• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Hawa Muharrama NIM 11140510000101

PROGRAM STUDI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU

KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/ 2021 M

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hawa Muharrama NIM : 11140510000101

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.

Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedian melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyaytaan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 20 Juni 2021

Hawa Muharrama NIM 11140510000101

(3)
(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 9 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Program Studi Jurnalistik pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Jakarta, 9 Juli 2021 Sidang Munaqasyah

Ketua

Kholis Ridho, M.si.

NIP. 19780114 200912 1 002

Sekretaris

Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA.

NIP. 19710412 200003 2 001 Anggota:

Penguji I

Dr. Rubiyanah, M.A NIP. 19730822 199803 2 001

Penguji II

Ali Irfani, M.HI NIDN. 2008087803 Dosen Pembimbing

Dr. Suhaimi, M.Si.

NIP. 196709061994031002

(5)

i ABSTRAK

Hawa Muharrama. ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE.

Pemberitaan gerakan #2019GantiPresiden menjadi perhatian publik dan media massa karena adanya tindakan persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman dan sejumlah aktifis #2019GantiPresiden di beberapa daerah. Dalam hal ini, salah satu media televisi yang memberitakan kasus pesekusi terhadap Neno Warisman adalah Dua Sisi TV One.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini memunculkan pertanyaan mayor dan minor. Adapun pernyataan mayornya adalah Bagaimana analisis Semiotik Sosial pada pemberitaan persekusi di Dua Sisi? Kemudian, pertanyaan minornya adalah Bagaimana Dua Sisi TV One mengkonstruksikan pemberitaan persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman dan aktifis #2019GantiPresiden dilihat dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacara?

Penelitian yang digunakan adalah paradigma kontruktivis dengan pendekatan kualitatif. Kemudian peneliti menggunakan metode penelitian Semiotik Sosial M.A.K. Halliday dalam memaknai teks sebuah berita dan menelaah sistem tanda berupa bahasa yang dihasilkan oleh manusia.

Dari tanda yang dikaji melalui Semiotik Sosial M.A.K.

Halliday, diperoleh data, yaitu: medan wacana di sini menggambarkan situasi apa yang di wacanakan oleh Dua Sisi mengenai kasus persekusi terhadap Neno Warisman. Pelibat wacana pada berita tersebut dilihat dari siapa saja yang dicantumkan pada teks tersebut. Selain itu, bagaimana peranan dan kedudukan narasumber itu digambarkan pada teks berita tersebut. Sarana wacana menggambarkan bagaimana Dua Sisi menggunakan gaya bahasa dalam penulisan naskah berita persekusi terhadap Neno Warisman.

Kata kunci: Persekusi, Neno Warisman,

#2019GantiPresiden, Semiotik Sosial

(6)

ii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahhirrabbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu melimpah, sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga tidak lupa peneliti junjungkan kepada suri tauladan nabi besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umatnya dari zaman jahiliah yang penuh dengan kegelapan menuju ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang terang benderang seperti saat ini.

Begitu banyak kesan dan maanfat yang didapat oeleh peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga mendapatkan pelajaran berharga bahwa niat, ikhtiar, istiqomah dan doa tidak akan pernah menghanati hasil.

Peneliti secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yaitu Ummi Suharti dan Almarhum Abi Setyo Hadi Seputro yang telah melahirkan, membesarkan, merawat dan mendidik Hawa dengan penuh cinta, kasih, sayang, kesabran dan pengorbanan, serta doa-doa yang tiada hentinya untuk Hawa supaya Hawa bisa menjadi manusia yang selalu ingat Allah, beriman, bertaqwa dan selamat di dunia dan akhirat.

Dengan ini Hawa memepersembahkan gelar sarjana Hawa untuk Ummi dan Abi, semoga Hawa bisa selalu menjadi kebanggaan Ummi dan Abi kapanpun dan dimanapun Hawa berada. Semoga

(7)

iii

Allah mengampuni kesalahan Abi selama hidup di dunia dan semoga Ummi diberikan kesehatan dan umur yang panjang oleh Allah, serta senantiasa dalam dindungan-Nya.

Skripsi ini tentu juga tidak serta merta terselesaikan dengan baik tanpa keterlibatan para pihak yang dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini memberikan bantuan dan kerjasamanya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Amany Umar Burhanuddin Lubis, MA.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Siti Napsiyah, MSW., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Dr. Sihabudin Noor, MA., serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Kerjasama Drs. Cecep Castawijaya, MA.

3. Ketua Program Studi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si., serta Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan- persoalan akademis dan administrasi.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Suhaimi, M.Si., yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan banyak pelajaran, serta menyemangati peneliti dengan kesabaran untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

(8)

iv

5. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi peneliti.

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya, sehingga peneliti mendapat banyak referensi dalam penelitian ini.

7. Dodi Nasution selaku produser Dua Sisi TV One dan seluruh tim redaksi Dua Sisi yang telah memberikan waktu dan bantuannya dalam proses wawancara. Semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikannya.

8. Guru panutan peneliti Dr. Tubagus Wahyudi, ST., Msi., MCHt., CHI. yang telah mengajarkan peneliti supaya menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang banyak.

9. Kakak dan adik peneliti, yaitu Matryan Mauludin Putra dan Ali Ma’ruf, serta mas Muhammad Hilal Baqi yang selalu mendukung, memberi semangat, dan bantuan dalam bentuk apapun sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

10. Sahabat peneliti sejak 2008 Ines Nur Afifah, Sarah Fadhilah, Eka Unfa, Ratu Yanra yang tidak pernah bosan menjadi teman di saat suka maupun duka walaupun sering terpisahkan oleh jarak dan waktu.

