• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan adanya pengembangan aplikasi gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga biaya produksinya dapat diminimalkan. Salah satu aplikasi gliserol yang potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan gliserol sebagai CDS. Walaupun demikian, adanya kandungan bahan lain dalam gliserol kasar menjadikan karakteristiknya sedikit berbeda dibandingkan dengan gliserol komersial. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap sifat fisikokimia dan kinerja CDS serta analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi bahan- bahan untuk produksi biodiesel, bahan-bahan untuk peningkatan kemurnian gliserol dan bahan-bahan untuk formulasi dan analisis CDS. Bahan-bahan untuk produksi biodiesel adalah minyak jarak pagar, metanol, asam sulfat, KOH dan air. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam peningkatan kemurnian gliserol adalah asam fosfat, air aquades dan kertas saring. Gliserol hasil peningkatan kemurnian, polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) dan air, sedangkan pada saat pengujian digunakan debu batubara.

Peralatan yang digunakan selama penelitian terbagi menjadi peralatan produksi biodiesel, peralatan peningkatan pemurnian gliserol serta peralatan formulasi dan analisis sifat fisikokimia dan kinerja CDS. Peralatan utama yang digunakan pada saat produksi biodiesel jarak pagar adalah reaktor esterifikasi- transesterifikasi skala 100 liter per batch. Tabung Erlenmeyer, gelas ukur, hotplate, magnetic stirrer, pompa vakum, dan corong Buchner merupakan peralatan yang digunakan untuk meningkatkan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. Selain itu, hotplate, magnetic stirrer, Erlenmeyer, gelas ukur dan neraca analitik juga digunakan pada saat formulasi CDS. Peralatan analisis yang digunakan untuk menguji sifat fisikokimia dan kinerja CDS adalah densitometer Anton Paar DMA 4500 M, Viskometer Brookfield LV DVIII Ultra, pH meter portabel Schotts, oven, tabung Dustiness index, neraca analitik, cawan petri, pipet tetes dan stopwatch.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Januari 2011 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM Institut Pertanian Bogor.

3.4 Metode

Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari 7 tahapan yaitu : 1) Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar, 2) Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar, 3) Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar, 4) Formulasi CDS, 5) Analisis sifat fisikokimia formula CDS, 6) Analisis kinerja CDS, dan 7) Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar

Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar

Mulai

Formulasi CDS

Analisis sifat fisikokimia formula CDS

Analisis kinerja formula CDS

Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS

Selesai

Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar

20

3.4.1. Analisis Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar

Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak jarak pagar seperti persentase FFA, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Prosedur analisis pengujian sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilampirkan pada Lampiran 1.

3.4.2. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar

Berdasarkan hasil pengujian nilai FFA yang terkandung di dalam minyak jarak pagar, maka urutan proses pembuatan biodiesel ditentukan. Pada umumnya nilai FFA minyak jarak pagar lebih besar dari 5%, sehingga diperlukan tahapan esterifikasi terlebih dahulu untuk mengkonversi FFA menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Jumlah reaktan pada proses esterifikasi juga dihitung berdasarkan kandungan nilai FFA di dalam minyak jarak pagar. Proses esterifikasi yang dilakukan selama 1 jam pada suhu 50oC dengan menggunakan pereaksi metanol yang mengandung asam sulfat 1%, sebanyak 225% dari kandungan asam lemak bebas seperti yang dilakukan oleh Berchmans dan Hirata (2008). Setelah proses esterifikasi selesai, campuran metanol dan air dipisahkan dari campuran minyak jarak pagar dengan FAME. Pada tahapan kedua, sisa minyak jarak pagar kemudian ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 15% dengan kandungan katalis basa (KOH) sebanyak 1%. Lama reaksi transesterifikasi adalah satu jam dengan suhu 50oC. Setelah itu, campuran kemudian dimasukkan ke dalam tangki pemisah (settling tank) untuk diendapkan sampai komponen polar (gliserol, sisa metanol dan air) terpisah pada bagian bawah, sedangkan komponen non polar (FAME dan metil ester) berada pada bagian atas. Gliserol bersama dengan komponen polar lainnya kemudian dialirkan dan ditampung menggunakan wadah tersendiri.

