• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

C. Saran

diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu; organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam konteks, termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya) dan juga mode retorikanya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik, dan semacamnya.

8. Pedoman Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini mengacu pada buku pedoman yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman tersebut dipakai penulis untuk mengikuti aturan tentang keseragaman penulisan karya ilmiah. Buku pedoman karya ilmiah ini diterbitkan berdasarkan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka penulis membaginya menjadi enam bab, yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori yang digunakan yaitu definisi semiotik, semiotik sosial M.A.K Halliday, Definisi Konstruksi Sosial Media Massa, Definisi Pemberitaan, dan Hukum Persekusi.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Bab ini memaparkan tetang profile dan sejarah berdirinya TV One, visi dan misi TV One, profil program Dua Sisi, dan redaksi program Dua Sisi.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Bab ini berisi analisis Semiotik Sosial, membahas konstruksi terhadap pemberitaan persekusi di Dua Sisi dengan cara mengurai realitas objektif pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman. Temuan penelitian menggunakan analisis Semiotik Sosial M.A.K Halliday yang dilihat dari medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang, teori, dan rumusan teori baru dari penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi penutup yang memuat kesimpulan penelitian dan sekaligus untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah, serta menyampaikan implikasi, saran-saran dan lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Menguraikan judul-judul sumber bacaan selama penelitian ini baik dari buku, jurnal, skripsi dan lain-lain.

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Semiotik Sosial

1. Pengertian Semiotik

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”.1 Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.2

Seperti dikutip oleh Alex Sobur dalam Analisis Teks Media, Preminger menjelaskan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu nmerupakan tanda-tanda. Maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Oleh Ferdinanrd de Saussure semiotik didefinisikan di dalam Course in General Linguistic sebagai ilmu yang

1 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) Cet. ke-6, h. 87.

2 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 95.

mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Sementara itu Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya (sintaksis semiotik), hubungan dengan tanda-tanda lain (semantik semiotik), serta pengirim dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya (pragmatik semiotik).3 Oleh karena itu, melalui tanda memungkinkan manusia berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada fenomena alam.

Konsep dasar dari semiotik sendiri adalah ‘tanda’ yang diartikan sebagai a stimulus designating something other than itself (suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri).4 Menurut Umberto Eco tanda merupakan suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.5

Di antara tipologi tanda yang terkenal adalah pengelompokan tanda menjadi tiga jenis oleh Founding Father Semiotik Charles Sanders Pierce yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Icon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu

3 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h. 22.

4 Bambang Mujiyanto, Emilsyah Nur, Semiotik dalam Metode Penelitian Komunikasi Semiotics in Research Method of Communication, Vol.

16 No 1, April 2013, h. 74.

5 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 7.

mudah dikenali oleh para pemakainya. Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat kongkret, aktual, dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Symbol merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Menurut Pierce, tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol.6

Teori semiotik dari Pierce lebih menekankan pada logika dan filosofi tanda-tanda yang ada di masyarakat dan seringkali disebut sebagai ‘grand theory’. Semiotik bagi Pierce terbagi atas tiga unsur yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).

“Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata.

Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.”

Ferdinand de Saussure merupakan tokoh semiotik linguistik yang menganggap bahasa sebagai sistem tanda.

Saussure melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis. Dalam istilah Saussure atau secara internal

6 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 18.

disebut sebagai langue. Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang terkenal yaitu soal penanda dan petanda, bentuk dan isi, bahasa (langue) dan tuturan (parole), synchronic dan diachronic, serta syntagmatic dan paradigmatik.

Penerus dari pemikiran Saussure, Roland Barthes mendefinisikan tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (signifier) dalam hubungannya dengan content (signified). Gagasan Barthes ini dikenal dengan

“Order of Significations” (tatanan pertandaan). Barthes membahas konsep tanda melalui konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).7 Sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.8 Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana

7 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 21.

8 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 21.

kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9

Pada dasarnya, analisis semiotik memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca atau mendengar suatu teks atau narasi tertentu.

Analisisnya bersifat paradigmatik, dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka itu, orang lebih sering mengatakan bahwa semiotik adalah upaya menemukan makna “berita di balik berita”.10

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan dari definisi di atas bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda. Tanda dapat menunjukkan adanya suatu peristiwa, sifat, benda, dan lain sebagainya. Seperti, bendera kuning menandakan adanya kematian, lampu merah menandakan kendaraan untuk berhenti, gambar api pada benda tertentu menandakan benda mudah terbakar, menangis tanda kesedihan, dan sebagainya.