11. Sobat-sobat terbawel Nani Yulianti, Khairunisa, Dede Uswatun, Sinaida Fahima, dan Sururoh Tullah Adedoin

(9)

v

Uthman. Terimakasih selalu memberi semangat dan menjadi bawel agar skripsi ini segera selesai.

12. Sahabat DNK TV 5.0 Abdul Hafiz, Ahmad Muhajirin, Arita Ambarani, Dede Uswatun, Devi Agustiana, Faradhita A.

Manaf, Irna Syahputri, Perwita Suci, Rosiana Efendi, Siti Afifah, Sofie Medina Pasha, Wilu Analia, Sayyid Furqon, kak Khairunnisa, kak Dhiyaurrahman, dan kak Ryan Alamsyah. Terimakasih sudah mau berbagi kisah, tertawa, dan menangis bersama menjadi keluarga. Momen bersama kalian tak akan terlupakan.

13. Teman-teman Jurnalistik 2014 yang telah berjuang bersama dalam mengikuti perkuliahan selama hampir empat tahun.

Terima kasih atas pertemanan, pembelajaran, dan pengalaman yang telah diberikan kepada peneliti.

14. Keluaga besar Incredible Bee Kahfi BBC Motivator School Angkatan 18, teman bertumbuhku untuk menjadi manusia yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Juga kepada para Dewan Wali, senior, dan seluruh masyrakat Kahfi.

15. Dedi Fahrudin, M.Ikom, General Manager Komunitas Dakwah dan Komunikasi Televisi (DNK TV), kakak-kakak, teman-teman serta adik-adikku yang telah memberikan pengalaman dan berbagi ilmu seputar dunia pertelevisian selama bergabung menjadi anggota DNK TV.

16. Teman curhat, main, dan jalan-jalan, Santri Eka, Devy Nurul, Galuh Ayu, Anzah Muhimatul, Qory Maulidini, Milah Karmilah.

(10)

vi

17. My roommates selama tinggal di Ciputat, Ines, Sarah, Dhita, Faizah, Dede, Wilu, dan Gege, juga tetangga kosan yang selalu meramaikan suasana Caca dan Wiwin.

18. KKN Galaksi 39 yang sudah berbagi pengalaman yang tidak terlupakan. Semoga silaturahmi yang terjalin akan tetap terjaga selamanya.

19. Tim Arena Sepak Bola Indonesia TV One yang telah memberikan pengalaman kepada peneliti selama menjadi intern.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung, mendo’akan, dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun skripsi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.

Peneliti menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikannya dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Juni 2021

Hawa Muharrama

(11)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Semiotik Sosial ... 20

1. Pengertian Semiotik ... 20

2. Semiotik Sosial M.A.K Halliday ... 26

B. Konstruksi Sosial Media Massa ... 34

C. Talkshow sebagai Media Pemberitaan ... 37

D. Teori Persekusi ... 43

1. Pengertian Persekusi ... 43

2. Faktor Penyebab Terjadinya Persekusi ... 47

3. Larangan Persekusi ... 50

4. Unsur-unsur Yang Ada Pada Persekusi ... 56

(12)

viii

E. Majas sebagai Gaya Bahasa ... 61

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN A. TV One ... 70

1. Sejarah Singkat dan Profil TV One ... 70

2. Visi dan Misi TV One ... 73

3. Struktur Organisasi ... 74

B. Program Dua Sisi ... 75

1. Sejarah Singkat dan Profil Dua Sisi ... 75

2. Struktur Redaksi Dua Sisi ... 77

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Medan Wacana (Field of Discourse) ... 80

Analisis Data Dua Sisi ... 81

B. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) ... 95

Analisis Data Dua Sisi ... 96

C. Sarana Wacana (Mode of Discourse) ... 101

Analisis Data Dua Sisi ... 102

BAB V PEMBAHASAN Interpretasi Penelitian ... 110

BAB VI PENUTUP A. Simpulan ... 115

B. Implikasi ... 116

C. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 123

(13)

ix

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Struktur Organisasi TV One Tabel 3.2 Struktur Redaksi Dua Sisi Tabel 4.1 Rekap Analisis Semiotik Sosial Tabel 4.2 Data Medan Wacana

Tabel 4.3 Data Pelibat Wacana Tabel 4.4 Data Sarana Wacana

(14)

x

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Logo TV One

Gambar 3.2 Program Dua Sisi

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menjelang Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019, perang tanda pagar (tagar) antara pendukung calon presiden mulai berlangsung di media sosial. Diketahui ada beberapa tagar yang menggenggama di dunia maya. Di antaranya

#2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi.