3.4.3. Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar

Gliserol kasar yang diperoleh dari tangki pemisah memiliki kandungan gliserol rata-rata 50%. Untuk dapat diaplikasikan sebagai CDS,

maka kemurniannya harus ditingkatkan. Peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menetralkan komponen gliserol yang mengandung katalis basa (KOH) menggunakan asam fosfat sampai diperoleh garam kalium fosfat. Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009).

3.4.4. Formulasi CDS

CDS tersusun atas empat jenis bahan yaitu polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS), gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dan air. Tahap awal formulasi

22

dilakukan dengan membuat formula dari keempat bahan tersebut dengan konsentrasi masing-masing bahan ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi formula CDS yang dikembangkan

No. Formula Polimer PVA (%) Surfaktan SLS (%) Gliserol (%) Air (%) 1 40 40 5 15 2 40 40 10 10 3 40 40 15 5

Seluruh bahan dilarutkan di dalam air sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan. Pengadukan kemudian dilakukan selama 30 menit menggunakan magnetic stirrer dan hotplate pada suhu kamar.

3.4.5. Analisis Sifat Fisikokimia Formula CDS

Sifat fisikokimia CDS yang dianalisis adalah densitas, pH dan viskositas. Analisis densitas formula CDS dilakukan menggunakan alat Densitometer Anton Paar DMA 4500M. Alat tersebut bekerja menggunakan sistem tabung osilasi. Pada sistem ini, respon tabung terhadap gelombang osilasi diukur sebagai fungsi dari nilai densitas sampel di dalam tabung. Alat ini memiliki akurasi 5 digit desimal.

Analisis nilai pH dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH portabel Schotts yang memiliki akurasi dua digit desimal. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan elektroda ke dalam formula. Viskositas formula CDS diukur dengan menggunakan Brookfield LV DVIII Ultra pada suhu 25oC. Prosedur analisis sifat fisikokimia CDS selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.4.6. Analisis Kinerja Formula CDS

Kinerja formula CDS selain dilihat dari kemampuannya menekan pembentukan debu (Hamelmann dan Schmidt, 2003) juga kemampuannya dalam menekan laju penguapan air yang terkandung di dalam debu batubara sehinga debu batubara tidak mudah terbang. Pengukuran kinerja formula CDS dilakukan pada ketiga formula dengan 3 konsentrasi pengenceran yaitu 50, 100 dan 150 kali. Prosedur analisis Evaporation Rate dan Dustiness Index dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4.

Kedua analisis tersebut juga digunakan untuk membandingkan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan formula CDS komersial. Selain itu, analisis ER dan DI juga dilakukan terhadap air karena air seringkali digunakan sebagai substitusi CDS oleh perusahaan. Blanko yang berupa debu batubara tanpa perlakuan penambahan formula apapun juga digunakan di dalam kedua analisis sebagai kontrol seluruh perlakuan.

3.4.7. Rancangan Percobaan

Pengaruh penambahan gliserol dan konsentrasi pengenceran formula serta interaksinya terhadap kinerja formula CDS, terutama nilai ER dan persentase DI dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata Fisher (Aunudin 2005). Model rancangan tersebut adalah

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan:

Yijk = nilai laju penguapan dan persentase pembentukan debu

formula pada konsentrasi gliserol ke-i, pengenceran ke-j, serta ulangan ke-k,

dengan i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 dan k = 1, 2,. μ = rataan umum

Ai = pengaruh penambahan gliserol ke-i Bj = pengaruh pengenceran formula ke-j

(AB)ij = pengaruh interaksi penambahan gliserol ke-i serta pengenceran formula ke-j

eijk = pengaruh acak dari penambahan gliserol ke-i, pengenceran formula ke-j, serta ulangan ke-k.

Hipotesis yang diuji

1 Pengaruh penambahan gliserol

Ho = A1 = A2 = A3 = 0 (penambahan gliserol memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index)

24

2 Pengaruh pengenceran formula CDS

Ho = B1 = B2 = B3 = 0 ( pengenceran formula CDS memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index)

H1 = setidaknya ada satu j dengan Bj ≠ 0, j = 1, 2, 3

3 Pengaruh interaksi antara penambahan gliserol dan pengenceran formula CDS

Ho = (AB)ij = 0 untuk semua ij

H1 = setidaknya ada satu pasangan interaksi i dan j dengan (AB)ij≠ 0 3.4.8. Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS

CDS merupakan salah satu produk yang memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai salah satu produk agroindustri. Hal ini disebabkan adanya industri batubara baik pengguna maupun produsen dituntut oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengelola batubara sebaik mungkin tanpa menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dengan demikian, kebutuhan industri pengguna batubara terhadap CDS akan selalu ada seiring dengan berjalannya aktivitas produksi pada industri yang bersangkutan.

