TKG IV tidak didapat selama penelitian, karena ikan kuro yang berukuran besar berada di laut.

Gambar 8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro jantan Kuro (Eleutheronema tetradactylum) pada selang kelas panjang.

Berdasarkan pengambilan contoh ikan di TPI ikan dengan TKG III baru bisa didapat pada ukuran 271 mm dan ikan dengan TKG IV sudah mulai mengalami transisi yang nantinya akan berubah menjadi fase betina dan biasanya hidup di laut. Penelitian Kagwade (1970) mengatakan bahwa ikan kuro betina matang gonad pada saat ikan kuro mencapai 400 mm. Namun penelitian lain mengatakan bahwa ikan kuro jantan pada ukuran 200 mm memiliki tingkat kematangan gonad yang telah matang (Department of Fisheries West Australia 2010).

18

Gambar 9. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro(Eleutheronema tetradatylum) berdasarkan waktu penelitian.

Tingkat kematangan gonad mengalami fluktuasi selama waktu penelitian (Gambar 9). Persentase tingkat kematangan gonad I tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 80 %, dan tingkat kematangan gonad II tertinggi terdapat pada bulan Oktober yaitu sebesar 72 %. Tingkat kematangan gonad I terendah pada bulan Oktober sebesar 25 %, dan tingkat kematangan gonad II terdapat pada bulan Mei sebesar 30 %.

Perkembangan TKG ikan kuro dapat dilihat melalui perkembangan histologi gonadnya (Gambar 10). Gonad jantan TKG I spermatogonia dengan jaringan ikat kuat. Pada TKG II gonad sudah mulai berkembang dengan jaringan ikat mulai berkurang. Pada TKG III spermatosit sudah mulai menyebar dengan jaringan ikat yang sudah menghilang, dan spermatosit I sudah berubah menjadi spermatosit II.

Gambar 10. Perkembangan histologis gonad ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan TKG I, II, III

Keterangan : Sg =Spermatogonia; Sp = Spermatosit primer; Ss = Spermatosit sekunder

Pada pengamatan histologi didapatkan gonad jantan TKG III dengan ukuran panjang sebesar 271 mm dan betina TKG IV dengan ukuran panjang sebesar 496 mm, karena proses pengambilan sampel ikan tersebut dilakukan di TPI yang merupakan hasil tangkapan nelayan yang didapat di daerah laut.

Menurut Kagwade (1970) ikan kuro memiliki daerah pemijahan di perairan sekitar pantai. Namun selama penelitian hanya ikan kuro berjenis kelamin jantan yang tertangkap, hal ini dikarenakan wilayah penangkapan ikan selama penelitian merupakan habitat ikan kuro saat berjenis kelamin jantan dan berukuran kecil.

TKG I TKG II TKG III Sg Sg Sp Ss 10x10 10x10 10x10

5 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Ikan yang tertangkap masih juvenil dan semua berjenis kelamin jantan serta belum matang gonad.

2. Ikan kuro memiliki ciri morfometrik dan meristik seperti dua sirip punggung, sirip punggung kedua sejajar dengan sirip anal dan dua sirip pektoral yang salah satunya berupa empat sirip filamen.

Dokumen terkait