Tagar #2019GantiPresiden pertama kali digagas oleh politikus PKS Mardani Ali Sera, pada awalnya tagar tersebut tidak dipermasalahkan, namun tagar ini mulai dipermasalahkan karena eksistensi dalam bentuk deklarasi di berbagai wilayah. Menyikapi tagar tersebut muncul tagar-tagar seperti #Jokowi2Periode dan #2019TetapJokowi. Tagar

#2019GantiPresiden dianggap terlalu kontroversial oleh pendukung Prabowo-Sandi, karena banyaknya kasus yang membuat konflik di daerah, maka didengungkan tagar baru

#2019PrabowoPresiden.1

Dampak dari adanya gerakan #2019GantiPresiden menyebabkan sejumlah daerah mengalami konflik antara masyarakat pendukung dan penolak gerakan

#2019GantiPresiden. Seperti yang terjadi kepada Neno Warisman, salah satu tokoh pendukung gerakan ini sekaligus penyumbang terbesar yang juga menjadi korban persekusi

1 https://nasional.tempo.co/amp/1086128/deklarasi-hari-ini-begini- awal-mula-gerakan-2019gantipresiden, diakses pada Minggu, 28 Oktober 2018 Pukul 22:19 WIB.

(16)

akibat gerakan ini. Pada pukul 24.00 antara 19 dan 20 Juli, mobilnya terbakar di depan rumahnya. Selepas insiden kebakaran mobil, pada malam 28 Juli, sejumlah warga menyatakan menolak kedatangannya melalui spanduk dan yel- yel di Bandar Udara Hang Nadim, Batam. Kedatangan Neno ini dalam rangka menghadiri tablig akbar dan deklarasi

#2019GantiPresiden di Batam. Penolakan tersebut sempat menimbulkan keributan warga yang berupaya merangsek kawasan kedatangan penumpang dengan polisi yang berjaga.

Neno menduga warga yang menolak kedatangannya merupakan anggota Projo. Neno menyebut sekitar ratusan orang menolak kedatangannya, tetapi sekitar 10.000 orang berkumpul untuk menjemputnya. Neno menuturkan bahwa semasa berada di bandara, warga mengepung Neno dan mengambil foto Neno. Ketika Neno meminta untuk keluar dari bandara, Neno dilempari tong sampah. Akibat peristiwa tersebut, polisi menyatakan tabligh akbar dan deklarasai

#2019GantiPresiden dibatalkan.

Tidak hanya Neno Warisman, musisi Ahmad Dhani yang juga merupakan aktifis #2019GantiPresiden juga mengalami hal serupa. Dhani yang datang ke Surabaya untuk menghadiri acara deklarasi 2019 ganti presiden, tiba-tiba dikepung di tempat penginapannya oleh masa yang menolak kedatangannya di kota Surabaya. Penolakan tak hanya dialami aktivis #2019GantiPresiden, Ratna Sarumpet dan Rocky Gerung juga mengalami hal serupa, mereka ditolak saat akan

(17)

mengisi acara diskusi gerakan selamatkan Indonesia di kepulauan Bangka Belitung.

Dari peristiwa persekusi yang banyak terjadi, tiba-tiba istilah persekusi menjadi populer dan sering digunakan dalam judul berita. Tidak lama setelah itu, Indonesia disibukkan dengan kasus yang kebanyakan orang menamakan sebagai persekusi. Media massa besar di Indonesia ramai-ramai mengulas kasus persekusi yang ternyata menjamur dan sangat banyak di Indonesia. Meskipun telat, karena ternyata kasus persekusi ini sering terjadi di Indonesia dan mungkin tidak disadari oleh sebagian besar orang.

Penggunaan istilah persekusi dan pemberitaan oleh berbagai media memunculkan dugaan bahwa tindakan persekusi telah terjadi dan nyata adanya di Indonesia. Akibat aksi persekusi ini, muncul berbagai koalisi di masyarakat yang meminta polisi bertindak dan mengamankan pelaku persekusi karena dinilai meresahkan dan sudah tidak sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

Persekusi dalam perspektif komunikasi, sesungguhnya hadir akibat dari berbagai komunikasi yang terhambat atau tersumbat selama ini. Persekusi terjadi akibat kebebasan berpendapat yang kebablasan di media sosial. Orang-orang dengan bebas dan seenaknya menghina ulama atau tokoh lain.

Jadi, bisa dikatakan, maraknya persekusi akibat krisis kepercayaan kepada penegak hukum dan tidak beretikanya pengguna media sosial yang melakukan penghinaan pelecehan terhadap orang lain.

(18)

Bagaimanapun, selalu ada pemicu munculnya sebuah tindakan, termasuk persekusi. Pelaku persekusi sudah muak terhadap fenomena pengguna media sosial yang suka menghina dan melecehkan dalam statusnya.2

Kasus persekusi yang melibatkan Neno Warisman ini marak diperbincangkan di berbagai media massa. Media berlomba-lomba memberitakan untuk mencari kebenaran atas kasus ini. Media massa sendiri mempunyai peran penting dalam menyebarluaskan isu-isu yang sedang terjadi, namun setiap media mempunyai cara pandang tersendiri dalam mengkonstruk sebuah peristiwa yang terjadi.

Dalam setiap pemberitaan yang dilakukan oleh media tentu memiliki perbeaan pandangan atau persepsi dalam memaknai setiap isu. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari bagaimana media memaknai isu yang terjadi dari angle atau sudut pandang berita yang ditonjolkan, gaya penulisan berita, kata atau kalimat yang digunakan dalam berita, dan unsur- unsur lainnya. Karena berita yang melibatkan Neno Warisman dan beberapa aktifis #2019GantiPresiden ini merupakan isu yang sangat sensitive maka menjadi tantangan tersendiri untuk media dalam menyajikan informasi yang aktual, faktual dan berimbang. Pemilihan dan penggunaankata tendu bisa saja mengkonstruksi tokoh terkait menjadi buruk atau baik dalam pandangan masyarakat.