Menurut Umar (2005), analisis finansial usaha perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rencana usaha dapat dilaksanakan atau tidak. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit / Cost (NBC), Payback Period (PBP), dan Average Break Even Point (BEP).

Net Present Value (NPV) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui selisih antara nilai sekarang (Present Value) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih. Perhitungan nilai sekarang dilakukan berdasarkan tingkat bunga yang relevan. Berikut di bawah ini adalah metode perhitungan NPV.

Keterangan : CFt = aliran kas per tahun pada periode t I0 = investasi awal pada tahun 0 K = suku bunga (discount rate)

Metode Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga yang dapat dibandingkan dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, tanpa memperhitungkan investasi awal. Apabila nilai IRR yang diperoleh ternyata lebih besar dari Rate of Return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima. Perhitungan IRR adalah sebagai berikut.

Keterangan : t = tahun ke..

n = jumlah tahun

I0 = nilai investasi awal CF = arus kas bersih

IRR = tingkat bunga yang dicari harganya.

Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimaan kas dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilaksanakan, maka dilakukan perhitungan Net Benefit / Cost atau Profitability Index (PI).

Payback period merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Semakin cepat payback period suatu investasi, semakin layak investasi tersebut dilakukan. Apabila payback period lebih pendek waktunya dibandingkan maximum payback period-nya, maka usulan investasi dapat diterima. Payback period menggunakan rumus berikut ini.

Hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari

26

kegiatannya dianalisis dengan menggunakan metode Break Even Point. Kondisi Break Event Point terjadi ketika pendapatan penerimaan perusahaan (Total Revenue) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (Total Cost). Pendapatan penerimaan perusahaan merupakan hasil perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan biaya yang ditanggung adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabelnya.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar

Sifat fisikokimia minyak jarak pagar merupakan salah satu informasi awal yang harus diperoleh untuk memproduksi biodiesel jarak pagar. Informasi tersebut menjadi acuan utama dalam proses produksi biodiesel jarak pagar, terutama dalam menentukan tahapan proses dan jenis serta jumlah reaktan yang diperlukan. Beberapa sifat fisikokimia minyak jarak pagar yang dianalisis adalah kandungan asam lemak bebas, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas.

Penghitungan kandungan asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah asam lemak yang telah terhidrolisis, sehingga terlepas dari molekul trigliserida. Hal ini diperlukan sebagai dasar penghitungan metanol yang dibutuhkan pada reaksi esterifikasi. Adapun total asam yang terkandung di dalam minyak jarak pagar dianalisis dengan menggunakan metode bilangan asam yang merepresentasikan banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam. Analisis bilangan iod dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah ikatan rangkap yang terkandung di dalam asam lemak minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar mempunyai komposisi asam lemak dominan berupa asam oleat yang memiliki satu ikatan rangkap. Informasi densitas dan viskositas menjadi data pendukung dalam perhitungan skala produksi dan alat yang digunakan. Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar

No. Analisis Nilai Satuan

1 Kandungan Asam Lemak Bebas 32,08 %

2 Bilangan Asam 63,84 mg KOH / g minyak

3 Densitas 0,91 g/cm3

4 Bilangan Iod 97,24 g Iod / 100 g minyak

5 Viskositas (30 oC) 52,60 cP

Dari beberapa sifat fisikokimia tersebut di atas, parameter utama yang menjadi acuan perhitungan proses produksi biodiesel jarak pagar adalah kandungan asam lemak bebasnya. Kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar yang digunakan sangat tinggi, yaitu 32,08%. Syam et al. (2009)

28

menyebutkan bahwa penurunan kualitas minyak jarak pagar dengan indikator naiknya kandungan asam lemak bebas pada umumnya disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kondisi penyimpanan, serta adanya kontak dengan udara bebas dan sinar matahari.