Secara keseluruhan, luas atau tidaknya cakupan semiotik bergantung pada batasan pengertian terhadap fokus kajiannya, yakni tanda. Mansoer Pateda menyebutkan ada sembilan macam semiotik yang dikenal

9 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 22.

10 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.117.

sekarang. Jenis-jenis semiotik itu diantaranya sebagai berikut:11

a. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Pierce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna.

b. Semiotik deskriptif merupakan semiotik yang memerhatikan sistem tanda yang dapat dialami oleh setiap orang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

c. Semiotik faunal (zoosemantic) merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan ketika berkomunikasi di antara mereka dengan menggunakan tanda-tanda tertentu.

d. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

e. Semiotik naratif merupakan semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).

f. Semiotik natural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.

g. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat manusia berwujud norma-norma.

11 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h. 35.

h. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun kalimat.

i. Semiotik struktural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Adapun fokus yang menjadi objek kajian penelitian ini termasuk ke dalam Semiotik Sosial. Peneliti bermaksud untuk menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Untuk itu, yang akan menjadi bahan kajian di sini adalah setiap tanda yang disusun oleh pogram Dua Sisi. Secara spesifik, adalah tiap kata dan kata dalam satuan yang disebut kalimat, dalam naskah Dua Sisi mengenai kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman.

2. Analisis Semiotik Sosial M.A.K Halliday

Semiotik sosial dijelaskan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday (M.A.K. Halliday) dalam bukunya yang berjudul Language Social Semiotic. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan demikian,

semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.12

Halliday dan Hasan menjelaskan bahwa istilah semiotik sosial harus ditafsirkan secara berbeda yaitu semiotik dan sosial. Konsep ‘semiotik’ mulanya berasal dari konsep tanda, dan kata modern ini ada hubungannya dengan istilah semainon (penanda) dan semainomenon (petanda) yang digunakan dalam ilmu bahasa Yunani kuno oleh pakar filsafat stoik.13 Sedangkan istilah ‘sosial’

memiliki dua arti yaitu kebudayaan dan sistem sosial.

Dengan demikian semiotik sosial merupakan suatu pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa.

Perhatian utama dari semiotik sosial terletak pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial yang memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.14 Halliday menilai, karena teks itu ditentukan oleh fungsi sosial, maka di balik sebuah teks sesungguhnya terdiri dari makna-makna.

Halliday mengembangkan semiotik sosial sebagai pendekatan studi makna yang tidak hanya melihat bahasa

12 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis FrAmieng, h.101.

13 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h.3.

14 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h.5.

sebagai entitas yang secara otomatis dirujuk sebagai hubungan antara “yang ditandai” dan “yang menandai”.

Pendekatan ini lebih melihat bahasa sebagai suatu realitas sosial sekaligus realitas semiotik. Sebagai realitas sosial, bahasa merupakan fenomena sosial yang digunakan masyarakat penutur untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu.

Sedangkan sebagai realitas semiotik, bahasa dianggap sebagai simbol yang merealisasikan realitas-realitas sosial di atas dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu pula. Dengan demikian, konsep semiotik lebih melihat bahasa sebagai sistem makna yang diperoleh melalui jaringan hubungan antara sistem sosiokultural suatu masyarakat dan sistem bahasa yang dipakainya.15

Halliday dalam berbagai tulisannya selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial, bahasa selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Menurut Halliday, dalam proses sosial konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan.

Formulasi ‘bahasa sebagai semiotik sosial’ berarti menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan dalam terminologis semiotis

15 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h.

217.

sebagai sebuah ‘sistem informasi’. Dalam level yang konkret, bahasa tidak berisi kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal.

Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana.16 Dalam kajian bahasa berkaitan pula dengan teks dan konteks. Istilah teks dan konteks merupakan dua aspek dari proses yang sama. Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya. Menurut Halliday dan Hasan, teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk mengekspresikan fungsi atau makna sosial dalam konteks situasi.17

Mengutip dari Ricoer, Alex sobur mengatakan bahwa teks adalah wacana (berarti lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Teks juga diartikan sebagai seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu.18

Sedangkan teks yang menyertai teks disebut sebagai konteks. Namun pengertian mengenai konteks tidak hanya meliputi yang dilisankan atau ditulis, melainkan termasuk

16 Anang Santoso, Jejak halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, No 1 Februari 2018, h.2.

17 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 13.