2 https://www.komunikasipraktis.com/2017/06/pengertian-persekusi .html diakses pada Rabu, 16 Januari 2019 pukul 12:00 WIB.

(19)

Pasca terjadinya persekusi terhadap Neno Warisman, berbagai media gencar memberitakan masalah terkait gerakan ini, seperti pro-kontra dan juga dampak yang terjadi. Salah satu yang memberitakan persekusi terhadap Neno Warisman adalah Dua Sisi TV One. Dua Sisi merupakan salah satu program berita dengan format talk show yang tayang di TV One.

Program ini merupakan salah satu acara gelar wicara yang ditayangkan sejak 11 Agustus 2017, yang membahas soal isu politik, hukum, kriminalitas dan berbagai macam topik hangat di masyarakat selama 60 menit. Dua Sisi tayang setiap satu minggu sekali pada hari Rabu pukul 20:30 - 21:30 WIB dan dipandu oleh Indiarto Priadi. Program ini selalu membahas topik-topik yang sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat, salah satunya isu persekusi yang menimpa presidium gerakan #2019GantiPresiden Neno Warisman

Dua Sisi pada episode dengan tema “Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” yang tayang pada Rabu, 29 Agustus 2018 menarik perhatian penulis. Episode ini membahas tentang kasus persekusi yang menimpa dua tokoh Gerakan 2019 Ganti Presiden, Neno Warisman dan Ahmad Dhani. Keduanya dipersekusi saat menghadiri kegiatan aksi pada Minggu, 27 Agustus 2018. Menariknya Dua Sisi selalu menghadirkan narasumber dari dua sisi, pro dan kontra. Pada episode ini Dua Sisi menghadirkan Fadli Zon dan NenoWarisman sebagai narasumber yang pro terhadap gerakan

#2019GantiPresiden dan juga Ali Mochtar Ngabalin dan Arsul

(20)

Sani sebagai narasumber yang kontra terhadap gerakan

#2019GantiPresiden.

Dari hal ini penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Dua Sisi mengkonstruksi topik berita yang dibahas. Penelitian ini menggunakan analisis Semiotika Sosial untuk menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa lambang dan kalimat.

Ahli semiotika, Umberto Eco menyebut tanda sebagai suatu “kebohongan” dan dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.3 Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah membawa makna tunggal. Kenyataannya teks media memiliki ideologi atau kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.4

Berdasarkan uraian di atas, maka melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana Dua Sisi mengkonstruk teks pada pemberitaan persekusi terhadap presidium

#2019GantiPresiden Neno Warisman dengan judul ANALISIS SEMIOTIK SOSIAL PEMBERITAAN PERSEKUSI TERHADAP NENO WARISMAN PADA PROGRAM DUA SISI TV ONE.

3 Indiawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013) Cet 2, h. 9

4 Indiawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013) Cet 2, h. 11

(21)

B. Batasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian dan memfokuskan penelitian pada pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman yang terjadi karena adanya dugaan makar dalam deklarasi gerakan

#2019GantiPresiden.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian dan memfokuskan penelitian pada episode

“Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” yang tayang pada 29 Agustus 2018 dalam program Dua Sisi TV One.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, penulis merumuskan tentang bagaimana Dua Sisi mengkontsruksi pemberitaan tentang persekusi terhadap Neno Wrisman dilihat dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan hasil analisis Semiotik Sosial yang terdiri dari medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana dalam episode “Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” pada program Dua Sisi TV One.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik

(22)

Sebagai sumbangan dari perspektif akademis untuk pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan pengembangan ilmu jurnalistik pada khususnya.

Penelitian ini memfokuskan dengan teknik analisis Semiotik Sosial terhadap institusi sebuah media dalam penulisan berita tentang politik. Bagaimana cara pandang media dalam melihat dan memaknai suatu peristwa melalui sebuah teks di media. Selain itu juga sebagai penjelas dari konstruksi media massa.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan penambah wawasan bagi penelitian selanjutnya.

Terutama pada sebuah metode penelitian Semiotik Sosial dan memberikan gambaran tentang bagaimana sebenarnya media massa televisi mengkonstruksi berita. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pemikiran institusi media televisi dalam menayangkan berita seputar dunia politik kepada khalayak.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa tinjauan pustaka yang pembahasannya mendekati apa yang diteliti oleh penulis. Diantaranya sebagai berikut:

a. Judul Skripsi “Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Mahar Politik dari La Nyala kepada Prabowo Subianto

(23)

dalam Program ILC TV One” oleh Dede Uswatun Hasanah Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Judul Skripsi “Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet Dari Perspektif Hukum Pidana”

oleh Aditya Burhan Mustofa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

c. Judul Skripsi “Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Pernikahan Beda Agama pada Asmirandah dengan Jonas Rivano di Situs TEMPO.CO” oleh Ika Suci Agustin Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Judul Skripsi Kesenjangan Antara Motif dan Tingkat Kepuasan Penonton Terhadap Tayangan Talkshow Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One oleh Azmy Azis Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

e. Jurnal dengan judul “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis” oleh Anang Santoso jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

F. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Paradigma, menurut Dani Vardiansyah, diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan

(24)

lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam berfikir, bersikap, dan bertingkah laku.5

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma ini menyatakan bahwa kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan.

Rancangan konstruktivis melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.

Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu. Analisis menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.

Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda- tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial.6 Dengan demikian paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang tersembunyi di balik suatu realitas. Paradigma konstruktivis bermaksud untuk mengetahui bagaimana

5 Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Indeks, 2008), h. 27.