Tingginya kandungan asam lemak bebas mengharuskan adanya perlakuan awal minyak jarak pagar sebelum ditransesterifikasi menjadi biodiesel (metil ester). Standar kandungan asam lemak bebas yang menjadi ambang batas diperlukan tidaknya perlakuan pendahuluan terhadap minyak jarak pagar berbeda- beda antar peneliti. Akbar et al. (2009), Fan dan Burton (2009) serta Syam et al. (2009) mengurangi kandungan asam lemak bebas sampai di bawah 1% melalui proses esterifikasi, sedangkan Knothe (2005) membatasi kandungan FFA kurang dari 0,5% agar rendemen biodieselnya maksimal. Berchmans dan Hirata (2008) menyatakan bahwa paling tidak kandungan FFA minyak jarak pagar agar dapat ditransesterifikasi langsung tanpa perlakuan pendahuluan adalah tidak lebih dari 2%.

4.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar

Proses produksi biodiesel jarak pagar dilakukan dengan menggunakan reaktor biodiesel skala 100 liter per batch yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Tingginya kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar tidak memungkinkan untuk dilakukan proses transesterifikasi secara langsung. Apabila reaksi transesterifikasi langsung dilakukan tanpa adanya perlakuan pendahuluan, maka katalis basa (KOH) akan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk garam (sabun). Sabun yang terbentuk selanjutnya akan menghambat reaksi antara metanol dengan trigliserida. Pembentukan sabun juga dipengaruhi oleh lamanya reaksi transesterifikasi. Hossain et al. (2010) meneliti pengaruh lama reaksi transesterifikasi terhadap banyaknya sabun yang terbentuk. Hasilnya diperoleh data bahwa jumlah sabun semakin banyak pada jam ke-2 sampai jam ke-6, sehingga menghambat pembentukan biodiesel dan mengakibatkan rendemen biodiesel pada jam ke-6 lebih sedikit (27,5%) dibandingkan pada jam ke-2 (49,5%).

Metanol ditambahkan pada reaksi esterifikasi secara berlebih untuk menekan keseimbangan reaksi kearah FAME. Hal ini dikarenakan reaksi esterifikasi yang bersifat bolak-balik. Skema reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993).

Banyaknya metanol yang ditambahkan sebagai reaktan adalah 225% dari jumlah asam lemak bebas. Dengan skala produksi 100 liter minyak jarak pagar (densitas : 0,91 kg/l), maka kandungan asam lemak bebasnya adalah 29,19 kg, kebutuhan metanol (densitas : 0,7918 kg/l) untuk reaksi esterifikasi adalah 65,68 kg atau setara dengan 82,95 liter, sedangkan kebutuhan asam sulfat adalah 6,57 kg (3,57 liter).

Proses produksi biodiesel dimulai dengan memanaskan minyak jarak pagar sampai mencapai suhu reaksi yaitu 50oC dan melarutkan asam sulfat ke dalam metanol. Sifat reaksi pencampuran yang eksotermis mengharuskan tahapan ini dilakukan dengan hati-hati. Setelah minyak jarak pagar mencapai suhu yang diharapkan, maka campuran metanol dan asam sulfat kemudian ditambahkan ke

30

dalam minyak jarak pagar. Pemanasan dan pengadukan kemudian terus dilakukan selama 1 jam.

Setelah reaksi esterifikasi selesai dilakukan, campuran sisa metanol, air dan katalis akan berada pada lapisan atas, sedangkan campuran antara FAME dan minyak jarak pagar akan berada pada lapisan bawah. Terbentuknya dua lapisan produk dikarenakan adanya perbedaan densitas dan polaritas kedua campuran.

Kandungan asam lemak bebas dalam FAME dan minyak jarak pagar pada akhir tahap pertama (proses esterifikasi) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum esterifikasi, sehingga proses selanjutnya yaitu transesterifikasi dapat dilakukan. Pada proses transesterifikasi, 910 gram KOH dilarutkan dengan 13,65 kg metanol. Seperti halnya proses pelarutan asam sulfat dengan metanol, pelarutan KOH juga merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas. Larutan metanol yang mengandung KOH biasa disebut sebagai metoksida. Metoksida kemudian ditambahkan ke dalam minyak jarak pagar dan kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 50oC.