18 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.53.

pula kejadian-kejadian yang nirkita (non-verbal) lainnya (keseluruhan lingkungan teks itu).19

Konteks situasi itu sendiri adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya.20

Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri atas tiga unsur yang biasa disebut Trilogi Konteks Situasi, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.21

a. Medan Wacana (field of discourse)

Medan wacana (field of discourse) menunjuk pada hal yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul.

Apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur pokok tertentu. Medan wacana merujuk pada apa yang dijadikan wacana oleh pelaku mengenai sesuatu yang sedang terjadi.

19 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 6.

20 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.56.

21 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 16.

Untuk menganalisis medan wacana bisa menggunakan pertanyaan yang mencakup tiga hal yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh ‘proses’, ‘partisipasi’, dan ‘keadaan’. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan ini bersifat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan ini bersifat lebih abstrak.22

Maka melalui medan wacana ini peneliti ingin melihat apa sebenarnya yang diwacanakan oleh Dua Sisi terkait dengan kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman. Di mana dalam acara Dua Sisi tak hanya dibahas mengenai kasus persekusi terhadap Neno Warisman, tetapi juga ada pembicaraan lain mengenai tidakan makar yang dilakukan oleh Neno Warisman dan para aktifis

#2019GantiPresiden yang juga mengalami tindakan anarkis berupa persekusi di berbagai daerah.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse)

Pelibat wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat,

22 Anang Santoso, Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, No 1, Februari 2018, h.4.

kedudukan, dan peranan mereka. Jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan–hubungan tetap dan sementara. Baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.

Melalui pelibat wacana ini peneliti ingin melihat siapa saja sebenarnya yang dilibatkan oleh program Dua Sisi TV One yang mengambil bagian dalam pembahasan kasus persekusi ini. Bagaimana pula Dua Sisi memilih para pelibat terkait dengan kedudukan dan peran mereka dalam kasus persekusi ini. Di mana terlihat para pelibat yang dikutip atau diminta pendapatnya justru lebih banyak yang berada di pihak Neno Warisman yang diangkap melakukan tindakan makar sehingga mengalami tindakan persekusi di beberapa daerah.

c. Sarana Wacana (mode of discourse)

Sarana wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu.

Sarana wacana merujuk pada bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan

pelibat (orang-orang yang dikutip). Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufemistik atau vulgar. Termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya) dan juga mode retorikanya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik, dan semacamnya.

Melalui sarana wacana ini ingin melihat bagaimana sebenarnya Dua Sisi menggambarkan wacana dan para pelibat dengan gaya bahasa yang dipilih. Selain itu, melalui sarana wacana juga ingin mengetahui apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh Dua Sisi dalam proses pembentukan wacana terkait dengan kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman. Di mana dalam tayangan Dua Sisi, ada wacana mengenai Persekusi, sesuai tema yang di angkat pada episode ini “Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi”.

Menurut sudut pandang Halliday dan Hasan, semiotik sosial melihat teks dari segi prosesnya sebagai peristiwa yang timbal balik, suatu pertukaran makna yang bersifat sosial. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dan konteks situasi tertentu. Konteks situasi, tempat teks itu

terbentang, dipadatkan dalam teks melalui suatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak, dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak.

Dalam hal ini teks dijadikan sebagai mode of meaning dalam semiotik.23

Dalam penerapannya, metode semiotik ini menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks), termasuk cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang digunakannya. Penelitian metode semiotik ini memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks dan koherensi teks dengan konteksnya.

Karena itu dalam penelitian ini pun analisis dilakukan terhadap semua isi berita.24

B. Konstruksi Sosial Media Massa

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif Peter L. Berger bersama dengan Thomas Luckman melalui buku The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge. Teori ini menjelaskan tentang proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.

Dalam pandangan ini, menurut Berger, manusia dan

23 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 16.

24 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.148.

masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural.25

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas bersifat ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.26

Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan.27

Berkaitan dengan konstruksi realitas, pada dasarnya

Berkaitan dengan konstruksi realitas, pada dasarnya

Dokumen terkait