6 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, h. 9.

(25)

realitas mengenai pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman di Dua Sisi TV One.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif untuk menganalisis isi dan teks berita di Dua Sisi TV One yang berhubungan dengan berita persekusi terhadap Neno Warisman.

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.7

Penelitian kualitatif dipakai untuk mengetahui dan menganalisis apa yang justru tidak terlihat, atau dengan kata lain penelitian kualitatif justru ingin melihat isi komunikasi yang tersirat.8

Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif, seperti penggunaan instrumen wawancara mendalam dan pengamatan.

7 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.6.

8 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, h. 27.

(26)

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis Semiotik Sosial model M.A.K Halliday. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kalimat. Analisis semiotik merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks.9

Penggunaan Semiotik Sosial dari M.A.K Halliday dalam analisis isi media adalah untuk menemukan hal terkait dengan tiga komponen Semiotik Sosial, yaitu medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana (mode of discourse).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa mengkonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita. Penelitian ini mengenai episode

“Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” pada program Dua Sisi TV One.

4. Subjek dan Objek Penelitian

9 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, h. 8.

(27)

Subjek penelitian ini adalah program Dua Sisi TV One, sedangkan objek yang dimaksud adalah teks berita dalam

“Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” yang ditayangkan pada Rabu, 29 Agustus 2018 pukul 20.30 – 21.30 WIB.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu terhitung dari Januari 2019 hingga Mei 2021. Sehubung dengan subjek penelitian yang merupakan media massa televisi dalam analisis Semiotik Sosial, maka peneliti melakukan wawancara penelitian di gedung TV One Jl.

Rawa Terate II No. 2 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta 13260, Indonesia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses tanya jawab antara pewawancara dengan narasumber yang dianggap memahami masalah atau peristiwa tertentu untuk mendapatkan keterangan dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Dalam hal ini wawancara digunakan sebagai alat pelengkap untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh.

(28)

Wawancara dilakukan dengan Dodi Renaldi Nasution selaku produser Program Dua Sisi mengenai pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman sebagai upaya untuk menemukan data yang lebih akurat sesuai penelitian ini.

b. Observasi

Observasi adalah proses memerhatikan dan mengamati secara teliti dan sistematis pada sasaran objek yang dituju. Dalam metode ilmiah, observasi adalah suatu cara bagi peneliti untuk memperoleh data dengan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.10 Dalam penelitian ini observasi yang dilakukan merupakan observasi tayangan pada episode “Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi” pada program Dua Sisi TV One.

c. Dokumentasi

Peneliti mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku-buku, video, jurnal, dan lain sebagainya yang dapat menunjang penulisan skripsi ini.

Dokumentasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya

10 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.92.

(29)

yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.11

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model analisis semiotik M.A.K Halliday. Pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik. Pertama adalah masalah makna (the problem of meaning) bagaimana orang memahami pesan? Informasi apa yang terkandung dalam struktur sebuah pesan? Kedua, masalah tindakan atau pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga masalah koherensi yang menggambarkan bagaimana membentuk pola pembicaraan masuk akal dan logis dan dapat dimengerti.12

Semiotik Sosial digunakan untuk menafsikan konteks sosial teks, yaitu lingkungan terjadinya pertukaran makna dengan menggunakan tiga konsep sebagai berikut:13

a. Medan wacana (field of discourse) menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat tindakan sosial yang berlangsung, apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh para pelibat, yang di dalamnya

11 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Imu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012) Cet ke-3, h.143.

12 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi “Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, h. 30.

13 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992) Cet. ke-1, h. 16.

(30)

bahasa ikut serta sebagai unsur pokok penentu maksud dari kesimpulan pembahasan yang terkandung dalam suatu konteks.

b. Pelibat wacana (tenor of discourse) menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka, jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan–hubungan tetap dan sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka.

c. Sarana wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu; organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam konteks, termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya) dan juga mode retorikanya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik, dan semacamnya.

8. Pedoman Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini mengacu pada buku pedoman yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

(31)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman tersebut dipakai penulis untuk mengikuti aturan tentang keseragaman penulisan karya ilmiah. Buku pedoman karya ilmiah ini diterbitkan berdasarkan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka penulis membaginya menjadi enam bab, yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori yang digunakan yaitu definisi semiotik, semiotik sosial M.A.K Halliday, Definisi Konstruksi Sosial Media Massa, Definisi Pemberitaan, dan Hukum Persekusi.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Bab ini memaparkan tetang profile dan sejarah berdirinya TV One, visi dan misi TV One, profil program Dua Sisi, dan redaksi program Dua Sisi.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

(32)

Bab ini berisi analisis Semiotik Sosial, membahas konstruksi terhadap pemberitaan persekusi di Dua Sisi dengan cara mengurai realitas objektif pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman. Temuan penelitian menggunakan analisis Semiotik Sosial M.A.K Halliday yang dilihat dari medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang, teori, dan rumusan teori baru dari penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi penutup yang memuat kesimpulan penelitian dan sekaligus untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah, serta menyampaikan implikasi, saran-saran dan lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Menguraikan judul-judul sumber bacaan selama penelitian ini baik dari buku, jurnal, skripsi dan lain-lain.

(33)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Semiotik Sosial

1. Pengertian Semiotik

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”.1 Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.2

Seperti dikutip oleh Alex Sobur dalam Analisis Teks Media, Preminger menjelaskan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu nmerupakan tanda-tanda. Maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Oleh Ferdinanrd de Saussure semiotik didefinisikan di dalam Course in General Linguistic sebagai ilmu yang

1 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) Cet. ke-6, h. 87.