Setelah proses transesterifikasi, maka campuran FAME dan metil ester bersama dengan campuran gliserol dan katalis serta sisa metanol didiamkan dalam tangki pemisah untuk memisahkan fraksi polar dan non polar. Gliserol, katalis KOH serta air akan berada pada lapisan bawah yang terpisah dari lapisan atas yang terdiri dari FAME dan metil ester. Lapisan-lapisan produk transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Metil Ester

Gliserol

Pada akhir proses, biodiesel (FAME dan ME) kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Adapun gliserol kasar yang masih mengandung senyawa pengotor lainnya akan dipisahkan untuk kemudian ditingkatkan kemurniannya sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun formula CDS.

4.3 Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar

Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun sebagai hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis KOH dan katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi, sehingga gliserol kasar bersifat basa (Kocsisová dan Cvengroš 2006, El-Diwani et al. 2009). Asam fosfat digunakan untuk memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun. Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat, sedangkan reaksi antara sabun dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak. Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. KOH + H3PO4 K3PO4+ H2O (A) sabun R OH O R O-K+ O O P OH O-H OH O P OH O-K+ OH

Asam lemak bebas

(B)

Gambar 11 Reaksi pembentukan K3PO4 (A) dan asam lemak (B) pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009).

Pemisahan garam kalium fosfat dari gliserol dilakukan dengan cara penyaringan vakum. Garam kalium fosfat yang diperoleh masih bersifat sedikit

32

asam, sehingga memerlukan perlakuan lanjutan yaitu pemurnian agar dapat digunakan sebagai pupuk. Garam kalium fosfat dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.

Setelah garam terpisahkan dari gliserol, campuran gliserol akan memisah dari asam lemak yang terbentuk sebagai akibat adanya reaksi antara sabun dengan asam fosfat. Produk yang dihasilkan pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 13.

Perbandingan kemurnian antara gliserol sebelum dengan setelah kemurniannya ditingkatkan sudah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menganalisis kemurnian gliserol menggunakan metode GC-MS (Gas Chromatograhy – Mass Spectroscopy). Hasil analisis GC-MS gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebelum dan sesudah peningkatan kemurnian dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009).

Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara kualitatif pengurangan senyawa pengotor gliserol terlihat dengan adanya pengurangan dari 17 puncak menjadi 11 puncak. Secara kuantitatif, analisis penentuan kadar gliserol yang dilakukan oleh Farobie (2009) menunjukkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat dari 40,19% menjadi 82,15%. Tingkat kemurnian gliserol di atas 80% sudah sesuai dengan SNI 06-1564-1195 yang menyatakan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang diperbolehkan untuk dikomersialkan mempunyai kadar gliserol minimum 80%.

4.4 Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS)

Setiap komponen penyusun formula CDS memiliki fungsi masing-masing. Polimer PVA merupakan polimer yang sangat larut di dalam air. Penggunaan polimer PVA dalam formula CDS adalah sebagai pembentuk lapisan film pada

34

permukaan debu batubara, sehingga dapat menghambat pembentukan debu. Struktur polimer PVA dapat dilihat pada Gambar 15.

Keterangan : R = H atau COCH3 Gambar 15 Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004).

Pada saat larutan CDS mengering, polimer PVA akan membentuk lapisan film tipis yang akan menahan laju penguapan air dari debu batubara, sehingga kelembaban batubara akan relatif terjaga dan debu menjadi tidak mudah terbang.

Surfaktan SLS merupakan surfaktan anionik yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan formula CDS. Rendahnya nilai tegangan permukaan formula CDS menyebabkan batubara akan lebih mudah menangkap uap air, sehingga bobotnya bertambah dan menjadi lebih sulit menjadi debu. Penambahan gliserol pada formula CDS bertujuan untuk meningkatkan efek pelembab yang akan membuat kemampuan debu batubara mengikat uap air menjadi lebih baik. Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih mengandung 20% bahan lain yang terdiri dari metanol, sisa katalis dan bahan lainnya. Formulasi dilakukan pada suhu ruangan, tanpa adanya pemanasan untuk melihat kelarutan masing –masing komponen bahan di dalam air yang digunakan sebagai pelarut. Hasil formulasi diperoleh 3 formula dengan penampakan fisik berupa larutan bening yang cukup kental. Penampakan ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Penampakan formula CDS.

4.5 Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant

Dokumen terkait