2 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 95.

(34)

mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Sementara itu Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya (sintaksis semiotik), hubungan dengan tanda-tanda lain (semantik semiotik), serta pengirim dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya (pragmatik semiotik).3 Oleh karena itu, melalui tanda memungkinkan manusia berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada fenomena alam.

Konsep dasar dari semiotik sendiri adalah ‘tanda’ yang diartikan sebagai a stimulus designating something other than itself (suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri).4 Menurut Umberto Eco tanda merupakan suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.5

Di antara tipologi tanda yang terkenal adalah pengelompokan tanda menjadi tiga jenis oleh Founding Father Semiotik Charles Sanders Pierce yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Icon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu

3 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h. 22.

4 Bambang Mujiyanto, Emilsyah Nur, Semiotik dalam Metode Penelitian Komunikasi Semiotics in Research Method of Communication, Vol.

16 No 1, April 2013, h. 74.

5 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 7.

(35)

mudah dikenali oleh para pemakainya. Index adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat kongkret, aktual, dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Symbol merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Menurut Pierce, tanda- tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol.6

Teori semiotik dari Pierce lebih menekankan pada logika dan filosofi tanda-tanda yang ada di masyarakat dan seringkali disebut sebagai ‘grand theory’. Semiotik bagi Pierce terbagi atas tiga unsur yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).

“Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata.

Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.”

Ferdinand de Saussure merupakan tokoh semiotik linguistik yang menganggap bahasa sebagai sistem tanda.

Saussure melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis. Dalam istilah Saussure atau secara internal

6 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 18.

(36)

disebut sebagai langue. Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang terkenal yaitu soal penanda dan petanda, bentuk dan isi, bahasa (langue) dan tuturan (parole), synchronic dan diachronic, serta syntagmatic dan paradigmatik.

Penerus dari pemikiran Saussure, Roland Barthes mendefinisikan tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (signifier) dalam hubungannya dengan content (signified). Gagasan Barthes ini dikenal dengan

“Order of Significations” (tatanan pertandaan). Barthes membahas konsep tanda melalui konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).7 Sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.8 Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana

7 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 21.

8 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 21.

(37)

kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9

Pada dasarnya, analisis semiotik memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca atau mendengar suatu teks atau narasi tertentu.

Analisisnya bersifat paradigmatik, dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka itu, orang lebih sering mengatakan bahwa semiotik adalah upaya menemukan makna “berita di balik berita”.10

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan dari definisi di atas bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda. Tanda dapat menunjukkan adanya suatu peristiwa, sifat, benda, dan lain sebagainya. Seperti, bendera kuning menandakan adanya kematian, lampu merah menandakan kendaraan untuk berhenti, gambar api pada benda tertentu menandakan benda mudah terbakar, menangis tanda kesedihan, dan sebagainya.

Secara keseluruhan, luas atau tidaknya cakupan semiotik bergantung pada batasan pengertian terhadap fokus kajiannya, yakni tanda. Mansoer Pateda menyebutkan ada sembilan macam semiotik yang dikenal

9 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 22.

10 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.117.

(38)

sekarang. Jenis-jenis semiotik itu diantaranya sebagai berikut:11

a. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Pierce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna.

b. Semiotik deskriptif merupakan semiotik yang memerhatikan sistem tanda yang dapat dialami oleh setiap orang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

c. Semiotik faunal (zoosemantic) merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan ketika berkomunikasi di antara mereka dengan menggunakan tanda-tanda tertentu.

d. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

e. Semiotik naratif merupakan semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).

f. Semiotik natural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.

g. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat manusia berwujud norma-norma.

11 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h. 35.

(39)

h. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun kalimat.

i. Semiotik struktural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Adapun fokus yang menjadi objek kajian penelitian ini termasuk ke dalam Semiotik Sosial. Peneliti bermaksud untuk menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Untuk itu, yang akan menjadi bahan kajian di sini adalah setiap tanda yang disusun oleh pogram Dua Sisi. Secara spesifik, adalah tiap kata dan kata dalam satuan yang disebut kalimat, dalam naskah Dua Sisi mengenai kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman.

2. Analisis Semiotik Sosial M.A.K Halliday

Semiotik sosial dijelaskan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday (M.A.K. Halliday) dalam bukunya yang berjudul Language Social Semiotic. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan demikian,

(40)

semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.12

Halliday dan Hasan menjelaskan bahwa istilah semiotik sosial harus ditafsirkan secara berbeda yaitu semiotik dan sosial. Konsep ‘semiotik’ mulanya berasal dari konsep tanda, dan kata modern ini ada hubungannya dengan istilah semainon (penanda) dan semainomenon (petanda) yang digunakan dalam ilmu bahasa Yunani kuno oleh pakar filsafat stoik.13 Sedangkan istilah ‘sosial’

memiliki dua arti yaitu kebudayaan dan sistem sosial.

Dengan demikian semiotik sosial merupakan suatu pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa.

Perhatian utama dari semiotik sosial terletak pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial yang memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.14 Halliday menilai, karena teks itu ditentukan oleh fungsi sosial, maka di balik sebuah teks sesungguhnya terdiri dari makna-makna.

Halliday mengembangkan semiotik sosial sebagai pendekatan studi makna yang tidak hanya melihat bahasa

12 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis FrAmieng, h.101.

13 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h.3.

14 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h.5.

(41)

sebagai entitas yang secara otomatis dirujuk sebagai hubungan antara “yang ditandai” dan “yang menandai”.

Pendekatan ini lebih melihat bahasa sebagai suatu realitas sosial sekaligus realitas semiotik. Sebagai realitas sosial, bahasa merupakan fenomena sosial yang digunakan masyarakat penutur untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu.

Sedangkan sebagai realitas semiotik, bahasa dianggap sebagai simbol yang merealisasikan realitas-realitas sosial di atas dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu pula. Dengan demikian, konsep semiotik lebih melihat bahasa sebagai sistem makna yang diperoleh melalui jaringan hubungan antara sistem sosiokultural suatu masyarakat dan sistem bahasa yang dipakainya.15

Halliday dalam berbagai tulisannya selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial, bahasa selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Menurut Halliday, dalam proses sosial konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan.

Formulasi ‘bahasa sebagai semiotik sosial’ berarti menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan dalam terminologis semiotis

15 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotik: Paradigma, Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotik Struktural hingga Dekonstruksi Praktis, h.

217.

(42)

sebagai sebuah ‘sistem informasi’. Dalam level yang konkret, bahasa tidak berisi kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal.

Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana.16 Dalam kajian bahasa berkaitan pula dengan teks dan konteks. Istilah teks dan konteks merupakan dua aspek dari proses yang sama. Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya. Menurut Halliday dan Hasan, teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk mengekspresikan fungsi atau makna sosial dalam konteks situasi.17

Mengutip dari Ricoer, Alex sobur mengatakan bahwa teks adalah wacana (berarti lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Teks juga diartikan sebagai seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu.18

Sedangkan teks yang menyertai teks disebut sebagai konteks. Namun pengertian mengenai konteks tidak hanya meliputi yang dilisankan atau ditulis, melainkan termasuk

16 Anang Santoso, Jejak halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, No 1 Februari 2018, h.2.

17 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 13.

18 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.53.

(43)

pula kejadian-kejadian yang nirkita (non-verbal) lainnya (keseluruhan lingkungan teks itu).19

Konteks situasi itu sendiri adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya.20

Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri atas tiga unsur yang biasa disebut Trilogi Konteks Situasi, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.21

a. Medan Wacana (field of discourse)

Medan wacana (field of discourse) menunjuk pada hal yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul.

Apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur pokok tertentu. Medan wacana merujuk pada apa yang dijadikan wacana oleh pelaku mengenai sesuatu yang sedang terjadi.

19 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 6.

20 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.56.

21 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 16.

(44)

Untuk menganalisis medan wacana bisa menggunakan pertanyaan yang mencakup tiga hal yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh ‘proses’, ‘partisipasi’, dan ‘keadaan’. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan ini bersifat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan ini bersifat lebih abstrak.22

Maka melalui medan wacana ini peneliti ingin melihat apa sebenarnya yang diwacanakan oleh Dua Sisi terkait dengan kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman. Di mana dalam acara Dua Sisi tak hanya dibahas mengenai kasus persekusi terhadap Neno Warisman, tetapi juga ada pembicaraan lain mengenai tidakan makar yang dilakukan oleh Neno Warisman dan para aktifis

#2019GantiPresiden yang juga mengalami tindakan anarkis berupa persekusi di berbagai daerah.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse)

Pelibat wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat,

22 Anang Santoso, Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, No 1, Februari 2018, h.4.

(45)

kedudukan, dan peranan mereka. Jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan–hubungan tetap dan sementara. Baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.

Melalui pelibat wacana ini peneliti ingin melihat siapa saja sebenarnya yang dilibatkan oleh program Dua Sisi TV One yang mengambil bagian dalam pembahasan kasus persekusi ini. Bagaimana pula Dua Sisi memilih para pelibat terkait dengan kedudukan dan peran mereka dalam kasus persekusi ini. Di mana terlihat para pelibat yang dikutip atau diminta pendapatnya justru lebih banyak yang berada di pihak Neno Warisman yang diangkap melakukan tindakan makar sehingga mengalami tindakan persekusi di beberapa daerah.

c. Sarana Wacana (mode of discourse)

Sarana wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu.

Sarana wacana merujuk pada bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan

(46)

pelibat (orang-orang yang dikutip). Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufemistik atau vulgar. Termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya) dan juga mode retorikanya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik, dan semacamnya.

Melalui sarana wacana ini ingin melihat bagaimana sebenarnya Dua Sisi menggambarkan wacana dan para pelibat dengan gaya bahasa yang dipilih. Selain itu, melalui sarana wacana juga ingin mengetahui apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh Dua Sisi dalam proses pembentukan wacana terkait dengan kasus persekusi yang terjadi kepada Neno Warisman. Di mana dalam tayangan Dua Sisi, ada wacana mengenai Persekusi, sesuai tema yang di angkat pada episode ini “Kebebasan Berpendapat Berujung Persekusi”.

Menurut sudut pandang Halliday dan Hasan, semiotik sosial melihat teks dari segi prosesnya sebagai peristiwa yang timbal balik, suatu pertukaran makna yang bersifat sosial. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dan konteks situasi tertentu. Konteks situasi, tempat teks itu

(47)

terbentang, dipadatkan dalam teks melalui suatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak, dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak.

Dalam hal ini teks dijadikan sebagai mode of meaning dalam semiotik.23

Dalam penerapannya, metode semiotik ini menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks), termasuk cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang digunakannya. Penelitian metode semiotik ini memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks dan koherensi teks dengan konteksnya.

Karena itu dalam penelitian ini pun analisis dilakukan terhadap semua isi berita.24

B. Konstruksi Sosial Media Massa

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif Peter L. Berger bersama dengan Thomas Luckman melalui buku The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge. Teori ini menjelaskan tentang proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.

Dalam pandangan ini, menurut Berger, manusia dan

23 MAK Halliday, Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek- Aspek Bahasa dalam Pandangan Sosial, h. 16.

24 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.148.

(48)

masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural.25

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas bersifat ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.26

Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan.27

Berkaitan dengan konstruksi realitas, pada dasarnya pekerjaan media massa adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Media sibuk mengkonstruksi realitas yang akan disiarkan dari berbagai peristiwa yang ada.

Proses konstruksi realitas oleh pelaku dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai

25 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang), h. 16.

26 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 18.

27 Alex Sobur, Analiss Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana , Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 91.

(49)

strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf. Hasil proses ini adalah wacana atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan (act) atau peninggalan (artifact). Karena wacana yang terbentuk sudah dipengaruhi oleh berbagai faktor, wacana itu pun mengandung citra dan makna yang diinginkan serta kepentingan yang diperjuangkan.28

Konstruksionis melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Titik perhatian dalam pendekatan konstruksionis bukanlah pesan, melainkan makna. Karena pesan tidak hanya cukup dari apa yang terlihat atau tertulis, tetapi juga apa yang tak terkatakan yang justru menjadi maksud utama. Konstruksionis melihat sisi lain, pesan adalah suatu konstruksi tanda melalui hubungan dalam produksi dan pertukaran makna. Penekanan terletak pada teks dan bagaimana ia dibaca. Pembacaan itu adalah suatu proses dan penemuan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi dan berhubungan dengan teks.29

Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionisme. Pertama, pendekatan konstruksionis yang menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua,

28 Karman, Wacana Media Massa tentang Keikutsertaan Unjuk Rasa Kepala Daerah Menolak Kenaikan Harga BBM, Vol 16 No 2, (Juli-Desember 2012), 125.

29 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 49.

(50)

pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis.30

Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas tersebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus.

Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dan objek.

Sedangkan realitas objektif berkaitan dengan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar – atau dalam istilah Berger, tidak dapat ditiadakan dengan angan-angan. 31

Jadi paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang tersembunyi di balik suatu realitas. Paradigma konstruktivis bermaksud untuk mengetahui bagaimana realitas pemberitaan persekusi terhadap Neno Warisman dalam program Dua Sisi TV One.

C. Talkshow sebagai Media Pemberitaan

Pada dasarnya program televisi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu program hiburan dan program informasi.32 Program hiburan biasanya berisikan segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur penonton dalam bentuk sinetron, musik, drama, film atau permainan.

30 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 47.

31 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 18.

32 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Jakarta: Kencana, 2010), h.

25.

(51)

Program informasi di televisi, sesuai dengan namanya, memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap berbagai hal-hal menarik yang sedang terjadi. Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan atau informasi kepada khalayak. Daya tarik dari program ini adalah informasi dan informasi itulah yang menjadi daya jual kepada audiens. Dengan demikian, program informasi tidak selalu program berita di mana presenter atau penyiar membacakan berita tetapi segala bentuk penyajian informasi termasuk juga talkshow.

Program informasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news):

a. Berita keras (hard news)

Berita keras atau hard news merupakan segala informasi penting dan menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang harus segera ditayangkan agar dapat diketahui khalayak secepatnya. Aktualitas merupakan unsur penting dari berita langsung.33 Peristiwa atau kejadian yang sudah lama terjadi tidak lagi bernilai untuk berita langsung. Namun, aktualitas bukan hanya menyangkut waktu, makin baru (aktual) berita itu disiarkan, maka berita-berita tersebut makin baik. Aktualitas juga menyangkut sesuatu yang

33 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, h. 70.

Gambar

Tabel 4.3 Data Pelibat Wacana  Tabel 4.4 Data Sarana Wacana
Gambar 3.2 Program Dua Sisi
Gambar 3.1 Logo TV One
Gambar 3.2 Program Dua Sisi
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan hasil dari penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Thalib (2013) yang menunjukkan bahwa VAHU tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan

Kesehatan Olahraga (Sport Medicine) membahas semua aspek medis dan olahraga muali dari aspek-aspek anatomis, fisiologis, psykologis orkes, gizi, aklimasisasi, cedera olahraga,

Agus Syihabudin Publikasi Sinta 2, Jurnal Internasional Q1, Prosiding, HKI, Diusulkan kembali 2022 dengan perbaikan kelengkapan administrasi sesuai aturan. Ristek/BRIN

Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan, selain itu hal

program ini berisi tentang data konsumen, serta pengolahan data konsumen diprogram aplikasi Pembayaran Kredit Motor, dan berisi tentang data konsumen yang akan melakukan

Secara singkat dapat dikatakan bahwa Liyan sesungguhnya tidak diperlakukan sebagai seorang subjek yang sama dengan Aku, dia lain sama sekali dalam keberlainannya..

metanil yellow yang digunakan dalam makanan jelly yang beredar di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Jebres Kotamadya Surakarta, dimana sudah diketahui bahwa kedua